Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM

( RDS )

Disusun Oleh kelompok 2 :

1. Nadila Octavia Putri 1711020144

2. Rosalia Tia Pramesti 1711020132

3. Dian Safira 1711020166

4. Safrizal Yasar 1711020156

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih


panjang daripada waktu inspirasi. Hal tersebut karena pada inspirasi otot
pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernafasan
bekerja secara pasif. Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola
pernafasan yang yang paling sering adalah takipneu. Gangguan pernafasan
pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic, trauma
alegi, infeksi, dan lain-lain. (Bobak, Lawdermilk, 2013)

Sindrom distress pernafasan merupakan perkembangan yang imatur


pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah durfaktan dalam paru.
RSD dikatakan sebagai hyaline membrane disease (HMD). (suriadi,2010)

Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan pembentukan atau


pengeluaran surfaktan sebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan merupakan
campuran lipoprotein aktif dengan permukaan yang melapisi alveoli dan
mencegah alveoli colaps pada akhir ekspirasi. (Bobak, 2013)

Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipneu (>60 x/menit),


pernafasan cuping hidung , retraksi interkosta dan subkosta, expiratory
grunting (merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda
klinis lain seperti hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain RDS meliputi
hiposekmia, hiperkabia, dan asisdosis respiratori atau asidosis campuran.
(Bobak,2013)

Saat bayi lahir dengan RDS dan gejala yang cepat terlihat, bayi akan
dirawat di neonatal intensive care unit (NICU). Ada tiga pengobatan utama
untuk RDS yaitu:

 Terapi pemberian surfaktan

 Ventilator atau mesin nasal continuous airway pressure (NCPAP)

 Terapi oksigen
Terapi pemberian surfaktan memberikan bayi bayi surfaktan yang
kurang. Terapi ini dilakukan dengan memberikan surfaktan melalui selang
pernafasan. Hal ini memastikan surfaktan tidak menuju paru-paru.
(Honestdoc, 2019)

Setelah mendapatkan surfaktan, dokter akan mengubungkan bayi ke


ventilator. Hal ini memberikan bayi bantuan tambahan untuk bernafas. Dokter
perlu melakukan hal ini beberapa kali, bergantung pada tingkat keparahan
kondisinya. Bayi juga mungkin mendapatkan perawatan ventilator tersendiri
untuk bantuan pernafasan. Ventilator dilakukan dengan memasukkan selang
ke dalam tenggorokan. Ventilator kemudian bernafas untuk bayi. Bantuan
nafas yang leih tidak invasif adalah mesin NCPAP. Hal ini dilakukan dengan
memberikan oksigen melalui hidung dengan masker kecil. (Honestdoc, 2019)

Terapi oksigen memberi oksigen kepada organ bayi melalui paru-paru.


Tanpa oksigen yang cukup, organ tidak dapat berfungsi secara tepat.
Ventilator atau NCPAP dapat memberikan oksigen. Pada kasus yang tidak
parah, oksigen dapat diberikan tanpa ventilator atau mesin NCPAP.
(Honestdoc, 2019)

RDS merupakan penyakit atau kelainan yang beresiko cukup tinggi.


Walaupun RDS dapat disembuhkan namun presentase hingga dapat
menyebabkan kematian lebih besar. Tetapi hal ini juga bergantung dengan
tingkat keparahan komplikasi yang dialami pasien. Oleh karena itu perlu
sekali bagi tenaga kesehatan khususnya perawat yang berada disamping
pasien selama 24 jam mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pada pasien
RDS neonatal.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana laporan pendahuluan pada kasus RDS anak?

2. Bagaimana ASKEP pada kasus RDS anak?

3. Bagaimana analisis dari teori buku dan jurnal terhadap kasus RDS anak?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk memberikan pengetahuan mengenai kasus RDS anak kepada para


pembaca khususnya mahasiswa ilmu keperawatan S-1.
2. Untuk memberikan gambaran mengenai laporan pendahuluan kasus RDS
anak kepada pembaca khususnya mahasiswa ilmu keperawatan S-1

3. Untuk memberikan gambaran asuhan keperawatan kasus RDS anak


kepada mahasiswa keperawatan S-1.

