Anda di halaman 1dari 18

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PROBLEM-FOCUSED

COPING DENGAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA


YANG SEDANG MENYUSUN SKRIPSI DI UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH GRESIK

Heruma Tarwiyati
Program Studi Psikologi
Universitas Muhammadiyah Gresik

ABSTRAK
Mahasiswa yang sedang menyusun skripsi cenderung mengalami
stres. Stres tersebut banyak disebabkan oleh sulitnya menentukan
judul, susahnya mencari literatur atau buku acuan serta banyaknya
revisi dari dosen penguji. Ketika stres, seseorang akan segera
melakukan coping, khususnya coping model Problem-Focused
Coping. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana
hubungan antara tingkat problem-focused coping dengan tingkat stres
pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi di Universitas
Muhammadiyah Gresik.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Berdasarkan
karakteristik permasalahannya, penelitian ini termasuk dalam
penelitian korelasional. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian
mahasiswa semester genap angkatan 2009 Universitas
Muhammadiyah Gresik yang sedang menyusun Skripsi. Sedangkan
metode pengumpulan data dari kedua variabel menggunakan
kuesioner yang disusun dalam bentuk skala Likert. Untuk mengukur
Tingkat Problem-Focused Coping dan Tingkat Stres dengan
menggunakan pilihan jawaban SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), CS
(Cukup Sesuai), TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai).
Data dari kedua variabel diolah dengan teknik statistik korelasi
Product Moment dengan taraf signifikansi 5 %. Dapat diketahui
bahwa r = -0,109, p = 0,409; p > 0,05. Karena taraf signifikasi p
lebih besar dari 0,05, maka Ho diterima.
Jadi tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat
problem-focused coping dengan tingkat stres.

Kata Kunci: Tingkat Problem-Focused Coping, Tingkat Stres.

PENDAHULUAN
Skripsi adalah hasil penelitian mahasiswa yang merupakan mata kuliah yang
harus ditempuh setiap mahasiswa jenjang sarjana (S1) pada akhir program studinya
guna memenuhi persyaratan sebagai Sarjana (Buku panduan akademik Universitas
Muhammadiyah Gresik Tahun 2011/2012, 2011: 64).
Tidak sedikit pula mahasiswa yang takut dan menganggap mengerjakan
skripsi merupakan suatu beban yang berat. Ada juga akhirnya mahasiswa yang

63
Jurnal Psikosains. Vol. 6/No.1/Agustus 2013

berhenti hingga beberapa bulan dalam mengerjakan dikarenakan kebingungannya


sendiri dalam mengerjakan skripsi.
Pada kenyataannya dari hasil wawancara yang telah peneliti laksanakan pada
beberapa mahasiswa, ada yang mengalami stres ketika mengerjakan skripsi.
Peneliti melakukan wawancara selama tiga hari yaitu pada tanggal 15 April 2013,
17 April 2013, dan 22 April 2013. Berdasarkan hasil wawancara peneliti
mendapatkan sepuluh mahasiswa mengaku stres dikarenakan sulitnya menentukan
judul, susahnya mencari literatur atau buku acuan serta banyaknya revisi dari dosen
penguji.
Slamet mengatakan bahwa masalah di atas bisa menjadi contoh dari beberapa
permasalahan yang biasanya dihadapi oleh mahasiswa yang memiliki kesulitan
dalam menyusun skripsi mereka. Masalah-masalah yang umum dihadapi oleh
mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah banyaknya mahasiswa yang tidak
mempunyai kemampuan dalam menulis karya ilmiah, kemampuan akademis yang
kurang memadai serta kurangnya ketertarikan mahasiswa dalam penelitian
(Gunawati dkk., 2006: 94).
Mu’tadin mengatakan bahwa ketika masalah-masalah tersebut menyebabkan
adanya tekanan dalam diri mahasiswa maka dapat meyebabkan stres dalam
menyusun skripsi, apalagi jika mendekati batas waktu pengumpulan skripsi dan
mereka masih juga belum menyelesaikan skripsinya tersebut. Hal ini tentu akan
membuat mahasiswa semakin tertekan, level stres bertambah, frustasi, kehilangan
motivasi diri, merasa rendah diri, menunda penyusunan skripsi dan bahkan ada
yang memutuskan untuk tidak menyelesaikan skripsinya. Jika hal ini terjadi,
tentunya akan sangat merugikan mahasiswa yang bersangkutan mengingat bahwa
skripsi merupakan tahap paling akhir dan paling menentukan dalam mencapai gelar
sarjana. Selain itu usaha dan kerja keras yang telah dilakukan bertahun-tahun
sebelumnya menjadi sia-sia jika mahasiswanya gagal dalam menyelesaikan skripsi
(Subekti, 2008: 2-3).
Salah satu dosen pembimbing skripsi Fakultas Ekonomi Universitas
Muhammadiyah Gresik mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang
menyebabkan stres pada mahasiswa yang sedang melakukan bimbingan skripsi
diantaranya yaitu kurangnya pengetahuan mahasiswa terhadap penelitian (belum
mengetahui secara jelas isi dari skripsi), kebanyakan dari mahasiswa yang
mengajukan judul skripsi masih belum mengetahui tujuan dari skripsi itu sendiri;
kurangnya kesiapan mental dari mahasiswa; rasa takut terhadap dosen pembimbing
terutama pada saat melakukan bimbingan, mereka takut dengan macam-macam
pertanyaan yang diajukan oleh dosen pembimbing mereka; kurangnya memiliki
buku acuan/teori atau sulit mendapatkannya; yang terakhir yaitu faktor kerja,
beberapa mahasiswa stres karena harus membagi waktu kerja dengan mengerjakan
skripsi mereka.
Pemaparan dengan stres dapat menyebabkan emosi yang menyakitkan,
sebagai contohnya kecemasan. Tetapi ini juga dapat menyebabkan penyakit fisik,
baik ringan maupun parah. Tetapi reaksi seseorang terhadap peristiwa stres sangat
berbeda: sebagian orang yang menghadapi peristiwa stres mengalami masalah
psikologis atau fisik serius, sedangkan orang lain yang berhadapan dengan

