Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (INAPLAS)
dalam Kamsiati dkk (2017), konsumsi plastik di Indonesia pada tahun 2015
mencapai 17 kg/kapita/tahun. Jika jumlah penduduk Indonesia pada semester
pertama untuk tahun 2019 sekitar 267 juta jiwa, maka penggunaan plastik secara
nasional mencapai 4.539 juta ton. Penggunaan plastik yang cukup tinggi ini
berdampak negatif terhadap kelestarian lingkungan. Karena sulit terdegradasi
sehingga terjadi penumpukan sampah plastik yang mencemari lingkungan
(Tokiwa dkk, 2009 dalam Kamsiati dkk, 2017).
Permasalahan sampah plastik di Indonesia sudah meresahkan. Indonesia
adalah negara pembuang sampah plastik terbesar ke laut. Sedangkan, plastik yang
ditimbun di tanah juga sulit terdegradasi. Polimer sintesis yang merupakan bagian
utama dari plastik akan terdegradasi dalam waktu puluhan bahkan ratusan tahun.
Jika dibakar, plastik akan menghasilkan emisi karbon yang mencemari lingkungan
(Gironi dan Piemonte 2011 dalam Kamsiati dkk, 2017).
Guna mengatasi masalah lingkungan ini, salah satu cara yang dapat dilakukan
yaitu mengembangkan bahan biodegradable plastik (bioplastik) yaitu plastik yang
mudah diurai oleh mikroorganisme menjadi senyawa sederhana yang ramah
lingkungan (Hardaning, 2001 dalam Darni, 2010). Bahan-bahan yang digunakan
untuk membuat biodegradable plastik diantaranya senyawa-senyawa polimer yang
terdapat pada tanaman yang mengandung pati, selulosa,dan lignin (Averous, 2004
dalam Admadi dan Arnata, 2015).
Salah satu jenis bahan hasil tanaman yang berpotensi sebagai bahan baku
biodegradable plastik (bioplastik) adalah pati tapioka yang berasal dari ubi kayu
(singkong). Menurut Badan Pusat Statistik (2016) dalam Kamsiati dkk (2017),
produksi ubi kayu nasional pada tahun 2015 mencapai 22,9 juta ton. Sentra
produksi ubi kayu di Indonesia adalah Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa

1
2

Barat, dan Sumatera Utara. Pati tapioka sangat potensial dikembangkan karena
harganya murah dan diproduksi secara masal dalam skala industri sehingga
terjamin ketersediaannya sebagai bahan baku (Chivrac dkk, 2010 dalam Kumoro
dan Purbasari, 2014).
Selain itu, sagu juga merupakan komoditas penghasil karbohidrat potensial,
khususnya pati. Indonesia merupakan negara yang memiliki areal pertanaman
sagu terluas di dunia. Provinsi Riau merupakan daerah rawa bergambut yang
memiliki potensi tanaman sagu yang tinggi. Berdasarkan data dari badan pusat
statistik tahun 2014, luas areal tanaman sagu di provinsi Riau terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun yaitu pada tahun 2010 luas areal tanaman sagu di
provinsi Riau sebesar 81.841 Ha dan mengalami peningkatan hingga tahun 2014
mencapai 83.513 Ha dengan produksi tepung sagu mencapai 825.943,6 ton
tanaman sagu (BPMD, 2010 dalam Rifaldi, 2017). Pati sagu juga prospektif
dikembangkan sebagai bahan baku industri substrat fermentasi butanol-etanol,
plastik biodegradable, gula cair, penyedap makanan, dan bioethanol (Yuniarti dkk,
2014).

1.2 Rumusan Masalah


Haryanto dan Saputri (2016) membuat bioplastik dengan komposisi tepung
tapioka dengan tepung beras ketan dengan perbandingan 10:40, 20:30, 25:25,
30:20, 40:10. Sedangkan variabel tetapnya yaitu, aquades sebanyak 250 ml , asam
asetat (biang cuka) sebanyak 7,5 ml dan gliserin sebanyak 15 ml, suhu
pemasakan 120°C, dan waktu pemasakan selama selama 30 menit menggunakan
hot plate dan pengadukan menggunakan magnetic stirer. Berdasarkan hasil
penelitian, permukaan yang terbaik secara organoleptic (pengujian menggunakan
indra manusia) dan mikroskopik serta yang mengalami degradasi paling cepat
diperoleh pada saat komposisi tepung tapioka dan tepung beras ketan putih
20 : 30. Sedangkan kuat tarik optimal (0,585 MPa) diperoleh pada komposisi
10:40 begitu juga dengan % elongation at break.
Haryanto dan Titani (2017), membuat bioplastik yang terbuat dari tepung
tapioka dan tepung maizena dengan total berat keduanya adalah 50 gram dengan
3