4. Untuk memberikan kesimpulan analisis terkait teori dan buku terhadap


kasus RDS anak kepada mahasiswa ilmu keperawatan S-1.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Respiratory Distres Syndrom

Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih


panjang daripada waktu inspirasi. Hal tersebut karena pada inspirasi otot
pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernafasan
bekerja secara pasif. Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola
pernafasan yang yang paling sering adalah takipneu. Gangguan pernafasan
pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic, trauma
alegi, infeksi, dan lain-lain. (Bobak, Lawdermilk, 2013)

Sindrom distress pernafasan merupakan perkembangan yang imatur


pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah durfaktan dalam paru.
RSD dikatakan sebagai hyaline membrane disease (HMD). (suriadi,2010)

Respiratory distress syndrom ( RDS) merupakan perkembangan yang


imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam
paru. RDS dikatakan sebagai hyaline membrane disease (HMD)(Suriadi,
2010).

Respiratory distress syndrom atau sindrom gawat pernafasan atau


penyakit membran hialin , tetap merupakan salah satupenyebab utama
mortalitas dan morbiditas neonatal (Tambayong, 2002 ).

Respiratory distres syndrom adalah penyakit paru yang akut dan berat,
terutama menyerang bayi-bayi pretern, hal ini dapat terlihat pada 3% sampai
5% bayi-bayi cukup bulan ( Wong, Dona L , 2004).

B. Anatomi Sistem Pernafasan

Hidung merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat


pernapasan ( respirasi dan indra penciuman (pembau). Bentuk dan struktur
hidung menyerupai piramid atau kerucut dengan alasnya pada prosesus
pltinus osis maksilaris dan pars horizontal osis palatum. Dalam keadaaan
normal, udara masuk dlam sistem pernapasan, melalui rongga hidung.
Vestibulum rongga hidung berisi serabut serabut halus. Epitel vestibulum
berisi rambut – rambu halus yang mencegah masuknya benda – bend asing
yang mengganggu proses pernapasan. Fungsi hidung dalam proses pernapasan
meliputi:

Udara dihangatkan, oleh oleh permukaan konka dan septum nasalis


setelah melewati faring, suhu lebih kurang 36. Udara dilembabkan sejumlah
besar udara yang melewati hidung bila mecapai faring kelembapannya lebih
kurang 75 %. Kotoran diaring oleh bulu-bulu hidung. Penciuman. Pada
pernapasan, biasa 5-10 % udara pernapasan melalui celah olfaktori. Dalam
menghirup udara dengan keras, 20 % udara pernapasan melalui celah
olfaktori.

Faring (tekak) adalah suatu saluran otot selaput kedudukannya tegak


lurus antara basis krani dan vertebrae servikalis VI. Faring mempunyai fungsi
yaitu lipatan-lipatan vokal suara mempunyai elastisitas yang tinggi dan dapat
memproduksi suara yang dihasilkan oleh pita suara melalui jalan udara, glotis,
serta lipatan produksi gelombang suara. Faktor yang menentukan frekuensi
puncak bunyi adalah produksi bergantung pada panjang dan keterangan
regangan yang membangkitkan frekuensi dan getaran yang diproduksi.
Ketegangan dari pita suara dikontrol oleh otot kerangka di bawah kontol
korteks.

Laring atau pangkal teggorokan merupakan jalinan tulang rawan yang


dilengkapi dengan otot, embran, jaringan ikat, dan ligamentum. Sebelah atas
pintu masuk laing membentuk tepi epiglotis, lipatan dari epiglotis aritenoid
dan pita interaritenoid, dan sebelah bawah tepi bawah kartilago krikoid. Tepi
tulang dari pita suara asli kiri dan kanan membatasi daerah epiglotis. Bagian
atas disebut supragtos dan bagian bawah disebut subglotis. Fungsi laring
adalah vokalisasi / berbicara melibatkan sistem respirasi yang meliputi pusat
khusus pengaturan bicara dakam korteks serebri, pusat respirasi di dalam
batang otak, dan artikulasi serta struktur resonansi dari mulut dan rongga
hidung.

Trakea (batang tenggorok) adalah tabun berbentuk pipa seperti huruf c


yang dibentuk oleh tulang – tulang rawan yang disempurnakan oleh selaput,
terletak diantara vertebrae servikalis VI sampai ke tepi bawah kartilago
krikoidea vertebra torakalis V. Panjangnya sekitar 13 cm dan diameter 2,5 cm
ilapisi otot polos, mempunyai dinding fibroelastis yang tertanam dalam balok
balok hialin yang mempertahn kan trakea tetep terbuka.

