PENDAHULUAN
1
yaitu dengan melakukan program screening kanker serviks, namun hasil
penelitian di beberapa negara masih menunjukkan kurangnya partisipasi
wanita untuk mengikuti program screening.5Screening yang paling sering
dilakukan ialah metode usapan (smear) lendir leher rahim menurut
Papanicolaou atau sering dikenal dengan Pap smear. Pap smear
dilakukan dengan pengambilan lendir pada leher rahim dengan cara
usapan (smear) untuk kemudian diperiksa di laboratorium. Selain
pemeriksaan pap smear, ada cara deteksi yang lebih sederhana yaitu
dengan cara inspeksi visual setelah meneteskan asam cuka atau asam
asetat 2%-5%, yang dikenal dengan IVA (inspeksi visual dengan asam
asetat).6
Masih tingginya insiden kanker serviks di Indonesia disebabkan
karena kesadaran wanita yang sudah menikah/melakukan hubungan
seksual dalam melakukan deteksi dini masih rendah (kurang dari 5%).6
Rendahnya partisipasi untuk melakukan screening kanker serviks
disebabkan berbagai hal yaitu terbatasnya akses screening dan pengobatan
serta masih banyak wanita di Indonesia yang kurang mendapat informasi
dan pelayanan terhadap penyakit kanker serviks karena tingkat ekonomi
rendah dan tingkat pengetahuan wanita tentang kanker serviks dan deteksi
dini kanker serviks yang kurang.7
Meskipun kanker serviks masih belum dapat dieliminasi, tetapi
angka kejadian dari kanker serviks dapat ditekan dengan
pemeriksaan/deteksi dini kanker serviks.8 Sebagian besar penderita
kanker datang dideteksi sudah dalam stadium lanjut sehingga proses
penyembuhan menjadi lebih sulit atau bahkan tidak dapat disembuhkan.
Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang kanker
serviks masih tergolong rendah, sehingga kesadaran masyarakat untuk
screeningkanker serviks juga rendah. Berdasarkan latar belakang di atas,
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran
tingkat pengetahuan dan perilaku deteksi dini kanker serviks pada wanita
usia subur.
2
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, terdapat
rumusan masalah yaitu “Apakah terdapat hubungan yang signifikan
antara pengetahuan dan perilaku wanita usia subur terhadap IVA Tes
sebagai deteksi dini kanker serviks di Kelurahan Tanjung Enim Selatan
dan di Kelurahan Pasar Tanjung Enim.
1.3. Tujuan
Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan perilaku
wanita usia subur terhadap IVA Tes sebagai deteksi dini kanker serviks di
Kelurahan Tanjung Enim Selatan dan Kelurahan Pasar Tanjung Enim.
1.4. Manfaat
1.4.1. Manfaat Bagi Penulis
Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan penulis
lebih mendalam tentang hubungan antara pengetahuan dan perilaku wanita
usia subur terhadap IVA Tes sebagai deteksi dini kanker serviks.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Kanker leher rahim adalah kanker primer yang terjadi pada
jaringan leher rahim(serviks).9 Sementara lesi prakanker, adalah kelainan
pada epitel serviks akibat terjadinya perubahan sel-sel epitel, namun
kelainannya belum menembus lapisan basal (membrana basalis).
2.2. Etiologi
Penyebab primer kanker leher rahim adalah infeksi kronik leher
rahim oleh satu atau lebih virus HPV (Human Papiloma Virus) tipe
onkogenik yang beresiko tinggi menyebabkan kanker leher rahim yang
ditularkan melalui hubungan seksual (sexuallytransmitted
disease).10,11,12Perempuan biasanya terinfeksi virus ini saat usia
belasantahun, sampai tigapuluhan, walaupun kankernya sendiri baru akan
muncul 10-20 tahun sesudahnya. Infeksi virus HPV yang berisiko tinggi
menjadi kanker adalah tipe 16, 18, 45, 56. dimana HPV tipe 16 dan 18
ditemukan pada sekitar 70% kasus. Infeksi HPV tipe ini dapat
mengakibatkan perubahan sel-sel leher rahim menjadi lesi intra-epitel
derajat tinggi (high-grade intraepithelial lesion/ LISDT) yang merupakan
lesi prakanker. Sementara HPV yang berisiko sedang dan rendah
menyebabkan kanker (tipe non-onkogenik) berturut turut adalah tipe 30,
31, 33, 35, 39, 51, 52, 58, 66 dan 6, 11, 42, 43, 44, 53, 54,55.13
2.3. Predisposisi
Faktor risiko terjadinya infeksi HPV adalah hubungan seksual pada
usia dini, berhubungan seks dengan berganti-ganti pasangan, dan memiliki
pasangan yang suka berganti-ganti pasangan.14 Infeksi HPV sering terjadi
pada usia muda, sekitar 25-30% nya terjadi pada usia kurang dari 25 tahun.
