Anda di halaman 1dari 37

CHEST PHYSIOTHERAPY DAN THORACIC EXPANSION EXERCISE

DAPAT MENINGKATKAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL PADA


PASIEN BRONKHITIS KRONIK

Oleh:

VIRNY DWIYA LESTARI


NIM : P 27226018335

PRODI FISIOTERAPI PROGRAM PROFESI


JURUSAN FISIOTERAPI
POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
SURAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Bronkitis kronik merupakan salah satu komponen dari Penyakit Paru Obstruksi Kronis

(PPOK). Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit yang

dikarakterisir oleh adanya peningkatan resistensi aliran udara (obstruksi) pada saluran

pernapasan yang tidak sepenuhnya reversibel. Sumbatan aliran udara ini umumnya bersifat

progresif dan berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel atau

gas yang berbahaya (Ikawati, 2011).

Selain bronkitis kronis, emfisema juga termasuk kedalam komponen PPOK, emfisema

merupakan pelebaran asinus yang abnormal, permanen dan disertai destruksi alveoli paru.

Obstruksi pada emfisema lebih disebabkan oleh perubahan jaringan daripada produksi mukus.

Karakteristik emfisema yang membedakannya dari keadaan lain adalah keterbatasan aliran

udara napas disebabkan oleh penuunan pengembangan paru secara elastis (elastic recoil of the

lungs) (Kowalak, 2012).

Bronkitis kronik merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan produksi sputum

berlebihan setiap hari selama tiga bulan dalam setahun atau dalam dua tahun berturut-turut.

Ditandai oleh produksi mucus yang berlebihan dalam saluran pernapasan, hal ini terjadi

karena poliferasi dan hyperplasi kelenjar mukosa pada saluran napas besar, yang meluas

secara abnormal ke saluran yang lebih kecil. Terjadinya kelainan ini dipengaruhi oleh faktor

eksogen dan faktor endogen. Termasuk faktor eksogen ialah; inhalasi bahan iritatif, polusi

udara, pajanan bahan toksik, asap rokok. Termasuk faktor endogen ialah asma, fibrosis kistik,

gangguan mekanisme pertahanan saluran nafas, aspirasi berulang. Gabungan faktor-faktor ini
menyebabkan hyperplasia kelenjar mukus, hipersekresi mukus, terganggunya pembersihan

mukus oleh gerakan silia yang berkurang, obstruksi bronkiolus karena peradangan (Nasar,

2010). Penyakit bronkitis kronik biasanya menimpa laki-laki berumur diatas 50 tahun dan

memiliki kebiasaan merokok berat. Penyakit ini biasanya disertai dengan keluhan batuk yang

produktif dan berlangsung lama (Sholeh, 2012).

Penyebab utama dari bronkitis kronik adalah merokok, dan hampir semua pasien

dengan bronkitis kronik memiliki riwayat merokok. Debu, bau-bauan dan polusi lingkungan

juga berkontribusi terhadap terjadinya bronkitis kronik. Dikenal istilah industrial bronchitis ,

yaitu bronkitis kronik yang disebabkan oleh paparan polutan yang berasal dari lingkungan

atau tempat kerja (pabrik, asbes, tambang, dll). Infeksi virus berperan dalam 7% sampai 64%

kejadian eksaserbasi akut bronkitis kronik. Virus yang paling sering dijumpai pada

eksaserbasi akut bronkitis kronik adalah virus influenza A atau parainfluenzae, coronavirus,

dan rhinovirus (Ikawati, 2011).

Fisioterapi sebagai tenaga kesehatan memiliki peran yang sangat penting dalam

penyembuhan kapasitas fisik dan fungsional. Dengan menggunakan modalitas fisioterapi

diharapkan membantu dalam proses rehabilitasi pada masalah yang dialami pasien dalam

kondisi bronkitis kronis. modalitas yang digunakan penulis untuk kasus bronkitis kronis yaitu

dengan menggunakan Chest Physiotherapy dan Thoracic Expansion Exercise.

Pemberian Chest Physiotherapy dan Thoracic Expansion Exercise bertujuan untuk

mengurangi sesak napas, batuk, membantu mengeluarkan sputum, memaksimalkan masuknya

oksigen ke dalam paru, dan untuk mengembalikan kinerja dari otot-otot pernapasan.

Penggunaan Chest Physiotherapy dan Thoracic Expansion Exercise bertujuan untuk relaksasi

dari otot-otot bantu pernapasan. Dengan pemberian modalitas tersebut, penulis mengharapkan
adanya dampak pada kesembuhan pasien. sebagaimana disebutkan didalam sebuah hadist

yang berbunyi : “Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obatnya, demikian pula

Allah menjadikan bagi setiap penyakit ada obatnya. Maka berobatlah kalian dan janganlah

berobat dengan yang haram.” (HR. Abu Dawud dari Abud Darda` radhiallahu „anhu)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dirumuskan

yaitu Apakah Chest Physiotherapy dan Thoracic Expansion Exercise Dapat Meningkatkan

Kemampuan Fungsional Pada Pasien Bronkhitis Kronik.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk membuktikan pengaruh Chest Physiotherapy dan Thoracic Expansion Exercise

Dapat Meningkatkan Kemampuan Fungsional Pada Pasien Bronkhitis Kronik.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai referensi tambahan terkait Chest Physiotherapy dan

Thoracic Expansion Exercise Dapat Meningkatkan Kemampuan Fungsional Pada Pasien

Bronkhitis Kronik sehingga dapat di kembangkan dalam study ilmiah berikutnya.

1.4.2 Bagi institusi Pelayanan

Dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan pelayanan

fisioterapi untuk meningkatkan kemampuan fungsional pasien Bronkhitis Kronik..