Bronkus (cabang tenggorokan) merupakan lanjutan dari trakea.


Bronkus terdapat pada ketinggian vertebrae torakalis IV dan V. Bronkus
mempunyai struktur sama dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang
sama dengan trakea dan berjalan ke bawah ke arah tampuk paru. Bagian
bawah trakea mempunyai cabang 2 kiri dan kanan yang dibatasi oleh garis
pembatas. Setiap cabang utama tnggorokan ke sebuah lekuk yang panjang di
tengah permukaan paru.

Pulmo adalah salah satu organ sistem pernapasan yang berada di


dalam kantong yang dibentuk oleh pleura parietalis dan pleura viseralis.
Kedua paru sangat lunak, elastis, dan berada dalam rongga torak. Sifatnya
ringan dan terapung didalam air. Paru berwarna biru keabuan dan berbintik
karena partikel debu yang masuk termakan oleh fagosit. Hal ini terlihat nyata
pada pekerja tambang. Masing – masing paru nmempunyai apeks yang
tumpul menjorok ke atas, masuk ke leher kira – kira 2,5 cm diatas klavikula.
Fasies kostalis yang konveks berhubungan dengan dinding dada dan
fsiesmediastinalis yang konkaf membentuk perikardim. Sekitar pertengahan
permukaan kiri terdapat hilus pulmonalis suatu lekukan tempat bronkus,
pembuluh darah, dan saraf masuk ke paru membentuk radiks pulmonalis.

C. Fisiologi Sistem Pernafasan

Sedangkan fisiologi pernapasan terdapat Paru dan dinding dada adalah


struktur yang elastis, dalam keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis
antara paru dan dinding dada. Paru dngan mudah bergeser pada dinding dada.
Tekanan pada ruangan antara paru dan dinding dada di bawah tekanan
atmorfer. Paru teregang dan brkmbang pada waktu bayi baru lahir.

Pada waktu menarik napas dalam, otot berkontribusi tetapi


pengeluaran pernapasan dalam proses yang pasif. Diafragma nemutup ketika
penarikan napas, rongga dada kembali memperbesar paru, dinding badan
bergerak, diafragma dan tulang dada menutup ke posisi semula. Aktivitas
bernapas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk ketika bernapas
dalam dan volume udara bertambah.

Pada waktu inspirasi udara melewati hidung dan faring. Udara


dihangatkan dan diambil uap airnya. Udara berjalan melalui trakea, bronkus,
bronkiolus, dan duktus alveolaris ke alveoli. Alveoli dikelilingi oleh kapiler –
kapiler. Terdapat kira – kira 300 juta alveoli. Luas total dinding paru yang
bersentuhan dengan kapiler – kapiler pada kedua paru kira – kira 70 m.

Aktivitas bernapas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk


sewaktu bernapas dalam. Pada waktu istirahat pernapasan menjadi dangkal
akibat tekanan abdomen yang membatasi gerakan diafragma.
D. Etiologi

Penyebab kematian neonatal adalah gangguan atau kematian


pernafasan ( 35,9%), Prematuris ( 32,4 %), sepsis ( 12 % ), hipotermi ( 6,3 %),
kelainan darah atau ikterus ( 5,6 %) , post matur (2,8 %) dan kelainan
kongenital ( 1,4 % ) ( pritasari, 2010 ).

Menurut suriadi,2010 “bahwa penyebab dari respiratory distres


syndrom adalah dihubungkan denganusia kehamilan. Berad badan bayi lahir
kurang dari 2500 gram. Sering kali pada bayi lahir kurang dari 1000 gram. 20
% berkembang dengan bronchopulmonary dysplasia (BPD)” . (suriadi, 2010)

Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu:

 Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.


 Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga
agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada
bayi premature dimana surfaktan masih belum berkembang
menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami
sesak nafas.
 Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap
dalam proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit
oleh makrofag.
 Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
 Adanya kelainan di dalam dan di luar paru. Kelainan dalam paru yang
menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum,
penyakit membran hialin (PMH).
 Bayi prematur atau kurang bulan. Diakibatkan oleh kurangnya
produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan
minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka semakin besar
pula kemungkinan terjadi RDS.
E. Manifestasi Klinis
Gejala respirstory distres syndrom terlihat 6-8 jam pertama kehidupan.
 Takipneu lebih dari 60 x/menit
 Retraksi interkostal dan sternal
 Dengkur ekspiratori
 Pernafasan cuping hidung
 Sianosis sejalan dengan dengan peningkatan hipoksemia
 Menurunya daya komplian paru
 Hipotensi sistemik ( pucat perifer, edema, pengisian kapiler
tertunda lebih dari 3 sampai 4 detik )
 Penurunnya keluarnya urin
 Penurunan suara nafas dengan ronkhi
 Takikardia pada saat terjadi asidosis dan hipoksemia
 Murmur sistolik.

RDS adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri. Perbaikan biasanya


terlihat 48- 72 jam setelah lahir, bila terjadi regenerasi sel alveolar tipe II dan
dihasilkan surfaktan. Penampakan dan lamanya gejala dapat berubah dalam
pemberian surfaktan buatan ( tambayong, 2002 )

F. Patofisiologi

Pada bayi dengan RDS dimana adanya ketidakmampuan paru untuk


mengembang dan alveoli terbuka. RDS pada bayi yang belum matur
menyebabkan gagal pernafasan karena imaturnya dinding dada, Parenchyma
paru, dan imaturnya endotelium kapiler yang menyebabkan kolas paru pada
akhir ekspirasi.
Pada bayi dengan RDS disebabkan olehmenurunnya jumlah surfaktan
atau erubahan kualitatif surfaktan , dengan demikian menimbulkan
ketidakmampuan alveoli untuk ekspansi. Terjadi perubahan tekanan intra
ekstra thoracic clan menurunnya pertukaran dada.
Secara alami perbaiakan mulai setelah 24-48 jam. Sel yangrussak akan
diganti. Membran hyaline , berisi depris dari sel yangnekriosis yang
tertangkap dalam proteinaceous filtrate serum ( saringan serum protein ), di
pagosit oleh makrofag . sel cuboidal menempatkan pada alveolar yang rusak
dan epitalium jalan nafas kemudian terjadi perkembangan sel kapiler baru
pada alveolai. Sintesis surfaktan memulai lagi dan kemudian membantu
perbaikan alveoli untuk pengembangan.( Suriadi, 2010 )

Surfaktan menurun

Compliance (distenbilitas) paru menurun surfaktan menurun

Ateletaksi

Usaha nafas meningkat


Asidosi

Menurunnya ventilasi

CO2 meningkat Vasokontriksi perifer


dan pulmonal

Tekanan darah arteri menurun

Aliran darah menurun

Tekanan arteri pulmonal


Surfaktan menurun meningkat
G. PATHWAY
1. Kerusakan pertukaran gas
Surfaktan sedikit

Tegangan permukaan alveolus tinggi

Ketidakseimbangan invasi saat inspirasi

Alveoli collaps

Gangguan ventilasi pulmonal

Hipoksia Peningkatan
Retensi CO2 pulmonary
vascular resistance
Kerusakan epitel
endotel duktus
Asidosis
arteriousus Hipoperfusi
respiratori
jaringan paru

Transudasi
alveoli Vassokontriksi Menurunnya aliran
darah pulmonal

Penurunan perfusi
Pembentukan
paru dan perfusi KERUSAKAN
fibrin
alveolar PERTUKARAN GAS

