Anda di halaman 1dari 62

MUKADIMAH

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia telah


melaksanakan upaya-upaya pengisian cita-cita kemerdekaan, yaitu
masyarakat adil dan makmur, sejahtera lahir dan batin yang
pelaksanaannya antara lain melalui pembangunan bidang olahraga
sebagai salah satu sektor pendidikan bangsa.

Bahwa sesungguhnya olahraga merupakan kebutuhan manusia menurut


kodratnya yang bersumber atas kebesaran Tuhan Yang Maha Esa,
merupakan salah satu unsur yang berpengaruh dalam pembangunan
bangsa dan negara Republik Indonesia.

Sesungguhnya pembangunan olahraga di Indonesia adalah perwujudan


dari kehendak dan keinginan untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Bahwa pembangunan olahraga Bulutangkis adalah bagian dari


pembangunan bangsa Indonesia dalam rangka mewujudkan cita- cita
pejuangan rakyat dan bangsa Indonesia.

Bahwa dalam menyadari akan fungsi olahraga bulutangkis dalam


pembangunan olahraga dianggap perlu untuk menyesuaikan gerak
langkah pembangunan bulutangkis Indonesia, disusunlah Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia.
ANGGARAN DASAR
PERSATUAN BULUTANGKIS SELURUH INDONESIA

BAB I
UMUM

Bagian Kesatu
Nama, Tempat Kedudukan dan Waktu

Pasal 1

Organisasi ini bernama Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia disingkat


PBSI.
Pasal 2

PBSI didirikan pada tanggal 5 Mei Tahun 1951 di Bandung dan selanjutnya
berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.

Pasal 3

PBSI didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.

Bagian Kedua
Azas, Tujuan dan Tugas Pokok

Pasal 4
PBSI berazaskan Pancasila

Pasal 5
Tujuan PBSI adalah :
a. membentuk manusia Indonesia seutuhnya;
b. mempertinggi harkat dan martabat bangsa;
c. meningkatkan prestasi olahraga bulutangkis ditingkat daerah, nasional,
maupun internasional;
d. memupuk persahabatan antar bangsa melalui olahraga bulutangkis.

Pasal 6

Untuk mencapai tujuannya PBSI mempunyai tugas pokok :


a. mengembangkan dan membina bulutangkis sebagai olahraga rakyat;
b. menghimpun seluruh masyarakat bulutangkis dalam satu wadah
PBSI;
c. memperkuat dan memperluas pengorganisasian PBSI;
d. menyelenggarakan kejuaraan antar Perkumpulan dan Perorangan
secara berencana baik ditingkat Kabupaten/Kota, Provinsi, Nasional
maupun Internasional;
e. memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional serta
kerjasama internasional melalui bulutangkis;
f. meningkatkan hubungan kerjasama dengan Komite Olahraga Nasional
Indonesia (KONI) dan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) serta Induk
Organisasi Olahraga yang ada di Indonesia dan organisasi bulutangkis
Asia (BAC) serta dunia (BWF);
g. upaya lain yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.

BAB II
KEANGGOTAAN

Bagian Kesatu
Anggota

Pasal 7

(1) Anggota PBSI adalah :


a. perkumpulan Bulutangkis yang selanjutnya disebut
Perkumpulan;
b. warga.
(2) Perkumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah
wadah yang menghimpun warga yang pembentukannya telah
memenuhi persyaratan organisasi.

(3) Warga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah pelaku
olahraga bulutangkis yang terdiri dari :
a. atlet;
b. pelatih;
c. referee/wasit;
d. pengurus PBSI.

(4) Persyaratan untuk menjadi anggota PBSI diatur dalam


Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 8

Setiap orang yang dipilih sebagai dewan kehormatan, Dewan Penyantun,


dan Dewan Penasihat merupakan warga sebagaimana dimaksud dalam
pasal 7 ayat (1) huruf b.