4
Beberapa ko-faktor yang memungkinkan infeksi HPV berisiko
menjadi kanker leher rahim adalah14 :
a. Faktor HPV :
- tipe virus
- infeksi beberapa tipe onkogenik HPV secara bersamaan
c. Faktor eksogen
- merokok
- ko-infeksi dengan penyakit menular seksual lainnya
- penggunaan jangka panjang ( lebih dari 5 tahun) kontrasepsi
oral
5
berkembang menjadi displasia tingkat lanjut, karsinoma in-situ dan
akhirnya kanker invasif. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa prekursor
kanker adalah lesi displasia tingkat lanjut (high-grade dysplasia) yang
sebagian kecilnya akan berubah menjadi kanker invasif dalam 10-15
tahun, sementara displasia tingkat rendah (low-grade dysplasia)
mengalami regresi spontan.15
Gambar 1. Patofisiologi Kanker14
** ***
***
Progresi
Normal prekanker
Pembersihan Regresi
6
2.5. Klasifikasi dan Stadium
2.5.1. Sistem Klasifikasi Lesi Prakanker
Ada beberapa sistem klasifikasi lesi prakanker yang digunakan saat
ini, dibedakan berdasarkan pemeriksaan histologi dan sitologinya. Berikut
tabel klasifikasi lesi prakanker14 :
Klasifikasi Sitologi
(untuk skrining) Klasifikasi Histologi (untuk diagnosis)
7
Stadium Karakteristik
8
DNA HPV juga ditujukan untuk mendeteksi adanya HPV tipe onkogenik,
pada hasil yang positif, dan memprediksi seorang perempuan menjadi
berisiko tinggi terkena kanker serviks.
9
Tindakan observasi dilakukan pada Pap Smear dengan hasil HPV,
atipia, NIS I yang termasuk dalam Lesi Intraepitelial Skuamousa Derajat
Rendah (LISDR).
Terapi NIS dengan destruksi dapat dilakukan pada LISDR dan
LISDT (Lesi Intra epitelial Skuamousa Derajat Tinggi). Demikian juga,
terapi eksisi dapat ditujukan pada LISDR dan LISDT. Perbedaan antara
terapi destruksi dan terapi eksisi adalah pada terapi destruksi tidak
mengangkat lesi, tetapi pada terapi eksisi ada spesimen lesi yang diangkat.
Klasifikasi Penanganan
HPV Observasi
Medikamentosa
Destruksi: Krioterapi
Elektrokauterisasi/elektrokoagulasi
Eksisi: diatermi loop
Displasia ringan (NIS I) Observasi
Destruksi: Krioterapi
Elektrokoagulasi
Laser, Laser + 5 FU
Eksisi: diatermi loop
Displasia sedang (NIS II) Destruksi: krioterapi
Elektrogoagulasi
Laser, Laser + 5 FU
Eksisi: diatermi loop
Displasia keras (NIS III)/KIS Destruksi: krioterapi
Elektrokoagulasi
Laser
Eksisi: konisasi
Histerektomi
Terdapat beberapa metode pengobatan lesi prakanker serviks :
1. Terapi NIS dengan Destruksi Lokal
Yang termasuk pada metode terapi ini adalah krioterapi, elektrokauter,
elektrokoagulasi, dan CO2 laser. Penggunaan setiap metode ini bertujuan
10
untuk memusnahkan daerah-daerah terpilih yang mengandung epitel
abnormal, yang kelak akan digantikan dengan epitel skuamosa yang baru.
a. Krioterapi
Krioterapi ialah suatu usaha penyembuhan penyakit dengan cara
mendinginkan bagian yang sakit sampai dengan suhu di bawah nol
derajat Celcius. Pada suhu sekurang-kurangnya 25 derajat Celcius sel-
sel jaringan termasuk NIS akan mengalami nekrosis. Sebagai akibat
dari pembekuan tersebut, terjadi perubahan-perubahan tingkat seluler
dan vaskuler, yaitu (1) sel-sel mengalami dehidrasi dan mengerut; (2)
konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu; (3) syok termal dan
denaturasi kompleks lipid protein; (4) status umum
sistemmikrovaskular.Pada awalnya digunakan cairan Nitrogen atau
gas CO2, tetapi pada saat ini hampir semua alat menggunakan N2O.
b. Elektrokauter
Metode elektrokauter dapat dilakukan pada pasien rawat jalan.
Penggunaan elektrokauter memungkinkan untuk pemusnahan jaringan
dengan kedalaman 2 atau 3 mm. Lesi NIS I yang kecil di lokasi yang
keseluruhannya terlihat pada umumnya dapat disembuhkan dengan
efektif.22
c. Diatermi Elektrokoagulasi Radikal
Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih luas dan
efektif jika dibandingkan dengan elektrokauter, tetapi harus dilakukan
dengan anestesi umum. Tindakan ini memungkinkan untuk
memusnahkan jaringan serviks sampai kedalaman 1 cm, tetapi
fisiologi serviks dapat dipengaruhi, terutama jika lesi tersebut sangat
luas. Dianjurkan penggunaannya hanya terbatas pada kasus NIS 1/2
dengan batas lesi yang dapat ditentukan.23
d. CO2 Laser
Penggunaan sinar laser (light amplication by stimulation emission of
radiation), suatu muatan listrik dilepaskan dalam suatu tabung yang
berisi campuran gas helium, gas nitrogen, dan gas CO2 sehingga akan
11
menimbulkan sinar laser yang mempunyai panjang gelombang 10,6u.