Membrane
hyaline
melapisi
membran
2. Pola nafas tidak efektif

Surfaktan menurun

Janin tidak dapat mempertahankan paru tetap mengembang

Usaha inspirasi lebih kuat

Sukar bernafas, dipsneu, retraksi dinding dada,


kelelahan, pernafasan cuping hidung

Pola nafas tidak efektif

3. Termoregulasi tidak efektif

Metabolisme anaerob

Timbunan asam laktat asidosis metabolik

Kurangnya cadangan glikogen dan lemak coklat

Respon menggigil pada bayi

Bayi kehilangan panas tubuh

TERMOREGULASI TIDAK EFEKTIF


4. Risiko tinggi penurunan curah jantung

Kolaps paru

Gangguan ventilasi pulmonal

Peningkatan
Hipoksia PVR

Kontriksi vaskulari Pembalikan parsial sirkulasi


pulmonal perfusi darah janin

Penurunan
PENURUNAN CURAH JANTUNG
oksigenasi ringan

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Gambaran radiologis

Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto


rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang
mirip penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia
diafragmatika dan lain-lain. Gambaran klasik yang ditemukan pada foto
rontgen paru ialah adanya bercak difus berupa infiltrate retikulogranuler
ini, makin buruk prognosis bayi. Beberapa sarjana berpendapat bahwa
pemeriksaan radiologis ini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini
penyakit membran hialin, walaupun manifestasi klinis belum jelas.

2. Gambaran laboratorium

Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium


diantaranya adalah :
a. Pemeriksaan darah

Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih
dari 45 mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila
dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama.
Kadar PaO2 menurun disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru
dan karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena
gangguan ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis
paru. pH darah menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya
asidosis respiratorik dan metabolik dalam tubuh.

b. Pemeriksaan fungsi paru

Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik,


frekuensi pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan
memperhatikan pula perubahan pada fungsi paru lainnya seperti ‘tidal
volume’ menurun, ‘lung compliance’ berkurang, functional residual
capacity’ merendah disertai ‘vital capacity’ yang terbatas. Demikian
pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.

c. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler

Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa


perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus
paten, pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung
pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan
sistemik.

3. Gambaran patologi/histopatologi

Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya


atelektasis dan membran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris.
Di samping itu terdapat pula bagian paru yang mengalami enfisema.
Membran hialin yang ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik
yang mungkin berasal dari darah atau sel epitel ductus yang nekrotik.

I. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus
selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC)
dengan cara meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban
ruangan juga harus adekuat (70-80%).
b. Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan
dengan hati-hati karena berpengaruh kompleks terhadap bayi
prematur. Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat
menimbulkan komplikasi seperti : fibrosis paru, kerusakan
retina (fibroplasias retrolental), dll.
c. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlut untuk
mempertahankan homeostasis dan menghindarkan dehidrasi.
Pada permulaan diberikan glukosa 5-10% dengan jumlah yang
disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60-125 ml/kg
BB/hari. asidosis metabolik yang selalu dijumpai harus segera
dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara intravena.
d. Pemberian antibiotik. Bayi dengan PMH perlu mendapatkan
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan
penisilin dengan dosis 50.000-100.000 u/kg BB/hari atau
ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-
5 mg/kg BB/hari.
e. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah
pemberian surfaktan eksogen (surfaktan dari luar), obat ini
sangat efektif, namun harganya amat mahal.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan menurut suriadi dan yulianti ( 2001 ) dan surasmi,
dkk tindak untukmengatasi asalah kegawatan pernapasan meliputi :
a. mempertahankan ventilsi dan oksigenisasi adekuat
b. mempertahankan keseimbangan asam basa
c. Mempertahankan suhu netral
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat
e. Mencegah hipotermia
f. Mempertahankn cairan dan elektrolit adekuat
3. Penatalaksanaan umum:
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang
paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi
berikan infus dektrosa 5 % : pantau selalu tanda vital, jaga
patensi jalan napas, beri oksigen ( 2 – 3 liter / menit dngan
kateter nasal )
b. Jika bayi mengalami apneu :lakukan tindakan resusitasi sesuai
tahapyang diperlukan, lakukan penilaian lanjut, bila terjadi
kejang potong kejang segera periksa kadar gula darah., dan
pemberian nutrisi adekuat.

Setelah manajemen umum,segera dilakukan manajemen lanjut sesuai


dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan
napas.manajemen spesifik atau manajemen lanjut:

1. Gangguan napas ringan

Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan


napas ringan pada waktu lahir tanpa ada gejala gejala lain disebut
“transient tacypnea of the newborn” (TTN). Terutama terjadi
setelah bedah sesar. Bisanya kondisi tersebut akan membaik dan
sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada
beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tahap awal
dari infeksi sistemik.

