Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Manajemen
Menurut Robbins dan Coulter (2009:22) Manajemen adalah proses
pengkordinasian dan pengawasan kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan
tersebut selesai secara efisien dan efektif. Sedangkan menurut Nickels, Mc Hugh dan
Mc Hugh (2009:233) Manajemen adalah proses yang digunakan untuk mencapai
tujuan organisasional melalui perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan
pengendalian orang dan sumber-sumber daya organisasional lainnya.
Menurut Rivai dan Sagala (2009:1) istilah manajemen mempunyai arti
sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya memanage
(mengelola) sumber daya manusia. Hasibuan (2008:2) mengatakan manajemen
adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai satu tujuan.

2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia


Pengertian manajemen sumber daya manusia menurut Mathis (2006:3) adalah
rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan
penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan
organisasional. Sedangkan Hasibuan (2008:10) mengatakan manajemen sumber daya
manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar
efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan
masyarakat. Rivai dan Sagala (2009:1) mengatakan bahwa manajemen sumber daya
manusia merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian.
Rivai dan Sagala (2009:13) juga mengatakan fungsi dari manajemen sumber
daya manusia yaitu:
− Fungsi manajerial
- Perencanaan (planning)
- Pengorganisasian (organizing)
- Pengarahan (directing)
- Pengendalian (controlling)

13
14

− Fungsi operasional
- Pengadaan tenaga kerja (SDM)
- Pengembangan
- Kompensasi
- Pengitegrasian
- Pemeliharaan
- Pemutusan hubungan kerja

2.1.3 Leadership
Hughes, Ginnett, Curphy (2009:4) menyatakan leadership merupakan
fenomena kompleks yang melibatkan pemimpin, pengikut, dan lingkungan. Ebert
dan Griffin (2007:266) mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses dan perilaku
yang digunakan oleh seseorang, seperti manajer, untuk memotivasi, menginspirasi,
dan mempengaruhi perilaku orang lain.
Pengertian kepemimpinan menurut Wirawan (2013:697) adalah sebagai
proses pemimpin menciptakan visi dan melakukan interaksi saling mempengaruhi
dengan para pengikutnya untuk merealisasi visi. Sedangkan definisi menurut Rivai
dan Mulyadi (2003:2) kepemimpinan secara luas meliputi proses memengaruhi
dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai
tujuan, memengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan
juga dikatakan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas
yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok.

2.1.3.1 Self-leadership
Menurut Curral dan Marques-Quinteiro (2009:165) mengatakan bahwa self-
leadership adalah konstruk psikologis yang merupakan kapasitas seseorang untuk
peningkatan kinerja melalui repertoar dari kognitif yang sedang berlangsung, strategi
motivasi dan perilaku menavigasi diri. Menjadi salah satu sifat atau kecenderungan,
self-leadership merupakan kompetensi untuk membimbing diri sendiri di situasi
menantang yang mengedepankan pencapaian tujuan dan mengajukan penetapan
tujuan dan tujuan berjuang. Dari manajemen diri perspektif, self-leadership
didasarkan pada manajemen tujuan strategi, menjelaskan bagaimana dan mengapa.
Menurut Curral dan Marques-Quinteiro (2009:165) Self-leadership memiliki tiga
15

dimensi yaitu behavior focused strategies, natural self reward strategies, dan
constructive though pattern strategies.
Menurut Rivai dan Mulyadi (2003:58) Self-leadership adalah perluasan
strategi yang difokuskan pada perilaku, pola pikir, dan perasaan, yang digunakan
untuk memengaruhi atas diri sendiri. Self-leadership juga dapat dianggap sebagai
bentuk dari kepengikutan atau mungkin lebih tepatnya leadership fokus pada diri
sendiri yang mampu membatasi kembali kepengikutan tradisional. Sedangkan
menurut Neck dan Manz pada Kalyar (2013:22) Self-leadership is defined as a
process of influencing or leading oneself through the use of specific sets of
behavioral and cognitive strategies. Pearce dan Manz pada Kalyar (2013:22)
mengatakan Self-leadership dibutuhkan dalam organisasi yang memerlukan inovasi
berkelanjutan. Pearce dan Manz pada Kalyar (2013:22) juga mengatakan bahwa
ketika karyawan terdorong untuk membimbing diri mereka dalam mendefinisikan
masalah, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan mengidentifikasi peluang
dan tantangan sekarang atau masa depan, kreatifitas mereka telah terdorong.

