Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semua wanita hamil beresiko komplikasi obstetri. Komplikasi
yang mengancam jiwa kebanyakan terjadi selama persalinan, dan ini semua
tidak dapat diprediksi. Prenatal screening tidak mengidentifikasi semua
wanita yang akan mengembangkan komplikasi.
Pada saat ini angka kematian ibu dan angka kematian perinatal di
Indonesia masih sangat tinggi. Menusut survei demografi dan kesehatan
indonesia (SDKI) tahun 2011 Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup
tinggi, yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup, dan Angka Kematian Balita
di Indonesia tahun 2007 sebesar 44/10.000 Kelahiran Hidup. Jika
dibandingkan dengan negara-negara lain, maka angka kematian ibu di
Indonesia adalah 15 kali angka kematian ibu di Malaysia, 10 kali lebih
tinggi dari pada thailan atau 5 kali lebih tinggi dari pada Filipina.
Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi,
kemampuan kinerja petugas kesehatan berdampak langsung pada
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal terutama
kemampuan dalam mengatasi masalah yang bersifat kegawatdaruratan.
Untuk dapat memberikan asuhan kehamilan dan persalinan yang cepat tepat
dan benar diperlukan tenaga kesehatan yang terampil dan profesional dalam
menanganan kondisi kegawatdaruratan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana asuhan kebidanan pada kasus kegawatdaruratan pada
hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi dan eklamsi ?
2. Bagaimana asuhan kebidanan pada kasus kegawatdaruratan pada
kehamilan dengan anemia ?
3. Bagaimana asuhan kebidanan pada kasus kegawatdaruratan pada
kehamilan lebih bulan ?

1|Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan


4. Bagaimana asuhan kebidanan pada kasus kegawatdaruratan pada
kehamilan ganda ?
5. Bagaimana asuhan kebidanan pada kasus kegawatdaruratan pada
kehamilan dengan parut uterus ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui asuhan kebidanan pada kasus kegawatdaruratan pada
hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi dan eklamsi ?
2. Untuk mengetahui masuhan kebidanan pada kasus kegawatdaruratan
pada kehamilan dengan anemia ?
3. Untuk mengetahui asuhan kebidanan pada kasus kegawatdaruratan pada
kehamilan lebih bulan ?
4. Untuk mengetahui asuhan kebidanan pada kasus kegawatdaruratan pada
kehamilan ganda ?
5. Untuk mengetahui asuhan kebidanan pada kasus kegawatdaruratan pada
kehamilan dengan parut uterus ?

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah
semakin bertambahnya informasi mengenai Asuhan Kebidanan dalam
Kasus Kegawatdaruratan pada Kehamilan.

2|Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hipertensi dalam Kehamilan, Preeklamsi, dan Eklamsi


2.1.1 Hipertensi dalam Kehamilan
a) Pengertian Hipertensi
Hipertensi pada kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat
kehamilan berlangsung dan biasanya pada bulan terakhir kehamilan
atau lebih setelah 20 minggu usia kehamilan pada wanita yang
sebelumnya normotensif, tekanan darah mencapai nilai 140/90
mmHg, atau kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan tekanan
diastolik 15 mmHg di atas nilai normal (Junaidi, 2010).
b) Klasifikasi Hipertensi
1. Hipertensi kronik dalam kehamilan adalah tekanan darah
≥140/90 mmHg yang didapatkan sebelum kehamilan atau
sebelum umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi tidak
menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria. Eklampsia adalah
preeklampsi yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma.
3. Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia superimposed
upon chronic hypertension) adalah hipertensi kronik disertai
tanda- tanda preeklampsi atau hipertensi kronik disertai
proteinuria.
4. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada
kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang
setelah 3 bulan pascapersalinan atau kematian dengan tanda-tanda
preeklampsi tetapi tanpa proteinuria (Prawirohardjo, 2013).

3|Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan


Tabel 1. Perbedaan gambaran klinis antara hipertensi kronik,
hipertensi gestasional dan preeklampsia (Suyono S, 2009).

Gambaran Klinis Hipertensi Hipertensi Preeklampsia


Kronik Gestasional
Saatnya Muncul Kehamilan Biasanya Kehamilan <20
Hipertensi <20 minggu Trimester III Minggu
Derajat HT Ringan-berat Ringan Ringan-berat
Proteinuria Tidak ada Tidak ada Biasanya ada
Serum Urat > 5,5 Jarang Tidak ada Ada pada semua
mg/dl kasus
Hemokonsenterasi Tidak ada Tidak ada Ada pada kasus
P Preeklampsi berat
Trombositopenia Tidak ada Tidak ada Ada pada kasus
Preeklampsi berat
Disfungsi Hati Tidak ada Tidak ada Ada pada kasus
P Preeklampsi berat

c) Faktor Resiko
1. Faktor Maternal
a. Usia maternal
Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia
20-30 tahun. Komplikasi maternal pada wanita hamil dan
melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih
tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-
29 tahun. Dampak dari usia yang kurang, dapat menimbulkan
komplikasi selama kehamilan. Setiap remaja primigravida
mempunyai risiko yang lebih besar mengalami hipertensi
dalam kehamilan dan meningkat lagi saat usia diatas 35 tahun
(Manuaba , 2010)

4|Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan


b. Primigravida
Sekitar 85% hipertensi dalam kehamilan terjadi pada
kehamilan pertama. Jika ditinjau dari kejadian hipertensi dalam
kehamilan, graviditas paling aman adalah kehamilan kedua
sampai ketiga (Katsiki N et al., 2010).
c. Riwayat keluarga
Terdapat peranan genetik pada hipertensi dalam kehamilan.
Hal tersebut dapat terjadi karena terdapat riwayat keluarga
dengan hipertensi dalam kehamilan (Muflihan FA, 2012).
d. Riwayat hipertensi
Riwayat hipertensi kronis yang dialami selama kehamilan
dapat meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, dimana komplikasi tersebut dapat mengakibatkan
superimpose preeclampsi dan hipertensi kronis dalam
kehamilan (Manuaba, 2010).
e. Tingginya indeks massa tubuh
Tingginya indeks massa tubuh merupakan masalah gizi karena
kelebihan kalori, kelebihan gula dan garam yang bisa menjadi
faktor risiko terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif,
seperti diabetes melitus, hipertensi dalam kehamilan, penyakit
jantung koroner, reumatik dan berbagai jenis keganasan
(kanker) dan gangguan kesehatan lain. Hal tersebut berkaitan
dengan adanya timbunan lemak berlebih dalam tubuh
(Muflihan FA, 2012).
f. Gangguan ginjal
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal akut yang diderita pada ibu
hamil dapat menyebabkan hipertensi dalam kehamilan. Hal
tersebut berhubungan dengan kerusakan glomerulus yang
menimbulkan gangguan filtrasi dan vasokonstriksi pembuluh
darah (Muflihan FA, 2012).

5|Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan


2. Faktor kehamilan
Faktor kehamilan seperti molahilatidosa, hydrops fetalis dan
kehamilan ganda berhubungan dengan hipertensi dalam
kehamilan. Preeklampsi dan eklampsi mempunyai risiko 3 kali
lebih sering terjadi pada kehamilan ganda. Dari 105 kasus bayi
kembar dua, didapatkan 28,6% kejadian preeklampsi dan satu
kasus kematian ibu karena eklampsi (Manuaba, 2010).
d) Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui
dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya
hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori yang
dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut
adalah ( Prawirohardjo, 2013) :
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran
darah dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika.
Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa
arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteri radialis.
Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis
dan memberi cabang arteri spiralis.
Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi
invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis yang
menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut, sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan
sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi
gembur dan memudahkan lumen spiralis mengalami distensi
dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri apiralis ini
memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan
resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero
plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan
perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin

6|Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan


pertumbuhna janin dengan baik. Proses ini dinamakan
“remodeling arteri spiralis” yang dapat dilihat pada

Gambar 1. Remodeling pembuluh darah pada kehamilan normal dan hipertensi


dalam kehamilan (Powe CE, et al., 2014)

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel


trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks
sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis tidak memungkinkan
mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relatif mengalami vasokontriksi, dan terjadi kegagalan
“remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah utero
plasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia
plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan
perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis
hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.