64
Heruma Tarwiyati. Hubungan antara Tingkat Problem-Focused...

peristiwa stres yang sama tidak mengalami masalah apa-apa dan bahkan mungkin
merasa peristiwa itu sebagai sesuatu yang menantang dan menarik (Atkinson,
1993: 336).
Stres terjadi jika orang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan
sebagai mengancam kesehatan fisik atau psikologisnya. Peristiwa tersebut biasanya
dinamakan stresor, dan reaksi orang terhadap peristiwa tersebut dinamakan
respons stres (Atkinson, 1993: 338). Stres merupakan tekanan, tuntutan maupun
kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang
menimbulkan jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari berbagai situasi
dengan sumber-sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial seseorang.
Menurut Patel, tingkatan stres terdiri dari beberpa jenis yaitu Too little stress,
Optimum stress, Too much stress, Breakdown stress. Dimana masing-masing
memiliki ciri-ciri fisik maupun mental tersendiri (Patel, 1983: 6).
Dari gejala-gejala stres yang muncul tidak sedikit mahasiswa yang malas
dalam mengerjakan skripsinya, seperti menunda untuk melaksanakan bimbingan
sehingga skripsinya tidak kunjung selesai.
Dalam bukunya Atkinson mengatakan bahwa emosi dan rangsangan fisiologis
yang ditimbulkan oleh situasi stres sangat tidak nyaman, dan ketidaknyamanan ini
memotivasi individu untuk melakukan sesuatu guna menghilangkannya. Proses
yang digunakan oleh seseorang yang menangani tuntutan yang menimbulkan stres
dinamakan coping (kemampuan mengatasi masalah) (Atkinson, 1993: 378).
Ada dua macam coping yang digunakan ketika mengalami stres yaitu strategi
terfokus masalah (problem-focused coping), seseorang dapat memfokuskan
permasalahan yang dialaminya dan mencoba untuk menemukan cara untuk
mengatasi permasalahan tersebut. Kedua yaitu strategi terfokus emosi (emotion-
focused coping), seseorang berfokus menghilangkan emosi yang berhubungan
dengan stres seperti menyalurkan kemarahan, menggunakan alkohol atau obat-
obatan serta membicarakan berulang kali betapa buruknya segala sesuatu tanpa
mengambil tindakan untuk mengubahnya.
Strategi terfokus masalah (problem-focused coping) merupakan strategi untuk
memecahkan masalah antara lain menentukan masalah, menciptakan pemecahan
alternatif, menimbang-menimbang alternatif berkaitan dengan biaya dan manfaat,
memilih salah satunya, dan mengimplementasikan alternative yang dipilih. Strategi
terfokus masalah (problem-focused coping) juga dapat diarahkan ke dalam: orang
dapat mengubah sesuatu pada dirinya sendiri dan bukan mengubah lingkungan.
Mengubah tingkat aspirasi, menemukan sumber pemuasan alternative, dan
mempelajari kecakapan baru adalah contoh dari strategi ini. Sedangkan strategi
terfokus emosi (emotion -focused coping) merupakan strategi untuk mencegah
emosi negatif menguasai dirinya dan untuk mencegah mereka melakukan tindakan
untuk memecahkan masalahnya.
Lazarus mengatakan Problem-Focused Coping adalah suatu istilah untuk
strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh individu
yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya (Santrock, 2002:
566). Jadi disini Problem-Focused Coping lebih cenderung mengatasi stres yang

65
Jurnal Psikosains. Vol. 6/No.1/Agustus 2013

dialaminya, karena mereka yakin bahwa hal-hal yang menjadi sumber masalah
masih dapat diubah.

LANDASAN TEORI
Tinjauan Tentang Tingkat Stres
Pengertian Stres
Sarafino mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi yang disebabkan oleh
transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan jarak antara
tuntutan-tuntutan yang berasal dari berbagai situasi dengan sumber-sumber daya
sistem biologis, psikologis dan sosial seseorang (Smet, 1994: 110), sedangkan
Lazarus memberikan definisi stres yang mencakup berbagai faktor yang terdiri
dari stimulus, tanggapan, penilaian kognitif terhadap ancaman, gaya pertahanan,
perlindungan psikologis dan situasi sosial (Hasan, 2008: 77). Dari berbagai macam
definisi tentang stres maka dapat disimpulkan bahwa stres merupakan tekanan,
tuntutan maupun kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan
lingkungan yang menimbulkan jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari
berbagai situasi dengan sumber-sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial
seseorang.

Tingkat Stres
Tingkat stres berasal dari dua kata yaitu tingkat dan stres. Dalam kamus besar
Bahasa Indonesia Tingkat ialah tahap/babak. Sedangkan stres menurut Sarafino
adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan
lingkungan yang menimbulkan jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari
berbagai situasi dengan sumber-sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial
seseorang. Sehingga tingkat stres adalah suatu tahapan kondisi yang disebabkan
oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan jarak antara
tuntutan-tuntutan yang berasal dari berbagai situasi dengan sumber-sumber daya
sistem biologis, psikologis dan sosial seseorang.
Menurut Dr. Robert J. Van Amberg bahwa tahapan/Tingkat stres sebagai
berikut:
1. Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stres yang disertai perasaan nafsu
bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa
memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.
2. Stres tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi
tidak segar atau letih, lekas capek pada saat menjelang sore, lekas lelah
sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman
(bowel discomfort), jantung berdebar, otot tengkuk, dan punggung tegang.
Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai.
3. Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stress dengan keluhan, seperti defekasi
tidak teratur (kadang-kadang diare), otot semakin tegang, emosional,
insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali (late insomnia), koordinasi
tubuh terganggu, dan mau jatuh pingsan.
4. Stres tahap keempat, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak
mampu bekerja sepanjang hari (loyo), aktivitas pekerjaan terasa sulit dan

66
Heruma Tarwiyati. Hubungan antara Tingkat Problem-Focused...

menjenuhkan, respons tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan


pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun,
serta timbul ketakutan dan kecemasan.
5. Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik
dan mental (physical and psychological exhaustion), ketidakmampuan
menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan
berat, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung, dan panik.
6. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda,
seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin, dan
banyak keluar keringat, loyo, serta pingsan atau collapse (Sunaryo, 2002:
219).

