Anda di halaman 1dari 24

Portofolio

KEJANG DEMAM SEDERHANA

Oleh:

dr. Wawan Naufal habib

Pendamping:

dr. Lia Riani

Wahana:

UPT Puskesmas Tanjung Enim

KOMITE INTERNSIP DOKTER INDONESIA

PUSAT PERENCANAAN DAN PENDAYAGUNAAN SDM

KESEHATAN BADAN PPSDM KESEHATAN

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

2019
PORTOFOLIO

Kasus 1

HALAMAN PENGESAHAN

Portofolio yang berjudul:

KEJANG DEMAM SEDERHANA

Oleh:

dr. Wawan Naufal Habib

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan
program internsip dokter Indonesia di wahana Puskesmas Tanjung Enim periode 11
Maret 2019 – 10 Juli 2019

Tanjung Enim, 20 Mei 2019

Pembimbing,

dr. Lia Riani

i
BAB I

PORTOFOLIO

Kasus-1

Topik: Kejang Demam Sederhana

Tanggal (Kasus): 20 April 2019 Presenter: dr. Wawan Naufal Habib

Tanggal Presentasi: 24 Mei 2019 Pendamping: dr. Lia Riani

Tempat Presentasi: Puskesmas Tanjung Enim

Objektif presentasi :

Keilmuan Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi : Anak, Laki-laki, usia 2 tahun 4 bulan, Kejang Demam Sederhana

Tujuan :

1. Penegakkan Diagnosa
2. Penatalaksanaan
Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi E-mail Pos

Data pasien : Nama: An. R No registrasi: -

Alamat: Desa Lingga, Tanjung


Usia: 2 tahun 4 bulan Enim

1
BB : 17 Kg

Agama: Islam Bangsa: Indonesia

Data utama untuk bahan diskusi:

Diagnosis/Gambaran Klinis:

1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Keadaan umum tampak sakit sedang, dengan keluhan utama kejang yang didahului
oleh demam sejak 30 menit yang lalu.

2. Riwayat Pengobatan:
Pasien belum berobat sebelumnya.

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit
Os datang ke UGD Puskesmas Tanjung Enim dengan keluhan kejang yang
didahului dengan demam sejak 30 menit yang lalu, menurut ibu os kejang dirasakan
seluruh tubuh anaknya tangan kaku dan badannya seperti papan keras, kejang
dialami os < 5 menit. Kejang diawali dengan demam yang tinggi sejak 1 hari
sebelum kejang, ibu os mengatakan tidak mengukur temperature anaknya saat
demam. Ibu os mengatakan tidak memberikan oabt penurun panas dirumah saat
demam tinggi.

Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah, muntah yang dirasakan 1 hari
sebelumnya dengan frekuensi muntah 4x /sehari berisi apa yang dimakan
sebelumnya.

4. Riwayat Keluarga
- Riwayat dengan keluhan yang sama pada keluarga disangkal
- Riwayat alergi pada keluarga disangkal
5. Riwayat Pekerjaan: -
6. Lain-lain

2
- Riwayat orang sekitar yang menderita keluhan yang sama tidak ada
- Riwayat kejang sebelumnya disangkal.
- Riwayat terkena benturan pada mata sebelumnya disangkal.
- Riwayat alergi pada pasien disangkal
Daftar Pustaka

1. IDAI. (2016). Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta: Unit Kerja


Koordinasi Neurologi IDAI.

2. Kliegman, R. M. (2016). Textbook Of Pediatrics 20 th Edition. Canada: Elsevier.

3. Purwanti, O. S., & Malya, A. (2008). Kegawatdaruratan Kejang Demam Pada


Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran UMS.

Hasil Pembelajaran:

1. Diagnosis Kejang Demam Sederhana


2. Tatalaksana Kejang Demam Sederhana

RANGKUMAN PEMBELAJARAN

1. Subjektif :
Os datang ke UGD Puskesmas Tanjung Enim dengan keluhan kejang yang
didahului dengan demam sejak 30 menit yang lalu, menurut ibu os kejang
dirasakan seluruh tubuh anaknya tangan kaku dan badannya seperti papan
keras, kejang dialami os < 5 menit. Kejang diawali dengan demam yang
tinggi sejak 1 hari sebelum kejang, ibu os mengatakan tidak mengukur
temperature anaknya saat demam. Ibu os mengatakan tidak memberikan
oabt penurun panas dirumah saat demam tinggi.