2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel


a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada
hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling
arteri spiralis”, dengan akibat plasenta mengalami iskemia.

7|Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan


Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan
menghasilkan oksidan (radikal bebas). Oksidan atau
radikal bebas adalah senyawa penerima molekul yang
mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu
oksidan penting yang dihasilkan iskemia plasenta adalah
radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap
membran sel endotel pembuluh darah. Produksi oksidan
pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan
memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya
radikal bebas dalam darah, maka hipertensi dalam
kehamilan disebut “toxaemia”.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang
mengandung banyak asam lemak tidak jernih menjadi
peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak
membran sel, juga akan merusak nukleus dan protein sel
endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh
yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi
antioksidan.
b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam
kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa
kadar oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat,
sedangkan antioksidan, misalnya vitamin E pada hipertensi
dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominan kadar
oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida
lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksik ini
akan beredar di seluruh tubuh melalui aliran darah dan
akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel
lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak,
karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah
dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam

8|Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan


lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal
hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
c. Disfungsi
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak,
maka terjadi kerusakan sel endotel, yang kerusakannya
dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel
endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini
disebut “disfungsi endotel” (endothelial disfunction). Pada
waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan
disfungsi sel endotel, maka akan terjadi :
1) Ganggguan metabolisme prostaglandin, karena salah
satu fungsi endotel adalah memproduksi prostaglandin,
yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2) suatu
vasodilator kuat.
2) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang
mengalami kerusakan. Agregasi trombosit ini adalah
untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel yang
mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi
tromboksan (TXA2) suatu vasokontriktor kuat.
Dalam keadaan normal perbandingan kadar
protasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin
(vasodilator). Pada preeklampsi kadar tromboksan lebih
tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi
vasokonstriksi, maka terjadi kenaikan tekana darah.
3) Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus
(glomerular endotheliosis).
4) Peningkatan permeabilitas kapiler.
5) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu
endotelin. Kadar vasodilator menurun, sedangkan
endotelin (vasokontriksi) meningkat.

9|Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan


6) Peningkatan faktor koagulasi.
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi
dalam kehamilan dengan fakta sebagai berikut :
a. Primigravida mempunyai resiko lebih besar terjadinya
hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan
multigravida.
b. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai
resiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan
jika dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.
c. Seks oral mempunyai resiko lebih rendah terjadinya
hipertensi dalam kehamilan. Lamanya periode hubungan
seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini,
makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak
adanya “hasil konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini
disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G
(HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon
imun, sehingga ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta).
Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas
janin dari lisis oleh natural killer cell (NK) ibu.
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel
trofoblas kadalam jaringan desidua ibu, jadi HLA-G
merupakan prokondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke
dalam jaringan desidua ibu disamping untuk menghadapi
sel natural killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan,
terjadi penurunan HLA-G. Berkurngnya HLA-G di desidua
didaerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam
desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan
desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga mepermudah

10 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
terjadinya reaksi inflamasi kemungkinan terjadi immune-
maladaptation pada preeklampsia.
Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang
mempunyai kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata
mempunyai proporsi sel yang lebih rendah di banding pada
normotensif.
4. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hamil normal pembulu darah refrakter tehadap bahan-
bahan vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak
peka tehadap rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan
kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan
respons vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya
refrakter pembuluh daerah terhadap bahan vasopresor adalah
akibat dilindungi oleh adanya sitensis prostaglandin pada sel
endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya
rafrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi
prostaglandin sintensa inhibitor (bahan yang menghambat
produksi prostaglandin). Prostaglandin ini di kemudian hari
ternyata adalah prostasiklin.
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter
terhadap bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi
peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor.
Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi peka
terhadap bahan vasopresor. Banyak peneliti telah
membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-
bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah
terjadi pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada
kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan,
sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu.

11 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya
hipertensi dalam kehamilan.
e) Diagnosis
1. Anamnesis
Dilakukan anamnesis pada pasien/keluarganya mengenai
adanya gejala, penyakit terdahulu, penyakit keluarga dan
gaya hidup sehari-hari. Gejala dapat berupa nyeri kepala,
gangguan visus, rasa panas dimuka, dispneu, nyeri dada,
mual muntah dan kejang. Penyakit terdahulu seperti
hipertensi dalam kehamilan, penyulit pada pemakaian
kontrasepsi hormonal, dan penyakit ginjal. Riwayat gaya
hidup meliputi keadaan lingkungan sosial, merokok dan
minum alkohol (POGI, 2010).
2. Pemeriksaan Fisik
Evaluasi tekanan darah dilakukan dengan cara meminta
pasien dalam posisi duduk di kursi dengan punggung
bersandar pada sandaran kursi, lengan yang akan diukur
tekanan darahnya, diletakkan setinggi jantung dan bila perlu
lengan diberi penyangga. Lengan atas harus dibebaskan dari
baju yang terlalu ketat melingkarinya. Pada wanita hamil bila
tidak memungkinkan duduk, dapat miring kearah kiri. Pasien
dalam waktu 30 menit sebelumnya tidak boleh minum kopi
dan obat dan tidak minum obat-obat stimulant adrenergik
serta istirahat sedikitnya 5 menit sebelum dilakukan
pengukuran tekanan darah (POGI, 2010).
Alat yang dipakai untuk mengukur tekanan darah adalah
sphygmomanometer. Letakkan manset atau bladder cuff di
tengah arteri brachialis pada lengan kanan, sisi bawah manset
kurang lebih 2,5 cm diatas fosa antecubital. Manset harus
melingkari sekurang- kurangnya 80% dari lingkaran lengan
atas dan menutupi 2/3 lengan atas. Menentukan tekanan

12 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
sistolik palpasi dengan cara palpasi pada arteri radialis dekat
pergelangan tangan dengan dua jari sambil pompa cuff
sampai denyut nadi arteri radialis menghilang. Baca berapa
nilai tekanan ini pada manometer, kemudian buka kunci
pompa. Selanjutnya untuk mengukur tekanan darah, cuff
dipompa secara cepat sampai melampaui 20-30 mmHg diatas
tekanan sistolik palpasi. Pompa dibuka untuk menurunkan
mercury dengan kecepatan 2-3 mmHg/detik. Tentukan
tekanan darah sistolik dengan terdengarnya suara pertama
(Korotkoff I) dan tekanan darah diastolik pada waktu
hilangnya denyut arteri brakhialis (POGI, 2010).
Pengukuran tekanan darah dengan posisi duduk sangat
praktis, untuk skrining. Namun pengukuran tekanan darah
dengan posisi berbaring, lebih memberikan hasil yang
bermakna, khususnya untuk melihat hasil terapi. Pengukuran
tekanan darah tersebut dilakukan dalam dua kali atau lebih
(POGI, 2010).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam kasus hipertensi
sebagai komplikasi kehamilan adalah proteinuria, untuk
diagnosis dini preeklampsi yang merupakan akibat dari
hipertensi kehamilan. Pemeriksaan proteinuria dapat
dilakukan dengan dua metode, yaitu secara Esbach dan
Dipstick. Pengukuran secara Esbach, dikatakan proteinuria
jika didapatkan protein ≥300 mg dari 24 jam jumlah urin.
Nilai tersebut setara dengan kadar proteinuria ≥30 mg/dL (+1
dipstick) dari urin acak tengah yang tidak menunjukkan
tanda- tanda infeksi saluran kencing. Interpretasi hasil dari
proteinuria dengan metode dipstick adalah (POGI, 2010) :

