Anda di halaman 1dari 4

KEELOKAN HUTAN SERIBU HEKTAR

Hutan Seribu Hektar sangat terkenal di jagat raya karena penghuninya yang begitu
eksotis. Akan tetapi ada satu hewan yang tidak unik dipandangan para penghuni Hutan Seribu
Hektar. Ya, dia adalah Lerler si ulat bulu. Dia sangat gemuk dan tidak pernah berhenti
makan. Tiap waktu ia habiskan untuk makan daun-daun yang ada di Hutan Seribu Hektar.
Lerler seringkali menjadi bahan ejekan teman-temannya, terutama Pia si merak berbulu
indah.

Sudah tidak diragukan lagi keelokan bulu milik Pia. Tidak ada penghuni hutan yang
tidak mengenal Pia. Akan tetapi Pia menjadi sombong karena memiliki bulu yang cantik. Ia
kerap kali mengejek Lerler. Seperti kala itu disaat Lerler bertemu Pia di danau.

“ Hai, Pia? Aku Lerler aku sangat menyukai bulumu. Emmm sangat indah. Emm…
Apakah kau mau berteman denganku?” tanya Lerler sambil mengunyah daun dan tersenyum.

“Hahahahhahahaaa, bagaimana bisa kau yang jelek buntal begini akan bermain
denganku? Kita ini berbeda Lerler. Aku adalah hewan yang paling cantik disini. Sedangkan
kau buruk rupa, berbulu menakutkan, lonjong buntal, dan kerjaanmu hanyalah bermalas-
malasan memakan daun.” Jawab Pia sambil tertawa mengejek Lerler.

“Tapi Pia aku tulus sekali ingin menjadi temanmu,” Sahut Lerler dengan memohon.

“Tidak, Lerler! lupakan saja tentang ini! Terima saja kenyataannya, bahwa kau tidak
pantas menjadi temanku!” kata Pia dengan ketus dan berlalu.

Lerler sangat sedih. Ia sedih mengapa dia tidak segera seperti ibunya. Saat Lerler
sedih, Ibu Lerler yang sudah menjadi kupu-kupu menghampirinya.

“Lerler sayang, mengapa kau bersedih, nak?” tanya Ibu

“Ibu aku ingin cepat berubah seperti ibu dan kakak. Aku tidak ingin diejek dan tidak
memiliki teman. Huhuhuuuuu…” jawab Lerler sambil menangis terisak-isak.

“Lerler, dengar nak. Kau harus makan yang banyak agar cepat menjadi dewasa. Tak
perlu lah menghiraukan cemoohan hwan lain, asalkan kau dijalan yang benar. Itulah baru
cantik yang sesungguhnya. Ibu rasa sebentar lagi kau akan berubah menjadi seperti ibu dan
kakak,” jawab Ibu dengan nasehat yang menenangkan hati Lerler.
“Baik, Bu. Lerler akan menjadi kupu-kupu yang cantik dan baik hati.” Jawab Lerler
dengan tersenyum.

Hari demi hari Lerler bertumbuh makin besar, ia sudah menjadi ulat dewasa. Tubuh
Lerler makin besar panjangnya bertambah. Pipinya sangat menggemaskan. Namun hal ini
malah menambah Pia senang mengejek Lerler.

“Hai teman-teman, lihatlah binatang pemalas di hutan ini! Sangatlah lucu bukan
tubuhnya sangat gempal. Walaupun dewasa tetaplah tidak berubah menjadi lebih cantik.
Lambat sekali bergerak hahahhahahaha.” Seru Pia dengan tertawa mengejek Lerler.

“Sshhhh…. Pia! Janganlah kau mengejekku. Itu akan merusak kecantikanmu Pia,”
tukas Lerler yang malah menasehati Pia dengan lirih.

“Hei, apa kau bilang Lerler. Buruk rupa sepertimu tidak pantas menasehatiku!” jawab
Pia dengan kasar dan berlalu.

Lerlerpun hanya tenang dan memakan daun saja. Ia selalu mengingat nasehat ibunya agar
tetap berbuat baik dan tidak menghiraukan cemoohan binatang-bintang lainnya, terutama Pia.

Saat sore tiba, para binatang kembali ke rumahnya untuk beristirahat. Begitu pula
dengan Lerler. Tetapi ia merasa sangat kenyang dan kulitnya seperti ingin mengelupas. Ia
sangat panik, mengapa tubuhnya aneh. Saat kesulitan hendak berjalan, Ibu Leler melihatnya.

