Anda di halaman 1dari 5

1.

Lahirnya Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri adalah sebuah kerajaan besar di Jawa Timur yang berdiri pada
abad ke-12. Kerajaan ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram Kuno. Pusat
kerajaanya terletak di tepi Sungai Brantas yang pada masa itu telah menjadi jalur
pelayaran yang ramai.

Berdirinya Kerajaan Kediri

Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai
peninggalan Kerajaan Kadiri diharapkan dapat membantu memberikan lebih
banyak informasi tentang kerajaan tersebut. Beberapa arca kuno peninggalan
Kerajaan Kediri. Arca yang ditemukan di desa Gayam, Kediri itu tergolong langka
karena untuk pertama kalinya ditemukan patung Dewa Syiwa Catur Muka atau
bermuka empat.

Pada tahun 1041 atau 963 M Raja Airlangga memerintahkan membagi


kerajaan menjadi dua bagian. Pembagian kerajaan tersebut dilakukan oleh
seorang Brahmana yang terkenal akan kesaktiannya yaitu Mpu Bharada. Kedua
kerajaan tersebut dikenal dengan Kahuripan menjadi Jenggala (Kahuripan) dan
Panjalu (Kediri) yang dibatasi oleh gunung Kawi dan sungai Brantas dikisahkan
dalam prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab Negarakertagama (1365 M),
dan kitab Calon Arang (1540 M). Tujuan pembagian kerajaan menjadi dua agar
tidak terjadi pertikaian.

Kerajaan Jenggala meliputi daerah Malang dan delta sungai Brantas dengan
pelabuhannya Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, ibu kotanya Kahuripan,
sedangkan Panjalu kemudian dikenal dengan nama Kediri meliputi Kediri,
Madiun, dan ibu kotanya Daha. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan
masing-masing kerajaan saling merasa berhak atas seluruh tahta Airlangga
sehingga terjadilah peperangan.

Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah


kerajaannya karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang
bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang
berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji
Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota
lama, yaitu Kahuripan. Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan diabadikanlah nama
Raja Mapanji Garasakan (1042 – 1052 M) dalam prasasti Malenga. Ia tetap
memakai lambang Kerajaan Airlangga, yaitu Garuda Mukha.

Pada awalnya perang saudara tersebut, dimenangkan oleh Jenggala tetapi pada
perkembangan selanjutnya Panjalu/Kediri yang memenangkan peperangan dan
menguasai seluruh tahta Airlangga. Dengan demikian di Jawa Timur berdirilah
kerajaan Kediri dimana bukti-bukti yang menjelaskan kerajaan tersebut, selain
ditemukannya prasasti-prasasti juga melalui kitab-kitab sastra. Dan yang banyak
menjelaskan tentang kerajaan Kediri adalah hasil karya berupa kitab sastra. Hasil
karya sastra tersebut adalah kitab Kakawin Bharatayudha yang ditulis Mpu Sedah
dan Mpu Panuluh yang menceritakan tentang kemenangan Kediri/Panjalu atas
Jenggala.

2. Kematian Ken Arok

Anusapati merasa heran pada sikap Ken Arok yang seolah menganak-tirikan
dirinya, padahal ia merasa sebagai putra tertua. Setelah mendesak ibunya (Ken
Dedes), akhirnya Anusapati mengetahui kalau dirinya memang benar-benar anak
tiri. Bahkan, ia juga mengetahui kalau ayah kandungnya bernama Tunggul
Ametung telah mati dibunuh Ken Arok.

Anusapati berhasil mendapatkan Keris Mpu Gandring yang selama ini


disimpan Ken Dedes. Ia kemudian menyuruh pembantunya yang berasal dari desa
Batil untuk membunuh Ken Arok. Ken Arok tewas ditusuk dari belakang saat
sedang makan sore hari. Anusapati ganti membunuh pembantunya itu untuk
menghilangkan jejak.

Peristiwa kematian Ken Arok dalam naskah Pararaton terjadi pada tahun 1247.

3. Keruntuhan kerajaan Singasari

Candi Singasari dibangun sebagai tempat pemuliaan Kertanegara, raja terakhir


Singasari.
Kerajaan Singasari yang sibuk mengirimkan angkatan perangnya ke
luar Jawa akhirnya mengalami keropos di bagian dalam. Pada tahun 1292 terjadi
pemberontakan Jayakatwang bupati Gelanggelang, yang merupakan sepupu,
sekaligus ipar, sekaligus besan dari Kertanagara sendiri. Dalam serangan
itu Kertanagara mati terbunuh.