13 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
f) Pencegahan
Strategi yang dilakukan guna mencegah hipertensi dalam
kehamilan meliputi upaya nonfarmakologi dan farmakologi.
Upaya nonfarmakologi meliputi edukasi, deteksi prenatal dini
dan manipulasi diet. Sedangkan upaya farmakologi mencakup
pemberian aspirin dosis rendah dan antioksidan (Cunningham G,
2013).
1. Penyuluhan untuk kehamilan berikutnya
Wanita yang mengalami hipertensi selama kehamilan harus
dievaluasi pada masa postpartum dini dan diberi penyuluhan
mengenai kehamilan mendatang serta risiko kardiovaskular
mereka pada masa yang akan datang. Wanita yang
mengalami preeklampsi-eklampsia lebih rentan mengalami
penyulit hipertensi pada kehamilan berikutnya (James R dan
Catherine N, 2004). Edukasi mengenai beberapa faktor risiko
yang memperberat kehamilan dan pemberian antioksidan
vitamin C pada wanita berisiko tinggi dapat menurunkan
angka morbiditas hipertensi dalam kehamilan (Cunningham
G, 2013).
2. Deteksi pranatal dini
Selama kehamilan, waktu pemeriksaan pranatal dijadwalkan
1 kali saat trimester pertama, 1 kali saat trimester kedua dan
2 kali pada trimester ketiga. Kunjungan dapat ditambah
tergantung pada kondisi maternal. Dengan adanya
pemeriksaan secara rutin selama kehamilan dapat dilakukan
deteksi dini hipertensi dalam kehamilan. Wanita dengan
hipertensi yang nyata (≥140/90mmHg) sering dirawat
inapkan selama 2 sampai 3 hari untuk dievaluasi keparahan
hipertensi kehamilannya yang baru muncul. Meskipun
pemilihan pemeriksaan laboratorium dan tindakan tambahan
tergantung pada sifat keluhan utama dan biasanya merupakan

14 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
bagian rencana diagnostik, pemeriksaan sel darah lengkap
dengan asupan darah, urinalisis serta golongan darah dan
rhesus menjadi tiga tes dasar yang memberikan data objektif
untuk evaluasi sebenarnya pada setiap kedaruratan obstetri
ginekologi. Hal tersebut berlaku pada hipertensi dalam
kehamilan, urinalisis menjadi pemeriksaan utama yang dapat
menegakkan diagnosis dini pada preeklampsi (Cunningham
G, 2013).
3. Manipulasi diet
Salah satu usaha awal yang ditujukan untuk mencegah
hipertensi sebagai penyulit kehamilan adalah pembatasan
asupan garam. Diet tinggi kalsium dan pemberian kapsul
dengan kandungan minyak ikan dapat menyebabkan
penurunan bermakna tekanan darah serta mencegah
hipertensi dalam kehamilan (Cunningham G, 2013).
4. Aspirin dosis rendah
Penelitian pada tahun 1986, melaporkan bahwa pemberian
aspirin 60 mg atau placebo pada wanita primigravida
mampu menurunkan kejadian preeklampsi. Hal tersebut
disebabkan karena supresi selektif sintesis tromboksan oleh
trombosit serta tidak terganggunya produksi prostasiklin
(Cunningham G, 2013).
5. Antioksidan
Terapi antioksidan secara bermakna menurunkan aktivasi sel
endotel dan mengisyaratkan bahwa terapi semacam ini
bermanfaat dalam pencegahan hipertensi kehamilan,
terutama preeklampsi. Antioksidan tersebut dapat berupa
vitamin C dan E (Cunningham G, 2013).

15 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
2.1.2 Preeklampsi
a) Pengertian Preeklamsi
Preeklampsi adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria (Prawiroharjo, 2013). hal-hal
yang perlu diperhatikan :
1. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥140/90
mmHg. Pengukuran darah dilakukan sebanyak 2 kali pada selang
waktu 4-6 jam.
2. Proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin selama 24
jam atau sama dengan ≥1+ dipstic.
3. Edema, sebelumnya edema tungkai dipakai sebagai tanda-tanda
preeklampsi tetapi sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi,
kecuali edema generalisata. Selain itu bila di dapatkan kenaikan
berat badan >0,57 kg/minggu
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal
terhadap adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan
koagulasi. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya
hipertensi dan proteinuria pada usia kehamilan diatas 20 minggu.
Edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat
banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal. (POGI,
2014).
b) Etiologi
Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum bisa diketahui secara
pasti. Namun banyak teori yang telah dikemukakan tentang
terjadinya hipertensi dalam kehamilan tetapi tidak ada satupun teori
tersebut yang dianggap benar-benar mutlak. Beberapa faktor resiko
ibu terjadinya preeklampsi :
1. Paritas
Kira-kira 85% preeklampsi terjadi pada kehamilan pertama.
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari kejadian

16 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
preeklampsi dan risiko meningkat lagi pada grandemultigravida
(Bobak, 2005). Selain itu primitua, lama perkawinan ≥4 tahun
juga dapat berisiko tinggi timbul preeklampsi.
2. Usia
Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 23-35 tahun.
Kematian maternal pada wanita hamil dan bersalin pada usia
dibawah 20 tahun dan setelah usia 35 tahun meningkat, karena
wanita yang memiliki usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35
tahun di anggap lebih rentan terhadap terjadinya preeklampsi
(Cunningham, 2013).
3. Riwayat hipertensi
Riwayat hipertensi adalah ibu yang pernah mengalami hipertensi
sebelum hamil atau sebelum umur kehamilan 20 minggu. Ibu
yang mempunyai riwayat hipertensi berisiko lebih besar
mengalami preeklampsi, serta meningkatkan morbiditas dan
mortalitas maternal dan neonatal lebih tinggi. Diagnosa
preeklampsi ditegakkan berdasarkan peningkatan tekanan darah
yang disertai dengan proteinuria atau edema anasarka
(Cunningham, 2013).
4. Sosial ekonomi
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita yang sosial
ekonominya lebih maju jarang terjangkit penyakit preeklampsi.
Secara umum, preeklampsi/eklampsi dapat dicegah dengan
asuhan pranatal yang baik. Namun pada kalangan ekonomi yang
masih rendah dan pengetahuan yang kurang seperti di negara
berkembang seperti Indonesia insiden preeklampsi/eklampsi
masih sering terjadi (Cunningham, 2013).
5. Hiperplasentosis/kelainan trofoblast
Hiperplasentosis/kelainan trofoblas juga dianggap sebagai faktor
predisposisi terjadinya preeklampsi, karena trofoblas yang
berlebihan dapat menurunkan perfusi uteroplasenta yang

17 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat
mengakibatkan terjadinya vasospasme, dimana vasospasme
adalah dasar patofisiologi preeklampsi/eklampsi (Prawirohardjo,
2008; Cunningham, 2013).
6. Genetik
Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotip janin.
Telah terbukti pada ibu yang mengalami preeklampsi 26% anak
perempuannya akan mengalami preeklampsi pula, sedangkan 8%
anak menantunya mengalami preeklampsi. Karena biasanya
kelainan genetik juga dapat mempengaruhi penurunan perfusi
uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel
yang dapat menyebabkan terjadinya vasospasme yang merupakan
dasar patofisiologi terjadinya preeklampsi/eklampsi (Cunningham,
2013).
7. Obesitas
Obesitas adalah adanya penimbunan lemak yang berlebihan di
dalam tubuh. Obesitas merupakan masalah gizi karena kelebihan
kalori, biasanya disertai kelebihan lemak dan protein hewani,
kelebihan gula dan garam yang kelak bisa merupakan faktor
risiko terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti
diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, reumatik
dan berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan
lain. Hubungan antara berat badan ibu dengan risiko preeklampsi
bersifat progresif, meningkat dari 4,3% untuk wanita dengan
indeks massa tubuh kurang dari 19,8 kg/m2 terjadi peningkatan
menjadi 13,3 % untuk mereka yang indeksnya ≥35 kg/m2
(Cunningham, 2013; Mansjoer, 2008).
c) Klasifikasi
Preeklampsi merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat
membahayakan kesehatan maternal maupun neonatal. Gejala klinik

18 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
preeklampsi dapat dibagi menjadi preeklampsi ringan dan
preeklampsi berat :
1. Preeklampsi ringan (PER)
a. Pengertian
Preeklampsi ringan adalah suatu sindrom spesifik
kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat
terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel
(Prawirohardjo, 2013).
b. Diagnosis
Diagnosis preeklampsi ringan menurut Prawirohardjo
2013, ditegakkan berdasarkan atas munculnya hipertensi
disertai proteinuria pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu
dengan ketentuan sebagai berikut :
i. TD : ≥140/90 mmHg
ii. Proteinuria : ≥300 mg/24 jam atau pemeriksaan kualitatif
1 atau 2+
iii. Edema : edema generalisata (edema pada kaki,
tangan,muka,dan perut)
2. Preeklampsi berat (PEB)
a. Pengertian
Preeklampsi berat adalah preeklampsi dengan tekanan
darah ≥160/110 mmHg, disertai proteinuria ≥5 g/24 jam atau
+3 atau lebih (Prawirohardjo, 2013).
b. Diagnosa
Diagnosis preeklampsi berat menurut Prawirohardjo 2013,
ditegakkan bila ditemukan salah satu atau lebih tanda/gejala
berikut:
i. TD ≥ 160/110 mmHg.
ii. Proteinuria ≥5 g per 24 jam, +3 atau +4 dalam
pemeriksaan kualitatif.