Perubahan patologis yang terdapat pada serviks dapat dibedakan dalam
dua bagian, yaitu penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar dari
mukosa serviks menguap karena cairan intraselular mendidih,
sedangkan jaringan yang mengalami nekrotik terletak di bawahnya.
Volume jaringan yang menguap atau sebanding dengan kekuatan dan
lama penyinaran.18
12
4) Masalah teknis untuk konisasi, misalnya porsio mendatar pada usia
lanjut.
13
abnormalitas.7 Sebagai konsekuensinya, angka insidens kanker leher rahim
tetap tinggi dan kebanyakan pasien datang pada stadium lanjut.18,36
Masalah yang berkembang akibat keterbatasan metode Pap Smear
inilah yang mendorong banyak penelitian untuk mencari metode alternatif
skrining kanker leher rahim. Salah satu metode yang dianggap dapat
dijadikan alternatif adalah metode inspeksi visual dengan asam asetat
(IVA).Efektivitas IVA sudah di teliti oleh banyak peneliti. Walaupun
demikian perbandingan masing-masing penelitian tentang IVA agak sulit
dievaluasi karena perbedaan protokol dan populasi. Secara umum dapat
dikatakan bahwa sensitivitas IVA untuk mendeteksi High Grade SIL
berkisar 60-90 %., sehingga dapat dikatakan bahwa sensitifitas IVA setara
dengan sitologi walaupun spesifisitasnya lebih rendah.26
Metode IVA memberi peluang dilakukannya skrining secara luas
di tempat-tempat yang memiliki sumberdaya terbatas, karena metode ini
memungkinkan diketahuinya hasil dengan segera dan terutama karena
hasil skrining dapat segera ditindaklanjuti.19 Metode satu kali kunjungan
(single visit approach) dengan melakukan skrining metode IVA dan
tindakan bedah krio untuk temuan lesi prakanker (see and treat)
memberikan peluang untuk peningkatan cakupan deteksi dini kanker leher
rahim, sekaligus mengobati lesi prakanker.
14
hipertonik ini akan menarik cairan dari intraseluler sehingga membran
akan kolaps dan jarak antar sel akan semakin dekat. Sebagai akibatnya,
jika permukaan epitel mendapat sinar, sinar tersebut tidak akan diteruskan
ke stroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga permukaan epitel abnormal
akan berwarna putih, disebut juga epitel putih (acetowhite).26
Daerah metaplasia yang merupakan daerah peralihan akan
berwarna putih juga setelah pemulasan dengan asam asetat tetapi dengan
intensitas yang kurang dan cepat menghilang. Hal ini membedakannya
dengan proses prakanker yang epitel putihnya lebih tajam dan lebih lama
menghilang karena asam asetat berpenetrasi lebih dalam sehingga terjadi
koagulasi protein lebih banyak. Jika makin putih dan makin jelas, main
tinggi derajat kelainan jaringannya.18 Dibutuhkan 1-2 menit untuk dapat
melihat perubahan-perubahan pada epitel. Leher rahim yang diberi 5%
larutan asam asetat akan berespons lebih cepat daripada 3% larutan
tersebut. Efek akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga dengan
pemberian asam asetat akan didapatkan hasil gambaran leher rahim yang
normal (merah homogen) dan bercak putih (mencurigakan displasia). Lesi
yang tampak sebelum aplikasi larutan asam asetat bukan merupakan epitel
putih, tetapi disebut leukoplakia; biasanya disebabkan oleh proses
keratosis.19
15
Perempuan yang akan diskrining berada dalam posisi litotomi,
kemudian dengan spekulum dan penerangan yang cukup, dilakukan
inspeksi terhadap kondisi leher rahimnya. Setiap abnormalitas yang
ditemukan, bila ada, dicatat. Kemudian leher rahim dioles dengan larutan
asam asetat 3-5% dan didiamkan selama kurang lebih 1-2 menit. Setelah
itu dilihat hasilnya. Leher rahim yang normal akan tetap berwarna merah
muda, sementara hasil positif bila ditemukan area, plak atau ulkus yang
berwarna putih. Lesi prakanker ringan/jinak (NIS 1) menunjukkan lesi
putih pucat yang bisa berbatasan dengan sambungan skuamokolumnar.
