Oleh
KELOMPOK 2
KELAS: IV B
PENDIDIKAN IPA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Disimilasi
Produksi materi
kehidupan
Energi diambil
3 oleh
pengeksploitasi
Energi dibakar
dan energi diubah Energi disimpan
sebagai lemak 6
sebagai panas
Miller (1986) menyebutkan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan tidak
dapat dimusnahkan, yang ada adalah perubaham bentuk yang satu ke bentuk yang
lainnya. Energi itu hilang oleh suatu sistem atau terkumpul dalam suatu materi
tertentu. Energi yang masuk sama dengan energi yang keluar dalam bentuk yang
lain. Outpun dapat berupa sampah, polusi, atau limbah.
(sumber:miller,1986)
Keterangan: A= Energi Berkualitas Tinggi, B= Materi, C= Satu atau beberapa
Cara Masyarakat, D= Panas Energi Berkualitas Rendah, E= Limbah Materi dalam
Udara, Air, dan Tanah
Gambar 2. Salah satu atau beberapa Cara Masyarakat yang Ditemukan di
Suatu Negara Industri Dilandasi oleh Pemaksimalan Laju Aliran Energi dan
Materi. Dalam Pengubahan Cepat terhadap Mineral dan Sumber Daya
Energi Dunia Menghasilkan Sampah, Polusi, dan Limbah Panas.
Asas ini tak lain adalah hukum termodinamika kedua yang banyak
digunakan dan berlaku dalam fisika. Ini berarti, meskipun energi itu tak pernah
hilang dari alam raya, tetapi energi tersebutakan terus diubah kedalam bentuk yang
kurang bermanfaat. Seumpamanya saja, energi yang diambil oleh hewan untuk
keperluan hidupnya adalah dalam bentuk makanan yang padat dan bermanfaat.
Tetapi, panas yang keluar dari tubuh hewan karena lari, terbang, atau berenang
terbuang tanpa guna. Memang ada kecenderungan secara universal diatas planet
kita ini, yaitu hampir semua bentuk energi berdegradasi kedalam bentuk panas
tanpa kembali lagi, dan kemudian beradiasi ke angkasa lepas.
Semua sistem biologi, adalah kurang efisie, dalam arti kata, hanya sebagian
saja dari input energi kedalam suatu jasad hidup, populasi, atau ekosistem yang
tersedia dapat dipindahkan dan digunakan oleh organisme hidup, populasi, atau
ekosistem yang lain. Oleh karena itu, pemkaian energi yang sebaik-baiknya oleh
jasad hidup merupakan suatu hala yang sangat penting. Pada tabel 1 dibawah ini
terlihat bagaimana energi itu terbuang dalam piramida makanan=, dari tumbuhan
ke herbivora, dan seterusny, makin naik tingkat makanannya, makin kurang
biomassanya. Dan yang paling ujung atau puncak menerima energi paling sedikit.
Tabel 1. Aliran energi dalam ekosistem daratan
Komponen Konsumsi Pernafasan Ri Ri/(lamda)per Efisiensi per
Ekosistem (lamda) kalori hektar tahun
Dalam kalori
Matahari 47,1 x 108 8,76 x 106 0,150 0,012
3
(energi 170 x 10 0,680 0,004
matahari yang 5434 0,933 0,023
tiba di bumi)
Vegetasi 58,3 x 106
Herbivore 250 x 103
Karnivora 5824
Sehubungan dengan pemisahan-6 (lihat gambar 5) dapat diperhatikan dalam
tabel 1, kolom 4, bahwa proporsi pernafasan naik, semakin kita menaiki piramida
makanan. Sebabnya ialah tumbuhan tidak perlu bergerak untuk membentuk bahan
makanan, karena tumbuhan mudah diperoleh. Tetapi hewan karnivora harus
mengeluarkan energi yang lebih banyak untuk mendapatkan makanan.
Tabel 1 sangat menarik untuk digunakan dalam berbagai perhitungan
penting, sehubungan dengan kaitan antara organisme hidup dengan lingkungannya.
Misalnya kita mengambil suatu populasi minimum sebanyak 1000 individu
daripada spesies X. Kemudian dalam tabel 1 ini dapat dilihat berapa banyak sinar
matahari perlu diterima oleh lingkungan untuk menyokong sekian banyak individu.
Jika lingkungan itu tidak cukup luas untuk menerima sekian banyak sinar matahari
sebagai sumber energi yang masuk, maka spesies X tak akan dapat berkembang,
bahkan tak mungkin dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Ituylah
sebabnya mengapa sebuah kolam atau danau tak dapat menampung penuh sekian
banyak anggota populasi ikan, meskipun nampaknya tempat tersebut sesuai dengan
kehidupan mereka. Itulah pula sebabnya orang sering keliru oleh kemampuan laut
yang dianggap sebagai sumber bahan makanan yang tidak akan habis. Ada dua
alasan yang sangat kuat untuk ditunjukkan, bahwa pendapat demikian itu keliru.