Patel (1989: 6) menjelaskan adanya berbagai jenis tingkat stres yang


umumnya dialami manusia meliputi :
1. Too little stress
Dalam kondisi ini, seseorang belum mengalami tantangan yang berat
dalam memenuhi kebutuhan pribadinya. Seluruh kemampuan belum
sampai dimanfaatkan, serta kurangnya stimulasi mengakibatkan
munculnya kebosanan dan kurangnya makna dalam tujuan hidup.
2. Optimum stress
Seseorang mengalami kehidupan yang seimbang pada situasi “atas”
maupun “bawah” akibat proses manajemen yang baik oleh dirinya.
Kepuasan dan perasaan mampu individu dalam meraih prestasi
menyebabkan seseorang mampu menjalani kehidupan dan pekerjaan
sehari-hari tanpa menghadapi masalah yang terlalu banyak atau rasa lelah
yang berlebihan.
3. Too much stress
Dalam kondisi ini, seseorang merasa telah melakukan pekerjaan yang
terlalu banyak setiap hari. Dia mengalami kelelahan fisik maupun
emosional, serta tidak mampu menyediakan waktu untuk beristirahat atau
bermain. Kondisi ini dialami secara terus-menerus tanpa memperoleh hasil
yang diharapkan.
4. Breakdown stress
Ketika pada tahap too much stress individu tetap meneruskan usahanya
pada kondisi yang statis, kondisi akan berkembang menjadi adanya
kecenderungan neurotis yang kronis atau munculnya rasa sakit
psikosomatis. Misalnya pada individu yang memiliki perilaku merokok
atau kecanduan minuman keras, konsumsi obat tidur, dan terjadinya
kecelakaan kerja. Ketika individu tetap meneruskan usahanya ketika
mengalami kelelahan, ia akan cenderung mengalami breakdown baik
secara fisik , maupun psikis.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres menurut Santrock (2003: 560-565).
1) Faktor Lingkungan

67
Jurnal Psikosains. Vol. 6/No.1/Agustus 2013

a) Beban yang Terlalu Berat, Konflik, dan Frustasi


Istilah yang sering digunakan untuk beban yang terlalu berat di masa
kini adalah burnout, perasaan tidak berdaya, tidak memiliki harapan,
yang disebabkan oleh stres akibat pekerjaan yang sangat berat.
Burnout membuat penderitanya merasa sangat kelelahan secara fisik
dan emosional.
b) Kejadian Besar dalam Hidup dan Gangguan Sehari-hari
Para Psikolog menekankan bahwa kehidupan sehari-hari dapat menjadi
penyebab stres seperti halnya kejadian besar dalam hidup. Tinggal
dengan keluarga yang mengalami ketegangan dan hidup dalam
kemiskinan bukanlah sesuatu yang dapat dianggap sebagai kejadian
besar dalam hidup seorang remaja, namun kejadian sehari-hari yang
dialami remaja dalam kondisi kehidupan seperti itu dapat menumpuk
sehingga menimbulkan kehidupan yang sangat penuh dengan stres., dan
pada akhirnya remaja akan mengalami gangguan psikologis atau
penyakit.

2) Faktor-faktor Kepribadian Pola Tingkah Laku Tipe A


Pola tingkah laku Tipe A, (type A Behavior pattern) sekelompok
karakteristik- rasa kompetitif yang berlebihan, kemauan keras, tidak sabar,
mudah marah, dan sikap bermusuhan- yang dianggap berhubungan dengan
masalah jantung. Individu yang bermusuhan dan parah sering diberi
“reaktor panas”, yang berarti mereka memiliki raksi fisiologis yang kuat
terhadap stres-detak jantungnya meningkat, pernafasannya menjadi
semakin cepat, dan otot-ototnya menegang, yang pada akhirnya dapat
mengakibatkan penyakit jantung.

3) Faktor-faktor Kognitif
Penilaian Kognitif adalah istilah yang digunakan Lazarus untuk
menggambarkan interpretasi individu terhadap kejadian-kejadian dalam
hidup mereka sebagai sesuatu yang berbahaya, mengancam, atau
menantang dan keyakinan mereka apakah mereka memiliki kemampuan
untuk menghadapi suatu kejadian dengan efektif.

4) Faktor-faktor Sosial-Budaya
a) Stres Akulturatif
Akulturasi (acculturation) mengacu pada perubahan kebudayaan yang
merupakan akibat dari kontak langsung yang sifatnya terus menerus
antara dua kelompok kebudayaan yang berbeda. Stres akulturatif
(acculturative) adalah konsekuensi negatif dan akulturasi.

b) Status Sosial-Ekonomi
Kondisi kehidupan yang kronis, seperti pemukiman yang tidak
memadai, lingkungan yang berbahaya, tanggung jawab yang berat, dan

68
Heruma Tarwiyati. Hubungan antara Tingkat Problem-Focused...

ketidakpastian keadaan ekonomi merupakan pemicu stres yang kuat


dalam kehidupan warga yang miskin.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi stres dalam menyusun skripsi pada