Bagian Kedua
Kewajiban dan Hak Anggota

Pasal 9

(1) Anggota mempunyai kewajiban :


a. memenuhi dan mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga, Keputusan Organisasi serta ketentuan lain yang ditetapkan
oleh PBSI;
b. menjunjung tinggi nama baik PBSI, memelihara persatuan dan
kesatuan, menjalin hubungan baik antar pengurus, atlet dan
masyarakat pada umumnya;
c. mengutamakan kepentingan nasional pada umumnya dan PBSI
pada khususnya daripada kepentingan daerah, perkumpulan atau
pribadi;
d. menjaga organisasi PBSI untuk tidak disalahgunakan dalam
kegiatan politik praktis;
e. menjunjung tinggi disiplin organisasi dan menjauhkan diri dari
perbuatan tercela dan perbuatan yang melanggar hukum;
f. meningkatkan prestasi dan kualitas olahraga bulutangkis dengan
berpedoman kepada program kerja yang telah ditetapkan;
g. bagi Perkumpulan, Pengurus Kabupaten/Kota, Pengurus Provinsi
secara berkala melaporkan kegiatan dan keanggotaan sesuai
jenjang kepengurusan.
h. Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1),
Anggota berkewajiban pula membayar uang pangkal dan uang
iuran.

(2) Selain kewajiban sebagaimana tersebut pada ayat (1), khusus atlet
PBSI yang akan mengadakan hubungan kerja bersifat komersial
dengan pihak lain, wajib terlebih dahulu memperoleh rekomendasi dari
Pengurus PBSI sesuai dengan tingkatannya.

(3) Anggota mempunyai hak :


a. mendapatkan perlindungan dan pelayanan yang sama dari PBSI;
b. turut serta dalam segala kegiatan resmi sesuai dengan
ketentuan PBSI;
c. memilih dan dipilih dalam pemilihan kepengurusan PBSI;
d. khusus atlet atau perkumpulan mempunyai hak mutasi yang diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga.

(4) Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), warga dapat dan
dibenarkan duduk menjadi anggota organisasi bulutangkis internasional
dimana PBSI tercatat sebagai anggotanya.
BAB III
PENGURUS DAN KELENGKAPAN PBSI

Bagian Kesatu
Status dan Susunan Kepengurusan

Pasal 10

(1) PBSI adalah satu-satunya organisasi olahraga bulutangkis di


Indonesia.

(2) PBSI merupakan bagian dari pembinaan olahraga yang tergabung dan
menjadi anggota Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) serta
Komite Olimpiade Indonesia (KOI).

(3) PBSI sebagai anggota dan karenanya berpedoman kepada ketentuan


Badminton World Federation (BWF) dan Badminton Asia Confederation
(BAC).

Pasal 11

(1) Susunan kepengurusan PBSI dibentuk mulai dari tingkat Kabupaten/


Kota, Provinsi, sampai ke tingkat Pusat.

(2) Susunan kepengurusan sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah :


a. di Kabupaten/Kota bentuk 1 (satu) Pengurus Kabupaten/Kota
(Pengkab/Pengkot) dan Dewan Pengawas.
b. di Provinsi dibentuk 1 (satu) Pengurus Provinsi (Pengprov) dan
Dewan Pengawas;
c. di Pusat dibentuk 1 (satu) Pengurus Pusat (PP) dan Dewan
Pengawas.
Bagian Kedua
Kelengkapan PBSI

Pasal 12

(1) Di Kabupaten/Kota selain Pengurus Kabupaten/Kota, dapat dibentuk


Dewan Penyantun dan Dewan Penasihat.

(2) Di Provinsi selain Pengurus Provinsi, dapat dibentuk Dewan Penyantun


dan Dewan Penasihat.

(3) Di Pusat selain Pengurus Pusat, dibentuk Dewan Kehormatan, Dewan


Penyantun dan Dewan Penasihat.

Bagian Ketiga
Pemilihan Pengurus dan Pemilihan Kelengkapan PBSI

Pasal 13

(1) Pemilihan Pengurus :


a. Pengurus Kabupaten/Kota dipilih oleh Musyawarah
Kabupaten/Kota.
b. Pengurus Provinsi dipilih oleh Musyawarah Provinsi;
c. Pengurus Pusat dipilih oleh Musyawarah Nasional;

(2) Pemilihan Dewan Pengawas :


a. Dewan Pengawas dipilih oleh Musyawarah
Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai tingkat kepengurusan;
b. Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Dewan Pengawas dipilih dari
dan oleh anggota Dewan Pengawas.

(3) Pemilihan Dewan Kehormatan :


a. Dewan Kehormatan dipilih dan ditetapkan oleh Ketua Umum
Pengurus Pusat (PP) terpilih;
b. Ketua Dewan Kehormatan dipilih dari dan oleh anggota Dewan
Kehormatan.

(4) Pemilihan Dewan Penyantun :


a. Dewan Penyantun dipilih oleh Ketua Umum Pengurus Pusat (PP)
terpilih/Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai tingkat kepengurusan;
b. Ketua Dewan Penyantun dipilih dari dan oleh anggota Dewan
Penyantun.

(5) Pemilihan Dewan Penasihat :


a. Dewan Penasihat/Pembina dipilih oleh Ketua Umum Pengurus
Pusat (PP) terpilih/Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai tingkat
kepengurusannya;
b. Ketua Dewan Penasihat dipilih dari dan oleh anggota Dewan
Penasihat.

Bagian Keempat
Syarat Pengurus dan Larangan Rangkap Jabatan

Pasal 14

(1) Untuk dapat menjadi Pengurus Pusat/Pengurus Provinsi/Pengurus


Kabupaten/Kota harus memenuhi syarat :
a. Warga Negara Indonesia;
b. berkelakuan baik dan tidak pernah diberhentikan sebagai
anggota PBSI;
c. memiliki dedikasi, loyalitas dan tanggung jawab yang tinggi dalam
membangun perbulutangkisan atau yang bersimpati dan menaruh
perhatian terhadap olahraga bulutangkis;
d. bertempat tinggal tetap di wilayah kabupaten/kota bagi Pengurus
Kabupaten/Kota yang bersangkutan;
e. bertempat tinggal tetap di wilayah provinsi bagi Pengurus
Provinsi yang bersangkutan;
f. bertempat tinggal tetap di Indonesia bagi Pengurus Pusat;
g. persyaratan lain yang ditetapkan oleh Musyawarah Kerja
Nasional/Musyawarah Kerja Provinsi/Musyawarah Kerja
Kabupaten/Kota 1 (satu) tahun sebelum Musyawarah
Nasional/Musyawarah Provinsi/Musyawarah Kabupaten/ Kota.

(2) Seseorang yang sedang menduduki jabatan Ketua Umum/Wakil


Ketua Umum/Ketua Harian/Ketua/Wakil Ketua/ Sekretaris
Jenderal/Sekretaris Umum/Sekretaris/Bendahara pada cabang
olahraga yang lain, tidak dibenarkan mencalonkan diri atau dicalonkan
sebagai calon Ketua Umum PBSI di semua tingkat kepengurusan.

(3) Ketua Umum Pengurus Pusat/Pengurus Provinsi/Pengurus


Kabupaten/Kota PBSI tidak dibenarkan mencalonkan diri atau
dicalonkan sebagai calon Ketua Umum/Ketua cabang olahraga yang
lain.

(4) Ketua Umum Pengurus Pusat PBSI tidak dibenarkan rangkap jabatan
dengan Ketua Umum dan jabatan lainnya di Pengurus
Provinsi/Pengurus Kabupaten/Kota PBSI.

(5) Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat PBSI tidak dibenarkan rangkap


jabatan dengan Ketua Umum dan jabatan lainnya di Pengurus
Provinsi/Pengurus Kabupaten/Kota PBSI.

(6) Ketua Umum Pengurus Provinsi PBSI dilarang memegang jabatan


rangkap sebagai Ketua Umum dan jabatan lainnya di Pengurus
Provinsi lain dan di Pengurus Kabupaten/Kota PBSI dalam wilayah
provinsinya maupun di Pengurus Kabupaten/Kota di luar provinsinya.