1.4.3 Bagi peneliti

Sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan peneliti dalam penelitian

ilmiah dan menambah wawasan mengenai peningkatan kemampuan fungsional

dan intervensi yang diberikan.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Bronkhitis Kronik

2.1.1 Definisi Bronkhitis Kronik

Bronchitis adalah suatu peradangan bronchioles, bronchus, dan trachea oleh

berbagai sebab. Bronchitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti rhinovirus,

Respiratory Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus para influenza, dan Coxsackie

virus. Bronchitis adalah suatu peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh berbagai

macam mikroorganisme baik virus, bakteri, maupun parasit. Ada 2 jenis bronchitis yaitu

bronchitis akut dan kronik (Muttaqin, 2008).

Bronchitis adalah peradangan dari satu atau lebih bronchus. Bronchitis akut adalah

serangan bronchitis dengan perjalanan penyakit yang singkat dan berat, disebabkan oleh

karena terkena dingin, penghirupan bahan-bahan iritan, atau oleh infeksi akut, dan ditandai

dengan demam, nyeri dada (terutama disaat batuk), dyspnea, dan batuk. Bronchitis kronik

adalah bentuk peradangan yang lama dan berkesinambungan akibat serangan berulang

bronchitis akut atau penyakitpenyakit umum kronis, dan ditandai dengan batuk,

ekspektorasi, dan perubahan sekunder jaringan paru (Company, 2000).

Bronchitis kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung

3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. Sekresi yang menumpuk dalam

bronchioles mengganggu pernapasan yang 8 efektif. Merokok atau pemajanan terhadap

terhadap polusi adalah penyebab utama bronchitis kronik. Pasien dengan bronchitis kronik

lebih rentan terhadap kekambuhan infeksi saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus,

bakteri, dan mikroplasma dapat menyebabkan episode bronchitis akut. Eksaserbasi


bronchitis kronik hampir pasti terjadi selama musim dingin. Menghirup udara yang dingin

dapat menyebabkan bronchospasme bagi mereka yang rentan (Smeltzer & Bare, 2001).

Bronchitis kronis adalah kelainan yang ditandai oleh hipersekresi bronchus secara terus

menerus. Bronchitis Kronis merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh

pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronchus dan bermanifestasi sebagai batuk

kronis dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun sekurang-

kurangnya dalam 2 tahun berturut-turut (Sylvia, Price, & Wilson, 1994).

Dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa bronchitis

merupakan suatu peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam

mikroorganisme baik virus, bakteri, maupun parasit. Bronchitis dibagi menjadi dua fase

yaitu fase akut dan fase kronis.

2.1.2 Anatomi Paru

Anatomi Organ pernapasan berguna bagi transportasi gas-gas dimana organ-organ

pernapasan tersebut dibedakan menjadi bagian dimana udara mengalir yaitu rongga

hidung, pharynx, larynx, trachea, dan bagian paru-paru yang berfungsi melakukan

pertukaran gas-gas antara udara dan darah.

a. Saluran pernapasan bagian atas, terdiri dari :

1) Nares anterior yaitu saluran-saluran didalam lubang hidung. Saluran itu bermuara ke

dalam vestibulum (rongga) hidung. Vestibulum ini dilapisi dengan epithelium bergaris

yang tersambung dengan kulit.

2) Hidung yang menghubungkan lubang-lubang dari sinus udara paranalis yang masuk

kedalam rongga-rongga hidung dan juga lubang-lubang naso lakrimal yang menyalurkan

air mata kedalam bagian bawah rongga nasalis kedalam hidung.


3) Pharynx (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tenggorokan sampai

persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan krikid maka letaknya

di belakang hidung (naso farynx), dibelakang mulut (oro larynx), dan dibelakang farinx

(farinx laryngeal).

b. Saluran pernapasan bagian bawah terdiri dari :

1) Larynx (tenggorokan) terletak di depan bagian terendah pharynx yang memisahkan dari

kolumna vertebra, berjalan dari farine-farine sampai ketinggian vertebra servikalis dan

masuk ke dalam trachea di bawahnya.

2) Trachea (batang tenggorokan) yang kurang lebih 9 cm panjangnya trachea berjalan dari

larynx sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis ke lima dan ditempat ini bercabang

menjadi dua bronchus (bronchi).

3) Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebralis

torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea yang dilapisi oleh jenis sel

yang sama. Cabang utama bronchus kanan dan kiri tidak simetris. Bronchus kanan lebih

pendek, lebih besar dan merupakan lanjutan trachea dengan sudut lancip. Keanehan

anatomis ini mempunyai makna klinis yang penting. Tabung endotrachea terletak

sedemikian rupa sehingga terbentuk saluran udara paten yang mudah masuk kedalam

cabang bronchus kanan. Kalau udara salah jalan, maka tidak dapat masuk dalam paruparu

kiri sehingga paru-paru akan kolaps (atelektasis). Tetapi arah bronchus kanan yang hampir

vertical maka lebih mudah memasukkan kateter untuk melakukan penghisapan yang

dalam. Juga benda asing yang terhirup lebih mudah tersangkut dalam percabangan

bronchus kanan karena arahnya vertikal.


Cabang utama broncus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi segmen

lobus, kemudian menjadi segmen bronchus. Percabangan ini terus menerus sampai cabang

terkecil yang dinamakan bronchioles terminalis yang merupakan cabang saluran udara

terkecil yang tidak mengandung alveolus. Bronchiolus terminal kurang lebih bergaris

tengah 1 mm. bronchiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi di kelilingi oleh

otot polos sehingga ukurannya dapat berubah, semua saluran udara di bawah bronchiolus

terminalis disebut saluran pengantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai

pengantar udara ketempat pertukaran gas paru-paru. Di luar bronchiolus terminalis terdapat

asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, tempat pertukaran gas. Asinus terdiri

dari bronchiolus respiratorius, yang kadang-kadang memiliki kantung udara kecil atau

alveoli yang berasal dari dinding mereka. Duktus alveolaris, yang seluruhnya dibatasi oleh

alveolus dan sakus alveolaris terminalis merupakan struktur akhir paru-paru.

4) Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam rongga toraks atau

dada. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum central yang mengandung jantung

dan pembuluh-pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru) dan

dasar. Pembuluh darah paru dan bronchial, bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuki

tiap paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru. Paru kanan lebih besar daripada

paru kiri, paru kanan dibagi menjadi tiga lobus dan paru kiri dibagi menjadi dua lobus.

Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen

bronkusnya. Paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru kiri dibagi menjadi 10

segmen. Paru kanan mempunyai 3 buah segmen pada lobus inferior, 2 buah segmen pada

lobus medialis, dan 5 buah segmen pada lobus superior. Paru kiri mempunyai 5 buah

segmen pada lobus inferior dan 5 buah segmen pada lobus superior. Tiap-tiap segmen
masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobules. Didalam lobulus,

bronkhiolus ini bercabangcabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap

duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm. letak paru

dirongga dada di bungkus oleh selaput tipis yang bernama selaput pleura.

Pleura dibagi menjadi dua pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput

paru yang langsung membungkus paru. Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga

dada sebelah luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga (cavum) yang disebut cavum

pleura. Pada keadaan normal, cavum pleura ini vakum (hampa udara) sehingga paru dapat

berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk

meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru dan dinding dada

sewaktu ada gerakan bernafas. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan

atmosfir, sehingga mencegah kolaps paru kalau terserang penyakit, pleura mengalami

peradangan, atau udara atau cairan masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan paru

tertekan atau kolaps. (Pearce, 2006).

2.1.3 Fisiologi Paru

a. Pernapasan Paru ( pernapasan pulmoner )

Fungsi paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida pada

pernapasan melalui paru / pernafasan eksternal, oksigen di pungut melalui hidung

dan mulut, pada waktu bernafas oksigen masuk melalui trachea dan pipa bronchial

ke alveoli, dan dapat erat hubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonaris.

Hanya satu lapisan membran yaitu membran alveoli kapiler, memisahkan

oksigen dari darah, darah menembus darah ini dan di pungut oleh hemoglobin sel

darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini di pompa di dalam arteri kesemua
bagian tubuh. Darah meninggalkan paru pada tekanan oksigen mmHg dan pada

tingkatan Hb 95% jenuh oksigen. Di dalam paru, karbondioksida salah satu

buangan metabolisme menembus membran kapiler dan kapiler darah ke alveoli dan

setelah melalui pipa bronchial dan trachea di lepaskan keluar melalui hidung dan

mulut.

Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner pernafasan

eksterna:

1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar udara dalam alveoli

dengan udara luar.

2) Arus darah melalui paru, darah mengandung oksigen masuk keseluruh tubuh,

karbondioksida dari seluruh tubuh masuk paru.

3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlahnya yang bisa

dicapai untuk semua bagian.

4) Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler, karbondioksida lebih

mudah berdifusi dari pada oksigen.

b. Pernapasan Jaringan ( pernapasan interna )

Darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen

(oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan mencapai kapiler, dimana darah

bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk

memungkinkan oksigen berlangsung dan darah menerima sebagai gantinya hasil

buangan oksidasi yaitu karbondioksida.


Perubahan- perubahan berikut terjadi dalam komposisi udara dalam alveoli,

yang disebabkan pernapasan eksterna dan pernapasan interna atau penapasan

jaringan. Udara (atmosfer) yang dihirup:

Nitrogen : 79 %

Oksigen : 20 %

Karbondioksida : 0-0,4 %

Udara yang masuk alveoli mempunyai suhu dan kelembaban atmosfer.

Udara yang dihembuskan:

Nitrogen : 79 %

Oksigen : 16 %

Karbon dioksida : 4-0,4 %

Udara yang dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu yang sama

dengan badan (20 persen panas badan hilang untuk pemanasan udara yang

dikeluarkan).

c. Daya muat paru

Besarnya daya muat udara dalam paru 4500 ml - 5000 ml (4,5 - 5 liter). Udara

diproses dalam paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10 % ± 500 ml disebut juga

udara pasang surut (tidal air) yaitu yang dihirup dan yang dihembuskan pada

pernafasan biasa. Pada seorang laki-laki normal (4 - 5 liter) dan pada seorang

perempuan (3 - 4 liter). Kapasitas (h) berkurang pada penyakit paru-paru, pada

penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru-paru) dan pada kelemahan otot

pernapasan.

d. Pengendalian pernapasan
Mekanisme pernapasan diatur dan dikendalikan oleh dua faktor utama yaitu

kimiawi dan pengendalian saraf. Adanya faktor tertentu, merangsang pusat

pernapasan yang terletak di dalam medulla oblongata, kalau dirangsang

mengeluarkan inpuls yang di salurkan melalui saraf spiralis ke otot pernapasan (otot

diafragma atau interkostalis).

1) Pengendalian oleh saraf Pusat pernapasan adalah suatu pusat otomatik dalam

medulla oblongata mengeluarkan impuls eferen ke otot pernapasan, melalui radik

saraf servikalis diantarkan ke diafragma oleh saraf frenikus. Impuls ini

menimbulkan kontraksi ritmik pada otot diafragma dan interkostalis yang

kecepatannya kira-kira 15 kali setiap menit.

2) Pengendalian secara kimia Pengendalian dan pengaturan secara kimia meliputi :

frekuensi kecepatan dan dalamnya gerakan pernafasan, pusat pernafasan dalam

sumsum sangat peka sehingga kadar alkali harus tetap dipertahankan,

karbondioksida adalah preduksi asam dan metabolisme dan bahan kimia yang asam

ini merangsang pusat pernafasan untuk mengirim keluar impuls saraf yang bekerja

atas otot pernafasan.

e. Kecepatan pernapasan

Kecepatan pernapasan secara normal, ekspirasi akan menyusul inspirasi dan

kemudian istirahat, pada bayi ada kalanya terbalik, inspirasi-istirahat-ekspirasi,

disebut juga pernafasan terbalik. Kecepatan normal setiap menit berdasarkan umur

: Bayi baru lahir : 30-40 x/menit 12 bulan : 30 x/menit 2-5 tahun : 24 x/menit Orang

dewasa : 10-20 x/menit Inspirasi atau menarik nafas adalah proses aktif yang

diselenggarakan oleh kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari
atas sampai bawah, yaitu vertikal. Kenaikan igaiga dan sternum, yang ditimbulkan

oleh kontraksi otot interkostalis, meluaskan rongga dada ke kedua sisi dari belakang

ke depan. Paru yang bersifat elastis mengembang untuk mengisi ruang yang

membesar itu dan udara ditarik masuk ke dalam saluran udara, otot interkostal

eksterna diberi peran sebagai otot tambahan hanya bila inspirasi menjadi gerak

sadar. Pada ekspirasi, udara dipaksa oleh pengendoran otot dan karena paru kempes

kembali, disebabkan sifat elastis paru itu gerakan ini adalah proses pasif. Ketika

pernafasan sangat kuat, gerakan dada bertambah, otot leher dan bahu membantu

menarik iga-iga dan sternum ke atas. Otot sebelah belakang dan abdomen juga

dibawa bergerak dan alas nasi (cuping atau sayap hidung) dapat kembang kempis.

f. Kebutuhan tubuh akan oksigen

Dalam banyak keadaan, termasuk yang telah disebut oksigen dapat diatur

menurut keperluan orang tergantung pada oksigen untuk hidupnya, kalau tidak

mendapatkannya selama kurang lebih 4 menit dapat mengakibatkan kerusakan

pada otak yang tidak dapat di perbaiki dan biasanya pasien meninggal. Keadaan

genting timbul bila misalnya seorang anak menutupi kepala dan mukanya dengan

kantong plastik menjadi lemas. Tetapi hanya penyediaan oksigen berkurang, maka

pasien menjadi kacau pikiran, ia menderita anoxia serebralis. Hal ini terjadi pada

orang yang bekerja dalam ruangan sempit tertutup seperti dalam ruang kapal, di

dalam tank atau ruang ketel uap, oksigen yang ada mereka habiskan dan kalau

mereka tidak diberi oksigen untuk bernapas atau tidak dipindahkan ke udara yang

normal, maka mereka akan meninggal karena anoxemia atau disingkat anoxia.

Istilah lain adalah hipoxemia atau hipoxia. Bila oksigen di dalam darah tidak
mencukupi maka warna merahnya hilang dan berubah menjadi kebiru-biruan, bibir,

telinga, lengan dan kaki pasien menjadi kebiru-biruan dan ia disebut menderita

sianosis (Pearce, 2006).

2.2 Etiologi Bronkhitis Kronik

Bronchitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti rhinovirus,

Respiratory Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus par influenza, dan Coxsackie

virus. Bronchitis adalah suatu peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh berbagai

macam mikroorganisme baik virus, bakteri, maupun parasit. Sedangkan pada bronchitis

kronik dan batuk berulang adalah sebagai berikut :

1. spesifik

a. Asma

b. Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronchitis).

c. Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma,

chlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.

d. Penyakit paru yang telah ada misalnya bronchiectasis.

e. Sindrom aspirasi.

f. Penekanan pada saluran napas

g. Benda asing

h. Kelainan jantung bawaan

i. Kelainan sillia primer

j. Defisiensi imunologis

k. Kekurangan anfa-1-antitripsin

l. Fibrosis kistik
m. Psikis

2. Non spesifik

a. Asap rokok

b. Polusi udara

2.3 Patofisiologi Bronkhitis Kronik

Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena

iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel globet meningkat

jumlahnya, fungsi sillia menurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan dan akibatnya

bronchioles menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronchioles

dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag

alveolar, yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien

kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronchial lebih

lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotic yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya,

mungkin terjadi perubahan paru yang 22 irreversible, kemungkinan mengakibatkan

emphysema dan bronchiectasis (Smeltzer & Bare, 2001).

2.4 Manifestasi Klinis

Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin adalah tanda dini dari

bronchitis kronis. Batuk mungkin dapat diperburuk oleh cuaca yang dingin, lembab, dan iritan

paru. Pasien biasanya mempunyai riwayat merokok dan sering mengalami infeksi pernapasan

(Smeltzer & Bare, 2001).

2.5 Komplikasi Bronkhitis Kronik


Komplikasi bronchitis dengan kondisi kesehatan yang jelek menurut Behrman (1999),

antara lain :

1. Otitis media akut .

Yaitu keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala

infeksi dan dapat disebabkan berbagai patogen termasuk Sterptococcus pneumoniae dan

Haemophilus influenzae. Mikroorganisme patogen penyebab bronkhtis menebar dan

masuk ke dalam saluran telinga tengah dan menimbulkan peradangan sehingga terjadi

infeksi.