mahasiswa menurut pendapat Gunawati dkk., (2006: 99-100), antara lain:
1) Faktor internal mahasiswa
a) Jenis kelamin
Penelitian di Amerika Serikat menyatakan bahwa wanita cenderung
memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan pria. Secara
umum wanita mengalami stres 30 % lebih tinggi dari pada pria.
b) Status sosial ekonomi
Orang yang memiliki status sosial ekonomi yang rendah cenderung
memiliki tingkat stres yang tinggi. Rendahnya pendapatan
menyebabkan adanya kesulitan ekonomi sehingga sering menyebabkan
tekanan dalam hidup.
c) Karakteristik kepribadian mahasiswa
Adanya perbedaan karakteristik kepribadian mahasiswa yang sedang
menyusun skripsi menyebabkan adanya perbedaan reaksi terhadap
sumber stres yang sama. Mahasiswa yang memiliki kepribadian
ketabahan memiliki daya tahan terhadap sumber stres yang lebih tinggi
dari pada mahasiswa yang tidak memiliki kepribadian ketabahan.
d) Strategi koping mahasiswa
Strategi koping merupakan rangkaian respon yang melibatkan unsur-
unsur pemikiran untuk mengatasi permasalahan sehari-hari dan sumber
stres yang menyangkut tuntutan dan ancaman yang berasal dari
lingkungan sekitar. Strategi koping yang digunakan oleh mahasiswa
yang sedang menyusun skripsi dalam menghadapi stres, berpengaruh
pada tingkat stresnya.
e) Suku dan kebudayaan
f) Inteligensi
Mahasiswa yang mempunyai tingkat inteligensi yang lebih tinggi akan
lebih tahan terhadap sumber stres dari pada mahasiswa yang memiliki
inteligensi rendah, karena tingkat inteligensi berkaitan dengan
penyesuaian diri. Mahasiwa yang memiliki inteligensi yang tinggi
cenderung lebih adaptif dalam menyesuaikan diri.

2) Faktor eksternal
a) Tuntutan pekerjaan/ tugas akademik (skripsi)
Tugas akademik (skripsi) yang dianggap berat dan tidak sesuai dengan
kemampuan individu dapat menyebabkan terjadinya stres.
b) Hubungan mahasiswa dengan lingkungan sosialnya
Hubungan mahasiswa yang sedang menyusun skripsi dengan
lingkungan sosialnya meliputi dukungan sosial yang diterima dan
integrasi dalam hubungan interpersonal dengan lingkungan sosialnya.

69
Jurnal Psikosains. Vol. 6/No.1/Agustus 2013

Tinjauan Tentang Problem –Focused Coping


Pengertian Coping
Coping yaitu bagaimana orang berupaya mengatasi masalah atau menangani
emosi yang umumnya negatif yang ditimbulkannya (Davidson, 2006: 275).
Cox berpendapat tentang coping merupakan kognisi dan perilaku yang
diadopsi oleh individu, menyusul pengakuan transaksi stres, yang dalam beberapa
cara yang dirancang untuk menangani transaksi tersebut (Cooper, 1991: 19).
Coping Mechanism adalah suatu mekanisme untuk mengatasi perubahan yang
dihadapi atau beban yang diterima. Apabila coping mechanism ini berhasil,
seseorang dapat beradaptasi terhadap perubahan tersebut atau akan merasakan
beban berat menjadi ringan (Sholeh, 2006: 39).
Dari beberapa pendapat tentang teori coping diatas, dapat disimpulkan coping
merupakan kognisi dan perilaku yang diadopsi oleh individu, menyusul
pengakuan transaksi stres, yang dalam beberapa cara yang dirancang untuk
menangani transaksi tersebut.
Lazarus & Folkman dalam bukunya mengatakan ada dua bentuk coping
utama. Orang dapat memfokuskan pada masalah atau situasi spesifik yang telah
terjadi, sambil mencoba menemukan cara untuk mengubahnya atau
menghindarinya di kemudian hari. Hal ini dinamakan strategi terfokus masalah
(problem-focused coping). Seseorang juga dapat berfokus untuk menghilangkan
emosi yang berhubungan dengan situasi stres, walaupun situasi sendiri tidak dapat
diubah. Proses kedua ini dinamakan strategi terfokus emosi (emotion-focused
coping) (Atkinson, 1993: 378).

Pengertian Emotion-Focused Coping


Coping yang berfokus pada emosi (emotion-focused coping) adalah istilah
Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon
terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan
penilaian defensif (Santrock, 1996: 566).
Carver (Margaretha, 2001: 32) menguraikan bentuk-bentuk emotion-focused
coping sebagai berikut:
1. Perilaku Adaptif
a. Positive reinterpretation and growt atau (pandangan yang positif dan
pertumbuhan) berarti individu dapat menerima dan memandang situasi
yang dialami sebagai suatu hal yang positif serta individu dapat
mengambil manfaat atau belajar hal baru dari situasi yang dialami.
b. Seeking emotional social support yaitu usaha individu untuk
mendapatkan simpati atau dukungan emosional dari orang lain.
c. Religion atau usaha individu dalam meningkatkan kegiatan keagamaan.
d. Acceptance adalah menerima kenyataan bahwa situasi stres yang
dialami itu memang harus terjadi nyata dan tidak bisa diubah.
e. Denial berarti individu bersikap seolah-olah stresor itu tidak ada dan
tidak terjadi.

70
Heruma Tarwiyati. Hubungan antara Tingkat Problem-Focused...

2. Perilaku mal-Adaptif
a. Focus and venting of emotion adalah kecenderungan individu untuk
memuaskan diri pada pengalaman distress atau kekecewaan yang
kemudian dikeluarkan semua yang telah dirasakan.
b. Behavior disengagement adalah menurunnya usaha seseorang untuk
menghadapi sumber stres, bahkan menyerah dalam usaha dalam
mencapai tujuan yang terganggu oleh sumber stres.
c. Mental disengagement adalah secara psikologis menyerah menghadapi
situasi stres dan mengalihkan pada suatu aktivitas agar dapat melupakan
masalah.

Pengertian Problem-Focused Coping


Atkinson mengatakan bahwa Problem-Focused Coping merupakan strategi
untuk memecahkan masalah antara lain menentukan masalah, menciptakan
pemecahan alternatif, menimbang-nimbang alternatif berkaitan dengan biaya dan
manfaat, memilih salah satunya, dan mengimplementasikan alternatif yang dipilih.
Problem-Focused Coping juga dapat diarahkan ke dalam: orang dapat mengubah
sesuatu pada dirinya sendiri dan bukan mengubah lingkungan (Atkinson, 1993:
378). Sedangkan menurut Lazarus & Folkman coping yang berfokus pada masalah
(Problem-Focused Coping) mencakup bertindak secara langsung untuk mengatasi
masalah atau mencari informasi yang relevan dengan solusi (Davidson, 2006: 275).
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas maka pengertian problem-focused
coping dalam penelitian ini adalah strategi untuk memecahkan masalah yang
berfokus pada masalah antara lain menentukan masalah, menciptakan pemecahan
alternatif, menimbang-nimbang alternatif berkaitan dengan biaya dan manfaat,
memilih salah satunya, dan mengimplementasikan alternatif yang dipilih.