2.1.3.1.1 Behavior Focused Strategies


Menurut Manz dan Neck pada Curral dan Marques-Quinteiro (2009:166)
behavior focused strategies adalah strategi untuk meningkatkan daya paham diri
sendiri mengenai kinerjanya selama bertugas, dalam rangka untuk menyesuaikan
tindakan dirinya terhadap tujuan atas tugas tersebut. Strateginya dapat melalui
pengamatan diri (Self-observation), pengaturan diri dari tujuan dan sasaran
(Selfsetting of targets and goals), penghargaan diri (Self-reward strategies),
hukuman diri (Self-punishment) dan isyarat (Self-Cueing).
− Self-observation Merupakan kesadaran diri sendiri dan refleksi tentang
mengapa dan bagaimana perilaku spesifik berdampak pada individu, tim atau
kinerja organisasi, membimbing individu untuk menekan atau
mempromosikan perilaku seperti itu.
− Self setting of targets and goals menyangkut seperangkat perilaku yang
mempromosikan penyesuaian target dan tujuan individu terhadap kinerja saat
ini untuk mencapai hasil yang diinginkan.
− Self-reward strategies bekerja dengan giat yang terlihat baik untuk
mempromosikan atau menghambat perilaku kinerja melalui imbalan tidak
16

berwujud atau materiil seperti ucapan selamat pada diri sendiri atau berlibur
akhir pekan di pegunungan
− Self-punishment mencakup mekanisme umpan balik negatif yang berusaha
untuk membimbing perilaku pribadi seseorang menuju tujuan yang
diinginkan dengan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan atau tidak
efektif.
− Self-Cueing tentang individu dengan strategi membimbing pribadi yang
memungkinkan dia untuk tidak melupakan target dan tujuan dan untuk
mencapai tingkat kinerja yang diinginkan.

2.1.3.1.2 Natural Self Reward Strategies


Menurut Curral dan Marques-Quinteiro (2009:166) natural self reward
strategies merupakan strategi mencari perasaan menyenangkan yang berhubungan
langsung dengan tugas, bertujuan untuk memberi energi pada tindakan yang akan
dilakukan yang dapat meningkatkan kinerja melalui task positive modelling dan
suppression of task negative.
− Task positive modelling adalah strategi yang mencoba untuk mengubah fitur
pekerjaan terkait dalam rangka untuk membuat mereka lebih menarik bagi
individu, membuat tugas lebih menyenangkan.
− Suppression of task negative issues dapat dianggap sebagai strategi
menghindar karena mengarahkan perhatian seseorang hanya untuk aspek-
aspek positif dari pekerjaan sementara mengabaikan yang negatif.

2.1.3.1.3 Constructive Though Pattern Strategies


Menurut Curral dan Marques-Quinteiro (2009:167) Ini adalah strategi yang
lebih baik membedakan Self-leadership dari konsep pesaing lainnya (misalnya
selfregulation, self-management). Melalui evaluasi nilai-nilai dan keyakinan
seseorang, self-talk dan self mental imagery individu mengembangkan dan
memfasilitasi pola yang lebih konstruktif dan beradaptasi, meminimalkan berpikir
destruktif dan berfikir tidak efektif.
− Evaluation of one’s values and beliefs merupakan pemantauan diri tentang
bagaimana nilai-nilai dan keyakinan pribadi mempengaruhi kinerja, dan
perubahan apakah yang diperlukan dan dilakukan dalam rangka untuk
menyesuaikan mereka pada target dan tujuan untuk memaksimalkan kinerja.
17

− Self-talk adalah individu yang berbicara kepada dirinya sendiri dan


berkembang lebih baik, untuk membandingkan dan memahami hubungan
antara nilai-nilai, keyakinan, sasaran dan tujuan.
− Visualizing Successful Performance/Self mental imagery adalah isu
mendasar pada proses, karena dapat menyebabkan pengujian mental hipotesis
yang dikembangkan melalui proses bicara diri dan dampaknya terhadap
kinerja.