Lesi yang lebih parah (NIS 2-3 seterusnya) menunjukkan lesi putih tebal
dengan batas yang tegas, dimana salah satu tepinya selalu berbatasan
dengan sambungan skuamokolumnar (SSK)21 Beberapa kategori temuan
IVA tampak seperti tabel berikut :
16
putih yang ireguler pada serviks
- lesi bercak putih yang tegas, membentuk sudut
(angular), geographic acetowhite lessions yang
terletak jauh darisambungan skuamokolumnar
3.Positif 2 (++)- lesi acetowhite yang buram, padat dan berbatas jelas
sampai ke sambungan skuamokolumnar
- lesi acetowhite yang luas, circumorificial, berbatas
tegas, tebal danpadat
-pertumbuhan pada leher rahim menjadi acetowhite
17
pemriksaan IVA pada 100 orang klien dan mendapatkan 3 (tiga) hasil
pemeriksaan yang positif dan benar.25
2.11.4. Akurasi Pemeriksaan IVA
Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa metode IVA
berpotensi menjadi alternatif metode skrining kanker leher rahim di
daerah-daerah yang memiliki sumber daya terbatas. Namun demikian,
akurasi metode ini dalam penerapan klinis masih terus dikaji di berbagai
negara berkembang.
Penelitian Universitas Zimbabwe dan JHPIEGO Cervical cancer
project yang melibatkan 2.203 perempuan di Zimbabwe melaporkan
bahwa skrining dengan metode IVA dapat mengidentifikasi sebagian besar
lesi prakanker dan kanker. Sensitivitas IVA dibanding pemeriksaan
sitologi (Pap Smear) berturut-turut adalah 76,7% dan 44,3%. Meskipun
begitu, dilaporkan juga bahwa metode IVA ini kurang spesifik, angka
spesifisitas IVA hanya 64,1% dibanding sitologi 90,6%.18 Penelitian
lainnya mengambil sampel 1997 perempuan di daerah pedesaan di Cina,
dilakukan oleh Belinson JL dan kawan-kawan untuk menilai sensitivitas
metode IVA pada lesi prakanker tahap NIS 2 atau yang lebih tinggi,
dikonfirmasi dengan kolposkopi dan biopsi leher rahim. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa angka sensitivitas IVA untuk NIS 2 atau yang lebih
tinggi adalah 71%, sementara angka spesifisitas 74%.27
Beberapa penelitian menunjukkan sensitivitas IVA lebih baik
daripada sitologi.10 melaporkan penelitiannya di Nikaragua, bahwa metode
IVA dapat mendeteksi kasus LDT (Lesi Derajat Tinggi) dan kanker invasif
2 kali lebih banyak daripada Pap Smear. Demikian juga laporan dari Basu
et al.26
Berikut adalah tabel tampilan beberapa kajian tentang IVA yang
telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu.
18
TEMUAN BEBERAPA PENELITIAN IVA20
Berbagai penelitian telah menyatakan bahwa skrining dengan
metode IVA lebih mudah, praktis dan lebih sederhana, mudah, nyaman,
praktis dan murah. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat perbandingkan
antara pap smear dan IVA dalam berbagai aspek pelayanan.
19
puskesmas, klinik, sakit (pemerintah Klinik spesialis
dokter praktik atau swasta)
swasta
Sarana dan Meja ginekologi Kamar periksa Kamar periksa
prasarana Set pemeriksaan ginekologi lengkap ginekologi lengkap
gineko-logi dengan : dengan :
Kit tes IVA dan atau Kit Pap Smear atau Kit Pap Smear
Kit Pap Smear Kit tes HPV atau Kit tes HPV
Serviskop Kolposkop dan kit biopsi
Kit
diatermi/konisasi/bedah
krio
Laboratorium untuk
memproses : Pap Smear,
tes HPV, dan
histopatologi
Kompetensi Melakukan tes IVA Melakukan Pap Smear Membaca servigram
yang harus atau melakukan tes Melakukan tes HPV Melakukan kolposkopi
dimiliki Pap Melakukan biopsi
Servikografi Melakukan terapi lesi
prakanker
Pembacaan hasil tes
HPV, sitologi dan
patologi
20
Perbandingan biaya skrining kanker serviks dangan metode Pap Smear dan IVA
Komponen Biaya Pap Smear (Rp) IVA (Rp)
21
BAB III
METODE PENELITIAN
b. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah seluruh pasien
wanita dengan usia subur yang terdaftar di Puskesmas Pembantu
Kelurahan Tanjung Enim Selatan dan Kelurahan Pasar Tanjung Enim.
22
Selatan dan Kelurahan Pasar Tanjung Enim yang memenuhi kriteria
inklusi dan tidak terdapat kriteria eksklusi. Mengingat waktu penelitian
yang sempit sehingga peneliti memutuskan untuk mengambil seluruh
sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak terdapat kriteria eksklusi.
23
3.6 Variabel Penelitian
1. Umur
2. Tingkat Pendidikan
3. Tingkat Pengetahuan
24
3.7.3 Tingkat Pengetahuan
Definisi : Tolak ukur seberapa mengenal responden terhadap bahaya
kanker serviks dan apa itu IVA Test.
Alat Ukur : Quisioner
Skala Ukur : Kategorik
25
3.8 Kerangka Operasional
Kriteria Inklusi:
1. Semua pasien wanita yang terdaftar di Puskesmas Pembantu Kelurahan
Tanjung Enim Selatan dan Kelurahan Pasar Tanjung Enim yang telah
menikah.