Dimensi-dimensi dalam Problem-Focused Coping


Aldwin dan Revenson membagi Approach-coping (Problem-Focused
Coping) menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Cautiousness (kehati-hatian) yaitu individu berpikir dan
mempertimbangkan beberapa alternatif pemecahan masalah yang tersedia,
meminta pendapat orang lain, berhati-hati dalam memutuskan masalah
serta mengevaluasi strategi yang pernah dilakukan sebelumnya.
2. Instrumental Action (tindakan instrumental) adalah tindakan individu yang
diarahkan pada penyelesaian masalah secara langsung, serta menyusun
langkah yang dilakukannya.
3. Negotiation (Negosiasi) merupakan beberapa usaha oleh seseorang yang
ditujukan kepada orang lain yang terlibat atau merupakan penyebab
masalahnya untuk ikut menyelesaikan masalah (Indirawati, 2006: 72).

Sedangkan Carver dkk (1989: 268-269), mengajukan lima dimensi dalam


problem-focused coping, yaitu:
1. Active coping (coping aktif), adalah proses pengambilan langkah-langkah
aktif sebagai usaha untuk menghilangkan atau mengurangi stressor,

71
Jurnal Psikosains. Vol. 6/No.1/Agustus 2013

maupun memperbaiki efek yang ditimbulkan oleh sumber stres tersebut.


Yang termasuk dalam coping aktif ini antara lain: seseorang akan
berinisiatif untuk mengambil tindakan langsung, meningkatkan usaha yang
dilakukannya untuk mengatasi stres, dan mencoba melaksanakan cara-cara
yang bertahap/teratur dalam melakukan coping, tidak gegabah.
2. Planning (perencanaan), adalah usaha berpikir mengenai bagaimana
caranya mengatasi sumber stres. Planning ini melibatkan adanya strategi
dalam bertindak, berpikir tentang langkah-langkah apa yang harus diambil,
dan bagaimana cara yang terbaik untuk mengendalikan masalah yang
sedang dihadapi.
3. Suppression of Competing Activities adalah usaha untuk mengesampingkan
hal-hal lain yang sekiranya tidak berkaitan ataupun dapat mengganggu
jalannya proses coping, atau bahkan bila perlu membiarkan hal-hal yang
lain berlalu begitu saja supaya dapat memfokuskan diri dalam menghadapi
stressor.
4. Restraint Coping yaitu menunggu datangnya kesempatan yang tepat untuk
bertindak, dan tidak memunculkan aksi sebelum waktu yang dirasakan
benar-benar tepat itu tiba. Restraint coping dapat disebut sebagai strategi
coping aktif, karena dalam hal ini perilaku seseorang difokuskan pada
menghadapi stressor secara efektif. Namun dapat juga dikatakan sebagai
strategi coping pasif karena melakukan restraint (pengendalian/penundaan)
berarti menunda melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan
sebelum masa waktunya benar-benar tepat.
5. Seeking Social Support for Instrumental Reasons, merupakan usaha untuk
mencari saran, bantuan, atau informasi yang diperlukan untuk mengatasi
stres.

Mahasiswa yang Sedang Menyusun Skripsi


Mahasiswa yang sedang menyusun skripsi merupakan mahasiswa yang telah
memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh pihak fakultas untuk menyusun
skripsi, dan biasanya mereka menduduki semester akhir. Mahasiswa semester akhir
ini masuk dalam kategori yang disebut oleh Kenniston sebagai masa perpanjangan
ekonomi dan pribadi sementara. Hal ini disebabkan karena mahasiswa belum
memenuhi syarat untuk memasuki dewasa awal dalam hal kemandirian secara
ekonomi dan kemandirian dalam membuat keputusan (Santrock, 2002: 73).
Namun, secara usia termasuk dan sudah dapat mulai memenuhi tugas-tugas
perkembangan di masa dewasa awal.
Pada masa dewasa awal, individu mengatur pemikiran operasional mereka.
Sehingga mereka mungkin merencanakan dan membuat hipotesis tentang masalah-
masalah seperti remaja, namun mereka menjadi lebih sistematis dalam mendekati
masalah sebagai orang dewasa. Orang dewasa lebih mampu menyusun hipotesis
daripada remaja dan menurunkan suatu pemecahan masalah dari satu permasalahan
(Santrock, 2002: 91). Kemampuan kognitif individu pada masa dewasa awal sangat
baik, dan juga menunjukkan adaptasi dengan aspek pragmatis dari kehidupan
mereka. Kompetensi sebagai seorang dewasa muda mungkin memerlukan banyak