2. Gangguan nafas sedang


a. Lakukan pemberian O2 2-3 leter / menit dengan kateter
nasal, bila masih sesak dapat diberikan O2 4-5 liter / menit
dengan sungkup
b. Bayi jangan diberi minum
c. Jika ada tanda berikut berikan antibiotika (ampisilin dan
gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
d. Suhu aksiler 39
e. Air ketuban bercampur mekonium
f. Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga intfeksi berat
atau ketuban pecah dini ( > 18 jam )
g. Bila suhu aksiler 34 – 36,5 atau 37,5 – 39 tangani untuk
masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam.
h. Bila suhu masih belum stabil tau gangguan napas belum
ada perbaikan, berikan antibiotika untuk terpi kemungkinan
besar sepsis.

Jika normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali


abnormal ulangi tahapantersebut diatas.

 Bila tidak ada tanda ke arah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2
jam

 Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda – tanda


peburukan setalah 2 jam, tetapi kemungkinan besar sepsis.
 Bila bayi mulai menunjukan tanda – tanda perbaikan kurangi
tearpi O2 secara bertahap. Pasang pipa lambung, berikan asi
peeras setiap 2 jam. Jika tidak bisa menyusu, berikan asi peras
memakai salah satu cara pemberian minum.

 Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik


dihentikan. bila Bayi kmbali tampak kemerahan tanpa
pemberian O2 selama 3 hari, minum baik dan tak ada alasan
bayi tetap tinggaldi rumah sakit bayi dapat dipulangkan.

3. Gangguan nafas ringan

a. Amati pernapasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya

b. Bila dalam pengamatan gangguan pernapasan buruk atau


timbul gejala sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan besar
sepsi dan tangani gangguan nafas sdang dan segera dirujuk ke
rumah sakit.

c. Berikan asi bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan asi
peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif
pemberian minuman.

d. Kurangi pemberian O2 jika frekunsi nafas antara 30 – 60 x


/menit.

J. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas
a. Definisi
b. Batasan karakteristik : Diaforesis, dispnea, gangguan pengelihatan,
gas darah arteri abnormal, gelisah, Hiperkapnia, Hipoksemia,
Hipoksia, Iritabilitas, Konfusi, Nafas cuping hidung, Penurunan
karbon dioksida
c. Faktor Yang Berhubungan
 Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
 Perubahan membran alveolar-kapiler
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi/kelelahan,
keterbatasan pengembangan otot.
a. Definisi
b. Batasan karakteristik : Bradipnea, dispnea, fase ekspirasi memanjang,
penggunaan otot bantu pernafasan, peningkatan diameter anterior-
posterior, Penurunan kapasitas vital, penurunan tekanan ekspirasi atau
inspirasi, penurunan ventilasi semenit, pernafasan bibir, pernafasan
cuping hidung, pernafasan ekskursi dada, Pola nafas abnormal (mis.,
irama, frekuensi, kedalaman), dan takipnea
c. Faktor yang berhubungan
 Ansietas, cedera medulaspinalis, deformitas dinding dada,
deformitas tulang, disfungsi neuromuskular, gangguan
muskuluskeletal, gangguan Neurologis (misalnya : elektro
enselopalo gram(EEG) positif, trauma kepala, gangguan
kejang), hiperventilasi, imaturitas neurologis, keletihan,
keletihan otot pernafasan
3. Termoregulasi tidak efektif
a. Definisi
b. Batasan karakteristik : Fluktuasi suhu tubuh berada dibawah dan diatas
suhu normal, kulit dingin, kuku berwarna biru, kulit kemerahan,
hipertensi, peningkatan frekuensi nafas, muka pucat, piloerection,
penurunan suhu tubuh dibawah suhu normal, bingung atau gelisah,
gemetar atau menggigil, pengisian kapiler melambat, takikardi, hangat
bila disentuh, berat badan kurang dari rat-rata
c. Faktor yang berhubungan
 Usia
 Fluktuasi suhu lingkungan
 Immatur
 prematur
 Trauma atau sakit
4. Risiko tinggi penurunan curah jantung
a. Definisi
b. Batasan karakteristik : murmur sistolik
c. Faktor yang berhubungan
 Perubahan frekuensi jantung (Heart rate, HR)
 Perubahan ritme jantung
 Perubahan afterload
 Perubahan kontraktilitas
 Perubahan preload
 Perubahan volume sekuncup
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN RDS ANAK


BAB IV PEMBAHASAN
BAB V

PENUTUP
DAFTAR ISI

Anda mungkin juga menyukai