3
Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah, muntah yang dirasakan 1 hari
sebelumnya dengan frekuensi muntah 4x /sehari berisi apa yang dimakan
sebelumnya.

2. Objektif :
Hasil pemeriksaan fisik:
 Keadaan umum : tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Nadi : 126x/menit
 Pernafasan : 22x/menit
 Suhu : 38,8oC

Status Generalis
 Kepala
- Bentuk : Normosefali, simetris
- Mata : (lihat status oftalmologikus)
- Telinga : tidak ada kelainan
- Hidung : tidak ada kelainan
- Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (-),
sianosis (-).

 Leher
- Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat

 Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi (-)
- Palpasi : stemfremitus kiri sama dengan kanan

4
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-).
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Thrill tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : HR: 126 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal,
bising (-)

 Abdomen
- Inspeksi : Cembung
- Palpasi : Lemas, hepar tidak teraba, cubitan kulit perut cepat
kembali
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus (+) normal

 Ekstrimitas
- Akral dingin (-), sianosis (-), edema (-), Capillary refill time < 2
detik
Pemeriksaan Refleks Meningeal:
a. Laseque : Negatif
b. Kernig : Negatif
c. Patrick : Negatif
d. Kontrapatrick : Negatif
e. Valsava test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
f. Brudzinski I : Negatif
g. Brudzinski II : Negatif
h. Kaku Kuduk : Negatif

5
3. Assessment:
Seorang An. R , berumur 2 tahun 4 bulan , datang ke UGD Puskesmas
Tanjung Enim pada tanggal 20 April 2019 pukul 17.30 WIB dengan keluhan
utama kejang yang didahului dengan demam sejak 30 menit yang lalu,
menurut ibu os kejang dirasakan seluruh tubuh anaknya tangan kaku dan
badannya seperti papan keras, kejang dialami os < 5 menit. Kejang diawali
dengan demam yang tinggi sejak 1 hari sebelum kejang, ibu os mengatakan
tidak mengukur temperature anaknya saat demam. Ibu os mengatakan tidak
memberikan oabt penurun panas dirumah saat demam tinggi. Riwayat
Kejang sebelumnya disangkal.

Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah, muntah yang dirasakan 1 hari
sebelumnya dengan frekuensi muntah 4x /sehari berisi apa yang dimakan
sebelumnya. Riwayat alergi pada pasien disangkal

Berdasarkan anamnesa, diagnosis banding untuk kejang yang didahului


demam adalah Kejang demam sederhana, Kejang demam kompleks,
Meningitis, Enchepalitis, Meningochefaltis, dan Eplepsi dengan infeksi
sekunder, namun kejang demam kompleks dan Epilepsi dapat disingkirkan
karena durasi kejang, jenis kejang dan riawayat kejang sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tidak dijumpainya reflex tanda
meningeal yang positif pada pasien, sehingga diagnosis banding utnuk
Meningitis dan Ensefalitis dapat disingkirkan karena tidak dijumpainya
refleks meningeal yang positif.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang ditemukan, maka
dapat ditegakkan diagnosis kejang demam sederhana. Penyebab kejang
demam sederhana dapat diakibatkan oleh infeksi sekunder pada pasien.

6
4. Plan:
Diagnosis: Kejang Demam Sederhana

Penatalaksanaan :
- Stesolid Supposituria 10 mg tube No I (Rectal)
- Paracetamol Syr 120mg/5 ml
- Antasdia Doen 60 ml

Resep Luar:

- Monel Drop 5mg/5 ml

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kejang Demam


2.1.1. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi direntang umur 6
bulan-5 tahun yang diikuti dengan kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas
38oC), yang merupakan bukan hasil dari infeksi sistem saraf pusat atau
ketidak seimbangan metabolik, dan riwayat kejang sebelumnya yang tidak
disertai dengan demam (Kliegman, 2016). Menurut Konsensus IDAI
kejang demam terjadi akibat proses ektrakranium, bila terjadi kejang yang
diikuti dengan demam di usia kurang dari 6 bulan dan lebih dari 5 tahun itu
bukan kejang demam, pikirkan penyebab lain seperti: infeksi sistem saraf
pusat (SSP) dan epilepsi yang terjadi kebetulan bersamaan dengan demam
(IDAI, 2016)
 Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan
elektrolit atau metabolik lainnya.
 Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut
sebagai kejang demam.
 Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang
demam, namun jarang sekali. National Institute of Health (1980)
menggunakan batasan lebih dari 3 bulan, sedangkan Nelson dan
Ellenberg (1978), serta ILAE (1993) menggunakan batasan usia lebih
dari 1 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain terutama infeksi
susunan saraf pusat.

