PENDAHULUAN
1
2
memiliki persentase paling besar, yaitu 31,92%. Hal ini menunjukkan bahwa
tenaga bidan merupakan salah satu tenaga inti di puskesmas (Kemenkes, 2012).
Distribusi tenaga kesehatan membantu memberikan beberapa indikasi
aksesibilitas pelayanan kesehatan kepada penduduk, kualitas layanan yang
ditawarkan dan alokasi rasional sumber daya manusia (Fapohunda, et al., 2009).
Literatur kesehatan dunia menunjukkan bahwa cakupan pelayanan kesehatan dan
kualitas secara langsung berkorelasi dengan angka dan kinerja petugas kesehatan.
Misalnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menunjukkan bukti bahwa
cakupan layanan kesehatan primer yang dipilih, intervensi kesehatan ibu, bayi
yang baru lahir dan anak, cenderung meningkat dengan kepadatan tenaga kerja
kesehatan nasional yang lebih tinggi menggunakan MDGs sebagai tolok ukur.
WHO melaporkan bahwa warga negara-negara dengan kekurangan tertinggi
dalam jumlah dokter, perawat dan bidan adalah orang-orang yang paling berisiko
tidak memenuhi target cakupan (WHO, 2006).
Indonesia memiliki beberapa karakteristik yang menyebabkan terjadinya
maldistribusi tenaga kesehatan. Secara geografis, Indonesia memiliki berbagai
daerah yang sulit untuk dijangkau, dan daerah-daerah tersebut sama sekali tidak
menarik minat tenaga kesehatan untuk bekerja dalam jangka waktu yang lama.
Kemampuan ekonomi di Indonesia memiliki variasi yang sangat besar. Ada
daerah dengan kekuatan ekonomi yang sangat kuat, namun ada juga daerah yang
sangat terbelakang. Situasi ini menyebabkan terjadinya penumpukan tenaga
kesehatan pada daerah tertentu, demikian sebaliknya terjadi kekurangan tenaga
kesehatan pada daerah yang lainnya (Meliala, 2009). Seperti halnya penduduk
Indonesia yang tinggal di perkotaan maupun di Jawa-Bali, masyarakat Indonesia
yang tinggal di daerah terpencil dan tertinggal pun berhak mendapatkan pelayanan
yang sama akan kesehatan. Oleh karena itu, ketersediaan tenaga kesehatan yang
mencukupi dan berkualitas di daerah tertinggal menjadi isu penting yang harus
segera diselesaikan (Efendi, 2012).
Menurut WHO, saat ini terjadi kekurangan tenaga kesehatan yang
berkualitas di daerah pedesaan. Setengah dari populasi dunia tinggal di desa, yang
berdampak signifikan pada pencapaian MDGs. Diperlukan pemahaman yang jelas
3
tentang kondisi tersebut dalam konteks budaya dan kebutuhan tenaga kerja suatu
negara, dan menganjurkan jika pemerintah ingin membuat dampak pada
pengembangan program dan kebijakan untuk menarik pekerja di pedesaan dan
daerah terpencil (Lori, et al., 2012). Laporan WHO (2006) menyatakan, densitas
tenaga kesehatan berhubungan dengan probabilitas keselamatan hidup, baik
keselamatan bayi, anak maupun ibu. Artinya, densitas tenaga kesehatan
berbanding lurus dengan densitas pelayanan kesehatan dan keselamatan hidup.
Berbagai kajian, kebijakan dan penelitian telah dilakukan sebagai upaya
untuk mengungkap sekaligus mengatasi permasalahan di bidang SDM kesehatan
di negara Indonesia dan mencari solusi terbaik. Walaupun jumlahnya sangat
minim, namun hal tersebut perlu diapresiasi sebagai upaya pengumpulan data
berbasis bukti yang valid dan sahih. Kesahihan data ini sangat penting menjadi
panduan bagi pengambil kebijakan maupun perencana SDM kesehatan sebagai
arahan dalam membuat kebijakan berikutnya (Kurniati & Efendi, 2012). Kajian
dan model mengenai distribusi tenaga kesehatan yang dibuat untuk mengatasi
masalah maldistribusi dan memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan di DTPK di
Indonesia. Namun, dalam mengimplementasikannya, ditemukan beberapa
hambatan, di antaranya berupa tidak konsekuennya kebijakan dan regulasi yang
berlaku, adanya standar yang tinggi untuk pendidikan profesi tertentu yang harus
dipenuhi oleh tenaga kesehatan yang diterapkan oleh asosiasi, serta hambatan non
teknis juga masih sering ditemukan antara lain: mangkirnya tenaga kesehatan
untuk kembali ke daerah DTPK setelah melaksanakan pendidikan, lambatnya
insentif karena keterbatasan komunikasi serta kurang menariknya insentif non
material bagi tenaga kesehatan di DTPK.