72
Heruma Tarwiyati. Hubungan antara Tingkat Problem-Focused...

keterampilan berpikir logis dan adaptasi yang pragmatis terhadap kenyataan


(Santrock, 2002: 92). Hurlock dalam bukunya mengatakana bahwa sebagai orang
dewasa muda itu diharapkan mengadakan penyesuaian diri secara mandiri
(Hurlock, 1980: 246).
Penyesuaian diri merupakan suatu proses individu dalam memberikan respon
terhadap lingkungan dan kemampuan untuk melakukan coping terhadap stres.
Kegagalan seseorang dalam melakukan penyesuaian diri dapat menyebabkan orang
tersebut mengalami gangguan psikologis seperti ketakutan, kecemasan, dan
agresivitas. Adapun salah satu penyesuaian diri yang sering dihadapi mahasiswa
semester akhir adalah penyesuaian diri vokasional, yaitu penyesuaian diri dalam
bidang pendidikan , salah satunya adalah penyesuaian diri pada tugas skripsi
(Gunawati dkk, 2006: 94)
Skripsi adalah adalah hasil penelitian mahasiswa yang merupakan mata kuliah
yang harus ditempuh setiap mahasiswa jenjang sarjana (S1) pada akhir program
studinya guna memenuhi persyaratan sebagai Sarjana. Skripsi ini dibuat bertujuan
agar mahasiswa mampu menyusun dan menulis suatu karya ilmiah, sesuai dengan
bidang ilmunya. Mahasiswa yang mampu menulis skripsi dianggap mampu
memadukan pengetahuan dan keterampilannya dalam memahami, menganalisis,
menggambarkan, dan menjelaskan masalah yang berhubungan dengan bidang
keilmuan yang diambilnya.
Berhubungan dengan hal tersebut bahwa semua mahasiswa S1 pada akhirnya
akan dihadapkan dengan skripsi. Tidak sedikit pula mahasiswa mengalami
kesulitan-kesulitan atau kecemasan ketika mengerjakan skripsi, bahkan mereka
menganggap mengerjakan skripsi merupakan suatu beban yang berat.
Kesulitan-kesulitan mahasiswa tersebut dalam mengerjakan skripsi
diantaranya yaitu kesulitan mahasiswa dalam mencari judul skripsi, kesulitan
mencari literatur dan bahan bacaan, dana yang terbatas, serta adanya kecemasan
dalam menghadapi dosen pembimbing (Gunawati dkk., 2006: 94). Masalah-
masalah tersebut menyebabkan adanya tekanan dalam diri mahasiswa maka dapat
meyebabkan stres dalam menyusun skripsi.
Stres merupakan tekanan, tuntutan maupun kondisi yang disebabkan oleh
transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan jarak antara
tuntutan-tuntutan yang berasal dari berbagai situasi dengan sumber-sumber daya
sistem biologis, psikologis dan sosial seseorang.
Ketika seseorang dihadapkan dengan kondisi stres maka ia akan segera
melakukan coping. Coping merupakan kognisi dan perilaku yang diadopsi oleh
individu, menyusul pengakuan transaksi stres, yang dalam beberapa cara yang
dirancang untuk menangani transaksi tersebut. Lazarus & Folkman membagi
coping menjadi dua bentuk yaitu problem-focused coping (strategi terfokus
masalah) dan emotion-focused coping (strategi terfokus emosi). Disini yang akan
lebih dipertajam yaitu hanya problem-focused coping saja karena stres pada
mahasiswa yang sedang menyusun skripsi memerlukan penyelesaian yang terfokus
pada masalah dimana mereka akan mencari permasalahan yang menyebabkan stres
kemudian masalah-masalah tersebut dapat terselesaikan, disini yang dimaksudkan

73
Jurnal Psikosains. Vol. 6/No.1/Agustus 2013

yaitu skripsi, agar cepat terselesaikan dan segera menyelesaikan pendidikan strata
satu.

METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian
Metode penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian Kuantitatif
adalah model penelitian yang dipengaruhi oleh cara bekerja penelitian dalam ilmu
alam yang melakukan pengumpulan data dengan mengukur (Purwanto, 2008: 226).
Berdasarkan tingkat analisisnya, tipe penelitian yang digunakan adalah
Korelasi. Penelitian jenis ini berupaya untuk melihat apakah antara dua variabel
atau lebih memiliki hubungan korelasi atau tidak.

Identifikasi Variabel
1. Variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2009:
39). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Tingkat Stres.
2. Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen
(terikat) (Sugiyono, 2009: 39). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
Tingkat Problem-Focused Coping.

Definisi Operasional
Definisi Operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik
yang dapat diobservasi dari konsep yang sedang didefinisikan atau “ Mengubah
konsep-konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan
perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan
kebenarannya oleh orang lain” (Sarwono, 2006: 66).
Adapun definisi operasional dari penelitian ini yaitu:
1. Tingkat Stres
Tingkat Stres adalah adalah Suatu tahapan kondisi yang disebabkan
oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan jarak
antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari berbagai situasi dengan sumber-
sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial seseorang.
Patel menjelaskan adanya berbagai jenis tingkat stres yang umumnya
dialami manusia meliputi Too much stress dan Breakdown stress
Peneliti menggunakan hanya dua tingkatan stres saja dikarenakan dua
kondisi diatas menunjukkan keadaan stres seseorang.
Semakin tinggi skor menunjukkan tingginya tingkat stres yang
dialami, sebaliknya semakin rendah skor menunjukkan rendahnya tingkat
stres yang dialami.

2. Problem-Focused Coping
Problem-Focused Coping adalah adalah strategi untuk memecahkan
masalah yang berfokus pada masalah. Adapun indikator-indikator dalam
Problem-Focused Coping adalah: Active coping (coping aktif), Planning

74
Heruma Tarwiyati. Hubungan antara Tingkat Problem-Focused...

(perencanaan), Suppression of Competing Activities, Restraint Coping, dan


Seeking Social Support for Instrumental Reasons.
Tinggi rendahnya Problem-Focused Coping seseorang dilihat dari
tinggi rendahnya skor total yang dihasilkan dari kuisioner Problem-
Focused Coping tersebut. Semakin tinggi skor menunjukkan semakin
tinggi seseorang untuk melakukan Problem-Focused Coping, sebaliknya
semakin rendah skor menunjukkan semakin rendahnya seseorang untuk
melakukan Problem-Focused Coping.

Populasi & Teknik Sampling


Populasi penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009: 80). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester genap angkatan 2009
Universitas Muhammadiyah Gresik yang sedang menyusun Skripsi yang berjumlah
187 mahasiswa.

Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2009: 81). Pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik Sampling Insidental yaitu teknik penentuan sampel
berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu
dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang
kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2009: 81). Sampel
dalam penelitian ini adalah sebagian mahasiswa semester genap angkatan 2009
Universitas Muhammadiyah Gresik yang sedang menyusun Skripsi.

Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket/kuisioner. Sering
pula metode angket disebut pula sebagai metode kuisioner.
Adapun angket untuk mengetahui hubungan antara Tingkat Problem Focused
Coping dengan Tingkat Stres yaitu dengan menggunakan Skala Likert. Skala
Likert, yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
individu tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2009: 93).
Blue print pada variabel Tingkat Stres berjumlah total 32 aitem dan Blue print
pada variabel Tingkat Problem-Focused Coping berjumlah total 32 aitem
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi
product moment, yang bertujuan untuk menentukan hubungan antara dua variabel
yaitu variabel X dan variabel Y.
Nantinya penulis menggunakan bantuan komputer program SPSS 15.0 for
Windows untuk mempermudah proses analisis data dalam pembuktian hipotesis.