(7) Ketua Umum Pengurus Kabupaten/Kota PBSI dilarang memegang


jabatan rangkap sebagai Pengurus Kabupaten/Kota PBSI yang lain
baik dalam satu provinsi maupun luar provinsi.

(8) Selain jabatan Ketua Umum PBSI sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) dan ayat (7), seseorang yang menduduki jabatan lainnya
tidak dibenarkan duduk sebagai Pengurus Provinsi/Kabupaten/Kota
PBSI yang lain;

Pasal 15

(1) Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14, tidak berlaku


bagi Perkumpulan.

(2) Persyaratan untuk menjadi pengurus Perkumpulan, ditentukan sendiri


oleh Perkumpulan yang bersangkutan.

BAB IV
MUSYAWARAH/ RAPAT
DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pasal 16

(1) Musyawarah/Rapat pada Pengurus Pusat terdiri dari :


a. Musyawarah Nasional;
b. Musyawarah Nasional Luar Biasa;
c. Musyawarah Kerja Nasional;
d. Rapat Pengurus Pusat;
e. Rapat lain yang diadakan oleh Pengurus Pusat.

(2) Musyawarah/Rapat pada Pengurus Provinsi terdiri dari :


a. Musyawarah Provinsi;
b. Musyawarah Provinsi Luar Biasa;
c. Musyawarah Kerja Provinsi;
d. Rapat Pengurus Provinsi;
e. Rapat lain yang diadakan oleh Pengurus Provinsi.

(3) Musyawarah/Rapat pada Pengurus Kabupaten/Kota terdiri dari:


a. Musyawarah Kabupaten/Kota;
b. Musyawarah Kabupaten/Kota Luar Biasa;
c. Musyawarah Kerja Kabupaten/Kota;
d. Rapat Pengurus Kabupaten/Kota;
e. Rapat lain yang diadakan oleh Pengurus Kabupaten/Kota.

Pasal 17

(1) Musyawarah Nasional sebagai pemegang kekuasaan tertinggi PBSI


diselenggarakan sekali dalam 4 (empat) tahun.

(2) Musyawarah Nasional Luar Biasa diselenggarakan hanya untuk


pembubaran PBSI; perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga; penggantian Ketua Umum Pengurus Pusat dan atau
penggantian seluruh personalia Pengurus Pusat.

Pasal 18

(1) Musyawarah Provinsi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di


provinsi diselenggarakan sekali dalam 4 (empat) tahun.

(2) Musyawarah Provinsi Luar Biasa diselenggarakan hanya untuk


penggantian Ketua Umum Pengurus Provinsi atau penggantian seluruh
personalia Pengurus Provinsi.

Pasal 19

(1) Musyawarah Kabupaten/Kota sebagai pemegang kekuasaan tertinggi


di Kabupaten/Kota diselenggarakan sekali dalam 4 (empat) tahun.

(2) Musyawarah Kabupaten/Kota Luar Biasa diselenggarakan hanya


untuk penggantian Ketua Umum Pengurus Kabupaten Kota atau
penggantian seluruh personalia Pengurus Kabupaten/Kota.
Pasal 20

Musyawarah Kerja Nasional, Musyawarah Kerja Provinsi, dan Musyawarah


Kerja Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya diadakan sekali dalam 1 (satu)
tahun.

Pasal 21

(1) Setiap keputusan yang diambil dalam Musyawarah/Rapat didasarkan


pada musyawarah untuk mufakat.

(2) Bilamana mufakat tidak mungkin dicapai, maka keputusan diambil


dengan pemungutan suara (voting).

(3) Dalam hal pemungutan suara (voting) berkenaan dengan orang,


maka pemungutan suara dilakukan secara tertutup.

BAB V PERBENDAHARAAN

Pasal 22

(1) Perbendaharaan terdiri dari :


a. Uang;
b. Surat-surat berharga;
c. Perlengkapan yang diperoleh secara sah;
d. Atribut-atribut organisasi;
e. Benda-benda berharga bergerak dan tidak bergerak.