Setelah runtuhnya Singasari, Jayakatwang menjadi raja dan membangun ibu


kota baru di Kerajaan Kadiri. Riwayat Kerajaan Tumapel-Singasari pun berakhir.

4. Silsilah Raden Wijaya dengan Ken Arok

Raden Wijaya dalam prasasti Balawi tahun 1305 menyatakan dirinya sebagai
anggota Wangsa Rajasa. Menurut Nagarakretagama, Wijaya adalah putra Dyah
Lembu Tal, putra Narasinghamurti. Menurut Pararaton, Narasinghamurti alias
Mahisa Campaka adalah putra Mahisa Wonga Teleng putra Ken Arok pendiri
Wangsa Rajasa.

Menurut prasasti Balawi dan Nagarakretagama, Raden Wijaya menikah


dengan empat orang putri Kertanagara, raja terakhir Kerajaan Singasari,
yaitu Tribhuwaneswari, Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri. Sedangkan
menurut Pararaton, ia hanya menikahi dua orang putri Kertanagara saja, serta
seorang putri dari Kerajaan Malayubernama Dara Petak, yaitu salah satu dari dua
putri yang dibawa kembali dari Melayu oleh pasukan yang dulunya dikirim oleh
Kertanagara yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu pada masa
kerajaan Singasari. Dara Petak merupakan salah seorang putri Srimat
Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa Raja Melayu dari Kerajaan Dharmasraya

Menurut prasasti Sukamerta dan prasasti Balawi, Raden Wijaya memiliki


seorang putra dari Tribhuwaneswari bernama Jayanagara.[3]Sedangkan Jayanagara
menurut Pararatonadalah putra Dara Petak, dan menurut Nagarakretagama adalah
putra Indreswari. Sementara itu, dari Gayatri lahir dua orang putri bernama Dyah
Gitarja dan Dyah Wiyat.

Namun ada juga pendapat lain, dimana Raden Wijaya juga mengambil Dara
Jingga yang juga salah seorang putri Kerajaan Melayu sebagai istrinya selain dari
Dara Petak, karena Dara Jingga juga dikenal memiliki sebutan sira alaki dewa —
dia yang dinikahi orang yang bergelar dewa.

5. Penaklukan Kerajaan Bali oleh Majapahit

Nama Arya Damar ditemukan dalam Kidung Pamacangah dan Usana


Bali sebagai penguasa bawahan di Palembang yang
membantu Majapahit menaklukkan Bali pada tahun 1343. Dikisahkan, Arya
Damar memimpin 15.000 prajurit menyerang Bali dari arah utara,
sedangkan Gajah Mada menyerang dari selatan dengan jumlah prajurit yang sama.

Pasukan Arya Damar berhasil menaklukkan Ularan yang terletak di pantai


utara Bali. Pemimpin Ularan yang bernama Pasung Giri akhirnya menyerah
setelah bertempur selama dua hari. Arya Damar yang kehilangan banyak prajurit
melampiaskan kemarahannya dengan cara membunuh Pasung Giri.

Arya Damar kembali ke Majapahit untuk melaporkan kemenangan di Ularan.


Pemerintah pusat yang saat itu dipimpin Tribhuwana Tunggadewi marah atas
kelancangannya, yaitu membunuh musuh yang sudah menyerah. Arya Damar pun
dikirim kembali ke medan perang untuk menebus kesalahannya.

Arya Damar tiba di Bali bergabung dengan Gajah Mada yang bersiap
menyerang Tawing. Sempat terjadi kesalahpahaman di mana Arya Damar
menyerbu lebih dulu sebelum datangnya perintah. Namun keduanya akhirnya
berdamai sehingga pertahanan terakhir Bali pun dapat dihancurkan.

Seluruh Pulau Bali akhirnya jatuh ke dalam kekuasaan Majapahit setelah


pertempuran panjang selama tujuh bulan. Pemerintahan Bali kemudian dipegang
oleh adik-adik Arya Damar, yaitu Arya Kenceng, Arya Kutawandira, Arya
Sentong, dan Arya Belog. Sementara itu, Arya Damar sendiri kembali ke daerah
kekuasaannya di Palembang.

Arya Kenceng memimpin saudara-saudaranya sebagai penguasa Bali bawahan


Majapahit. Ia dianggap sebagai leluhur raja-raja Tabanan dan Badung.

Anda mungkin juga menyukai