2. Semua pasien wanita yang terdaftar di Puskesmas Pembantu Kelurahan
Tanjung Enim Selatan dan Kelurahan Pasar Tanjung Enim yang
berusia 20 – 60 tahun.
3. Semua pasien wanita yang terdaftar di Puskesmas Pembantu Kelurahan
Tanjung Enim Selatan dan Kelurahan Pasar Tanjung Enim yang
dengan keluhan atau tanpa keluhan.
4. Semua pasien wanita yang terdaftar di Puskesmas Pembantu Kelurahan
Tanjung Enim Selatan dan Kelurahan Pasar Tanjung Enim yang tidak
melakukan hubungan intim dengan pasangan selama 24 – 48 jam
sebelum menjadi subjek penelitian.
Kriteria Eksklusi:
1. Pasien yang tidak melakukan hubungan intim dengan pasangan selama
24 – 48 jam sebelum menjadi subjek penelitian.
2. Pasien yang tidak bersedia menjadi subjek penelitian.
3. Pasien yang tidak kooperatif.
Sampel:
Sampel pada penelitian semua pasien wanita dengan usia subur yang terdaftar
di Puskesmas Pembantu Kelurahan Tanjung Enim Selatan dan Desa yang
memenuhi kriteria inklusi dan tidak terdapat kriteria eksklusi.
Variabel Penelitian:
1. Umur
2. Tingkat Pendidikan
3. Tingkat Pengetahuan
Pengumpulan Data
26
3.9 Cara Pengumpulan Data
Sumber yang dikumpulkan dari penelitian ini berupa sumber
primer dengan menggunakan metode wawancara dan observasi.
Pengumpulan data dilakukan dengan panduan:
1. Pengajuan permohonan izin pelaksanaan penelitian di Puskesmas
Pembantu Kelurahan Tanjung Enim Selatan dan Kelurahan Pasar
Tanjung Enim.
2. Menentukan pasien wanita di Puskesmas Pembantu Kelurahan
Tanjung Enim Selatan dan Kelurahan Pasar Tanjung Enim yang
memenuhi kriteria inklusi dan tidak terdapat kriteria ekslusi untuk
menjadi responden penelitian.
3. Memberikan penjelasan kepada responden mengenai maksud dan
tujuan penelitian. Setelah pasien menerima penjelasan yang cukup,
diminta kesediaannya untuk menjadi responden penelitian dan tanpa
unsur paksaan dalam bentuk apapun pasien diminta menandatangani
lembar informed consent yang telah dibuat peneliti.
4. Melakukan wawancara dengan pasien untuk menentukan identitas
pasien dan menjawab setiap pertanyaan yang terdapat dalam
kuesioner.
5. Melakukan pemeriksaan dalam dan IVA TEST.
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini menggunakan data primer dari pengumpulan data
yang dilaksanakan di dua desa wilayah kerja Puskesmas Pembantu
Kelurahan Tanjung Enim Selatan dan Kelurahan Pasar Tanjung Enim. Hal
ini dikarenakan target pencapaian pemeriksaan IVA di wilayah kerja
Puskesmas Tanjung Enim masih sangat kurang mengingat pentingnya
pemeriksaan IVA ini untuk deteksi dini kanker serviks pada masyarakat di
Tanjung Enim.
Waktu penelitian dilakukan pada 02 dan 10 Mei 2019 di
Puskesmas Pembantu Kelurahan Tanjung Enim Selatan dan Kelurahan
Pasar Tanjung Enim untuk mendapatkan sampel responden yang menjadi
subjek penelitian. Penelitian ini dimulai dengan melakukan uji coba
kuesioner untuk melihat apakah responden mudah memahami dan
mengerti maksud dari pertanyaan yang akan diajukan oleh pewawancara.
Responden yang mengikuti uji coba kuesioner menjawab pertanyaan
dengan mudah pertanyaan yang diajukan karenapewawancara
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti sehingga data yang diambil
pada uji coba kuesioner dijadikan sebagai sampel studi.Selama uji
cobapeneliti mengamati, mencatat dan mengukur semua permasalahan
yang terjadi.
Setelah data terkumpul dilakukan editing, memeriksa kembali
daftar kuesioner apakah ada jawaban yang masih kurang lengkap,
kemudian dilakukankoding dan entri data. Subjek penelitian yang
didapatkan dari wawancaradiperiksa sesuai kriteria inklusi dan ekslusi
sehingga didapatkan jumlah sampel minimal yakni 35 responden dari
Kelurahan Tanjung Enim Selatan dan 27 responden dari Kelurahan Pasar
Tanjung Enim yang akan dianalisis dalam penelitian ini.
28
4.1.2 Analisis Univariat dan Bivariat
4.1.2.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Penelitian
29
Tabel 2.Distribusi Frekuensi Pengetahuan
30
4.1.2.2 Hubungan Pengetahuan tentang Kanker Serviks dengan
Keikutsertaan Wanita Usia Subur dalam Penapisan Tes Iva
31
dengan tingkat pengetahuan cukup, dan sebanyak 42,8% (Kelurahan
Tanjung Enim Selatan) dan 18 % (Kelurahan Pasar Tanjung Enim)
dengan tingkat pengetahuan baik.