2.1.4 Work Role Innovation


Menurut Williams dan Clapham pada Centre for Educational Research and
Innovation (2009:32) Kata “inovasi” berasal dari bahasa latin “inovatio”
(pembaharuan atau renovasi). Kalyar (2013:21) mengatakan ketika ide-ide
terkumpul, kreativitas telah sukses terimplementasi, dan menjadi inovasi. Centre for
Educational Research and Innovation (2009:31) menyatakan definisi singkat dari
inovasi adalah “taking a new idea into implementation”. Definisi ini membuat
perbedaan antara inovasi dan penemuan (memiliki ide cemerlang), sebuah ide harus
dimasukkan dalam tindakkan untuk disebut sebagai inovasi. Satu definisi inovasi
yang sering digunakan adalah definisi oleh Oslo Manual pada OECD (2009:31) yang
mendefinisikan inovasi sebagai “the implementation of a new or significantly
improved product (good or service), or process, a new marketing method, or a new
organisational method in business practices, workplace organisation or external
relations”.
Curral dan Marques-Quinteiro (2009:167) mendefinisikan Work role
innovation merupakan sebuah perwujudan dalam berpikir kreatif melalui aplikasi
pengembangan dan efektifitas dari perubahan yang signifikan dan meningkat pada
prosedur normal mengenai peran dan tugas. Inovasi membutuhkan:
a) Identifikasi dan definisi masalah
b) Solusi kreatif
c) Aktif pencarian dan pengumpulan sumber daya (manusia dan non manusia)
untuk dukungan ide dan validasi
d) Presentasi, pengujian dan validasi model atau proyek yang dikembangkan.
Menurut Flynn, Doodley, dan Cormican pada Rosli dan Mahmood (2013:61)
inovasi merupakan proses perubahan dari peluang menjadi ide-ide, yang mana itu
18

akan menjadi sebuah praktik. Inovasi dapat terjadi pada produk, proses, pasar, desain,
atau pelayanan.
Davila, Epstein, Shelton (2013:33) mengatakan ada tiga pengukuran inovasi
yaitu:
1. Plan – mendefinisikan dan strategi komunikasi
Membuat asumsi mengenai sumber nilai eksplisit dan jelas, pilih strategi
yang dimaksud, dan klarifikasi ekspektasi mengenai strategi organisasi
2. Monitor
Melacak pelaksanaan dari usaha inovasi untuk menilai perubahan di
lingkungan, ikut campur tangan bila perlu, dan mengevaluasi kinerja
3. Learn – identifikasi peluang baru
Belajar mengenai solusi baru untuk mencapai tujuan kinerja, bisnis baru, atau
peluang teknologi

2.1.5 Goal Orientation


Menurut Dweck’s Goal Orientation Theory pada Curral dan Marques-
Quinteiro (2009:168) mengatakan bagaimana tujuan pribadi dan keyakinan
menciptakan kerangka mental dari individu yang mengikuti strategi penghindaran
atau pendekatan atas tujuannya, menjadi konstruksi yang berbeda dari goal setting
(pilihan seseorang mengenai tujuan yang paling menarik) dan goal striving (perilaku
dan pikiran seseorang diarahkan menuju tujuan yang spesifik). Menurut Dweck’s
Goal Orientation Theory pada Curral dan Marques-Quinteiro (2009:168) Goal
orientation memiliki dimensi learning orientation dan performance orientation,
dengan alasan bahwa keyakinan ini bertanggung jawab untuk cara individu
menerapkan strategi khusus atas pencapaian tujuan.
Menurut Dweck, Dweck dan Leggett, VandeWalle, Cron, dan Slocum pada
Pieterse (2009:27) Goal Orientation merupakan perbedaan dimensi individu yang
berhubungan dengan pilihan tujuan tertentu dalam konteks pencapaian tujuan.
Tujuan ini mempengaruhi aksi dan reaksi individu. Seijts, Latham, Tasa, Latham
(2004:229) menyatakan bahwa Goal Orientation dilakukan sebagai pola pikir yang
di paksa. Individu diminta untuk fokus bagaimana mereka menyelesaikan tugasnya
dari pengetahuan yang dimiliki individu untuk menyelesaikan tugasnya secara efektif.
Lacoma (2014) mengatakan bahwa Goal Orientation merupakan tingkatan
dimana seseorang atau organisasi fokus pada tugas dan hasil akhir dari tugas tersebut.
19