19 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
iii. Oliguria yaitu produksi urin kurang dari 500 cc per 24
jam.
iv. Kenaikan kadar kreatinin plasma.
v. Gangguan visus dan serebral, terjadi penurunan kesadaran,
nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur.
vi. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas
abdomen.
vii. Edema paru-paru dan sianosis.
viii. Hemolisis mikroangiopatik.
ix. Trombositopenia berat <100.000 sel/mm3 atau penurunan
trombosit dengan cepat.
x. Gangguan fungsi hepar.
xi. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat.
xii. Sindrom HELLP.

d) Patofisiologi
Perubahan pada sistem dan organ pada preeklampsi menurut
Prawirohardjo 2013 adalah:
1. Perubahan kardiovaskular
Penderita preeklampsi sering mengalami gangguan fungsi
kardiovaskular yang parah, gangguan tersebut pada dasarnya
berkaitan dengan pompa jantung akibat hipertensi (Cunningham,
2013).
2. Ginjal
Terjadi perubahan fungsi ginjal disebabkan karena menurunnya
aliran darah ke ginjal akibat hipovolemi, kerusakan sel
glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran
basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan
proteinuria. Gagal ginjal akut akibat nekrosis tubulus ginjal.
Kerusakan jaringan ginjal akibat vasospasme pembuluh darah

20 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
dapat diatasi dengan pemberian dopamin agar terjadi vasodilatasi
pada pembuluh darah ginjal.
3. Viskositas darah
Vaskositas darah meningkat pada preeklampsi, hal ini
mengakibatkan meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya
aliran darah ke organ.
4. Hematokrit
Hematokrit pada penderita preeklampsi meningkat karena
hipovolemia yang menggambarkan beratnya preeklampsi.
5. Edema
Edema terjadi karena kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang
patologi bila terjadi pada kaki tangan/seluruh tubuh disertai
dengan kenaikan berat badan yang cepat.
6. Hepar
Terjadi perubahan pada hepar akibat vasospasme, iskemia, dan
perdarahan. Perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan
terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar.
Perdarahan ini bisa meluas yang disebut subkapsular hematoma
dan inilah yang menimbulkan nyeri pada daerah epigastrium dan
dapat menimbulkan ruptur hepar.
7. Neurologik
Perubahan neurologik dapat berupa, nyeri kepala di sebabkan
hiperfusi otak. Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat
terjadi ganguan visus.
8. Paru
Penderita preeklampsi berat mempunyai resiko terjadinya edema
paru. Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri,
kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapiler paru, dan
menurunnya diuresis.

21 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
e) Pencegahan
1. Pencegahan Primer Preeklampsia Rekomendasi:
a. Perlu dilakukan skrining risiko terjadinya preeklampsia untuk
setiap wanita hamil sejak awal kehamilannya.
b. Pemeriksaan skrining preeklampsia selain menggunakan
riwayat medis pasien seperti penggunaan biomarker dan USG
Doppler Velocimetry masih belum dapat direkomendasikan
secara rutin, sampai metode skrining tersebut terbukti
meningkatkan luaran kehamilan
2. Pencegahan Sekunder Preeklampsia Rekomendasi:
a. Istirahat di rumah tidak di rekomendasikan untuk pencegahan
primer preeklampsia.
b. Tirah baring tidak direkomendasikan untuk memperbaiki
luaran pada wanita hamil dengan hipertensi (dengan atau tanpa
proteinuria).
c. Pembatasan garam untuk mencegah preeklampsia dan
komplikasinya selama kehamilan tidak direkomendasikan.
d. Penggunaan aspirin dosis rendah (75mg/hari)
direkomendasikan untuk prevensi preeklampsia pada wanita
dengan risiko tinggi.
e. Aspirin dosis rendah sebagai prevensi preeklampsia sebaiknya
mulai digunakan sebelum usia kehamilan 20 minggu.
f. Suplementasi kalsium minimal 1 g/hari direkomendasikan
terutama pada wanita dengan asupan kalsium yang rendah.
g. Penggunaan aspirin dosis rendah dan suplemen kalsium
(minimal 1g/hari) direkomendasikan sebagai prevensi
preeklampsia pada wanita dengan risiko tinggi terjadinya
preeklampsia.
h. Pemberian vitamin C dan E tidak direkomendasikan untuk
diberikan dalam pencegahan preeklampsia.

22 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
2.1.3 Eklampsi
a) Pengertian Eklampsia
Eklampsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita
dengan preeklampsia yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain.
Kejang bersifat grand mal atau tonik-klonik generalisata dan
mungkin timbul sebelum, selama atau setelah persalinan. Eklampsia
paling sering terjadi pada trimester akhir dan menjadi sering
mendekati aterm. Pada umumnya kejang dimulai dari makin
memburuknya preeklampsia dan terjadinya gejala nyeri kepala
daerah frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri epigastrium dan
hiperrefleksia. Konvulsi eklampsi dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu
(Prawirohardjo, 2013).
b) Pencegahan
Pre eklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi
kehamilan ynag berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Oleh
karena itu, pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi
kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian. Untuk
mencegah kejadian Pre eklampsia ringan dapat dilakukan nasehat
tentang dan berkaitan dengan:
1. Diet-makanan
2. Istirahat yang cukup
3. Pengawasan antenatal (hamil)
4. Penyuluhan untuk kehamilan berikutnya
5. Deteksi pranatal dini (Cunningham G, 2013).
c) Penanganan
Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai terapi lini
pertama eklampsia. Tujuan utama tatalaksana terapi eklampsia
adalah mencegah dan mengatasi kejang, mencegah dan mengatasi
penyulit khususnya krisis hipertensi, mencapai stabilisasi ibu
seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada waktu
yang tepat dan dengan cara yang tepat. (Angsar, 2010).

23 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Terapi suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi
organ-organ vital dengan memberikan tindakan-tindakan untuk
memperbaiki asidosis, mempertahankan ventilasi paru-paru,
mengatur tekanan darah, dan mencegah kegagalan jantung. Nursing
care sangat penting pada penderita yang mengalami kejang dan
koma, meliputi cara-cara perawatan penderita dalam suatu kamar
terisolasi, mencegah aspirasi, mengatur infus, dan monitoring
produksi urin (Angsar, 2010).
Terapi medisinal pada pasien eklampsia sama seperti pada
preeklampsia berat. Sikap terhadap kehamilan adalah semua
kehamilan dengan eklampsia harus diterminasi tanpa memandang
umur kehamilan dan keadaan janin. Kehamilan diterminasi setelah
tercapai stabilisasi kondisi ibu (Angsar, 2010).
Antikonvulsan yang aman digunakan untuk mencegah dan
mengatasi kejang pada eklampsia adalah magnesium sulfat
dibandingkan antikonvulsan konvensional lainnya seperti golongan
benzodiazepin atau fenitoin (WHO, 2011).
Magnesium sulfat adalah antikonvulsan dengan kategori B
pada kehamilan. Sebagian besar antikonvulsan konvensional
termasuk dalam kategori D apabila digunakan dalam kehamilan.