Hasil Uji hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap
keikutsertaan melakukan IVA denganmenggunakan uji Chi-Square Test
menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan
tentang Kanker Serviks dengan Keikutsertaan Wanita Usia Subur dalam
Penapisan Tes Ivap = 0,659 dan p=0,371 (p >0,05).
Tabel 5. Uji sample t-test berpasangan pada pretest dan posttest penyuluhan
mengenai deteksi dini kanker serviks
N 95% CI p
Pretest & Posttest 35 5,698 – 4.237 .000
Kelurahan Tanjung
Enim Selatan
Pretest & Posttest 27 5,83 – 4,36 .000
Kelurahan Pasar
Tanjung Enim
32
4.2 Pembahasan
Hasil analisis karakteristik responden menunjukkan bahwa
kelompok usia 46-55 tahun merupakan usia yang memiliki risiko
terjadinya kanker serviks. Seorang wanita yang sudah pernah menikah dan
melahirkan beresiko mempunyai masalah kesehatan terutama kesehatan
reproduksi wanita, salah satunya yaitu kanker serviks. Penelitian tersebut
sama dengan penelitian yang dilakukan oleh mengatakan bahwa responden
pada penelitian yang dilakukannya sebagian besar pada kelompok usia 46-
55 tahun yaitu sebanyak 45,7%. Berdasarkan tingkat pendidikan
responden, sebagian besar adalah SMA, yang mana pendidikan akan
mempengaruhi proses belajar seseorang. Semakin tinggi pendidikan
seseorang, maka semakin mudah seseorang menerima informasi sehingga
pengetahuan yang dimilikinya semakin banyak. Seseorang yang memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi akan mempunyai pola pikir yang
berkembang dan lebih logis.27
Tingkat pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap pengetahuan
ibu dalam pembentukan perilaku seseorang. Penelitian yang dilakukan
oleh Rahma dan Prabandari (2012) menunjukkan bahwa semakin tinggi
pendidikan seseorang, maka minat melakukan pemeriksaan IVA Test
semakin tinggi sedangkan semakin rendah pendidikan seseorang, maka
akan berpengaruh terhadap minat untuk melakukan pemeriksaan IVA
Test. Hal tersebut disebabkan karena pendidikan yang tinggi berpengaruh
terhadap kesadaran untuk melakukan pemeriksaan IVA Test.28
33
berpengaruh dalam perilaku wanita dalam pemeriksaan IVA test. Pada
penelitian ini kami melakukan penyuluhan dasar mengenai deteksi dini
kanker serviks dan test IVA lalu didapatkan adanya peningkatan
pengetahuan responden dari mayoritas kurang menjadi cukup dan baik
setelah dilakukan penyuluhan.29
Keikutsertaan seseorang dalam mengikuti pemeriksaan tes IVA
besar pengaruhnya oleh tingkat pengetahuan seseorang, jika seseorang
yang mempunyai tingkat pengetahuan yang baik diharapkan akan timbul
minat dan benar-benar melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker
serviks, khususnya IVA.Tingkat pengetahuan seseorang berbeda
tergantung akses informasi yang didapatkannya.Adanya informasi yang
diterima dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas. Menurut
Notoatmodjo dalam penelitian Suesti (2013), pengetahuan yang baik
tentang kanker serviks dipengarui oleh pengalaman pribadi atau
pengalaman orang lain yang kebetulan didengar mengingat bahwa
informasi dapat diperoleh dari berbagai sumber.30
Namun pada penelitian ini meskipun tingkat pengetahuan
responden telah meningkat tapi keikutsertaan dalam melakukan test IVA
masih kurang. Dari total 71 responden penelitian didapatkan hasil bahwa
sebanyak 37 responden dari berbagai tingkat pengetahuan tidak mengikuti
pemeriksaan IVA test meski sudah diberikan penyuluhan.Keikutsertaan
wanita dalam melakukan IVA Test juga dipengaruhi oleh informasi yang
diterima mengenai pemeriksaan tersebut. Penyebab yang menjadi faktor
penghambat pada wanita dalam melakukan deteksi dini kanker serviks
adalah keraguan akan pentingnya pemeriksaan, kurang pengetahuan, dan
takut akan rasa sakit serta keengganan karena malu saat dilakukannya
pemeriksaan.31
Berdasarkan dari hasil uji analisis Chi-Square, penelitian diperoleh
nilai p = 0,659 dan p=0,371 (p > 0,05) sehingga tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara tingkat pengetahuan tentang Test IVA dengan
keikutsertaan wanita dalam melakukan pemeriksaannya di Puskesmas
34
Pembantu Kelurahan Tanjung Enim Selatan dan Kelurahan Pasar Tanjung
Enim. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Maharsie & Indarwati (2012) yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan Ibu tentang
kanker serviks dengan keikutsertaan Ibu melakukan IVA.31
Responden dengan tingkat pendidikan baik (30% di Kelurahan
Tanjung Enim Selatan dan 36 % di kelurahan Pasr Tanjung Enim) tidak