75
Jurnal Psikosains. Vol. 6/No.1/Agustus 2013

HASIL PENELITIAN
Berdasarkan pada tabel korelasi, besarnya koefisien korelasi antara variabel
tingkat problem-focused coping (X) dengan variabel tingkat stres (Y) dihasilkan, r
= -0,109, p = 0,409; p > 0,05. Karena taraf signifikasi p lebih besar dari 0,05, maka
Ho diterima. Berdasarkan hasil analisis diatas mengartikan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara tingkat problem-focused coping dengan tingkat
stres.
Karena r = = -0,109 (negatif), maka berarti perubahan pada salah satu variabel
akan diikuti perubahan variabel lain dengan arah yang berlawanan, misalnya satu
variabel mengalami kenaikan akan diikuti oleh penurunan variabel yang lain,
artinya kedua variabel mempunyai hubungan linier negatif, jika tingkat problem-
focused coping naik, maka tingkat stres turun (dan sebaliknya).
Koefisien determinasi (r²) dari r = - 0,109² = 0,012. Artinya r² = 0, 012 (1,2 %)
menginformasikan bahwa sumbangan tingkat problem-focused coping dengan
tingkat stres sebesar 1,2 %. Sedangkan sisanya 98,8 % dipengaruhi variabel lain
yang tidak diteliti.
Peneliti melakukan wawancara terkait dengan tingkat stres yang rendah
(berdasarkan hasil skor T) kepada responden dan responden mengatakan bahwa
dukungan-dukungan dari orang-orang terdekatlah yang dapat mengurangi stres.
Hasil wawancara menunjukkan sebesar 62,5 % responden mengatakan bahwa
dukungan terbesar di peroleh dari teman dekat. Dukungan diperoleh dari suami
sebesar 12,5 %, dan sebesar 25% dukungan diperoleh dari sahabat-sahabat
terdekat. Dukungan dari teman dekat berupa saran, ucapan-ucapan penyemangat
seperti “Semangat sayang, ayo jalan-jalan setelah skripsi selesai”, ditelfon ketika
sedang bingung, memaksa untuk tetap mengerjakan dengan cara halus, menghibur
ketika sedang bingung, mengingatkan untuk mengerjakan dan bimbingan,
mengantarkan ketika melakukan penelitian, membantu mengerjakan, diajak jalan-
jalan ketika stres. Dukungan dari suami berupa bantuan mengerjakan seperti
mengetik skripsi, serta memberi ucapan-ucapan semangat seperti “Jangan stres
mengerjakan skripsinya, nanti malah tidak selesai dan jangan membuat skripsi
sebagai beban tetapi anggap sebagai perlombaan”. Dukungan dari sahabat berupa
saling bertukar informasi, serta memberikan ucapan-ucapan semangat seperti “ ayo
semangat mengerjakan, ingat September ceria (Wisuda), habis itu kita jalan-jalan
ke luar kota, naik gunung atau ke pantai”. Dampaknya setelah diberikan bentuk-
bentuk dukungan tersebut, kembali semangat untuk mengerjakan skripsi dan stres
hilang perlahan.
Berdasarkan hasil wawancara diatas maka coping model emotion-focused
coping juga bisa mempengaruhi stres. Emotion-focused coping (strategi terfokus
emosi) yaitu individu berusaha untuk meminimasi kecemasan melalui penarikan
diri baik mental maupun fisik atau untuk menghindari masalah. Dukungan-
dukungan dari orang-orang terdekat tersebut dapat memperkecil tingkat stres pada
mahasiswa yang sedang menyusun skripsi.

76
Heruma Tarwiyati. Hubungan antara Tingkat Problem-Focused...

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data penelitian dapat disimpulkan dan diketahui
bahwa r = - 0,109, p = 0,409, p > 0,05, karena taraf signifikasi p lebih besar dari
0,05, maka hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Artinya
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Tingkat Problem-Focused Coping
dengan Tingkat Stres. Koefisien korelasi negatif menunjukkan hubungan
berlawanan yang artinya, semakin tinggi tingkat problem-focused coping, maka
semakin rendah tingkat stres. Dan sebaliknya, semakin rendah tingkat problem-
focused coping, maka semakin tinggi tingkat stresnya.

Saran
Saran yang diberikan dalam penelitian ini berdasarkan data yang diperoleh
dari frekuensi jawaban responden terhadap item-item pernyataan dalam variabel
tingkat problem-focused coping dan variabel tingkat stres. Beberapa saran yang
dapat diberikan sehubungan dengan penelitian ini adalah:
1. Bagi Mahasiswa Skripsi Universitas Muhammadiyah Gresik
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa item pada
variabel tingkat problem-focused coping yang cenderung sedikit dipilih
berada pada indikator / kategori Restrain coping dimana individu
menunggu datangnya kesempatan yang tepat untuk bertindak, dan tidak
memunculkan aksi sebelum waktu yang dirasakan benar-benar tepat itu
tiba. Jadi, memang sudah seharusnya bagi mahasiswa yang sedang
menyusun skripsi di Universitas Muhammadiyah Gresik hendaknya ketika
mengerjakan skripsi tidak menunggu adanya kesempatan yang tepat untuk
bertindak terlebih dahulu.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa item pada
variabel tingkat stres yang cenderung banyak dipilih yaitu berada pada
indikator / kategori Breakdown stress (Munculnya Psikosomatis)
diantaranya yaitu sering merasa flu dan sakit kepala bahkan tidak bisa tidur
hingga larut malam karena memikirkan skripsi. Jadi, bagi mahasiswa yang
sedang menyusun skripsi di Universitas Muhammadiyah Gresik hendaknya
tetap menjaga kesehatan badan ketika periode pengerjaan skripsi, karena
kalau kesehatan terganggu maka akan kesulitan untuk mengerjakan skripsi.