2.2 Anemia
2.2.1 Pengertian
1. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar
hemoglobin < 10,5 gr% pada trimester II ( Depkes RI, 2009 ).
2. Anemia pada kehamilan didefinisikan sebagai kadar Hb <11 g
pada trimester pertama dan ketiga, serta Hb<10,5 g/dl pada
trimester kedua. Volume plasma naik sebanyak 40-45%,
disproporsi ini paling besar saat trimester kedua. Pada trimester
ketiga, volume plasma menurun dan masa hemoglobin meningkat.

24 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Diperkirakan selama kehamilan volume plasma meningkat tiga kali
lebih banyak dibandingkan peningkatan eritrosit. Anemia pada
kehamilan mempengaruhi vaskularisasi plasenta. Angiogenesis,
yang terjadi pada masa awal kehamilan menjadi tidak optimal.
(Permata sari, 2013)
3. Anemia merupakan suatu keadaan adanya penurunan kadar
hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal.
Pada penderitan anemia, lebih sering disebut kurang darah, kadar
sel darah merah (hemoglobin/Hb) dibawah nilai normal.
Penyebabnya bisa karena kurangnya zat besi untuk pembentukan
darah merah, misalnya zat besi, asam folat, dan vitamin B12.
Tetapi yang sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat
besi.(Prawirohardjo, 2014)
2.2.2 Klasifikasi Anemia
1. Anemia Defisiensi Zat Besi
Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang disebabkan
oleh kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi
(Fe) untuk eritropoisis tidak cukup yang ditandai dengan gambaran
sel darah merah hipokrom-mikrositer. Kadar besi serum (serum
iron) dan jenuh transperin menurun. Kapasitas besi atau meninggi
dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta ditempat yang lain
sangat kurang atau tidak ada sama sekali. (Asrina, dkk. 2014)
Karena kekurangan asupan zat besi sehingga produksi
hemoglobin akan melambat dan tidak cukup untuk menompong ibu
dan janin. Anemia defisiensi besi selama kehamilan, terjadi
peningkatan kebutuhan zat besi menjadi 1000 mg, sebanyak 300
mg digunakan untuk petus dan plasenta. 500 mg unntuk produksi
Hb dan 200 mg hilang melalui saluran cerna, urin, kulit. Anemia
defisiensi besi dalam kehamilan merupakan konsekuensi utama
ekspansi volume plasma relatif terhadap masa hemoglobin. Gejala
yang dirasakan biasanya nonspesifik: lemas, mudah lelah, pucat,

25 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
sakit kepala, palpitasi, takikardia, dan sesak nafas. apabila anemia
berat sudah bertahan lama dapat muncul stomatitis angualaris,
glositis, dan koilonikia. (Tanto Chris, 2014) .
Menurut WHO 40% kematian ibu di negara berkembang
berkaitan dengan anemia pada kehamilan dan kebanyakan anemia
pada kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan
akut, bahkan tidak jarang keduanya saling
berinteraksi.(Rukiyah,dkk. 2010)
Dampak kekurangan zat besi pada wanita hamil dapat diamati
dari besarnya angka kesakitan dan kematian maternal, peningkatan
angka kesakitan dan kematian janin serta peningkatan resiko
terjadinya berat badan lahir rendah. Penyebab utama kematian
maternal antara lain perdarahan pascapartum (di samping
eklamsidan penyakit infeksi) dan plasenta previa yang semuanya
bersumber pada anemia defisiensi zat besi.(Arisman, 2010)
2. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena
defisiensi asam folat. Anemia ini bisa terjadi dikarenakan
kekurangan asupan folat yang berguna untuk membantu
pembentukan sel darah merah yang berfungsi mengangkut oksigen
ke seluruh tubuh. Folat juga masih termasuk dalam komponen
vitamin B1, sama halnya dengan vitamin B12. Kebutuhan folat
pada ibu hamil juga perlu tambahan. Karena jika ibu yang sedang
hamil sangat kekurangan asupan folat,maka akan beresiko terhadap
janin dengan cacat lahir
3. Anemia Hipoplastik
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum
tulang kurang mampu membuat sel-sel darah merah. Dimana
etiologinya belum diketahui dengan pasti kecuali sepsis, sinar
rontgen, racun dan obat-obatan.

26 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
4. Anemia Hemolitik
Anemia yang disebabkan karena penghancuran sel darah
merah berlangsung lebih cepat, yaitu penyakit malaria.
2.2.3 Patofisiologi
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh
karena perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta
dan pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai
pada trimester ke-II dan maksimum terjadi pada bulan ke-9 dan
meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterem serta
kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan
volume plasma seperti laktogen plasma yang meningkatkan sekresi
aldesteron.(Koes Irianto, 2015)
2.2.4 Etiologi
Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah,
pertambahan, tidak sebanding dengan pertambahan plasma, kurangnya
zat besi dalam makanan, kebutuhan zat besi meningkat. (Manuaba,
2010)
2.2.5 Gejala Klinis
Untuk menegakan diagnosis anemia kehamilan dapat dilakukan
dengan anamnesa pada anamnesa didapatkan keluhan seperti cepat lelah,
sering pusing, badan sering terasa lesu dan kurang bergairah, mata
berkunang-kunang, mudah mengantuk, bahkan sering terasa limbung
rasanya ingin pingsan, dan keluhan mual muntah lebih hebat pada
kehamilan muda pemeriksaan dan pengawasan Hb dapa dilakukan
dengan menggunkan sahli. Tabel 2 : Derajat Anemia
Nilai Hb Kriteria
Hb 11 gr% Tidak anemia
9-10 gr% Anemia ringan
7-8 gr% Anemia sedang
<7 gr% Anemia berat

27 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan
yaitu pada trimester I dan trimester III dengan pertimbangan bahwa
sebagian ibu hamil mengalami anemia.(Manuaba, 2012)
2.2.6 Dampak
1. Pengaruh anemia pada kehamilan sebagai berikut:
a. Dapat terjadi abortus.
b. Persalinan prematuritas.
c. Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim.
d. Mudah terjadi infeksi.
e. Ancaman dekompensi kordis (Hb<6gr%).
f. Mola hidatidosa.
g. Hiperemesis gravidarum.
h. Perdarahan anterpartum.
i. Ketuban pecah dini (KPD).(Manuaba, 2012)
2. Bahaya terhadap janin
Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai kebutuhan
dari ibunya tetapi dengan anemia akan mengurangi kemampuan
metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam rahim. akibat anemia dapat terjadi
gangguan dalam bentuk:
a. Abortus.
b. Terjadi kematian intrauterun.
c. Berat badan lahir rendah.
d. Dapat terjadi cacat bawaan.
e. Bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal.
f. Inteligensia rendah.(Manuaba, 2012)
2.2.7 Tata laksana
a. Menurut Pusiastuti (2012) Penatalaksanaan anemia pada ibu hamil
yaitu :
1. Makan tablet tambah darah sehari 1 tablet/minimal 90 tablet
selama hamil.

28 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
2. Makan yang banyak mengandung zat besi misalnya daging,
sayuran hijau seperti bayam, daun singkong, kangkung, kacang-
kacangan dan lain-lainnya. Makanan yang dianjurkan untuk ibu
hamil agar tidak terkena anemia yaitu :
a) K ehamilan triwulan I
Beri makan porsi kecil tapi sering, makanan yang segar-segar
contohnya susu, sop, buah-buahan, biscuit dan lain-lain
b) Kehamilan triwulan II
Meningkatkan makanan zat tenaga seperti nasi, roti, mie dan
meningkatkan makanan zat pembangun berupa lauk pauk dn zat
pengatur yaitu sayur dan buah.
c) Kehamamilan triwulan III
Jumlah makanan yang dibutuhkan sama dengan kehamilan
trwulan II danminum tablet tambah darah 1butir perhari
(minimal 90 butir selama hamil) (Ratna Dewi Pudiastuti, 2012)
b. Menurut (Tanto Chris, 2014) Penatalaksanaan anemia pada ibu
hamil yaitu :
1. Terapi non medika mentosa
a) Konsumsi makanan yang mengandung banyak zat besi: hati,
daging merah, sayuran hijau. Selain itu meningkatkan
b) Konsumsi enhancer penyerapan besi: buah-buahan dan
sayuran (vitamin c)
Menghindari atau menghambat penyerapan besi seperti kopi
dan teh.
2. Terapi medika mentosa
a) Pemberian preparat besi oral perosulfat, peropumarat, atau
peroglukonat. frekuensi pemberian satu kali sehari dilanjut
sampai tiga bulan setelah melahirkan untuk mengembalikan
cadangan besi.
b) Apabila obat oral tidak bisa ditoleransi dapat diberikan secara
suntikan diberikan kepada pasien anemia berat Hb <8 g/dl.