ikut dalam pemeriksaan IVA Test tersebut, hal tersebut dapat disebabkan
karena selain pengetahuan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
perilaku deteksi dini yaitu antara lain takut, malu saat dilakukan
pemeriksaan, dukungan suami, status ekonomi, sumber informasi, dan
keterjangkauan fasilitas kesehatan.32Hal status ekonomi adalah salah satu
faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memotivasi diri untuk
berperilaku hidup sehat, karena adanya faktor biaya yang dialokasikan
untuk memenuhi kebutuhan kesehatannya. Menurut Soekanto (2006)
dalam Ningrum & Fajarsari (2013) semakin tinggi kemampuan sosial
ekonomi seseorang maka akan menambah pengetahuan sehingga
memudahkan seseorang mencukupi kebutuhan kesehatannya, seperti
melakukan pemeriksaan IVA.33
Tingkat pendidikan rendah pada Kelurahan Tanjung Enim Selatan
(5%) dan Keluraha Pasar Tanjung Enim, tidak melakukan pemeriksaan
IVA Test hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Nurana (2008) bahwa rendahnya pengetahuan perempuan tentang kanker
serviks membuat rendahnya keinginan untuk melakukan deteksi dini, hal
itu disebabkan karena perempuan Indonesia masih awam dengan kanker
serviks.34
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan yang
tinggi belum menjamin seseorang tersebut memiliki perilaku yang baik.
Maharsie & Indarwati (2012) mengatakan dalam penelitiannya bahwa
peningkatan pengetahuan tidak akan selalu menyebabkan perubahan
perilaku, tetapi akan memperlihatkan hubungan yang positif antara kedua
35
variabel.31Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Artiningsih
(2011) yang mengatakan bahwa rendahnya keikutsertaan perempuan
dalam mengikuti deteksi dini kanker serviks harus bisa dimaklumi, karena
perilaku untuk melakukan deteksi dini kanker serviks tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor pengetahuan saja, faktor yang mempengaruhi
selain pengetahuan yang paling menonjol adalah faktor individu itu sendiri
yaitu tidak ada kesadaran atau kemauan untuk melakukan pemeriksaan
dan anggapan individu yang dihubungkan dengan faktor usia. Dimana
banyak ibu usia muda dengan pengetahuan baik maupun kurang yang
beranggapan pemeriksaan IVA tidak penting bagi ibu usia muda, tetapi
lebih penting bagi usia tua karena lebih beresiko.35
36
faktor risiko kanker serviks sangat mempengaruhi tindakan untuk
melakukan deteksi dini.
37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian yang ingin
mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan
perilaku wanita usia subur terhadap IVA Tes sebagai deteksi dini kanker
serviks di Kelurahan Tanjung Enim Selatan dan Kelurahan Pasar Tanjung
Enim adalah diperoleh bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara tingkat pengetahuan tentang tes IVA dengan keikutsertaan wanita
dalam melakukan pemeriksaannya di Kelurahan Tanjung Enim Selatan
dan Kelurahan Pasaer Tanjung Enim. Hal tersebut dapat disebabkan
karena selain pengetahuan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
perilaku deteksi dini yaitu antara lain takut, malu saat dilakukan
pemeriksaan, dukungan suami, status ekonomi, sumber informasi, dan
keterjangkauan fasilitas kesehatan.
5.2. Saran
5.2.1. Bagi Dinas Kesehatan
1. Melakukan upaya peningkatan promotif dan preventif dengan
melakukan deteksi dini melalui lintas program dan lintas sektor.
Kerjasama dilakukan antara program kesehatan ibu dan anak, program
keluarga berencana, program infeksi menular seksual, dan program
penyakit tidak menular.
2. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat dengan kerjasama
kader-kader PKK, bimbingan dan penyuluhan pada wanita usia subur
tentang kanker serviks dan pentingnya IVA Tes sebagai deteksi dini
kanker serviks.
3. Pengembangan program penanggulangan kanker serviks dengan
advokasi, kemitraan, penelitian, peningkatan manajemen, pencegahan
dan deteksi dini, serta penanggulangan faktor risiko.
38
5.2.2. Bagi Puskesmas
1. Sebagai informasi tentang hubungan antara signifikan antara
pengetahuan dan perilaku wanita usia subur terhadap IVA Tes sebagai
deteksi dini kanker serviks.
2. Melakukan tinjauan upaya preventif dan promotif dengan bentuk
penyuluhan, pamflet atau nasehat pada wanita usia subur baik tentang
kanker serviks dan pentingnya IVA test sebagai deteksi dini kanker
serviks.
3. Melakukan kerjasama lintas sektoral untuk mencegah kanker serviks
dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya IVA Tes
sebagai deteksi dini kanker serviks.