Puskesmas adalah jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama
sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan yang memiliki peranan penting dalam
sistem kesehatan nasional, khususnya subsistem upaya kesehatan. Sistem
kesehatan nasional menetapkan rumah sakit dan puskesmas sebagai salah satu
bentuk fasilitas pelayanan kesehatan (Kepmenkes 274 tahun 2009). Dalam
memberikan pelayanan kesehatan, puskesmas dituntut untuk meningkatkan mutu
pelayanan dengan segala upaya, faktor- faktor pendukung pelayanan kesehatan
4
mulai dilaksanakan pada tahun 1970an tersebut dinilai sukses dan berhasil
menurunkan angka kelahiran total/total fertility rate (TFR). Menurut data Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angka TFR tercatat mengalami
penurunan dari 2,8 pada tahun 1997 menjadi 2,6 pada tahun 2002/2003, meskipun
kemudian mengalami stagnansi pada SKDI tahun 2007 hingga tahun 2012 sebesar
2,6. Menurunnya angka TFR dikarenakan adanya peningkatan angka pengguna
kontrasepsi/contraseptive prevalence rate (CPR) yang merupakan wujud dari
penyelenggaraan progam KB (BPS, 2013).
Uraian di atas dapat menggambarkan bahwa tenaga kesehatan, khususnya
bidan, yang berkualitas dalam jumlah yang mencukupi harus di distribusikan
secara merata serta bermanfaat secara optimal dalam upaya menjamin
keterlaksanaan pembangunan kesehatan dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya dan berkeadilan. Akan tetapi, yang menjadi
persoalan adalah distribusi tenaga kesehatan, terutama di daerah, masih terjadi
disparitas ketersediaan dan distribusi antar wilayah, sehingga mempersulit
pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional tersebut. Dalam penelitian
ini, hal yang menarik untuk diteliti adalah determinan karakteristik puskesmas,
terhadap ketersediaan dan distribusi bidan di puskesmas, yang berhubungan
dengan capaian pelaksanaan progam keluarga berencana kabupaten/kota di
Indonesia.
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum :
Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi ketersediaan,
distribusi tenaga bidan di puskesmas terhadap progam keluarga berencana di
kabupaten/kota Indonesia.
6
2. Tujuan khusus :
a. Mengetahui gambaran ketersediaan dan distribusi tenaga bidan di
puskesmas pada kabupaten/kota Indonesia.
b. Menganalisis hubungan antara geografi (lokasi dan geografi) puskesmas
dengan ketersediaan tenaga bidan di puskesmas pada kabupaten/kota di
Indonesia.
c. Menganalisis hubungan antara lingkungan organisasi puskesmas
(pemberian tunjangan/insentif dan sarana prasarana) dengan ketersediaan
tenaga bidan di puskesmas pada kabupaten/kota di Indonesia.
d. Menganalisis hubungan antara sistem penyelenggaraan jasa layanan
(jenis puskesmas) dengan ketersediaan tenaga bidan di puskesmas pada
kabupaten/kota di Indonesia.
e. Menganalisis hubungan antara ketersediaan dan distribusi tenaga bidan
dengan progam pelayanan kesehatan KB di kabupaten/kota di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
E. Keaslian Penelitian
degan cluster sampling. Profil sumber daya manusia dan karakteristik dasar
dari masing- masing pusat pelayanan kesehatan masyarakat dikumpulkan.
Kurva Lorenz dan Koefisien Gini yang digunakan untuk mengukur
ketimpangan dalam distribusi tenaga kesehatan di pusat-pusat pelayanan
kesehatan masyarakat dengan jumlah penduduk dan wilayah geografis. Rank
test Wilcoxon untuk sampel berpasangan digunakan untuk menganalisis
perbedaan ekuitas antara indikator kesehatan yang berbeda. Hasil dari
penelitian menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan yang signifikan dalam
distribusi tenaga kesehatan di semua provinsi di Cina, khususnya perawat dan
tenaga kesehatan yang berpendidikan tinggi.
3. Rao, et al. (2012) dengan judul penelitian So many, yet few: Human resources
for health in India. Tujuannya untuk menggambarkan tentang komposisi dan
distribusi tenaga kesehatan India. Metode dengan mengumpulkan data dari
sensus dan survei rumah tangga secara nasional di India. Hasil penelitian
India menghadapi defisit sebagian besar tenaga kesehatan; kepadatan dokter,
perawat dan bidan merupakan seperempat dari standar WHO 2,3/1.000
penduduk. Disparitas distribusi tenaga kesehatan yang cukup mencolok di
daerah pedesaan, sebagian besar pekerja berada di daerah perkotaan dan di
sektor swasta. Wanita memiliki proporsi 1/3 dari angkatan kerja, wilayah
miskin memiliki kepadatan tenaga kesehatan yang lebih rendah. Kesimpulan
kekurangan informasi dasar tentang gambaran tenaga kesehatan akan
membuat kesalahan perencanaan dan manajemen tenaga kesehatan yang
efektif, bagi pembuat kebijakan. Hal yang harus dilakukan pemerintah adalah
dengan meningkatkan ketersediaan tenaga kesehatan yang berkualitas di
daerah yang kurang terlayani dan campuran keterampilan yang lebih efisien.
4. Munga, et al. (2009) dengan judul penelitian The decentralisation-
centralisation Dilemma: recruitment and distribution of health workers in
remote districts of Tanzania. Penelitian bertujuan untuk menyoroti
pengalaman dan tantangan yang berkaitan dengan desentralisasi dan re-
sentralisasi dalam kaitannya dengan perekrutan dan distribusi tenaga
kesehatan di daerah-daerah terpencil Tanzania. Metode yang digunakan
9