8
 Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi
ini melainkan termasuk dalam kejang neonates (IDAI, 2016).

2.1.2. Etiologi
Hingga kini penyebab pasti dari kejang demam belum diketahui secara
jelas, tetapi dikaitkan dengan faktor resiko yang penting adalah demam.
Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Faktor resiko
lainnya adalah riwayat keluarga yang pernah mengalami kejang demam.
Setelah kejang demam pertama kira kira 33% anak akan mengalami satu
kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9 % akan mengalami 3x rekurensi
atau lebih. (Purwanti & Malya, 2008)
Kejang demam beresiko berulang pada anak dengan kejadian pertama
terkena kejang demam pada 30% kasus, dan beresiko 50 % terulang pada
anak yang mengalami episode kejang demam yang lebih dari 2 kali. Dan
50 % terulang juga pada anak dengan kejang demam yang tejadi pada onset
umur kurang dari 1 tahun. (IDAI, 2016)

9
2.1.3. Klasifikasi
Dalam klasifikasi kejang demam, Living stone membaginya menjadi 2,
yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Fever Seizure)
Kejang umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam
waktu 24 jam.
Keterangan:
 Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh
kejang demam
 Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang
dari 5 menit dan berhenti sendiri.

2. Kejang demam kompleks (Complex Fever Seizure)


Kejang demam dengan salah satu ciri berikut:
 Kejang lama (>15 menit)
 Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial
 Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam.
(IDAI, 2016)

10
2.1.4. Patofisiologi

Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipoid dan permukan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal
membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K) dan
sanhgat sulit dilalui oleh ion natrium (Na) dan elektrolit lainnya, kecuali
ion klorida (Cl). Akibatnya kosentrasi ion K dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na remdah sedangkan diluar sel terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan kosentrasi didalam dan diluar sela maka
disebut potensial membrane. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membrane diperlukan energy dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang
terdapat pada permukaan sel

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan


metabolism basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen meningkat 20 %.
Kenaikan suhu tubuh tertentu dapat mempengaruhi keseimbangan dari

11
memberane sel neuron dan dalam waktu uang singkat terjadi difusi dari ion
kalium dan natrium dari membrane tadi dengan akibat lepasnya muatan
listrik. Lepasnya muatan lsitrik ini demikian besar sehingga dapat meluas
ke seluruh sel maupun membrane sel tetangganya dengan bantuan
neurotransmitter dan terjadilah kejang. (Purwanti & Malya, 2008)

2.1.5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi

12
penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas
indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah (Kliegman, 2016)

Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru,
saat ini pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak
berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam sederhana dengan
keadaan umum baik.

Indikasi pungsi lumbal:


 Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
 Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis
 Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang
sebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotic
tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis.

Elektroensefalografi (EEG)
Indikasi pemeriksaan EEG:
 Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, KECUALI
apabila bangkitan bersifat fokal.
Keterangan:
EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya focus
kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut (IDAI, 2016)

13
Pencitraan (CT-Scan atau MRI)
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin
dilakukan pada anak dengan kejang demam sederhana). Pemeriksaan
tersebut dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis fokal
yang menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis (IDAI,
2016).