39
DAFTAR PUSTAKA
40
13. Canavan TP, Doshy NR. Cervical Cancer. Situs American Family Physician.
Diakses pada www.aafp.org
14. World Health Organization. Comprehensive Cervical Cancer Control. A
Guide to Essential Practice. Geneva : WHO, 2006.
15. Sankaranarayanan R, Budukh AM, Rajkumar R, Effective Screening
Programmes for Cervical Cancer in Low- and Middle-income Developing
Countries. Bulletin of the World Health Organization, 2001; 79:954-962.
16. Nasiell K.Nasiell M. Vaclavinkova V. Behavior of Moderate Cervical
Dysplasia During Long-Term Follow-Up. Obste-Gynecol 1983;61:609-614.
17. Holowaty P et al. Natural History of Dysplasia of the Uterine Cervix. Journal
of the National Cancer Institute, 1999, 91:252-268.
18. Coleman Met al, Time Trends in Cancer Incidence, Mortality, and Prevalence
Worldwide, version 1.0. Lyon, IARC, 1995 (IARC Scientific Publication No.
121).
19. Preventing Cervical Cancer in Low-Resources Settings. Outlook. Volume 18,
Number 1, September 2000.
20. Nasiell K et al. Behaviour of Mild Dysplasia During Long Term Follow-Up.
Obstetrics and Gynaecology, 1986, 67:665-669.
21. Sarwono, P. (2009). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
22. Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Badan Registrasi Kanker
IAPI, Yayasan Kanker Indonesia. Kanker di Indonesia tahun 1997, Data
Histopatologik.
23. Tim Penanggulangan Kanker Terpadu RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Kanker di RSUPNCM tahun 1998. Jakarta, 1999.
24. YKI Jatim. 2012. Deteksi Kanker Serviks dengan Metode IVA. Diunduh dari
http://ykicabjatim.com. Tanggal 30 Juni 2015
25. Aziz, MF. Masalah pada kanker serviks. Cermin Dunia Kedokteran, Jakarta,
2001:133;5-7.
26. Saslow D, Runowicz CD, Solomon D, Moscicki AB, Smith RA, Eyre HJ,
Cohen C, American Cancer Society: American Cancer Society guidelines for
41
the early detection of cervical neoplasia and cancer.CA Cancer J Clin 2002,
52:342-362.
27. Lisminawati, Heny.(2015).Pengetahuan, Minat Dan Keikutsertaan
Melakukan Tes Iva Pada Perempuan Pasca Penyuluhan TentangKanker
Serviks Di DesaCaturharjo Sleman Yogyakarta.Yogyakarta; Universitas
Aisiyiyah.
28. Rahma, Rina Arum & Prabandari, Fitria. (2012). Beberapa Faktor Yang
Mempengaruhi WUS (Wanita Usia Subur) Dalam Melakukan Pemeriksaan
IVA (Inspeksi Visual Dengan Pulasan Asam Asetat) Di Desa Pangebatan
Kecamatan Karanglewas Kabupaten Banyumas Tahun 2011. Jurnal Ilmiah
Kebidanan, Vol.3 No.1 Edisi Juni 2012.
29. Theresia, E., Karningsih., Delmainfanis. 2012. Pengetahuan Merupakan
Faktor Domain Perliaku Wanita Dalam Pemeriksaan Visual Inspection With
Acetic Acid (VIA). Jurnal Madya No.2 Vol.13.
30. Suesti.(2013). Hubungan Pengetahuan Tentang Kanker Serviks dengan Minat
Melakukan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) di Dusun Soka,
Merdikerjo, Tempel, Sleman.Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9,
No. 2, Desember 2013.147-154.
31. Maharsie, L & Indarwati.(2012). Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Kanker
Serviks Dengan Keikutsertaan Ibu Melakukan Iva Test di Kelurahan Jebres
Surakarta. Surakarta: Jurnal KesehatanGasterVol. 9 No. 2 Agustus 2012.
32. Al-Meer., Aseel, M.T., Al-Kuwari, M. G., Ismail, M.F.S. 2011. Attitude and
Practices Regarding Cervical Cancer and Screening Among Women Visiting
Primary Health Care in Qatar. EMHJ. 2011. 7(11):855-861.
33. Ningrum, Roswati Dani & Fajarsari, Dyah. 2013. Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Motivasi Ibu Mengikuti Deteksi Dini Kanker Serviks Melalui
Metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) Di Kabupaten Banyumas Tahun
2012. Bidan Prada: Jurnal Ilmiah Kebidanan Vol. 4 No. 1 Edisi Juni 2013.
34. Nurana, Laila. 2008. Skrinning Kanker Serviks Dengan Metode IVA. Jurnal
Dunia Kedokteran.
42
35. Artiningsih, N. (2011). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap
Wanita Usia Subur dengan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat dalam
Rangka Deteksi Dini Kanker Serviks. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
36. Fridayanti,W. Laksono, B. (2017). Keefektifan Promosi Kesehatan Terhadap
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Tentang Tes IVA pada Wanita Usia 20-59
Tahun, Public Health Perspective Journal 2, 124-130.
43