29 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
c) Pemberian tablet vitamin C.(Tanto Chris, 2014)

2.3 Kehamilan Lebih Bulan


2.3.1 Pengertian

Menurut Manuaba (2009), kehamilan lewat waktu atau yang


disebut juga kehamilan serotinus, prolonged pregnancy, atau post-
term pregnancy adalah kehamilan dengan usia kehamilan telah lebih
dari 42 minggu lengkap mulai dari hari menstruasi pertama.

WHO, dalam Kemenkes RI (2013) mendefinisikan kehamilan


serotinus sebagai kehamilan dengan usia kehamilan lebih dari 42
minggu penuh (294 hari) terhitung sejak hari pertama haid terakhir.

Kehamilan serotinus (sering disebut juga kehamilan lebih bulan,


atau kehamilan memanjang atau lewat bulan) merupakan kehamilan
dengan waktu yang memanjang melebihi akhir minggu 42 gestasi,
atau 294 hari dari hari pertama periode menstruasi terakhir
(Lowdermik, Perry, Cashion, 2012).

Kehamilan serotinus lebih sering terjadi pada primigravida muda


dan primigravida tua atau pada grandemultiparitas. Kehamilan
serotinus sebagian akan menghasilkan keadaan neonatus dengan
dysmaturitas. Kematian perinatalnya 2-3 kali lebih besar dari bayi
yang cukup bulan (Sastrawinata, 2010).

Jadi kehamilan serotinus adalah kehamilan dengan usia kehamilan


yang melebihi 42 minggu atau 294 hari dari hari pertama haid
terakhir.

2.3.2 Etiologi
Menurut Sastrawinata (2010), ada beberapa hal yang berpengaruh
terhadap kejadian serotinus, antara lain sebagai berikut:
a. Faktor potensial

30 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Adanya hormon adrenokortikotropik (ACTH) pada fetus atau
defisiensi enzim sulfatase plasenta. Kelainan sistem saraf pusat pada
janin sangat berperan, misalnya pada keadaan anensefal.
b. Semua faktor yang mengganggu mulainya persalinan baik faktor ibu,
plasenta maupun anak. Kehamilan terlama adalah 1 tahun 24 hari
yang terjadi pada keadaan dengan anensefal.
2.3.3 Faktor Predisposisi
Menurut Kemenkes RI (2013) faktor predisposisi kehamilan serotinus
adalah riwayat kehamilan serotinus sebelumnya.
2.3.4 Gambaran Klinis
Menurut Sastrawinata (2010) serotinitas atau postdatism adalah istilah
yang menggambarkan sindrom dismaturitas yang dapat terjadi pada
kehamilan serotinus. Tanda-tanda serotinus sebagai berikut:
a. menghilangnya lemak subkutan;
b. kulit kering, keriput atau retak-retak;
c. pewarnaan mekonium pada kulit;
d. umbilikus dan selaput ketuban, kuku dan rambut panjang;
e. bayi malas.
2.3.5 Diagnosis
Menurut Kemenkes RI (2013) diagnosis kehamilan serotinus sebagai
berikut:
a. UltraSonoGrafi (USG) di trimester pertama (usia kehamilan antara
11-14 minggu) sebaiknya ditawarkan kepada semua ibu hamil
untuk menentukan usia kehamilan dengan tepat.
b. Bila terdapat perbedaan usia kehamilan lebih dari 5 hari
berdasarkan perhitungan hari pertama haid terakhir dan USG,
trimester pertama, waktu taksiran kelahiran harus disesuaikan
berdasarkan hasil USG.
c. Bila terdapat perbedaan usia kehamilan lebih dari 10 hari
berdasarkan perhitungan hari pertama haid terakhir dan USG,

31 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
trimester kedua, waktu taksiran kelahiran harus disesuaikan
berdasarkan hasil USG
d. Ketika terdapat hasil USG trimester pertama dan kedua, usia
kehamilan ditentukan berdasarkan hasil USG yang paling awal.
e. Jika tidak ada USG, lakukan anamnesis yang baik untuk
menentukan hari pertama haid terakhir, waktu DJJ pertama
terdeteksi, dan waktu gerakan janin pertama dirasakan.
2.3.5 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
a. kematian janin dalam rahim;
b. akibat insufisiensi plasenta karena menuanya plasenta dan kematian
neonatus yang tinggi;
c. asfiksia adalah penyebab utama kematian dan morbiditas neonatus;
d. pada otopsi neonatus dengan serotinus didapatkan tanda-tanda
hipoksia termasuk adanya petekie pada pleura dan perikardium dan
didapatkan adanya partikel-partikel mekonium pada paru. Secara
hepatologis, kelainan plasenta yang ditemukan adalah kalsifikasi,
edema vili, pseudohiperplasi pada sinsitium, degenerasi fibroid pada
vili, dan miokard infark plasenta (Sastrawinata, 2010).
2.3.6 Kerugian dan Bahaya
Menurut Manuaba (2007) kerugian dan bahaya kehamilan lewat waktu
sebagai berikut:
a. Janin yang kekurangan nutrisi dan oksigen akan mengalami
pengrusakan diri sendiri sehingga metabolisme jaringan lemak
bawah kulit tampak tua dan keriput (gejala janin dengan hamil lewat
waktu).
b. Air ketuban yang makin kental, akan sulit dibersihkan sehingga
dapat menimbulkan gangguan pernapasan saat kelahirannya.
c. Bila gangguan terlalau lama dan berat, janin dapat meninggal dalam
rahim

32 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
d. Mungkin plasenta cukup baik tumbuh kembangnya sehingga dapat
memberi nutrisi cukup dan janin menjadi besar.
e. Dengan makin besarnya janin dalam rahim memerlukan tindakan
operasi persalinan.
f. Kerugian pada ibu tidak terlalu besar, kecuali kemungkinan
persalinan dengan tindakan seperti induksi persalinan, sampai
dengan seksio sesarea.
2.3.7 Tata Laksana
Menurut Kemenkes RI (2013) tata laksana untuk kehamilan serotinus
sebagai berikut:
a. Tatalaksana Umum
1) Sedapat mungkin rujuk pasien ke rumah sakit.
2) Apabila memungkinkan, tawarkan pilihan membrane sweeping
antara usia kehamilan 38-41 minggu setelah berdiskusi mengenai
risiko dan keuntungannya.
3) Tawarkan induksi persalinan mulai dari usia kehamilan 41
minggu
4) Pemeriksaan antenatal untuk mengawasi kehamilan usia 41-42
minggu sebaiknya meliputi non-stress test dan pemeriksaan
volume cairan amnion.
5) Bila usia kehamilan telah mencapai 42 minggu, lahirkan bayi.
b. Tatalaksana Khusus: tidak ada
2.3.8 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kehamilan Serotinus
Menurut Sarwono (2009) sebab terjadinya kehamilan serotinus belum
jelas. Beberapa teori pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya
kehamilan serotinus sebagai gangguan terhadap timbulnya persalinan,
antara lain:
a. Pengaruh Progesteron
Pengaruh hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya
merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam
memacu proses biomolekular pada persalinan dan meningkatkan

33 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis
menduga bahwa terjadinya kehamilan serotinus adalah karena masih
berlangsungnya pengaruh progesteron.
b. Teori Oksitosin
Pemakaian untuk induksi persalinan pada kehamilan serotinus
memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis
memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan
pelepasan oksitosin dari neurohipofisis. Wanita hamil yang kurang
pelepasan oksitosin dari neurohipofisis pada kehamilan lanjut diduga
sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan serotinus.
c. Teori kortisol atau ACTH (Adrenocorticotropic Hormone) janin.
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “ pemberi tanda ” untuk
dimulainya persalinan adalah janin. Hal ini diduga akibat
peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan
mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang
dan memperbesar sekresi esterogen, selanjutnya berpengaruh
terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada janin yang
mengalami cacat bawaan seperti anensefalus, hipoplasia adrenal
janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan
menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga
kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
d. Syaraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser
akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak
ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat
pendek dan bagian bawah masing tinggi, semua hal tersebut diduga
sebagai penyebab terjadinya kehamilan serotinus.
e. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang
mengalami kehamilan serotinus mempunyai kecenderungan untuk
melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya.