2. Sinusitis maksilaris

Yaitu radang sinus yang ada di sekitar hidung yang disebabkan oleh komplikasi

peradangan jalan nafas bagian atas dibantu oleh adanya faktor predisposisi. Infeksi pada

sinus dapat menyebabkan bronkhospasme, edema dan hipersekresi sehingga

mengakibatkan bronchitis.

3. Pneumonia

Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bermacammacam etiologi

seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing. Jika bronchitis tidak ditangani dengan baik

secara tuntas atau jika daya tahan tubuh jelek, maka proses peradangan akan terus berlanjut

disebut bronchopneumoniae. Gejala yang muncul umumnya berupa nafas yang memburu

atau cepat dan sesak nafas karena paru-paru mengalami peradangan. Pneumonia berat

ditandai adanya batuk atau kesukaran bernafas, sesak nafas ataupun penarik dinding dada

sebelah bawah ke dalam.


2.6 Algoritma ICF

Degenerativ Obesitas Over Use


Trauma
e

Osteoarthritis Genu

Muscle Capsule Pembuluh


Joint surface Saraf
Ligament Darah

Guarding Blockage
Spasme Chronic
Gangguan Inflamation
Inflamation
Inflamation Vaskularisasi
Ischemic Hiperensitivita
s Nocisensorik
Instabilit
Stretched Ischemic
Tightness
Pain
kontraktur Ambang
Muscle Rasa
Weakness Hypomobility

Muscle
Imbalance

Nyeri
Stifness
Spasme Otot
Keterbatasan
gerak
2.7 Active Cycle of Breathing Technique(ACBT)

Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) merupakan salah satu teknik chest

fisioterapi yang terdiri dari 3 subteknik yaitu Breathing Control (BC), Thoracic

Expansion Exercise (TEE) dan Forced Expiration Technique (FET) atau huffing

berfungsi untuk meningkatkan ekspansi thorax, membersihkan saluran napas akibat

akumulasi mukosa karena proses patologi sehingga saluran napas akan bersih dan

penderita dapat bernapas lebih nyaman (Lestari, 2015).

Penatalaksanaan chest fisioterapi Active Cycle of Breathing Technique (ACBT)

pada pasien post operasi CABG dengan standar penatalaksanaan sesuai dengan prosedur

yang telah ditetapkan NHS (2009), meliputi tiga subteknik.yaitu Breathing exercise akan

meningkatkan kapasitas inspirasi dan merangsang kerja otot-otot pernapasan. Latihan

huffing meningkatkan tidal volume dan membuka sistem colateral saluran napas

sehingga sputum mudah dikeluarkan. Breathing Control (BC) bertujuan mendidik

kembali pola pernapasan tenang dan ritmis sehingga penderita dapat menghemat energi

untuk bernapas serta penderita akan terbiasa melakukan pernapasan yang teratur ketika

serangan sesak napas. Sedangkan perpaduan dari kedua subteknik dapat dilakukan

bersama – sama dengan latihan mobilisasi sangkar torakal atau Thoracic Expansion

Exercise (TEE), yang bertujuan meningkatkan mobilisasi sangkar torakal dan

memperbaiki postural. Hasil dari penatalaksanaan chest fisioterapi Active Cycle of

Breathing Technique (ACBT) juga diperoleh informasi dari penderita bahwa selain lebih

mudah mengeluarkan sputum, sesak napas menurun dan mobilisasi sangkar torak lebih

baik.
1. Breathing control

Breathing control adalah suatu teknik bernafas dengan menggunakan paru sisi

bawah dan menghindari atau meminimalkan penggunaan otot-otot bantu nafas (otot

dada atas dan otot-otot bahu) sehingga diperoleh suatu kondisi yang santai (rileks).

Breathing control cocok dan banyak diberikan pada pasien asma atau PPOK yang

sedang mengalami serangan sesak nafas. Kedua kondisi tersebut seandanya malah

diberi breathing exercise justru akan menambah derjat sesak nafasnya. Hal ini

terjadi karena breathing exercise akan meningkatkan kerja otot pernafasan atas dan

membuatnya lelah.

Prosedur breathing control :

 Posisi pasien santai dan nyaman, boleh duduk, half lying atau tidur miring.

 Pasien bernafas biasa dan santai.

 Hindari member hambatan saat bernafas. Misalnya : hindari penggunaan

pursed lips breathing.

 Beri intruksi kepada pasien secar halus dan bersuara rendah.

2. Thorax Expansion Exercise (TEE)

3. Forced Expiration Technique (FET)

2.8 Postural Drainage (PD)

Postural Drainage (PD) adalah teknik pengaturan posisi tertentu untuk mengalirkan

sekresi pulmonari pada area tertentu dari lobus paru dengan pengaruh gravitasi. Pembersihan

dengan cara ini dicapai dengan melakukan salah satu atau lebih dari 10 posisi yang berbeda.
Setiap posisi mengalirkan bagian khusus dari pohon trakeabronkial – bidang paru atas,

tengah, atau bawah ke dalam trakhea. Batuk atau penghisapan kemudian mendapat

membuang sekret dari trakea.

Tujuan postural drainage (PD) yaitu untuk mempermudah pengeluaran sputum

dengan positioning sesuai dengan letak sputum, mengeluarkan secret yang terampung, dan

mencegah akumulasi secret agar tidak terjadi atelectasis. Indikasi postural drainage (PD)

yaitu kondisi pasien tirah baring lama dengan banyak sputum yang sulit dikeluarkan. Kontra

Indikasi postural drainage (PD) yaitu Tension pneumotoraks, Hemoptisis, Gangguan sistem

kardiovaskuler seperti hipotensi, infark miokard, Edema paru, Efusi pleura yang luas.

2.8.1 Posisi postural drainage

b) Bronkus apikal anterior lobus atas

Untuk mengurngi lendir dengan nyaman dikursi atau sisi tempat tidur dengan

membungkuk, lengan menggantung, menghadap bantal. Terapis menepuk dan

menggetarkan dengan kedua tangan di atas punggung diatas area otot antar tulang

selangka dan sangat bagian atas tulang belikat (daerah di arsir dari diagram) dikedua

sisi selama 3 sampai 5 menit. Dorong pasien untuk mengambill nafas dalam–dalam

dan batuk selama perkusi untuk membantuk membersikan saluran pernafasan.

c) Bronkus apikal posterior lobus kanan

Posisi pasien duduk dengan nyaman dikursi atau di sisi tempat tidur dan

membungkuk, lengan menggantung menghadap bantal. Terapis menempuk dan


menggetarkan dengan kedua tangan diatas punggung atas pada kedua sisi kanan dan

kiri.

d) Bronkus lobus atas anterior

Pasien berbaring datar di tempat tidur atau meja dengan bantal dibawah

kepala dan kakinya untuk kenyamanan. Terapis menepuk dan menggetarkan sisi

kanan dan kiri bagian depan dada, antar tulang selangka dan putting.

e) Bronkus lobus tengah kanan

Pasien berbaring miring kiri dan ditinggikan kaki tempat tidur sekitar

30cm. Tempatkan bantal dibelakang punggung pasien dan gulingkan klien

seperempat putaran bantal. Terapis menepuk dan menggetarkan daerah putting.


BAB III

STATUS KLINIS

3.1. Keterangan Umum Pasien


a) Nama : Tn.Reza
b) Umur : 45 tahun
c) Jenis Kelamin : Pria
d)
Agama : Islam
e) Pekerjaan : Wiraswasta
f) Alamat : Ciputat
3.2. Data Medis
a) Tanggal Pemeriksaan : 1 Juni 2019
b) Diagnosis medis : Bronkhitis akut
c) Catatan Klinis : tidak ada
d) Medikamentosa : Amlodipine, Lipitor
e) Hasil Lab : tidak ada
f) Radiologi : Xray
3.3. Proses Fisioterapi
3.3.1 Pemeriksaan Subyektif
3.3.2 Keluhan Utama Dan Riwayat Penyakit Sekarang
a) Keluhan Utama:
Pasien batuk berdahak dan terkadang ada sesak
b) Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien merasa sesak dan batuk ketika terkena dingin dan debu saat pergi mudik ke
Bukittinggi. Nafas ada bunyi sedikit dan hidung agak mampet. Pasien langsung memakai
inhaler tapi kurang mempan, akhirnya pasien pergi inhalasi ke RS terdekat di daerah
Bukittinggi. Sekarang pasien masih merasa hidungnya mampet dan batuk berdahak
terutama saat pagi hari.

c) Kondisi khusus :

Tidak ada

3.3.3. Riwayat Penyakit Dahulu dan Penyerta

a) Riwayat Penyakit Dahulu

(1) ISPA

b) Riwayat Penyakit Penyerta

(1) Hipertensi : ada


(2) Diabetes Melitus : ada
(3) Lipid profile tinggi : ada
(4) Gastritis : tidak ada
3.3.4. Pemeriksaan Obyektif
a) Pemeriksaan Tanda Vital
(Tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, temperatur, tinggi badan, berat badan)
(1) Tekanan darah :130/80 mmHg
(2) Denyut nadi : 68 kali/menit
(3) Pernafasan : 18 kali/menit
(4) Temperatur : (tidak diperiksa)
(5) Tinggi badan : 170 cm
(6) Berat badan : 65 kg
(7) IMT :
b) Inspeksi / Observasi
(1) Statis : postur cenderung round back, forward head, kifosis
(2) Dinamis : Pasien merasa lemas ketika mengangkat kedua lengan
c) Palpasi
(1) Spasme otot sternocleidomastoideus, scalenus, pectoralis
(2) Kelemahan otot abdominal
(3) Suhu lokal terpalpasi dalam batas normal
d) Auskultasi:
- suara ronchi
- terdapat sputum di lobus kanan atas
e) Fremitus : getaran lebih besar di area punggung kanan
f) Quick test dan Specific test
Gerak sendi UE dan LE aktif dalam batas normal
g) Antropometri
Pemeriksaan Ekspansi Thorax:

Normal 1 Juni 2019

Upper 2-3 cm 1
(di bawah axilla)
Middle 3-5 cm 2
(proc. xyphoid)
Lower 5-7 cm 4
(level T8)
3.4. Algoritma-ICF Model

CABG

Functioning, disability, and health Contextual Factors

Anatomic Impairment Internal External


factors factors

Muscle Joint Pembuluh


Capsul
Fibre Ligament Surfaces darah

Gangguan
Chronic Vaskularisasi Functional Activity Participation
inflammation
Impairment Limitation Restriction
Inflammation
Ischemic
hypertone

Blockage Sitting Work


Adhesion

Walking Sport
Tautband Hypomobility

Recreation
ADL

Nyeri
Spasme Stifness dan
tekan dan
Otot keterbatasan
nyeri
ROM
gerak

3.5. Diagnosis Fisioterapi


3.5.1. Impairment

a) Spasme otot sternocleidomastoideus, scalenus


b) Kelemahan otot abdominal
c) Retensi sputum
d) Penurunan ekspansi thorax
e) Penurunan aerobic endurance
3.5.2. Activity Limitation

a) Berjalan
b) Naik turun tangga
c) Mengendarai motor dan mobil
3.5.3. Participation Restriction

a) Bekerja di toko
b) Keterbatasan dalam kegiatan di rumah
c) Rekreasi
d) Olahraga Jogging

3.6. ICF
a) Body structure
1) Bronchus (b415: blood vessels functions)
b) Body function
(1) Spasme otot pernafasan (7801 : sensation of muscle spasme)
(2) Kelemahan otot abdominal (b730 : muscle power function)
(3) Retensi sputum (b440: respiration functions)
(4) Penurunan ekpansi thorax
(5) Penurunan aerobic endurance (b455: exercise tolerance functions)
c) Activities limitation
(1) Berjalan (d450 walking)
(2) Naik turun tangga (d4551 climbing)
(3) Mengendarai motor dan mobil (d4751 driving motorized vehicles)
d) Participation restriction
(1) Bekerja (d8500 Self employment)
(2) Keterbatasan dalam kegiatan di rumah (d640 Doing housework)
(3) Rekreasi (d920 Recreation and leisure)
(4) Olahraga (d9201 sport)
e) Environmental Factors
(1) Ruang Perawatan RS (e5800 health services)
f) Personal factors
(!) Mudah lelah

3.7 Pemeriksaan Modified Borg Scale

SKALA INTENSITAS
0 Tidak sesak sama sekali

0,5 Sesak sangat ringan sekali


1 Sesak sangat ringan

2 Sesak ringan
3 Sesak sedang
4 Sesak kadang berat

5 Sesak berat
6
7 Sesak sangat berat
8
9
10 Sesak sangat berat sekali, hampir maksimal

3.8 Pemeriksaan 6 Minutes Walking Test


Tgl 1 Juni 2019:
VO2 max : ((0,05 x 200 m)) – (0,052 x 65 kg) + 2,9) = 9,52 liter/kg BB/menit

METs: VO2 max / 3,5 = 2,72

3.9 Rencana Pelaksanaan


3.9.1 Tujuan : untuk meningkatkan kemampuan fungsional pasien nyeri osteoarthritis
genu agar bisa beraktifitas seperti biasanya
3.9.2 Prinsip terapi
a) Mengurangi impairment dan memperbaiki fungsi
b) Mencegah disabilitas dan menurunnya kesehatan yang terjadi sekunder karena inaktifitas
dengan meningkatkan level aktifitas fisik sehari-hari dan memperbaiki daya tahan fisik
3.9.3 Konseling / edukasi
(a) Melakukan home program yang diberikan secara disiplin
(b) Latihan nafas (breathing exercise) secara teratur
(c) Koreksi postur
3.10 Prognosis
(a) Quo ad vitam : baik

(b) Quo ad sanam : baik

(c) Quo ad functionam : baik

(d) Quo ad cosmeticam : baik


3.11 Sarana Dan Prasarana
a) Sarana : kursi, bed, bantal.
b) Prasarana : ruang fisioterapi

3.12 Teknologi Intervensi Fisioterapi


1. Chest Physiotherapy
 Positioning: posisi pasien berbaring di bed. Pasien diposisikan sedikit miring ke sisi
kiri. Punggung diganjal bantal.
 Perkusi : Terapis memberikan clapping dan vibrasi di punggung atas
 Pursed Lip Breathing: terapis menginstruksikan pasien untuk menarik nafas dengan
cara penderita duduk dan inspirasi dalam, kemudian saat ekspirasi penderita
menghembuskan nafas panjang melalui mulut hampir tertutup seperti bersiul secara
perlahan selama 3 kali. Dengan inspirasi dan ekspirasi 2:4.
 Diaphragmatic Breathing Exercise : latihan pernafasan yang merelaksasikan otot-
otot pernafasan saat melakukan inspirasi dalam. Pasien berkonsentrasi pada upaya
mengembangkan diafragma selama melakukan inspirasi terkontrol (Potter dan
Perry, 2006).
 Forced Expiration Technique : terapis menginstruksikan pasien untuk
menghembuskan nafas kuat dan dalam
 Latihan batuk efektif: terapis menginstruksikan pasien untuk batuk setelah
membuang nafas dalam.
2. Thoracic Expansion Exercises
• Breathing control :
F: 3x/hari,
I: 10x repetisi
T: 5 menit
• Thoracic Expansion Exercises (gerakan kedua lengan flexi shoulder, horizontal abduksi
shoulder, dengan inspirasi dan ekspirasi 2:4):
F: 3x/hari
I: 10x repetisi
T: 5 menit
b. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah selesai 6x sesi program terapi. Terapi dilakukan sebanyak 6
kali.
a. Pemeriksaan Ekspansi Thorax

Normal 1 Juni 17 Juni


2019 2019
Upper 2-3 cm 1 3
(di bawah axilla)
Middle 3-5 cm 2 4
(proc. xyphoid)
Lower 5-7 cm 4 7
(level T8)

b. VO2 MAX dan Borg Scale

Tanggal 6 MWT VO2 Max METs Aktifitas Fisik


(jarak)
ADL Olahraga
1 Juni 200 m VO2 max : ((0,05 x METs: Masak, Jalan kaki 1,6 –
2019 200 m)) – (0,052 x VO2 max berpakaian, 4,8 km/jam,
65 kg) + 2,9) = 9,52 / 3,5 = mandi, main kartu,
liter/kg BB/menit 2,72 mencuci piring, bersepeda
menyetir motor, billiard,
melukis, memanah, golf,
mengangkat naik kuda, bola
barang 5 kg, voli non
kompetisi,
dansa, bowling,
mancing,
bersepeda 8 –
15 km/jam,
badminton
ganda
17 Juni 375 m VO2 max : ((0,05 x METs: Naik tangga Badminton
2019 350 m)) – (0,052 x VO2 max perlahan, tunggal, tenis
65 kg) + 2,9) = / 3,5 = berkebun, ganda,
18,27 liter/kg 5,22 mengangkat berenang (gaya
BB/menit barang 10 kg, dada), jalan kaki
memotong 5,6 – 8 km/jam,
rumput dengan bersepeda 16 –
mesin 20 km/jam,
dansa, senam,
tenis meja
Tanggal 1 Juni 2019

S : Pasien sulit mengeluarkan lender di tenggorokan, tiap batuk ada sedikit nyeri post operasi
CABG.