Goal Orientation yang kuat mendorong fokus pada akhir dari tugas tersebut dibuat
dan bagaimana hasil akhir tersebut akan mempengaruhi baik seseorang atau seluruh
perusahaan. Dengan Goal Orientation yang kuat akan dapat secara akurat menilai
efek dari mencapai tujuan serta kemampuan untuk memenuhi tujuan tertentu tersebut
dengan sumber daya dan kemampuan saat ini.

2.1.5.1 Learning Orientation


Menurut Curral dan Marques-Quinteiro (2009:168) mengatakan learning
orientation merupakan orientasi penerapan strategi yang lebih mudah dalam
beradaptasi atas tujuan dan tantangan, sangat termotivasi untuk terlibat dalam tugas,
tugas-tugas yang menantang dan menyenangkan yang akan membuat individu untuk
belajar dan mengembangkan keterampilan baru. Learning orientation juga dikenal
lebih optimis dan berpengalaman, mau berusaha dan melakukan tantangan. Individu
learning orientation berbeda dengan individu performance orientation, individu
learning orientation tidak peduli dengan memvalidasi kemampuan mereka,
melainkan meningkatkan pemahaman mereka mengenai tugas yang dikerjakan.
Dengan melihat situasi yang menantang sebagai kesempatan untuk belajar, individu
dengan learning oriented memperlihatkan pengetahuan, pengaruh, dan perilaku yang
lebih adaptif untuk pencapaian tujuan.
Dweck pada Curral dan Marques-Quinteiro (2009:168) mengatakan bahwa
individu yang menampilkan learning orientation lebih cenderung untuk mencari
situasi yang menantang, terlepas dari persepsi tingkat kemampuan atau harapan
untuk berhasil. Bahkan ketika dihadapkan dengan kegagalan, individu learning
oriented melihat situasi itu sebagai kesempatan pembelajaran untuk perkembangan
pribadi. Menurut Pieters (2009:27) learning orientation terkait dengan fokus pada
pengembangan pengetahuan dan meningkatkan kompetensi dan learning orientation
terhubung pada keyakinan bahwa kompetensi dapat dikembangkan.

2.1.5.2 Performance Orientation


Menururt Curral dan Marques-Quinteiro (2009:168) performance orientation
merupakan orientasi penerapan strategi yang memiliki dimensi penghindaran
(menghindari kegagalan dan menunjukkan inkompetensi) dan memilih untuk
melakukan tugas yang lebih mudah agar berhasil, menunjukkan kompetensi demi
mengejar hasil akhir.
20

Javidan pada Yukl (2010:462) mengatakan “The extent to which high


performance and individual achieve ment are valued is called performance
orientation”. Performance orientation Berhubungan dengan nilai-nilai dan atribut
termasuk kerja keras, tanggung jawab, daya saing, ketekunan, inisiatif, pragmatisme,
dan akuisisi, keterampilan baru. Dengan nilai-nilai performance orientation yang
kuat, hasil pekerjaan lebih ditekankan dari pada diri seseorang. Apa yang sedang
Anda lakukan lebih penting dari pada siapa diri Anda. Performance orientation
dipengaruhi oleh iklim dari negara dan cenderung lebih tinggi di lintang dengan
iklim dingin, karena pada satu waktu kelangsungan hidup lebih tergantung pada hal
itu
Menurut Pieters (2009:27) performance orientation merupakan fokus pada
demonstrasi kompetensi dengan meningkatkan evaluasi positif, menghindari evaluasi
negatif, dan mengalahkan yang lain. Colquitt dan Simmering, Dweck pada Pieters
(2009:28) mengatakan performance orientation di sisi lain telah dikaitkan dengan
keyakinan akan kemampuan. Maka dari itu, performance orientation terhubung
dengan ketakutan akan kegagalan pada seseorang dengan orientasi kinerja tinggi tapi
kinerja rendah.

2.1.6 Work Motivation


Pengertian motivasi menurut Robbins dan Coulter (2009:357) adalah
motivasi mengacu pada proses dimana upaya seseorang diberi energi, arahan, dan
berkelanjutan terhadap pencapaian tujuan. Sedangkan menurut Mathis dan Jackson
(2006:114) motivasi merupakan keinginan dalam diri seseorang yang menyebabkan
orang tersebut bertindak. Mathis dan Jackson (2006:114) juga mengatakan bahwa
orang bertindak karena satu alasan yaitu untuk mencapai tujuan. Jadi, motivasi
adalah sebuah dorongan yang diatur oleh tujuan dan jarang muncul dalam
kekosongan.
Motivasi menurut Bangun (2011:312) adalah “motivasi” berasal dari kata
motif (motive), yang berarti dorongan. Dengan demikian motivasi berarti suatu
kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu
perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar. Dan pengertian motivasi menurut
Rivai dan Sagala (2009:837) adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang
mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan
individu.
21

2.1.6.1 Teori Motivasi


Menurut Rivai dan Sagala (2009:840) ada beberapa teori motivasi yang
terkenal yaitu:

2.1.6.1.1 Hierarki Kebutuhan Maslow


Dalam teori ini Abraham Maslow mengelompokkan kebutuhan manusia
menjadi lima kategori.

Sumber: Rivai dan Sagala (2009:840)


Gambar 2.1 Hierarki kebutuhan Maslow

1. Aktualisasi diri: kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill, potensi,


kebutuhan untuk, berpendapat dengan mengemukakan ide-ide, memberikan
penilaian dan kritik terhadap sesuatu
2. Penghargaan diri: kebutuhan akan harga diri, kebutuhan dihormati, dan
dihargai orang lain.
3. Kepemilikan sosial: kebutuhan merasa memiliki, kebutuhan untuk diterima,
dalam kelompok, berafiliasi, berinteraksi dan kebutuhan untuk mencintai dan
dicintai
4. Rasa aman: kebutuhan rasa aman, kebutuhan perlindungan dari ancaman,
bahaya, pertentangan dan lingkungan hidup
22

5. Kebutuhan fisiologis: kebutuhan fisiologis, kebutuhan makan, minum,


perlindungan fisik, seksual, sebagai kebutuhan terendah

2.1.6.1.2 Teori Kebutuhan McClelland


McClelland theory of needs menganalisis tiga kebutuhan manusia didalam
organisasi atau perusahaan mengenai motivasi. Memfokuskan kepada tiga hal yaitu:
1. Need for achievement (kebutuhan pencapaian kesuksesan)
Kemampuan untuk mencapai hubungan kepada standar perusahaan yang
telah ditentukan juga perjuangan karyawan untuk menuju keberhasilan
2. Need for power (kebutuhan dalam kekuasaan atau otoritas kerja)
Kebutuhan untuk membuat orang berperilaku dalam keadaanyang wajar dan
bijaksana di dalam tugasnya masing-masing
3. Need for affiliation (kebutuhan untuk berafiliasi)
Hasrat untuk bersahabat dan mengenal lebih dekat rekan kerja atau para
karyawan di dalam organisasi

2.1.6.1.3 Teori Herzberg


Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang
mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri
seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan
adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri
yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain
ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh,
kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene
atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi,
hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-
rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan
organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan
yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah
memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam
kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik.
23

2.1.6.1.4 Teori X dan Y


Douglas Mc Gregor menemukan teori X dan Y setelah mengkaji cara para
manajer berhubungan dengan para karyawan. Ada empat asumsi yang dimiliki oleh
manajer dalam teori X, yaitu:
1. karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin
berusaha untuk menghindarinya
2. karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dikendalikan atau
diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan
3. karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah formal
(asumsi ketiga)
4. sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait
pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi

Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat manusia


dalam teori X, ada empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y, yaitu:
1. karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan seperti halnya
istirahat atau bermain
2. karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai
berbagai tujuan
3. karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari dan bertanggung-jawab
4. karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke
seluruh populasi dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi
manajemen.