Pertama, lautan di permukaan bumi ini relatif sangat miskin akan mineral.
Bagian laut yang paling produktif ialah bagian dangkalnya saja.
Disini endapan mineral oleh proses gerakan air laut secara tegak dapat naik
kembali ke permukaan, yang kemudian digunakan oleh fito-plankton untuk
membentuk jaringan hidup. Produktivitas biologi semacam ini nampak sangat
menguntungkan di sepanjang pantai Peru, misalnya dimana produksi perikanan,
khasnya ‘anchovy’ sangat terkenal.
Keduan, produktivitas lautan rendah, karena cara kita mengambil produksi
lautan hampir serupa dengan jika kita memerlukan harimau atau singa, sebagian
bahan makanan di darat. Ikan laut yang kita sukai biasanya dihasilkan oleh puncak
piramida-makanan yang jauh lebih kompleks daripada di darat. Padahal tiap tingkat
piramida itu menggambarkan banyak sekali energi yang harus terbuang, karena
sistem biologi yang tidak efisien seperti diterangkan sebelumnya. Bahkan dengan
luas permukaan lautan yang begitu terbentang di muka bumi, energi yang dapat kita
manfaatkan relatif sangat terbatas.
Apabila berbincang mengenai ‘energi yang dapat kita manfaatkan’, atau
tentang tumbuhan, hewan, ikan, dan sebagainya pada hakekatnya kita tertarik oleh
sumber alam. Nampak dalam sekilas saja, bahwa sumber alam itu sangat
bermanfaat, tetapi dapatkah gunanya ini diukur, dan apakah sebetulnya batasan
sumber alam itu? Satu ukuran biologi yang penting untuk menunjukkan kegunaan
sumber alam, ialah kesan terhadap daya pembiakan. Makin banyak suatu sumber
alam dijumpai di daerah biasanya tak begitu cukup memiliki sumber alam tersebut,
makin meningkat daya pembiakan hewan atau tumbuhan yang menggunakan
sumber alam tersebut. Meskipun demikian, banyak peristiwa yang dapat terjadi
selama masa hidup suatu jenis hewan atau tumbuhan, sejak lahir hingga beranjak
dewasa dan siap untuk membiak lagi.
Oleh sebab itu kelebihan suatu sumber alam dalam suatu masa hidup
sejenishewan atau tumbuhan mungkin tak nampak berkesan, karena tersembunyi
oleh peristiwa atau kejadian lain yang berlaku di sepanjang masa hidupnya. Dengan
demikian pengukuran pengaruh suatu sumber alam terhadap suatu sistem
kehidupan perlu dilakukan dengan melihat kesan pengubahan energi, bukan dengan
kesannya terhadap pembiakan.
Dalam prakteknya, pengukuran daya perubahan energi dalam sebuah sistem
biologi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Boleh diukur dengan jalan
menentukan bahan makanan yang dimakan (oleh hewan), mengamati tinjanya,
menentukan kadar kalori dlam suatu bahan melalui pembakaran (kalorimeter), dan
sebagainya. Daya perubahan energi suatu proses metabolisme dapat diukur dengan
menggunakan pengamatan radio isotop.
Misalnya, untuk proses fotosintesa pada tumbuhan dapat ditentukan berapa
banyak karbon radioaktif C14 dibentuk menjadi jaringan tumbuhan. Walau
bagaimanapun juga, sumber alam tak akan mempunyai kesan positif sepanjang
masa. Pengaruh positif hanya terjadi sewaktu sumber alam itu mencapai tingkat
jumlah optimum. Oleh karena itu sumber alam dapat didefinisikan sebagai segala
sesuatu yang diperlukan oleh organisme hidup, populasi, atau ekosistem yang
pengadaanya hingga ketingkat yang optimum atau yang mencukupi, akan
meningkatkan daya pengubahan energi.