“Lerler apa yang terjadi, nak?” tanya Ibu Lerler yang khawatir.

“Ibu aku merasa sangat kenyang tak seperti biasanya, kulitku juga terasa gatal dan
ingin mengelupas.”

“Selamat nak, ini saatnya untukmu bertapa dan berubah seperti ibu. Bergegaslah
mencari tempat yang aman nak. Bertapalah selama beberapa waktu tanpa makan apapun
untuk berubah menjadi kupu - kupu.” Jawab Ibu Lerler dengan tersenyum bangga.

“Horeee….! Akhirnya Bu, aku akan menjadi sepertimu. Doakan aku ya Bu. Sampai
jumpa,” Sorak Lerler dan segera bergegas mencari tempat yang aman.

Benar sekali, saat Lerler tiba di tempat yang aman yaitu ranting pohon pucuk merah,
perlahan kulitnya mengelupas. Kulit yang mengelupas menyelimuti tubuh Lerler dan dalam
waktu semalam Lerler telah menjadi kepompong bewarna indah seperti batu giok. Lerlerpun
memulai harinya untuk bertapa.

Satu hari, dua hari, hingga akhirnya dua minggu lamanya Lerler yang buruk rupa dan
lamban mucul dengan penampilan yang luar biasa. Sayap eksotis bewarna pelangi membuat
para penghuni hutan takjub melihatnya. Lerler sangat senang sekali namun tetap rendah hati.

Namun, disaat kesenangan dan kekaguman warga hutan terhadap Lerler pecah
seketika. Terdengar suara teriakan Pia yang meminta tolong akibat dikejar oleh pemburu.
Warga Hutan Seribu Hektar tidak ada yang berani menolong Pia. Mereka takut terhadap
pemburu yang membawa pistol senapan.

Akan tetapi Lerler memberanikan diri untuk menolong Pia yang dikejar pemburu.
Lerler terbang menuju pemburu tersebut dan menghalagi pandangan pemburu. Sayapnya
yang lebar dan elok menutupi mata sang pemburu. “Gubrak…. Byurrrr….!” Terdengar suara
pemburu jatuh kejurang air terjun. Lerler berhasil membuat pemburu gagal menangkap Pia.
Sorakan penghuni Hutan Seribu Hektarpun berkumandang keras.

“Hore, Lerler hebat, Lerler hebat!”

Mendengar nama Lerler, Pia sontak kaget dan merasa malu. Ia sadar bahwa
kecantikan sesungguhnya adalah dari dalam hati diri sendiri. Ia sangat menyesal telah
mengejek Lerler setiap saat. Pia akhirnya meminta maaf kepada Lerler.

“Hai lerler, emmm maafkan aku Lerler selama ini aku selalu mengejekmu dan
sombong. Bagiamana nasibku jika kau tak menolongku tadi. Sungguh aku menyesal.
Huhuhuhuhuuuu …” kata Pia sambil menangis menyesal akan perbuatannya.

“tidak apa-apa Pia, dari dulu aku sudah memaafkanmu. Mari kita berteman
selamanya.” Jawab Lerler dengan tersenyum lebar dan hinggap menghampiri punggung Pia.

Sejak saat itu tidak ada lagi pemburu yang datang berburu di hutan ini. Lerler dan Pia
menjadi akrab dan bermain bersama teman-teman lainnya di Hutan Seribu Hektar. Kehidupan
hutan menjadi sangat tentram. Semua penduduknya saling menghargai satu sama lain. Kini
Hutan Seribu Hektar tidak hanya terkenal karena keelokan paras penduduknya, tetapi
kebaikan dan kekompakan penduduknya.
Hai, teman-teman! Perkenalkan namaku Nadil, nama lengkapku Nadila Octavia Putri.
Aku lahir di Bantul, 15 Oktober 1998. Tempat tinggalku di Manggisan Permai, Rt 01/Rw 07,
F5, Gang Merpati, Mudal, Mojotengah, Wonosobo. Ya, umurku 20 tahun. Sekarang aku
menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Purwokerto jurusan Ilmu Keperawatan
S-1. Ya, walaupun umurku 20 tahun, aku senang sekali menulis dan mendongeng untuk anak-
anak di kegiatan penyuluhan program kerja himpunan program study kampusku. Selain itu
aku juga senang sekali melukis. Cita-citaku kelak bekerja menjadi perawat komunitas dan
anak maupun penyuluh di dinas kesehatan tempat tinggalku. Bagi kalian yang ingin
menghubungiku, kalian dapat mengirimkan pesan lewat email
nadila.octavia.putri98@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai