Anda di halaman 1dari 16

Revision of the Jones Criteria for the Diagnosis of Acute Rheumatic Fever in the Era of

Doppler Echocardiography A Scientific Statement From the American Heart


Association

Pendahuluan :
Latar belakang :
Demam rematik akut merupakan masalah kesehatan serius sebagian besar populasi dunia
meskipun telah terjadi penurunan insidensi di Eropa dan Amerika Utara. Tujuan pernyataan ini
adalah untuk mengulas Kriteria Jones yang bersejarah dan digunakan untuk mendiagnosa
demam rematik akut serta untuk memperbaharui kriteria kriteria tersebut berdasarkan temuan
temuan saat ini yang mendukung penggunaan ekokardiografi dalam penegakan diagnosis
karditis sebagai gejala utama demam rematik akut.
Metode dan Hasil :
Untuk mencapai tujuan tersebut, American Heart Association’s Council of Cardiovascular
Disease melalui dewan komite penyakit kawasaki, endokarditis dan demam rematik
mengorganisasi kelompok studi guna mengulas secara menyeluruh dan mengevaluasi efek
demam rematik terhadap populasi, gejala klinis serta perubahannya yang diakibatkan
tersebarnya obat obatan NSAID diseluruh dunia. Sebagai tambahan penilaian metodologi
berbagai penelitian yang telah diterbitkan mendukung penggunaan doppler ekokardiografi
sebagai cara mendiagnosis gejala di jantung dalam demam rematik bahkan ketika temuan klinis
kurang jelas, penggunaan ekokardiografi berguna untuk diagnosis karditis subklinis termasuk
kriteria mayor Jones. Upaya ini telah menghasilkan revisi subklinis pertama Kriteria Jones oleh
American Heart Association sejak 1992 dan penggunaan pertama Klasifikasi, Rekomendasi,
Derajat dan Gejala Klinis yang dikembangkan oleh American College of Cardiology/American
Heart Association terhadap Kriteria Jones.
Kesimpulan :
Revisi Kriteria Jones sekarang mempermudah afiliasi dengan guideline internasional diagnosis
demam rematik akut dengan menjelaskan populasi berisiko tinggi, mengakui keberagaman
tampilan klinis pada populasi berisiko tinggi ini termasuk temuan ekokardiografi sebagai alat
diagnosis gejala jantung.
Meskipun demam rematik jantung telah berkurang di Eropa dan Amerika Utara selama
4 hingga 6 dekade terakhir, penyakit ini masih merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada populasi yang secara eknomis kurang beruntung di seluruh dunia, terutama di
negara negara berkembang. Insidensi di negara negara berkembang masih mencapai level
epidemik. Kriteria Jones yang digunakan sebagai penuntun diagnosis demam rematik sejak
1944 telah dimodifikasi oleh American Heart Association (AHA) tahun 1992. Mereka
menkonfirmasi prinsip prinsip utama pada workshop AHA tahun 2000 dan telah mewakili
standar klinis diagnosis demam rematik akut. Akan tetapi beberapa tahun ini, perkembangan
pada beberapa area telah mendorong pemeriksaan ulang Kriteria Jones yang tradisional.
Sebagai contoh; peran diagnosis ekokardiografi yang terbatas pada revisi 1992 merupakan
fokus utama. Keadaan ini mungkin sudah tidak tepat karena teknik ekokardiografi,
penerapannya termasuk pewarnaan Doppler telah berkembang dalam 2 dekade terakhir.
Guideline regional dan nasional untuk diagnosis demam rematik akut telah memasukan
penggunaan ekokardiografi.
TABEL 1
Beragam penelitian mengenai kondisi kondisi klinis telah menunjukan bahwa terdapat
penggunaan ekokardiografi yang lebih luas sebagai cara diagnosis karditis pada saat tidak
adanya tampilan klinis (karditis subklinis). Lebih lanjut lagi ekokardiografi telah menjadi titik
utama program deteksi dini global guna mengevaluasi penyakit jantung rematik.
Sebagai tambahan untuk mempertimbangkan peran penting ekokardiografi di penyakit
demam rematik, masalah masalah telah diajukan mengenai area klinis yang lain. Sebagai
contoh, dimana pada tahun versi Kriteria Jones tahun 1992 arthritis monoartikular tidak
dipertimbangkan ketika pasien diterapi NSAID sebelum diagnosis, bukti bukti lapangan telah
diterbitkan sejak saat itu mengindikasikan pada populasi berisiko tinggi, arthritis monoartikular
merupakan gejala utama. Terlebih lagi, guideline AHA sebelumnya tidak mengkatagorikan
rekomendasi Klasifikasi, Rekomendasi, Derajat dan Gejala Klinis yang dikembangkan oleh
American College of Cardiology/American Heart Association. Kelompok peneliti ini telah
ditugaskan untuk melakukan penilaian temuan temuan dan menulis rekomendasi berdasarkan
sistem American College of Cardiology/American Heart Association. Klasifikasi rekomendasi
merupakan perkiraan ukuran efek terapi yang mempertimbangkan risiko vs manfaat. Sebagai
tambahan bukti bahwa prosedur atau terapi yang dilakukan bermanfaat aatu tidak dapat
memberikan cedera pada pasien. Level temuan merupakan perkiraan ketepatan terapi.
Kelompok studi mengulas dan mengurutkan bukti yang mendukung rekomendasi dengan berat
temuan diurutkan sebagai level A, B, dan C berdasarkan definisi spesifik yang terdapat di tabel
1. Sistem ini menyediakan saran untuk rekomedasi penulisan klasifikasi rekomendasi.
Akhirnya, perspektif saat ini mengenai diagnosis faringitis streptokokus akut
sebagaimana diulas pernyataan ilmiah AHA tahun 2009 harus dirujuk sebagai bagian dari
diskusi mengenai demam rematik akut.
Terhadap pernyataan masa lalu AHA mengenai kriteria jones, revisi dipusatkan pada
diagnosis demam rematik akut dan bukan terhadap isu isu mengenai pengawasan dan diagnosis
keadaan kronik serta konsekuensinya.

Latar Belakang Epidemiologi


Pengetahuan mengenai bagaimana yang terbaik untuk menjelaskan penerapan yang
tepat kriteria diagnosis demam rematik akut dalam suatu populasi memerlukan ulasan singkat
epidemiologi demam rematik akut saat ini.
Telah tercipta dengan baik bahwa di abad 20, kejadian demam rematik akut dan
prevalensi demam rematik kronik berkurang drastis di Eropa, Amerika Utara dan negara negara
maju di lokasi geografi yang lain. Penurunan ini dikaitkan dengan higienitas yang membaik,
akses antibiotik yang lebih luas juga layanan kesehatan, berkurangnya kepadatan rumah tangga
serta perbaikan status sosioekonomi. Perubahan perubahan epidemiologi strain streptococcus
A juga berpengaruh. Meskipun kasus kasus sporadis tetap muncul di negara negara maju, beban
terbesar ditemukan di negara negara berkembang dan dunia ketiga juga di tempat tempat
terisolasi. Pola penyakit di daerah daerah berisiko tinggi sering hiperendemis yang mana kasus
timbul sepanjang tahun dan absennya wabah. Ini berlawanan dengan negara negara maju yang
mengalami periode periode wabah demam rematik akut.
Juga terdapat bukti yang beragam bahkan dalam populasi di satu negara yang sama,
yang menampilkan beban yang tidak merata sebagai contoh peningkatan demam rematik akut
secara keseluruhan di Selandia Baru meningkat 55% selama 2 dekade ini akan tetapi kejadian
pada khusus suku Maori atau pribumi Selandia Baru berkurang sebanyak 70% pada periode
yang sama. Kepincangan yang sama juga timbul di Australia dimana populasi aborigin
menderita sebagai salah satu penderita tertinggi di dunia dengan angka kejadian 153 per 380
kasus dalam 100000 penduduk pertahun pada kelompok usia 5 – 14 tahun namun pada populasi
kulit putih Australia keadaannya sama dengan di Eropa dan Amerika Utara.
Sebagai kesimpulan, distribusi global deman rematik akut dan kronik sangatlah
pincang. Beberapa region tertentu dengan etnis tertentu dan kelompok sosioekonomi tertentu
mengalami insidensi demam rematik yang tinggi sementara di region lain penyakit ini telah
lenyap. Ini telah menimbulkan perhatian keseragaman sensitifitas krteria jones bahkan revisi
tahunan ketika diterapkan di area atau populasi berisiko tinggi yang mana demam rematik
menjadi hiperendemis.

Implikasi Pertimbangan Epidemiologis


Karena penggunaan klinis tes diagnostik ditentukan oleh beragam faktor termasuk
kemungkinan pretes dan prevalensi latar belakang dan perspektif heterogenitas pada beban
penyakit global, suatu set tunggal kriteria diagnosis mungkin tidak cukup semua populasi di
seluruh region di dunia. Untuk mencegah overdiagnosis di populasi berisiko tinggi,
keberagaman dalam kriteria diagnosis di area risiko tinggi dibandingkan dengan area risiko
rendah sebagaimana dijelaksan dalam guideline demam rematik Australia. Data epidemiologis
muncul sebagai berikut :
1. Sangatlah masuk akal untuk mempertimbangkan individu sebagai risiko rendah demam
rematik akut jika mereka berasal dari populasi atau setting area risiko rendah
(Kelas IIa, Level C).
2. Sangatlah masuk akal dimana data epidemiologis yang terpercaya tersedia, risiko
rendah harus didefinisikan sebagai angka kejadian < 2 per 100000 anak usia sekolah (5
– 14 tahun) per tahun atau prevalensi total < 1 per 1000 populasi (Kelas IIa, Level C).
3. Anak anak dari populasi risiko rendah ada pada risiko medium ke tinggi tergantung dari
referensi populasi (Kelas I. Level C)

Manifestasi Klinis Demam Rematik Akut


Secara umum, tampilan klinis demam rematik akut pada negara negara miskin dan
menengah menyerupai keadaan negara negara maju. Secara universal, gejala paling umum
selama episode pertama demam rematik akut (kriteria mayor diagnosis tetap karditis (50 –
70%) dan arthritis (35 – 66%), diikuti oleh Chorea (10 – 30%), nodul subkutan (0 – 10%),
eritema marginatum (< 6%) yang semakin jarang namun tetap gejala klinis demam rematik
akut) meskipun demikian gejala yang timbul tetaplah beragam.
Sebagai contoh, populasi berisiko tinggi seperti populasi aborigin Australia
keberagaman dalam gejala gejala Kriteria Jones tercatat. Sebagaimana didiskusikan dibawah,
ini meliputi asepsis monoarthritis, dan (tidak dengan yang secara tradisional dianggap level
tinggi) demam level rendah. Tampilan variatif tersebut tertera dalam Kriteria Australia 2012
untuk meningkatkan sensitivitas diagnosis pasien dari populasi risiko tinggi. Sampai saat ini,
penerapan kriteria tampilan klinis yang beragam di populasi risiko rendah telah diuji coba dan
tidak direkomendasikan.
Secara umum, tetaplah menjadi standar praktik untuk melanjutkan kewaspadaan pada
penerapan kriteria dengan beragam manifestasi klinis untuk diagnosis demam rematik akut.
Penilaian ulang yang sedang berjalan mengenai perubahan gejala klinis sangatlah penting bagi
pasien khusus karena terdapat kemungkinan overlap diagnosis pada penerapan Kriteria Jones.

Karditis : Diagnosis di Zaman Ekokardiografi Tersedia Luas


Secara klasik sebagaimana dibahas di AHA 1992, karditis merupakan gejala utama
demam rematik akut yang telah menjadi diagnosis klinis berdasarkan auskultasi murmur yang
khas mengindikasikan regurgitasi aorta ataupun mitral. Maka, meskipun karditis demam
rematik akut telah dianggap sebagai perikarditis dan dapat melibatkan endokardium,
miokardium serta perikardium, valvulitis sejauh ini merupakan tampilan klinis demam rematik
akut yang menetap serta perikarditis atau miokarditis isolasi sangatlah jarang menjadi asal
muasal demam rematik akut. Secara klinis karditis tetap diterima secara universal sebagai
manifestasi klinis utama di seluruh populasi akan tetapi dengan modifikasi dari kriteria klasik.
Sebagai tambahan, di jaman dimana keahlian klinis auskultasi telah menurun ketersediaan
ultrasound telah luas di seluruh dunia, ekokardiografi telah semakin sering dipergunakan untuk
mendiagnosis karditis. Maka, konsep karditis subklinis telah dimasukan dalam guideline lain
dan pernyataan konsesus sebagai manifestasi utama sebagaimana ditunjukan di tabel 2.
TABEL 2

Karditis subklinis mengarah hanya ke keadaan dengan temuan auskultasi klasik


disfungsi valvular baik yang tidak muncul atau tidak terdeteksi secara klinis kecuali
ekokardiografi yang menunjukan valvulitis aortik dan mitral. Perkembangan ekokardiografi
dan penggunaan rasional guna membantu identifikasi perubahan status katup demam rematik
akut sebagaimana dibahas dibawah. Perubahan ini terdapat di tabel 3 dan 4 merupakan analog
abnormalitas katup yang timbul di demam rematik kronis melalui pernyataan WHO pada
kondisi tersebut.
TABEL 3

TABEL 4

Studi klinis mengenai peran ekokardiografi


Beragam studi selama 20 tahun terakhir telah membahas peran ekokardiografi
(dibandingkan dengan penilaian murni klinis) pada diagnosis demam rematik akut. Laporan
khusus (minimum kasus sebanyak 20) telah dipelajari dalam tabel 5. Secara umum lebih dari
25 penelitian melaporkan temuan regurgitasi mitral atau aorta melalui ekokardiografi meskipun
tidak ada temuan klinis. Penemuan ini telah memasukan beragam lokasi geografi dan
karakteristik populasi. Laporan wabah demam rematik akut di Utah adalah salah satu populasi
di negara maju yang menunjukan validasi ekokardiografi pada penegakan karditis pada demam
rematik akut. Berlawanan dengan laporan laporan ini, dalam satu periode hanya sebuah
penelitian yang menunjukan ekokardiografi tidak menunjukan kemampuan diagnostik pada
pasien tanpa temuan klinis. Prevalensi karditis subklinis terentang daro 0% (1 penelitian) ke
53% (23 artikel). Prevalensi karditis subklinis sebelumnya adalah 16.8% yang mana terjadi
peningkatan ke 18.1% ketika analisis diabatasi ke 10 penelitian yang menggunakan Kriteria
WHO. Persisten atau memburuknya karditis pada pasien dengan karditis subklinis adalah
44.7%.

TABEL 5
Penulis mencatat bahwa kualitas follow up data pada sebagian besar penelitian
sangatlah buruk, dengan interval follow up yang tidak konsisten dan kurangnya follow up bagi
pasien yang telah membaik.
Sebagai tambahan tidak satupun dari penelitian ini menanyakan penggunaan
ekokardiografi/doppler untuk evaluasi status kardiovaskular pada pasien dengan demam
rematik akut yang dikonfirmasi melalui kriteria klinis atau guna penggunaan jangka panjang.
Sebagai kesimpulan terlepas dari sitasi tunggal tahun 1996 diatas, semua penelitian mengulas
dukungan penggunaan hasil ekokardiografi/doppler sebagai bagian dari kriteria diagnostik
guna konfirmasi ada tidaknya karditis pada pasien pasien yang dicurigai memiliki demam
rematik akut.
1. Ekokardiografi dengan Doppler harus dilakukan ke semua kasus demam rematik akut
baik yang sudah terkonfirmasi maupun suspect (Class 1; Level B)
2. Sangatlah masuk akal untuk mempertimbangkan ekokardiografi serial jika pasien
suspect demam rematik akut tidak memiliki tampilan klinis (Class IIa; Level C)
3. Uji Ekokardiografi wajib dilakukan guna menilai apakah karditis ada pada absennya
temuan auskultasi terutama pada populasi risiko menengah ke tinggi dan ketika demam
rematik akut dipertimbangkan (Class 1; Level B)
4. Temuan Ekokardiografi tidak konsisten dengan karditis harus mengeksklusikan
diagnosis pasien dengan murmur jantung atau yang terindikasi karditis rematik (Class
1; Level B)

Arthritis
Secara tipikal sebagaimana dideskripsikan dalam revisi Kriteria Jones 1992. Arthritis
pada demam rematik akut adalah poliarthritis migrasi dan persendian terutama yang terlibat
umumnya sendi sendi besar termasuk lutut, siku, pergelangan kaki dan tangan. Riwayat
perbaikan dengan salisilat atau NSAID juga merupakan karakteristik, Secara umum arthritis
pada demam rematik akut biasanya sembuh sendiri dan berlangsung selama 4 minggu. Tidak
ada deformitas sendi dan jarang melibatkan sendi sendi kecil.

Arthritis Reaktif
Di Kriteria Jones 1944 asthralgia dianggap sebagai manifestasi utama demam rematik
akut tapi sejak modifikasi 1956 hanya poliarthritis migrasi yang dianggap sebagai manifestasi
utama guna memenuhi kriteria jones dan athralgia menjadi kriteria minor. Pasien dengan
infeksi β streptococcus hemoliticum dan penyakit sendi yang tidak memenuhi kriteria klasik
jones untuk diagnosis demam rematik akut terkadang diklasifikasikan sebagai arthritis
poststreptococcal reaktif dan saat ini, terdapat kontroversi mengenai profilaksis sekunder bagi
pasien pasien ini. Beberapa pasien anak dengan arthritis poststreptococcal reaktif lalu timbul
gejala demam rematik yang mengindikasikan mungkin diagnosis awal adalah demam rematik
akut namun di Belanda penelitian pada orang dewasa tidak menunjukan keterkaitan antara
keduanya.

Asepsis Monoarthritis
Penelitian dari India, Australia, dan Fiji telah mengindikasikan bahwa monoarthritis
merupakan manifestasi klinis penting demam rematik akut pada populasi berisiko tinggi. Pada
populasi aborigin Australia, aspesis monoarthritis telah ditemukan di 16 – 18% kasus demam
rematik akut yang telah terkonfirmasi. Pada populasi ini berdasarkan sebuah penelitian, 55%
kasus akan puas jija monoarthritis asepsis dimasukan dalam kriteria mayor jones. Hanya ada 1
laporan kasus monoarthritis asepsis di Amerika Utara
1. Pada saat ini, pertimbangan bahwa monoarthritis dapat menjadi bagian spektrum
demam rematik akut harus dibatasi ke pasien dari populasi risiko sedang ke tinggi.

Poliarthralgia
Poliatralgia sangatlah umum, manifestasi nonspesifik dari gangguan rematologi.
Sampai 1956 ini dianggap sebagai kriteria mayor diagnosis demam rematik akut tetapi
sebagaimana modifikasi setelah beberapa dekade untuk memenuhi kriteria original Jones untuk
tidak mengoverdiagnosis demam rematik akut, poliathralgia diklasifikasi kembali sebagai
kriteria minor.
Sebagaimana dicatat dalam pernyataan yang ada, nilai prediksi positif gejala apapun
meningkat dalam populasi, maka anak anak dengan poliathralgia maka lebih mudah terkena
demam rematik akut bila berasal dari populasi berisiko tinggi dibandingkan ya ng berasal dari
kelompok populasi rendah. Pada kasus selanjutnya kelompok penulis memastikan bahwa
poliathralgia hanya menjadi suatu gejala bukan penyakit tersendiri dan mendukung
pengembalian statusnya sebagai kriteria minor jones
1. Inklusi poliathralgia merupakan gejala klinis utama yang hanya dapat
diapplikasikan hanya untuk populasi risiko menengah tinggi dan hanya setelah
pertimbangan yang hati hati serta eksklusi penyebab athralgia seperti autoimun,
virus dan arthropati reaktif (Tabel 6), (Class IIb, Level C)
TABEL 6
Chorea (Chorea Sydenham)
Chorea pada demam rematik akut ditandai dengan gerakan tak bertujuan, involunter,
dan nonstereotipik pada tubuh dan alat alat gerak. Sering dikaitkan dengan kelemahan otot dan
ketergantungan sosial. Tabel 6 mengulas diagnosa differential chorea. Pada beberapa pasien,
chorea dapat menjadi dominan unilateral dan memerlukan pemeriksaan neurologi yang hati
hati guna mengkonfirmasi kelainan saraf yang lain. Huntington Chorea, SLE, Wilson Disease,
reaksi obat diekslusikan serta gerakannya harus dibedakan dari terikat, athetosis, reaksi
konversi, dan hiperkinesia. Bukti dari infeksi streptococcal group A mungkin sulit
terdokumentasi karena periode laten yang lama antara memicu infeksi streptococcal dengan
onset chorea. Memburuknya gerakan choreiform pada anak anak dengan residual chorea
mungkin sukar dibedakan dengan chorea baru.

Manifestasi Kulit
Eritema marginatum merupakan lesi yang unik, pink dengan tengah yang memucat dan
dikelilingi oleh batas serpiginosa biasanya muncuk di tubuh dan ekstremitas proksimal bukan
wajah. Panas dapat menginduksi tampilannya. Sebagaimana dengan lesi lesi lain, eritema
marginatum mungkin sukar dideteksi pada orang orang berkulit hitam. Nodul nodul subkutan
biasanya tegas, tak nyeri, protuberan umumnya ditemukan di permukaan ekstensor sendi sendi
tertentu termasuk lutut, siku, dan pergelangan tangan. Tidak ada keterkaitan ras atau etnisitas
tertentu. Nodul lebih sering ditemukan pada pasien dengan karditis dan dengan eritema
marginatum, nodul subkutan hampir tidak pernah terjadi sebagai gejala utama demam rematik
akut.

Bukti yang Mengarah ke Infeksi Streptococcal


Karena penyakit penyakit lain sangatlah serupa, uji laboratorium infeksi streptococcal
sangatlah penting kapanpun dan diagnosis menjadi meragukan apabila bukti bukti lab tidak
ditemukan, Pengecualian ini juga termasuk ke chorea yang dapat menjadi manifestasi klinis
demam rematik saat munculnya gejala tersebut dan sangatlah jarang orang dengan karditis
rematik kronik dengan onset yang tidak jelas dan progres yang lamban. Masalah ini kemudian
merujuk ke pasien dengan riwayat demam rematik akut yang memiliki karditis subklinis yang
sebelumnya tak terdeteksi. Ini mungkin menjadi satu satunya gejala menjelang demam
rematik akut pada pasien yang menunjukan sekuel kardiovaskular pada demam rematik akut.
Interpretasi serologi streptococcal dapat menjadi sulit denga populasi dengan kulit endemis
atau ISPA. Pada kondisi kondisi ini, test antibodi yang negatif membantu mengekslusi infeksi
saat ini, tetapi tes positif tidak mengindikasikan infeksi selama beberapa bulan ini. Satu dari
sekian dibawah dapat berguna sebagai bukti infeksi sebelumnya sebagaimana dinyatakan
oleh AHA :
1. Meningkatnya titer anti streptolysin O atau antibodi streptococcus lainnya (anti
DNASE B) ( Class I, Level B)
2. Kultur sediaan tenggorokan untuk grup A β hemolitikum streptococcus (Class 1
Level B)
3. Tes antigen streptokus karbohidrat A pada anak anak dengan gejala klinis yang
mensarankan probabilitas pretes tinggi untuk faringitis streptococcus (Class 1,
Level B)
TABEL 7

Diagnosis Banding Demam Rematik Akut


Sangatlah penting untuk mengerjakan beragam diagnosis banding ketika
mempertimbangkan masing masing kriteria mayor pada diagnosis demam rematik akut. Tabel
6 yang dimodifikasi dari guideline Australia dan Selandia Baru menghasilkan daftar diagnosis
banding untuk dipertimbangkan saat evaluasi pasien arthritis, karditis atau chorea. Diterimanya
kriteria ekokardiografi untuk mendiagnosis karditis saat absennya temuan klinis memerlukan
pengetahuan pada temuan lain yang menyerupai karditis rematik terutama pada populasi
berisiko rendah. Diagnosis karditis ekokardiografi sangatlah baik disesuaikan dengan Tabel 3
dan 4. Pada posisi ini kondisi loading sirkulasi dipertimbangkan sebagai penilaian
ekokardiografi. Tiga dari 4 kriteria yang dipergunakan untuk mendiagnosis regurgitasi mitral
atau aorta yang patologis dipengaruhi oleh sistem peredaran sistemik. Karena tekanan darah
dapat berubah secara cepat pada pasien yang teragitasi, sangatlah masuk akal menilai keadaan
sebelum menghitung tekanan darah guna mengenali keberadaan aliran darah abnormal (tinggi
maupun rendah). Temuan katup mitral non rematik lainnya harus dipertimbangkan termasuk
regurgitasi mitral fisiologi, prolaps katup mitral, Barlow sindrom, dan penyakit katup mitral
kongenital. Endocarditis dan pelebaran pembuluh darah dari keadaan keadaan yang dikaitkan
dengan penyakit jantung kiri, termasuk miokarditis dan kardiomiopati juga termasuk diagnosis
banding. Pemeriksaan gelombang Doppler dapat membedakan regurgitasi fisiologi dengan
patologi. Sinyal sinyal yang tidak holosistolik dan kecepatan puncak < 3.0 m/s lebih sering
karena fisiologi dibandingkan patologis
Abnormalitas katup mitral kongenital umumnya tidak umum tetapi pada diagnosis
banding regurgitasi mitral. Ini meliputi katup mitral dan fibroelastoma. Anomali anomali katup
aorta kongenital harusnya berada di diagnosis banding untuk regurgitasi aorta yang baru
diidentifikasi; akan tetapi regurgutasi aorta terisolasi jarang sebagai temuan katup tunggal di
karditis rematik. Diagnosis diagnosis kongenital untuk mempertimbangkan keterlibatan katup
aorta, defek septum intraventrikular dengan prolaps katup aorta. Endokarditis infektif dapat
disalahartikan sebagai karditis rematik jika tidak ada kerusakan vegetatif dan katup ditemukan.

Rekurensi Demam Rematik


Sebagaimana dijelaskan di guideline 1992 pasien dengan riwayat demam rematik akut
maupun kronik berisiko tinggi untuk timbul kembali jika terinfeksi ulang streptococcus A.
Serangan tersebut harus dianggap sebagai episode baru demam rematik akut.
1. Dengan riwayat masa lalu demam rematik akut atau demam rematik kronik
dihadapan infeksi streptococcus A; 2 gejala mayor atau 1 mayor 2 minor atau
dengan 3 minor cukup mendiagnosis (Class IIb, Level C)
2. Ketika gejala gejala minor tampil, ekslusi yang lain lebih sering diakibatkan
tampilan klinis direkomendasikan sebelum diagnosis demam rematik akut
ditegakan (Class I, Level C)
FIGURE

“Mungkin“ Demam Rematik


Pada beberapa situasi, presentasi klinis yang mungkin tidak memenuhi kriteria jones
yang telah diperbaharui, tetapi klinisi masih memiliki alasan yang bagus untuk mencurigai
bahwa demam rematik akut adalah adalah diagnosis. Ini mungkin terjadi pada kondisi kondisi
risiko tinggi dimana sebagai contoh tes lab untuk reaktan fase akut guna konfirmasi infeksi
streptococcal yang baru terjadi tidak tersedia, dokumentasi tidak jelas, ataupun riawayat pasien
tidak dianggap terpercaya, Pada situasi demikian, klinisi harus menggunakan kemampuan
klinis dan kecerdasan klinis guna menegakan diagnosis berdasarkan tampilan klinis yang ada.
1. Dimana terdapat ketidakpastian, sangatlah mungkin mempertimbangkan untuk
profilaksis sekunder selama 12 bulan setelah evaluasi ulang guna memasukan
riwayat dan pemeriksaan fisik yang jelas disertai uji ekokardiogram ulang (Class
Iia, Level C)
2. Pada pasien dengan gejala berulang terutama pada persendian yang telah diberikan
profilaksis namun tidak memiliki uji serologi dan kurang ekokardiografi, sangatlah
mungkin bahwa kondisi saat ini tidak terkait dengan rekurensi demam rematik akut
serta memberhentikan antibiotik profilaksis sangatlah disarankan (Class IIa, Level
C)
Efek Modifikasi Kriteria Jones pada Populasi Risiko Tinggi
Sebuah studi retrospektif di Queensland Australia mempelajari efek penambahan
karditis subklinis, monoarthritis, dan demam ringan ( > 37.5C ) ke revisi kriteria Jones 1992,
dari 98 kasus demam rematik akut hanya 71.4% memenuhi kriteria Jones yang sudah
direvisi.Modifikasi kriteria sebagaimana didiskusikan diatas, meningkatkan proporsi kasus
menjadi 91.8%. Dari 28 orang yang tidak memenuhi kriteria Jones tradisional, 12 diantaranya
menjadi demam rematik kronik. Penelitian menunjukan penambahan monoarthritis dan karditis
subklinis sebagai gejala mayor dan demam ringan sebagai gejala minor meningkatkan
sensitivitas kriteria jones bila diterapkan pada populasi risiko rendah. Sebagai tambahan, studi
mengenai efek penerapannya pada guideline Selandia Baru menghasilkan peningkatan
sebanyak 16% pada diagnosis demam rematik akut dibandingan revisi kriteria Jones 1992.
Tidak ada data tambahan yang menyambungkan hasil hasil tersebut pada populasi dengan
kejadian demam rematik akut yang rendah.
Sebagai simpulan, dalam konteks diskusi terdahulu, revisi kriteria jones guna bertemu
kemajuan kemajuan teknologi saat ini serta keperluan klinis sangatlah penting. Maka
penggunaan temuan ekokardiografi guna memenuhi kriteria mayor karditis bahkan saat
absensnya temuan auskultasi klasik menyediakan kondisi loading yang layak untuk
dipertimbangkan. Sebagai tambahan monoarthritis atau poliarthitis dapat diterima untuk
memenuhi kriterisa mayor arthritis kecuali yang ada pada populasi risiko menengah tinggi.
Untuk populasi risiko rendah, momoarthritis tidak dimasukan dan poliathralgia masih menjadi
kriteria minor. Secara serupa, kebutuhan untuk adanya demam dapat ditemukan melelui ukur
suhu termometer oral, axilla maupun rektal pada suhu 38 C di populasi risiko menengah tinggi
dan 38.5 C pada yang rendah. Kelompok penulis mengkonfirmasi kepantasan
memepertahankan pendekatan praktis kriteria jones yang mendukung sensitivitas rendah dan
spsesifisitas tinggi dalam menilai kriteria diagnosis demam rematik akut pada populasi risiko
tinggi di tabel 7 dan figure menggunakan kriteria yang telah direvisi.

Pertimbangan di Masa Depan


Sebagai tambahan pada masalah masalah epidemiologis dan menyebarnya penggunaan
ekokardiografi yang meluas mengarahkan ke revisi kriteria jones yang dijelaskan pada
pernyataan ini, temuam saat ini menunjukan faktor genetik pada demam rematik akut yang
mungkin suatu hari menciptakan alat diagnostik yang benar benar baru. Revisi yang akan
datang harus dilakukan sebagai penghormatan bagi tujuan awal Dr Jones terutama pada
populasi risiko rendah guna mencegah overdiagnosis dan konsekuensinya.

Anda mungkin juga menyukai