34 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Pendapat lain mengatakan bahwa kehamilan serotinus juga bisa
di pengaruhi oleh beberapa hal antara lain:
1) cacat bawaan (contoh: Anencephalus);
2) defisiensi sulfatase plasenta;
3) pemakaian obat obatan yang berpengaruh pula sebagai tokolitik
anti prostaglandin (contoh: salbutamol, progestin, asam
mefenamat, dan sebagainya);
4) tidak di ketahui penyebabnya;
5) pada kasus insufisensi plasenta atau adrenal janin, hormon
prekusor yaitu isoandrosteron sulfat disekresikan dalam cukup
tinggi konversi menjadi estradiol dan secara langsung estriol di
dalam plasenta, contoh klinik mengenai defisiensi prekusor
esterogen adalah anencephalus (Nugroho, 2012).

2.4 Kehamilan Ganda


2.4.1 Pengertian Kehamilan Ganda
1. Kehamilan kembar adalah satu kehamilan dengan dua janin atau
lebih. (Marmi,2011)
2. Kehamilan ganda adalah bila proses fertilisasi menghasilkan janin
lebih dari satu. (Sarwono, 2010)
3. Kehamilan ganda merupakan dimana terdapat dua atau lebih embrio
atau janin sekaligus, kehamilan ganda terjadi apabila dua atau lebih
ovum dilepaskan dan dibuahi atau bila satu ovum yang dibuahi
membelah secara dini hingga membentuk dua embrio yang sama
pada stadium massa sel dalam atau lebih awal. (Taufan, 2012)
2.4.2 Jenis-Jenis Kehamilan Ganda
1. Kehamilan kembar monozigotik
Merupakan kehamilan ganda yang berasal dari satu ovum yang
dibuahi dan membelah secara dini dan membentuk dua embrio yang
sama, kehamilan ini juga disebut hamil kembar identik atau hamil

35 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
kembar homolog atau hamil kembar uniovuler, karena berasal dari
satuovum. Ciri-ciri :
a. Jenis kelamin sama
b. Rupanya sama/ memiiki wajah yang sama (seperti bayangan)
c. Golongan darah sama, cap kaki dan tangan sama
d. Sebagian atau kira-kira 1/3 kehamilan kembar adalah
monozigotik, mempunyai 2 amnion, 2 karion, dan 2 plasenta;
kadang-kadang 2 plasenta menjadi 1. Keadaan ini tidak dapat
dibedakan dengan kembar dizigotik. 2/3 mempunyai 1 plasenta,
1 korion, dan atau 2 amnion. Pada kehamilan kembar
monoamniotik kematian bayi masih sangat tinggi.
e. Pada kembar monozigotik dapat terjadi kelainan pertumbuhan
seperti kembar siam dan insiden kelainan malformasi masih
tinggi.
2. Kehamilan kembar dizigotik
Merupakan kehamilan ganda yang berasal dari 2 atau lebih ovum
yang telah dibuahi, sebagian besar kehamilan ganda adalah dizigotik
atau kehamilan kembar fraternal. Ciri-ciri:
a. Jenis kelamin dapat sama atau berbeda
b. Persamaan seperti adik kakak
c. Golongan darah tidak sama
d. Cap tangan dan kaki tidak sama
e. Sebagian atau kira-kira 2/3 kehamilan kembar adalah dizigotik
yang mempunyai 2 plasenta, 2 korion dan 2 aamnion dan 2
amnion,2 korion, 1 plasenta. (Nugroho, 2012)
2.4.3 Tanda Dan Gejala
1. Ukuran uerus, tinggi fundus uterus, dan lingkar abdomen melebihi
ukuran yang seharusnya untu usia kehamilan akibat pertumbuhan
uterus yang pesat selama trimester ke 2.
2. Mual dan muntah berat( akibat peningkatan kadar HCG)
3. Riwayat bayi kembar dalam kelurga.

36 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
4. Riwayat penggunaan obat penyubur sel telur, seperti sitrat
klomifen( clomid) atau menotropins (pergonal).
5. Pada palpasi abdomen didapat tiga atau lebih bagian besar dan/ atau
banyak bagian kecil, yang akan semakin mudah diraba terutama
pada trimester ketiga.
6. Pada auskultasi ditemukan lebih dari satu bunyi denyut jantung
janin yang jelas-jelas berbeda satu sama lain(berbeda lebih dari 10
denyut jantung permenit dan terpisah dari detak jantung ibu).
2.3.4 Penatalaksanaan
Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas pada kehamilan dengan
penyulit kembar, kita perlu :
1. Pemeriksaan antenatal lebih sering, mulai kehamilan 24 minggu
pemeriksaan dilakukan tiap 2 minggu, sesudah kehamilan 36 minggu
tiap minggu, sehingga tanda-tanda pre-eklamsi dapat diketahui dini
dan penanganannya dapat dikerjakan dengan segera. Setelah
kehamilan 30 minggu, perjalanan jauh dan koitus sebaiknya dilarang
karena dapat merupakan factor predisposisi partus prematurus.
2. Pada kehamilan kebutuhan ibu untuk pertumbuhan hamil kembar
lebih besar dari hamil tunggal, sehingga kebutuhan nutrisinya harus
terpenuhi agar tidak terganggu pertumbuhan janin dalam rahim.
3. Anemia hepokrom tidak jarang terjadi pada kehamilan kembar
karena kebutuhan besi 2 bayi dan penambahan volema darah ibu
sangat meningkat.pemberian sulfas ferosus 3×100 mg secara rutin
perlu dilakukan, selain zat besi dianjurkan untuk memberikan asam
folik sebagai tambahan, yaitu 5 mg asam folat dan satu tablet zatbesi
setiap hari.
4. Mencegah kelahiran janin yang terlalu preterm.
5. Mengidentifikasi gangguan pertumbuhan salah satu atau kedua janin
dan janin yang mengalaminya dilahirkan sebelum sekarat.
6. Mengeliminasi trauma janin selama persalinan dan kelahiran.
7. Mempersiapkan dokter yang ahli dalam perawatan neonates.

37 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
2.3.5 Diagnosis
Diagnosis kehamilan kembar dapat ditegakan jika di temukan hal-hal
sebagai berikut :
1. Anamnesis
a. Riwayat adanya keturunan kembar
b. Menapat pengobatan infertilitas
c. Uterus yang membesar lebih dari 4 cm
d. Gerakan janin yang banyak
2. Pemeriksaan klinis
a. Besarnya uterus melebihi lamanya amenorhoe.
b. Uterus tumuh lebih cepat dari pada biasanya pada pemeriksaan
ulang.
c. Penambahan berat badan ibu yang tidak disebabkan oleh edema
atau obesitas.
d. Banyak bagian kecil yang teraba.
e. Teraba tiga bagian besar janin.
f. Teraba 2 balotement.
g. Terdengar dua DJJ dengan perbedaan 10 denyutan atau lebih.
3. Pemeriksaan USG
a. Terlihat dua bayangan janin dengan 1 atau 2 kantong amnion.
b. Diagnosis dengan USGsudah dapat ditegakkan padakehamilan
10 minggu.
4. Pemeriksaan X-ray
Sudah jarang dilakukan karena terdapat bahaya radiasi dari
penyinaran.
5. Diagnosis pasti dapat ditentukan dengan :
a. Teraba 2 kepala, 2 bokong, dan 1 atau 2 punggung.
b. Terdengar 2 denyut jantung yang letaknya berjauhan dengan
perbedaan kecepatan paling sedikit 10 denyut permenit.
c. Sonogram dapat mendiagnosa kehamilan kembar pada triwulan
pertama.