C. Asas 3 : “ materi , energi , ruang , waktu , dan keanekaragaman ,
semuanya termasuk kategori sumber alam. “
Memang jelas dalam asas fisika dan kimia , bahwa pengubahan energi oleh
sistem biologi harus berlangsung pada kecepatan yang sebanding dengan adanya
materi dan energi di alam lingkungannya. Tetapi apakah ruang juga dapat
digolongkan sebagai sumber alam ? kalau ruang begitu sempit bagi sesuatu populasi
yang tinggi kepadatannya, ada kemungkinan terjadinya gangguan terhadap proses
pembiakan. Individu jantan berkelahi berebut betina, menimbulkan gangguan
terhadap pertemuan antara jantan dan betina dalam proses pembiakannya. Tetapi,
sebaliknya ruang yang terlalu luas, berakibat jarak antara individu dalam sebuah
populasi menjadi terlalu jauh. Dalam hal ini prospek si jantan untuk bertemu dengan
si betina dalam proses pembiakan kecil sekali. Ruang dapat juga memisahkan jasad
hidup dari sumber bahan makanan yang dibutuhkannya, yang jauh dekatnya
menentukan perkembangan populasi jasad hidup itu. Oleh karena itu pengaruh
ruang secara asas adalah beranalogi dengan materi dan energi sebagai sumber
alam.
Waktu sebagai sumber alam juga tidak merupakan besaran yang berdiri
sendiri. Misalnya, hewan mamalia dipadang pasir. Pada saat musim kering tiba,
persediaan air akan berkurang di alam lingkungannya , mereka harus berpindah ke
tempat yang ada sumber air. Berhasil atau tidaknya hewan itu berimigrasi,
bergantung pada adanya cukup waktu dan energi untuk menempuh jarak antara
tempat semula dan tempat tujuan. Di alam terbuka memang soal waktu amatlah
penting. Seekor singa sering harus ‘menahan lapar’ yang cukup lama dalam
melakukan pengintaian, sebelum betul-betul yakin, bahwa ia dapat berhasil
menerkam mangsanya.
Seorang pengamat Trimmer, 1962) memperhatikan tiga ekor singa betina
dewasa yang mencari mangsanya. Mereka memerlukan waktu sampai 45 menit
sejak mereka melihat seekor kerbau sampai kepada saat yang tepat untuk
menerkamnya. Waktu ternyata merupakan sumber alam yang sangat berharga.
Keanekaragaman juga sering merupakaan sumber alam. Misalnya, makin
beranekaragam jenis makanannya suatu spesies semakin berkurang bahayanya bagi
spesies itu menghadapi perubahan lingkungan yang dapat memusnahkan sumber
makanannya musna oleh sesuatu sebab yang terjadi di lingkungannya. Untuk seekor
hewan yang mempunyai 100 jenis makanan, sedikit sekali kemungkinannya
keseratus jenis makanan itu musna semuanya dalam waktu yang sama. Manusia
adalah jasad hidup yang dapat makan hampir segala macam makanan, maka ia
dapat hidup unggul dimana-mana. Sebaliknya, beruang koala di Benua Australia
yang hanya dapat makan daun pohon kayu putih (Eucaltyptus), disamping jumlah
populasinya terbatas, penyebarannyapun hanya di kawasan hutan Eucaltyptus di
Australia saja.
Dibawah ini disajikan beberapa gambar yang menujukkan pengaruh energi,
materi, ruang, waktu, dan keanekaragaman dalam hubungan dengan manusia dan
lingkungannya.
E. Asas 5 ada dua jenis sumber alam dasar, yaitu sumber alam yang
pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya, dan yang
tak mempunyai daya rangsang penggunaan lebih lanjut.
Ada dua hal pada 5 ini. Di suatu pihak dapat kita bayangkan suatu keadaan
atau situasi, dengan jenis sumber alam tidak akan menimbulkan rangsangan untuk
penguanaannya lebih lanjut. Dipihak lain dapat juga kita bayngakan adanya paling
sedikit dua situasi yang mempunyai kesan merangsang itu.
Dalam Asas 7 artinya ialah adanya keteraturan yang pasti pada pola factor
lingkungan dalam suatu periode yang relative lama. Perlu diakui, bahwa memang
terdapat fluktasi turun-naiknya kondisi lingkungan di semua habitat, tetapi besarnya
dan sukar mudahnya untuk diramal, berbeda-beda dari suatu habitat ke habitat lain.
Dengan adanya keadaan optimum pada factor lingkungan bagi kehidupan suatu
spesies, maka erlu kita ketahui berapa lama keadaan tersebut dapat bartahan. Di tiap
lingkungan dapat kita harapkan adanya penyebaran spesies yang berbeda-beda
kepadatannya, dari yang paling padat sampai kepada yang jarang sekali. Kalau
factor lingkungan berubah sedemikian rupa (sampai tak dapat diramal lagi),
sehingga terjadi pengaruh pengurangan jumlah individum akan terancamlah spesies
yang populasinya jarang. Bahaya ancaman itu dapat sampai menghapus kehadiran
spesies itu lebih lanjut.