2.1.6.1.5 Teori Harapan


Teori ini menyatakan bahwa tindakan seseorang cenderung untuk dilakukan
karena harapan hasil yang akan dia dapatkan:
1. Harapan usaha kinerja
Sebuah keyakinan pada karyawan jika bekerja lebih keras akan menghasilkan
kinerja yang baik
2. Hubungan kinerja-penghargaan
Tingkat kepercayaan karyawan jika dengan kinerja yang baik maka akan
mendapatkan penghargaan
3. Nilai penghargaan
24

Nilai penghargaan dari organisasi atas seseorang. Merupakan suatu faktor


yang menentukan kesediaan karyawan untuk mengerahkan usahanya.

2.1.6.1.6 Tujuan Pemberian Motivasi


Menurut Hasibuan (2008:146) tujuan pemberian motivasi yaitu:
1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan
2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan
3. Mempertahankan kestabilan kerja karyawan
4. Meningkatkan kedisiplinan kerja karyawan
5. Mengefektifkan pengadaan karyawan
6. Menciptakan suasana hubungan kerja yang baik
7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan
8. Meningkatkan kesejahteraan karyawan
9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-
tugasnya
10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku

2.1.7 Penelitian Terdahulu


Berikut merupakan penelitian terdahulu mengenai Goal Orientation, Work
Motivation, Work Role Innovation dan Self-leadership pada jurnal internasional.

1. Pada jurnal Self-leadership and Work Role Innovation: Testing a Mediation


Model with Goal Orientation and Work Motivation, yang dibuat oleh Luis
Curral dan Pedro Marques-Quinteiro tahun 2009 mengeksplorasi hubungan
antara kepemimpinan diri, orientasi tujuan, motivasi intrinsik, dan perilaku
inovatif. Karena inovasi membutuhkan kompetensi menavigasi diri maka
keterampilan kepemimpinan diri menjadi mediasi hubungan antara orientasi
tujuan dan peran inovasi, serta antara motivasi intrinsik dan peran inovasi.
Penelitian ini melakukan survey pada 108 karyawan dari 3 perusahaan di
bidang pengembangan dan implementasi solusi teknologi mengenai
keyakinan orientasi tujuan, tingkat motivasi intrinsik, strategi self-leadership,
dan frekuensi pengenalan prosedur baru pada pekerjaan mereka. Hasil
penelitian yang diolah dengan structural equation modelling menunjukkan
adanya hubungan positif dengan peran inovasi pada orientasi tujuan
25

pembelajaran dan motivasi intrinsik, tetapi tidak untuk orientasi tujuan


kinerja. Keterampilan kepemimpinan diri sepenuhnya memediasi hubungan
antara orientasi tujuan pembelajaran dan peran inovasi, dan memediasi
hubungan antara motivasi intrinsik dan peran inovasi. Dengan demikian,
meningkatkan kompetensi menavigasi diri karyawan menjadi jalan untuk
meningkatkan perilaku inovatif mereka.
2. Tu Yidong dan Lu Xinxin tahun 2013 menulis pada jurnalnya yang berjudul
How Ethical Leadership Influence Employees Innovative Work Behavior: A
Perspective of Intrinsic Motivation, penelitian ini meneliti bagaimana
kepemimpinan etis mempengaruhi perilaku kerja karyawan yang inovatif
melalui mediasi motivasi intrinsik pada tingkat kelompok dan individu.
Penelitian ini menyebar kuisioner pada 302 karyawan dari 34 unit pekerjaan
dari 2 perusahaan di China, menggunakan analisis multilevel. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perilaku kerja individu yang inovatif berhubungan
positif dengan kedua persepsi individual dari kepemimpinan etis dan
kelompok kepemimpinan etis, sementara motivasi intrinsik individu
memediasi dua hubungan. Selain itu, kelompok motivasi intrinsik memediasi
hubungan antara kelompok kepemimpinan etis dan perilaku kerja yang
inovatif.
3. Menurut Journal of Business Research: Innovation, Organizational Learning,
and Performance oleh Jimenez-Jimenez, Daniel., Valle-Sanz, Raquel tahun
2010, meneliti hubungan antara inovasi dan kinerja dan menegaskan
hubungan positif antara pembelajaran organisasi, kinerja dan inovasi.
Penelitian ini menggunakan analisis SEM dengan data dari 451 perusahaan di
Spanyol. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua variabel
(pembelajaran organisasi dan inovasi) memberikan kontribusi positif terhadap
kinerja bisnis, dan pembelajaran organisasi mempengaruhi inovasi.
4. Menurut Masood Nawaz Kalyar tahun 2013 pada jurnal Creativity, Self-
Leadership And Individual Innovation meneliti bahwa inovasi individu
memberikan dasar organisasi untuk kinerja yang tinggi, meningkatkan daya
saing perusahaan dan mendorong kesuksesan jangka panjang. Daerah ini
merupakan kepentingan yang lebih besar bagi seorang pengusaha karena
inovasi tingkat individu berkaitan dengan inovasi tingkat perusahaan.
Penelitian ini mengembangkan dan menguji model inovasi individu dan dua
26

faktornya; kreativitas dan kepemimpinan diri. Data dikumpulkan dari 180


responden dari 10 perusahaan di Pakistan. Untuk mengujinya penelitian ini
menggunakan analisis regresi. Hasil menunjukkan bahwa kreatifitas dan
kepemimpinan diri adalah prediktor penting dari inovasi individu,
membuktikan hubungan langsung yang positif.
5. M. Mohd Rosli dan Rosman Mahmood tahun 2013 pada jurnal Moderating
Effects of Human Resource Management Practices and Entrepreneur
Training on Innovation and Small-Medium Firm Performance meneliti
hubungan inovasi dan kinerja perusahaan kecil-menengah melalui praktik
manajemen sumber daya manusia dan pelatihan entrepreneur. Penelitian ini
meneliti bagaimana praktik manajemen sumber daya manusia dan pelatihan
entrepreneur berinteraksi dengan inovasi dan akan berpengaruh pada kinerja
perusahaan kecil-menengah. Menggunakan 284 sampel pada perusahaan
kecil-menengah di Malaysia. Penelitian ini menemukan bahwa karyawan dan
karyawan pelatihan berhubungan dengan inovasi dan berpengaruh signifikan
pada kinerja perusahaan kecil-menengah. Secara teori, kinerja perusahaan
kecil-menengah yang bagus tidak hanya dijelaskan oleh seberapa banyak
mereka melakukan inovasi, tapi juga seberapa mereka berinvestasi pada
karyawannya. Penelitian ini juga mengingatkan bahwa inovasi dan pelatihan
pada karyawan dan entrepreneur harus berjalan bersamaan, sehingga kinerja
dapat ditingkatkan.
27

2.2 Kerangka Pemikiran

Goal Orientation

(X1)

Self-Leadership Work Role


Innovation
(Y)
(Z)
Work Motivation

(X2)

Gambar 2.2 Kerangka pemikiran

2.3 Hipotesis
1. Tujuan-1
H0 = Goal Orientation tidak berpengaruh terhadap Work Role Innovation
H1 = Goal Orientation berpengaruh terhadap Work Role Innovation
2. Tujuan-2
H0 = Work Motivation tidak berpengaruh terhadap Work Role Innovation
H1 = Work Motivation berpengaruh terhadap Work Role Innovation
3. Tujuan-3
H0 = Goal Orientation dan Work Motivation tidak berpengaruh terhadap
Work Role Innovation
H1 = Goal Orientation dan Work Motivation berpengaruh terhadap Work
Role Innovation
4. Tujuan-4
H0 = Goal Orientation dan Work Motivation tidak berpengaruh terhadap Self-
Leadership
H1 = Goal Orientation dan Work Motivation berpengaruh terhadap Self-
Leadership
28

5. Tujuan 5
H0 = Self-Leadership tidak berpengaruh terhadap Work Role Innovation
H1 = Self-Leadership berpengaruh terhadap Work Role Innovation
6. Tujuan 6
H0 = Goal Orientation dan Work Motivation tidak berpengaruh terhadap
Work Role Innovation dengan Self-Leadership sebagai mediator
H1 = Goal Orientation dan Work Motivation berpengaruh terhadap Work
Role Innovation dengan Self-Leadership sebagai mediator
29

Anda mungkin juga menyukai