2.1.6. Diagnosis
Diagnosis kejang demam ditegakkan setelah penyebab kejang yang lain
dapat disingkirkan yaitu meliputi meningitis, ensefalitis, trauma kepala,
ketidakseimbangan elektrolit, dan penyebab kejang akut lainnya. Dari
beberapa diagnosis banding tersebut, meningitis merupakan penyebab
kejang yang lebih mendapat perhatian. Angka kejadian meningitis pada
kejang yang disertai demam yaitu 2-5%.
Kejadian demam pada kejang demam biasanya dikarenakan adanya
infeksi pada sistem respirasi atas, otitis media, infeksi virus herpes
termasuk roseola. Lebih dari 50% kejadian kejang demam pada anak
kurang dari 3 tahun berhubungan dengan infeksi virus herpes (Human
Herpes Virus 6 dan 7).
Hal – hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis yaitu:

14
 Adanya kejang, jenis kejang , kesadaran, lama kejang
 Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan
anak pasca kejang
 Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala infeksi
saluran napas akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK. Otitis media
akut/OMA, dll)
 Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam
keluarga
 Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang
mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan
hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia)

Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain:


o Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran
o Suhu tubuh: apakah terdapat demam
o Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique,
Lasuque dan pemeriksaan nervus cranial
o Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun ubun besar (UUB)
membonjol, papil edema
o Tanda infeksi di luar susunan saraf pusat seperti infeksi saluran
pernapasan, faringitis, otitis media, infeksi saluran kemih dan lain
sebagainya yang merupakan penyebab demam
o Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflex fisiologis, reflex
patologis.

15
2.1.7. Penatalaksanaan
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada
waktu pasien datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam
keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah
diazepam intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-
lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 10 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti
algoritma kejang pada umumnya.

16
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam
rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk
berat badan lebih dari 12 kg.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan
ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena. Jika
kejang masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epileptikus. Bila
kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari indikasi
terapi antikonvulsan profilaksis.

Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol
yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis
ibuprofen 5-10 mg/kg/kali 3-4 kali sehari.

Pemberian obat antikonvulsan intermiten


Obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang diberikan
hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam
dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:
 Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
 erulang 4 kali atau lebih dalam setahun
 Usia <6 bulan
 Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius

17
 Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat
dengan cepat.

Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau
rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat
badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5
mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu
diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat
menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.
Terdapat dua mekanisme anti konvulsi yang penting yaitu (1) Mencegah
timbulnya letupan depolarisasi pada neuron epileptic dalam focus epilepsy,
(2) Mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat
pengaruh focus epilepsy.
Cara kerja utama fenitoin pada kejang adalah memblokade pergerakan ion
melalui kanal natrium dengan menurunkan aliran ion Na yang tersisa maupun
aliran ion Na yang mengalir selama penyebaran potensial aksi, selain itu
fenitoin memblokade dan mencegah potensial pso tetanik.
Diazepam merupakan turunan benzodiazepin. Kerja utama diazepam yaitu
potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma aminobitirat (GABA) sebagai
mediator pada SSP. Diazepam bekerja pada sistem GABA yaitu dengan
memperkuat fungsi hambatan neuron GABA. Dalam SSP terdapat reseptor
benzodiazepine dalam kerapatan yang tinggi terutama di korteks otak frontal
dan oksipital, hippocampus. Pada respetor ini, benzodiazepine, afinitas
GABA dengan reseptornya akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor
GABA, saluran ion Cl akan terbuka sehinga ion Cl menyebabkan
hiperpolarisasi sel yang menyebabkan kemampuan sel untuk dirangsang
berkurang.

18
Pemberian obat antikonvulsan rumat
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan,
maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam
jangka pendek.
Indikasi pengobatan rumat:
1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Keterangan:
 Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan perkembangan,
BUKAN merupakan indikasi pengobatan rumat.
 Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak
mempunyai fokus organik yang bersifat fokal.
Pada anak dengan kelainan neurologis berat dapat diberikan edukasi untuk
pemberian terapi profilaksis intermiten terlebih dahulu, jika tidak
berhasil/orangtua khawatir dapat diberikan terapi antikonvulsan rumat

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang). Pemakaian fenobarbital setiap hari
dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50%
kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat adalah 15-40

19
mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2
dosis.

Lama pengobatan rumat


Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat
untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukanpada
saat anak tidak sedang demam (IDAI, 2016).

2.1.8. Prognosis
Kecacatan atau kelainan neurologis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan
sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan
mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang
berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi melaporkan terdapat
gangguan recognition memory pada anak yang mengalami kejang lama. Hal
tersebut menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi
menjadi kejang lama.

Kemungkinan berulangnya kejang demam


Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah:
 Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
 Usia kurang dari 12 bulan
 Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang
 Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya
kejang.