Pendeknya lingkungan yang stbil secara fisik merupakan sebuah lingkungan
yang terdiri dari banyak spesies, dari yang umum sampai yang jarang dijumpai.
Semua itu dapat melakukan penyesuaian (secara evolusi) kepada tingkat optimum
keadaan lingkungannya. Sedangkan lingkungan yang tak stabil, hanya dihuni oleh
spesies yang relative sedikit jumlahnya, dengan kepadatan rata-rata yang kurang
lebih serupa.
ini telah diterangkan panjang lebar oleh Valentine (1969) berdasarkan
beberapa bukti fosil, dan dikenal sebagai hipotesis waktu-stabilitas Sanders (1969).
Ditemukan olehnya, bahwa di dalam komunitas fauna dasar laut, keanekaragaman
spesies yang terbesar (varitas spesies per sampel dalam suatu luas tertentu) dijumpai
pada habitat yang stabil sepanjang masa yang lama sekali. Slobodkin dan Sanders
(1969) menginterpretasikan hal ini sebagai pengaruh lingkungan yang mudah
diramal (stabil) terhadap spesies. Maksudnya ialah, makin lama suatu lingkungan
dalam keadaan stabil, maka makin banya keanekaragaman spesies yang muncul
sebagai akibat berlangsungnya proses evolusi. Hal ini tak usah diartikan, bahwa
keadaan lingkungan itu harus mempunyai iklim yang bersuhu hangat dengan
fluktasi naik-turunnya suhu yang tidak besar setiap hari selama satu tahun, atau dari
tahun ketahun seperti di Indonesi. Bisa saja suhu sangat rendah dengan keadaan
rendah seperti suhu di dasar lautan, asalh stabil.
Keadaan iklim yang stabil sepanjang waktu yang lama sekali tidak saja akan
melahirkan keanekaraaman spesies yang tinggi, tetapi juga akan menimbulkan
keanekaragaman pola penyebaran kesatuan populasi (Pielou, 1969).
Hal ini berarti ekosistem, populasi atau tingkat makanan yang sudah dewasa
memindahkan energi, biomassa, dan keanekaragaman tingkat organisasi ke arah
yang belum dewasa. Dengan kata lain, energi materi dan keanekaragaman mengalir
melalui suatu kisaran yang menuju ke arah organisasi yang lebih kompleks atau
dari subsistem yang rendah keanekaragamannya. Asas ini meneruskan 5 Asas yang
menyatakan, bahwa pengadaan yang meningkat daripada suatu sumber alam
(seperti juga halnya keanekaragaman) mungkin dapat merangsang lebih banyak
penggunaan sumber alam tersebut. Kemudian diikuti oleh Asas 9 yang mengatakan,
bahwa keanekaragaman yang meningkat dalam sebuah sistem berarti meningkatkan
pula efisiensi. Penggunaan energi satu cara untuk meningkatkan kecermatan
penggunaan energi, ialah dengan mengeksplotasi sistem lain yang menghabiskan
energinya untuk mengumpulkan energi dan materi yang dibutuhkan.
Margelaf (1963, 1968) telah menunjukkan, bahwa kejadian serupa itu
sangat umum dan sering dapat digunakan untuk menerangkan berbagai gejala.
Energi plankton dalam komunikasi perairan misalnya, memasang Asas ini juga
dapat dipakai untuk menerangkan bagaiamana banyak orang muda dari ladang,
kampung, dan kota kecil mengalir berkelana ke kota besar, karena keanekaragaman
kehidupan kota besar yang melebihi tempat asalnya. Jadi, keahlian dan bakat
mengalir dari daerah yang kurang ke daerah yang lebih beranekaragam corak
kehidupannya. Asas ini jugalah yang dapat menjelaskan bahwa hampir semua
transaksi ekonomi antara negara yang sedang berkembang dan negara yang sudah
maju, meskipun seharusnya menolong negara yang berlum berkembang, tetapi hasil
akhirnya akan tetap akan menguntungkan negara yang sudah maju.
Di daerah reklamasi pasang surut di Sumatra dan di Kalimantan, Asas ini
juga dapat menerangkan bagaimana hama beruk, tikus, dan serangga dari hutan
rawa (yang lebih stabil dan beranekaragam) menyerang tanaman pertanian yang
diolah transmigran, yang ternyata masih rawan dan hanya ditumbuhi oleh tanaman
pertanian yang sangat kurang keanekaragaman jenisnya. Disini mau tidak mau,
energi mengalir dari daerah pertanian pasang surut htan rawa. Para petani harus
berusaha sekuat tenaga melawan tantangan alam ini.
PENUTUP
Kesimpulan