perbandingan 10:40, 20:30, 25:25, 30:20 dan 40:10. Sedangkan, variabel tetapnya
adalah gliserin sebanyak 30 ml, asam asetat sebanyak 7,5 ml, aquades sebanyak
250 ml, dengan kecepatan pengadukan yaitu 4 rpm selama 35 menit dengan suhu
pemanasan yaitu, 120°C. Hasil penelitian menunjukkan bioplastik yang dihasilkan
dari kelima komposisi memiliki tekstur kenyal, padat, berwarna putih kekuningan
dan halus, tetapi ada sedikit gelembung udara jika ditinjau dari segi permukaan
fisik dan permukaan mikroskopis dengan perbesaran 10 kali. Dari hasil analisis uji
kekuatan mekanik bioplastik yang memiliki nilai kekuatan tarik paling tinggi
terdapat pada komposisi bahan 40:10 yaitu 0,37 MPa, sedangkan untuk nilai
elongation at break paling tinggi terdapat pada komposisi 30:20 yaitu 49,28 %.
Uji biodegradasi terhadap bioplastik menunjukkan bahwa bioplastik mengalami
penurunan berat yang cukup signifikan yaitu pada komposisi 10:40.
Yuniarti dkk (2014) melakukan penelitian sintesis dan karakterisasi
bioplastik berbasis pati sagu. Bahan yang digunakan yakni pati sagu sebanyak
10 gram, aquades sebanyak 150 ml, asam asetat 60 % dan 1 N, dan gliserol.
0
Waktu pemasakan dilakukan selama 10 menit dengan suhu 150 C dan
pengadukan dilakukan secara manual. Adapun perlakuan yang dilakukan
sebanyak 8 kombinasi ( asam asetat + gliserol) meliputi; A = 7 ml + 2 ml (4,4 %),
B = 8 ml + 2 ml (5 %), C = 9 ml + 2 ml (4,3 %), D = 10 ml + 2 ml (6,2 %), E = 7
ml + 3 ml (4,3 %), F = 8 ml + 3 ml (4,9 %), G = 9 ml + 3 ml (5,6 %) dan H = 10
ml + 3 mL (6,1 %). Hasil WVTR (Water Vapor Transmission Rate) terbaik pada
perlakuan 6,1 % (10 mL + 3 ml) dengan nilai 5,28 g/m2.jam, hasil analisis
ketebalan 0,021 cm, kekuatan tarik 3,72 MPa, pemanjangan 16,65 %, dan
kristalin 14,39 % dan bioplastik dapat terdegradasi secara alami dengan media
pasir dan mikroba EM4 selama 24 hari.
Penelitian ini akan membuat bioplastik yang menggunakan bahan baku
tepung tapioka dan tepung sagu dengan total berat keduanya adalah 50 gram,
dengan perbandingan 10:40, 20:30, 25:25, 30:20, 40:10 menggunakan gliserin
sebagai plastisizer dan asam asetat yang berfungsi untuk menghomogenkan
campuran. Bioplastik yang dihasilkan akan dianalisa untuk mengetahui kekuatan
tarik, ketebalan, ketahanan air dan kemampuan biodegradasi.
4

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Membuat bioplastik dari tepung tapioka dan tepung sagu dengan rasio
10:40, 20:30, 25:25, 30:20, dan 40:10.
2. Mempelajari pengaruh variasi jumlah tepung tapioka dan tepung sagu
terhadap karakteristik bioplastik melalui uji kekuatan tarik, ketebalan,
ketahanan air dan kemampuan biodegradasi.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang terdapat pada penelitian ini, meliputi :
1. Memberikan informasi tentang pembuatan bioplastik berbahan dasar
tepung tapioka dan tepung sagu.
2. Memberikan informasi tentang kemampuan bioplastik melalui uji
kekuatan tarik, ketebalan, ketahanan air dan kemampuan biodegradasi.

1.5 Waktu dan Tempat Penelitian


Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2019 yang
bertempat di Laboratorium Material dan Korosi, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
Teknik, Universitas Riau.

Anda mungkin juga menyukai