2. Bagi Dosen Pembimbing Skripsi Universitas Muhammadiyah Gresik


Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa item pada
variabel tingkat problem-focused coping yang cederung sedikit di pilih
berada pada indikator / kategori Restrain coping dimana individu
menunggu datangnya kesempatan yang tepat untuk bertindak, dan tidak
memunculkan aksi sebelum waktu yang dirasakan benar-benar tepat itu
tiba. Jadi, bagi dosen pembimbing skripsi hendaknya tetap meningkatkan
motivasi atau memberikan dorongan pada mahasiswa dalam mengerjakan
skripsi agar lebih giat lagi untuk segera menyelesaikan skripsinya.

77
Jurnal Psikosains. Vol. 6/No.1/Agustus 2013

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa item pada


variabel tingkat stres terdapat pernyataan yang paling banyak terpilih yaitu
berusaha merevisi sebaik mungkin namun masih ada kesalahan. Jadi, bagi
dosen pembimbing skripsi hendaknya tetap memotivasi mahasiswa untuk
melakukan bimbingan meskipun mengalami revisi berkali-kali sehingga
mahasiswa tidak merasa stres atau jenuh.

3. Bagi penelitian selanjutnya


Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tentang tingkat
stres disarankan untuk meneliti variabel lain yang berpengaruh pada stres
mahasiswa yang sedang menyusun skripsi seperti halnya faktor internal
(jenis kelamin, status social ekonomi, karakteristik kepribadian mahasiswa,
suku dan budaya, intelegensi) dan faktor eksternal (tuntutan pekerjaan dan
hubungan mahasiswa dengan lingkungan sosial), serta dapat melakukan
penelitian tentang model coping yang lain seperti hubungan emotion-
focused coping dengan tingkat stres.

DAFTAR PUSTAKA
Ardani, T. A, dkk. (2007). Psikologi Klinis. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arifin, Z. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Surabaya: Lentera Cendekia.
Atkinson, R. L. (1993). Pengantar Psikologi. Jilid dua (terjemahan). Batam:
Interaksara.
Azwar, S. (2006). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2007). Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2008). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2008). Dasar-dasar psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bungin, H.M.B. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Carver, C.S., Scheier, M.F., & Weintraub, J.K. (1989). Assessing Coping
Strategies: A Theorytically Based Approach. Journal of Personality and
Social Psychology, 56 (2), 267-283.(Online),
(www.psy.miami.edu/faculty/ccarver/sclCOPE .html), diakses pada tanggal
20 Januari 2013.
Cooper, C.L,. Payne, Roy. (Eds). (1991). Personality and Stress: Individual
Differences in the Stress Process. England: John Wiley & Sons Ltd.
Davidson, G. C. (2006). Psikologi Abnormal (Terjemahan). Jakarta: Rajagrafindo
Persada.

78
Heruma Tarwiyati. Hubungan antara Tingkat Problem-Focused...

Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.


Semarang: Universitas Diponegoro.
Gunawati, R. Hartati, S. & Listiara. (2006). Hubungan antara Efektivitas
Kominikasi Mahasiswa-Dosen Pembimbing Utama Skripsi dengan Stres
dalam Menyusun Skripsi pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro. Jurnal Psikologi Universitas
Diponegoro. Vol. 3 No.2. 93-115.
Hasan, A. B. (2008). Pengantar Psikologi Kesehatan Islam. Jakarta: Rajagrafindo
persada.
Indirawati, E. (2006). Hubungan antara Kematangan Beragama dengan
Kecenderungan Strategi Coping. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro.
Vol. 3 No. 2. Hlm 72
Margereta, M. (2001). Coping stress pada Perawat Bagian UGD dan Bagian ICU
di Rumah Sakit Katolik St. Vincentrius A Paulo Surabaya. Fakultas Psikologi
Universitas Surabaya.
Tim Penyusun.(2011). Panduan Akademik Universitas Muhammadiyah Gresik.
2011-2012. Gresik: Universitas Muhammadiyah Gresik.
Patel, C. (1989). The Complete Guide to stress Management. United Kingdom:
Vermilion an imprint of Ebury Press.
Paton, R. Clark G. Jones, G. (Eds.). (1996). The New Mangement Reader. London:
International Thomson Business Press. Hlm 109 (Online),
(books.google.com/books?isbn=1861522010 ), diakses 20 Juni 2013.
Purwanto. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Priyatno, D. (2008). Mandiri SPSS untuk Analisis Data & Uji Statistik.
Yogyakarta: Mediakom
Santoso, S. (2012). Panduan Lengkap SPSS Versi 20. Jakarta: Gramedia.
Santrock, J.W. (2002). Life Span Development. Jilid II (terjemahan). Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Santrock, J.W. (2003). Adolescence (Perkembangan Remaja). Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Sarwono, J.(2006). Metode Penelitian kuantitatif & Kualitatif. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Sholeh, Moh. (2006). Terapi Salat Tahajud (Menyembuhkan Berbagai Penyakit).
Jakarta: Mizan Publika. Hlm 39 (Online), (books.google.com/
books?isbn=9793269278), diakses 25 Mei 2013.
Sulaiman, W. (2002). Jalan Pintas Menguasai SPSS 10. Yogyakarta: Penerbit
Andi.

79
Jurnal Psikosains. Vol. 6/No.1/Agustus 2013

Smet. B. (1994). Psikologi Kesehatan. (terjemahan). Jakarta: Gramedia Widia


Sarana Indonesia.
Subekti, Y. (2008). Hubungan antara Adversity Quotient dengan Kecenderungan
Problem-Focused Coping pada Mahasiswa yang Sedang Menyusun Skripsi.
Program S1 Psikologi Universitas Airlangga (Tidak Diterbitkan).
Sugiyono, dkk. (2002). Statistika Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Sukmono, R. J. (2009). Training Meditasi “NSR” Natural stress Reduction.
Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Sunaryo. (2002). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC (Online)(books.google.com/books?isbn=9794486620)
diakses 20 juni 2013.
Trihendradi, C. (2005). Step by Step SPSS 13 Analisis Data Statistik. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Uyanto, S. (2006). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu

80

Anda mungkin juga menyukai