38 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
d. Rontgen photo abdomen.
6. Diagnosis Banding
a. Hidramnion
Dapat menyertai kehamilan kembar, kadang kelainan hanya
terdapat pada satu kantong amnion dan yang lainnya
oligohidramnion. Pemeriksaan USG dapat menentukan apakah
pada hidramnion ada kelainan kembar atau tidak.
b. Kehamilan dengan mioma uteri atau kista ovary
Tidak terdengarnya 2 jantung pada pemeriksaan berulang,
bagian besar dan kecil yang sukar digerakkan, lokasinya yang
tidak berubah, dan pemeriksaan rontgen dapat mmembedakan
kedua hal tersebut.
2.4.6 Pengaruh yang di alami Ibu
Saat hamil, akibat dari janin kembar ibu saat hamil mengalami keluhan
sebagai berikut :
a. Sesak nafas
b. Sering BAK
c. Gerak banyak
d. Edema varises
e. Hiperemesis
f. Sakit pinggang (Sofian, 2012)

2.5 Kehamilan dengan Parut Uterus

2.5.1 Pengertian

Kehamilan dengan parut uterus adalah kehamilan pada pasien


yang pernah mengalami seksio sesarea pada kehamilan sebelumnya
atau pernah mengalami operasi pada dinding rahim (misalnya
miomektomi).

39 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Beberapa kepustakaan mengatakan plasenta previa lebih sering
pada wanita multipara, mungkin karena jaringan parut uterus akibat
kehamilan berulang. Jaringan parut ini menyebabkan tidak adekuatnnya
persediaan darah ke plasenta sehingga plasenta menjadi lebih tipis dan
mencakup daerah uterus yang lebih luas. ( Mochtar, Rustam. 2011.)

2.5.2 Diagnosis

Kehamilan dengan parut uterus diketahui dari anamnesis dan


pemeriksaan fisik yang menunjukkan adanya luka parut di abdomen
bawah. Parut uterus biasanya didapat dari bekas seksio sesarea,
miomektomi, atau ruptura uteri. (Martaadisoebrata, Djamhoer, dkk.
2012)

2.5.3 Tatalaksana

a. Keputusan cara persalinan pada pasien dengan riwayat parut uterus


disetujui oleh pasien dan dokternya sebelum waktu persalinan yang
diperkirakan/ditentukan (ideal pada waktu kehamilan 36 minggu).
(William, Oxorn Harry. 2010)
b. Persalinan pervaginam (Vaginal Birth After Cesarean Section,
VBAC) pada kehamilan dengan parut uterus dapat
dipertimbangkan sebagai pilihan bila hal-hal berikut ini dipenuhi:
1) Hanya pernah 1 (satu) kali seksio sesarea transversal pada
segmen bawah, tanpa komplikasi
2) Presentasi janin verteks (puncak kepala) normal
3) Tidak ada kecurigaan disproporsi sefalopelvik
4) Ada fasilitas untuk seksio sesarea darurat
c. Kontraindikasi VBAC meliputi:
1) Pasien dengan riwayat seksio sesarea klasik atau inverted T
2) Pasien dengan riwayat histerotomi atau miomektomi yang
menembus kavum uteri

40 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
3) Pasien dengan riwayat insisi pada uterus selain dari seksio
sesarea transversal pada segmen bawah tanpa komplikasi
(harus dilakukan penilaian lengkap mengenai riwayat operasi
sebelumnya oleh dokter spesialis obstetri dan ginekologi)
4) Pasien dengan riwayat dua kali seksio sesarea transversal pada
segmen bawah tanpa komplikasi (harus diberikan informasi
yang lengkap oleh dokter spesialis obstetri dan ginekologi)
5) Riwayat ruptura uteri atau bila risiko ruptura berulang tidak
diketahui
6) Tiga kali atau lebih riwayat seksio sesarea
7) Penyembuhan luka yang tidak baik pada seksio sesarea yang
lalu
8) Tipe insisi pada operasi sebelumnya tidak diketahui
c. Konseling antenatal harus didokumentasikan dalam rekam medis.
d. Ketika dilakukan VBAC, pantau ibu dengan partograf dan awasi
secara ketat. Segera lakukan seksio sesarea jika didapati kondisi
berikut:
1) Persalinan melampaui garis waspada dan dicurigai adanya
obstruksi atau disproporsi pelvik
2) Ada tanda-tanda ruptura uteri: perdarahan, denyut
nadi >100x/menit, nyeri menetap di abdomen dan/atau
suprapubik, serta gawat janin.
e. Pada seksio sesarea, sedapat mungkin lakukan insisi pada
segmen bawah rahim kecuali tidak memungkinkan karena adanya
perlengketan segmen bawah rahim, segmen bawah rahuim belum
terbentuk, gawat janin, atau plasenta previa. (World Health
Organization. 2013)
2.5.2 Jaringan Parut pada Seksio Sesarea Segmen Bawah Rahim
Untuk pasien dengan seksio sesarea, American College of
Obstetricians and Gynecologists (1999) mencantumkan angka-angka
berikut mengenai partus percobaan dan ruptur uteri: 1 sampai 7

41 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
persen pada riwayat insisi sesksio sesarea vertikal rencah, 4 sampai 9
persen pada insisi bentuk T, dan 4 sampai 9 persen pada jaringan
parut insisi klasik. Yang penting, pada sekitar sepertiga kasus ruptur
jaringan parut klasik sebelum persalinan, proses tidak jarang terjadi
beberapa minggu sebelum aterm.
Baru ini dijumpai seorang wanita dengan kehamilan abdomen
aterm yang jaringan parut insisi seksio sesarea klasiknya terlepas
beberapa minggu sampai bulan sebelum ia melahirkan dengan seksio
sesarea lagi. (Bagus, Ida. 2014. )
2.4.3 Jaringan Parut pada Seksio Sesarea Segmen Bawah Rahim
Untuk pasien dengan seksio sesarea, American College of
Obstetricians and Gynecologists (1999) mencantumkan angka-angka
berikut mengenai partus percobaan dan ruptur uteri: 1 sampai 7 persen
pada riwayat insisi sesksio sesarea vertikal rencah, 4 sampai 9 persen
pada insisi bentuk T, dan 4 sampai 9 persen pada jaringan parut insisi
klasik. Yang penting, pada sekitar sepertiga kasus ruptur jaringan parut
klasik sebelum persalinan, proses tidak jarang terjadi beberapa minggu
sebelum aterm. (Manuaba, I.I.G, dkk. 2009.)

42 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada masa kehamilan dan persalinan terdapat kegawatdaruratan pada


ibu meliputi hipertensi pada kehamilan, pre eklamsia dan eklamsia, anemia,
kehamilan lebih bulan, kehamilan danda dan kehamilan dengan parut uterus..
Semua penyulit dalam kegawatdaruratan dalam kehamilan, persalinan dan
nifas tersebut memiliki gejala, peyebab serta penatalaksanaan yang berbeda-
beda. Untuk itu penguasaan pengetahuan dan keterampilan sangat dibutuhkan
dalam menangani berbagai kasus penyulit kehamilan dan persalian ini.

3.2 Saran
1. Sebagai tenaga kesehatan khususnya seorang bidan kita harus memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam mengatasi semua kondisi
kegawatdaruratan dalam kehamilan dengan cepat, tepat serta benar agar
ibu dan bayi dapat selamat.
2. Dalam kebidanan, mempelajari suatu penyakit itu penting dan diharapkan
kepada mahasiswa mampu membuat konsep teoritis suatu penyakit
tersebut beserta asuhan kebidanannya.
3. Dalam penyusunan makalah kami menyadari bahwa makalah ini sangatlah
kurang dari kesempurnaan, maka dari itu kami mengaharapkan kritik dan
saran yang membangun agar dalam penyusunan makalah selanjutnya dapat
lebih baik.

43 | A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n

Anda mungkin juga menyukai