20
 Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

Bi la seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang


demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut
kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan
berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

Faktor risiko terjadinya epilepsi


Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari adalah:
 Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum
kejang demam pertama
 Kejang demam kompleks
 Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung
 Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalamsatu
tahun.

Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi


sampai 4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut akan meningkatkan
kemungkinan epilepsi menjadi 10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak
dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan pada kejang demam.

Kematian
Kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Angka
kematian pada kelompok anak yang mengalami kejang demam sederhana dengan
perkembangan normal dilaporkan sama dengan populasi umum (IDAI, 2016).

21
DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI. (2016). Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta: Unit


Kerja Koordinasi Neurologi IDAI.

2. Kliegman, R. M. (2016). Textbook Of Pediatrics 20 th Edition. Canada:


Elsevier.

3. Purwanti, O. S., & Malya, A. (2008). Kegawatdaruratan Kejang Demam


Pada Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran UMS.

22

Anda mungkin juga menyukai

  • Sle Ribka Sitanggang
    Sle Ribka Sitanggang
    Dokumen43 halaman
    Sle Ribka Sitanggang
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Surat Kuasa Untuk BPPSDM
    Surat Kuasa Untuk BPPSDM
    Dokumen3 halaman
    Surat Kuasa Untuk BPPSDM
    Riezky Pratama
    Belum ada peringkat
  • 13 22 3 PB
    13 22 3 PB
    Dokumen4 halaman
    13 22 3 PB
    Ratna Puspa Rahayu
    Belum ada peringkat
  • Identitas Pasien
    Identitas Pasien
    Dokumen46 halaman
    Identitas Pasien
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Sle Ribka Sitanggang
    Sle Ribka Sitanggang
    Dokumen43 halaman
    Sle Ribka Sitanggang
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Identitas Pasien
    Identitas Pasien
    Dokumen46 halaman
    Identitas Pasien
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Revisi 1
    Revisi 1
    Dokumen61 halaman
    Revisi 1
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Case 1 KD
    Case 1 KD
    Dokumen24 halaman
    Case 1 KD
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Paper Siti
    Paper Siti
    Dokumen65 halaman
    Paper Siti
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Bab I-V Miniproje Belum Fix
    Bab I-V Miniproje Belum Fix
    Dokumen43 halaman
    Bab I-V Miniproje Belum Fix
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Bab I-V Miniproje Belum Fix
    Bab I-V Miniproje Belum Fix
    Dokumen43 halaman
    Bab I-V Miniproje Belum Fix
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Ujian Try Out Ke2
    Ujian Try Out Ke2
    Dokumen10 halaman
    Ujian Try Out Ke2
    Faisal Fitrah Nasution
    Belum ada peringkat
  • Revisi 1
    Revisi 1
    Dokumen61 halaman
    Revisi 1
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Ujian Try Out Ke2
    Ujian Try Out Ke2
    Dokumen16 halaman
    Ujian Try Out Ke2
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Somatoform
    Gangguan Somatoform
    Dokumen13 halaman
    Gangguan Somatoform
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Malaria
    Malaria
    Dokumen45 halaman
    Malaria
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Paper Siti
    Paper Siti
    Dokumen65 halaman
    Paper Siti
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
    Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
    Dokumen17 halaman
    Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Paper Neurologi
    Paper Neurologi
    Dokumen20 halaman
    Paper Neurologi
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Scribd 1
    Scribd 1
    Dokumen22 halaman
    Scribd 1
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Ujian Try Out Ke2
    Ujian Try Out Ke2
    Dokumen1 halaman
    Ujian Try Out Ke2
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Hernia Inguinalis Lateralis
    Hernia Inguinalis Lateralis
    Dokumen20 halaman
    Hernia Inguinalis Lateralis
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Paper Mata
    Paper Mata
    Dokumen9 halaman
    Paper Mata
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Foto Pemeriksaan Penunjang
    Foto Pemeriksaan Penunjang
    Dokumen4 halaman
    Foto Pemeriksaan Penunjang
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Surat Kuasa
    Surat Kuasa
    Dokumen1 halaman
    Surat Kuasa
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • SKIZOFRENIA
    SKIZOFRENIA
    Dokumen24 halaman
    SKIZOFRENIA
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Wawan Naufal Habib
    Belum ada peringkat