O : Pasien merasa lemah dan agak sulit mengeluarkan lendir pasca operasi CABG.

Palpasi : spasme pada otot sternocleidomastoideus, scalenus, pectoralis

Gangguan aktivitas : berjalan lama, naik turun tangga, mengendarai motor dan mobil,
keterbatasan dalam kegiatan di rumah, rekreasi, olahraga.

A.
Impairment

a. Spasme otot sternocleidomastoideus, scalenus


b. Kelemahan otot abdominal
c. Retensi sputum
d. Penurunan ekspansi thorax
e. Penurunan aerobic endurance
Activity Limitation

a. Berjalan
b. Naik turun tangga
c. Mengendarai motor dan mobil
Participation Restriction

a. Bekerja di toko
b. Keterbatasan dalam kegiatan di rumah
c. Rekreasi
d. Olahraga Jogging

P : Active Cycle of Breathing Technique dan Thoracic Expansion Exercises


Home program/edukasi

Tanggal 17 Juni 2019


S : retensi sputum berkurang, peningkatan ekspansi thorax
O : Peningkatan ekspansi thorax, peningkatan aerobic endurance, pengurangan retensi
sputum, peningkatan VO2 Max.

A:

Impairment

a. Spasme otot sternocleidomastoideus, scalenus


b. Kelemahan otot abdominal
c. Retensi sputum
d. Penurunan ekspansi thorax
e. Penurunan aerobic endurance
Activity Limitation

a. Berjalan
b. Naik turun tangga
c. Mengendarai motor dan mobil
Participation Restriction

a. Bekerja di toko
b. Keterbatasan dalam kegiatan di rumah
c. Rekreasi
d. Olahraga Jogging

P : Active Cycle of Breathing Technique dan Thoracic Expansion Exercises


Home program/edukasi
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paruparu). Penyakit

ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Penderita yang

memiliki penyakit menahun (misalnya, penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada

usia lanjut, bronkitis dapat bersifat serius. Secara umum, bronkitis dibagi menjadi dua jenis,

yaitu bronkitis akut dan bronkitis kronis (Suryo, 2010). Bronkitis kronis sering terjadi pada

para perokok dan penduduk di kotakota yang dipenuhi kabut asap. Beberapa penelitian

menunjukan bahwa 20% hingga 25% laki-laki berusia antara 40 hingga 65 tahun mengidap

penyakit ini (Kumar. et al, 2007). Fisioterapi dalam hal ini dapat berperan dalam hal

mengurangi keluhan pada penderita bronkitis kronis dengan menggunakan Chest

Physiotherapy dan Thoracic Expansion Exercise.

B. Saran

Dari kesimpulan yang telah dikemukakan maka saran yang dapat diberikan adalah

sebagai berikut :

1. Fisioterapis memberikan home program berupa latihan pernafasan (Breathing Exercise)

dan stretching dengan dosis minimal 2 kali sehari dengan 10 kali pengulangan pada 1 kali

latihan. Pasien diberikan edukasi mengenai intervensi yang akan diberikan agar menjadi

mudah dan sesuai dengan tujuannya.

2. Pasien dianjurkan melakukan kompres hangat pada bagian leher selama 15 menit
3. Pasien diberitahukan saat mengajar menghindari posisi statis duduk yang terlalu lama 20

menit serta melakukan stretching disela-sela kegiatan mengajar, bisa dilakukan saat

istirahat.
DAFTAR PUSTAKA

De Wolf and Mens, J.M.A, 1994; Pemeriksaan Alat Penggerak Tubuh; Cetakan Kedua, Bohn

Stafleu Van Loghum, Houten, hal 102-104.

Heri Priatna, 1985; Exercise Theraphy; Akademi Fisioterapi Surakarta.

Hudaya, Prasetya, 2002; Dokumentasi Persiapan Praktek Profesional Fisioterapi; Jurusan

Fisioterapi Politeknik Kesehatan Surakarta.

Hudaya, Prasetya, 2002; Rematologi; Jurusan Fisioterapi Politeknik Kesehatan Surakarta.

Kisner, C and Colby, L. A, 1996; Therapeutik Exercise Foundation and Thecniques; Third Edition,

F. A. Davis Company, Philadelphia, hal 163.

Parjoto, Slamet, 2002; Assesment Fisioterapi pada Osteoarthritis Sendi Lutut; TITAFI XV,

Semarang.

Putz, R and Pabts, R, 2000; Sobota Atlas Anatomi Manusia; Jilid2, Edisi 21, ECG, Jakarta.

Sujatno dkk, 2002; Sumber Fisis; Jurusan Fisioterapi Politeknik Kesehatan, Surakarta.

Ig Sujatno, dkk, 2002. Sumber Fisis. Akademi Fisioterapi Surakarta, Surakarta

Sriwidayat Ismiyati dan Soeparman, 2000; Pengaruh Traksi Elektris OA Lutut; TITAFI XV,

Semarang

Yudhi Suyono, 2000; Terapi Latihan pada OA Sendi Lutut, TITAFI Brandt,

Kenneth, 2000; Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 4 in Osteoarthritis; Penerbit Buku

Kedokteran Indonesia, Jakarta


Heru P Kuntono, 2005; Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Osteo Arthritis; Temu Ilmiah

IFI, Kediri.

Anda mungkin juga menyukai