(2) Untuk memperoleh, memelihara, menggunakan dan


mempertanggungjawabkan perbendaharaan diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
BAB VI
PEMBUBARAN

Pasal 23

(1) PBSI hanya dapat dibubarkan oleh Musyawarah Nasional Luar Biasa
yang diadakan khusus untuk itu.

(2) Musyawarah Nasional Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) dilakukan atas permintaan dan persetujuan sekurang- kurangnya
2/3 (dua per tiga) dari jumlah Pengurus Provinsi yang sah.

BAB VII
PENUTUP

Pasal 24

(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.

(2) Anggaran Dasar ini disahkan dan berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di :
Pada tanggal :

MUSYAWARAH NASIONAL
PERSATUAN BULUTANGKIS SELURUH INDONESIA
PIMPINAN

Ketua .............................................................................................................

Wakil Ketua ....................................................................................................

Sekretaris .......................................................................................................
Anggota .........................................................................................................

Anggota .........................................................................................................
ANGGARAN RUMAH TANGGA
PERSATUAN BULUTANGKIS SELURUH INDONESIA ( PBSI )

BAB I
KEANGGOTAAN

Bagian Kesatu
Persyaratan dan Prosedur Menjadi Anggota

Pasal 1

(1) Untuk dapat diterima menjadi anggota, maka Perkumpulan harus


memenuhi persyaratan :
a. mempunyai atlet sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang;
b. mempunyai susunan pengurus dan pelatih;
c. mempunyai program kerja;
d. ada tempat latihan/lapangan bulutangkis;
e. membayar uang pangkal keanggotaan kepada Pengurus
Kabupaten/Kota;
f. membayar iuran anggota tiap bulan yang dapat dibayarkan
sekaligus untuk 1 (satu) tahun kepada Pengurus Kabupaten/Kota;
g. kantor/sekretariat perkumpulan harus berdomisili dalam
wilayah Kabupaten/Kota tempat perkumpulan terdaftar;
h. mempunyai Pedoman Organisasi atau Tata Tertib
Perkumpulan yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga PBSI;

(2) Ketentuan dan atau tata cara pembayaran sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf e dan f diatur oleh Pengurus Kabupaten/Kota.

(3) Untuk dapat diterima menjadi warga Perkumpulan, calon warga


harus memenuhi persyaratan :
a. sehat jasmani dan rohani;
b. tidak sedang menjadi warga Perkumpulan yang lain;
c. mendapat izin dari orangtua/wali bagi yang belum berusia 18 tahun;
d. sanggup mentaati Tata Tertib Perkumpulan.

Pasal 2

(1) Prosedur untuk menjadi anggota PBSI bagi perkumpulan ditentukan :


a. pengurus Perkumpulan mengajukan permohonan pendaftaran
secara resmi kepada Pengurus Kabupaten/Kota sesuai domisilinya;
b. melampirkan bukti atau data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
ayat (1) huruf a, b, c, d, g dan h;

(2) Pengurus Kabupaten/Kota sebelum menerima secara resmi


pendaftaran anggota, wajib melakukan verifikasi terhadap persyaratan
Perkumpulan calon anggota.

(3) Penerimaan perkumpulan sebagai anggota baru dinyatakan sah


apabila sudah diterbitkan Surat Keputusan oleh Pengurus
Kabupaten/Kota.

(4) Pengurus Kabupaten/Kota setelah menerima anggota baru, wajib


melaporkan kepada Pengurus Provinsi kemudian Pengurus Provinsi
melaporkan kepada Pengurus Pusat PBSI.

(5) Perkumpulan sebagai anggota baru, dapat mengikuti Musyawarah


Kabupaten/Kota apabila sudah berusia 1 (satu) tahun sejak tanggal
penerbitan Surat Keputusan Keanggotaan.

Pasal 3

(1) Untuk menjadi warga dalam suatu perkumpulan, setiap calon warga
harus mengajukan surat permohonan kepada Pengurus Perkumpulan
atau mengisi formulir pendaftaran yang disediakan oleh
Perkumpulan dengan melampirkan :
a. biodata;
b. surat pernyataan tidak sedang menjadi warga dari Perkumpulan
lain;
c. surat izin dari orangtua/ wali bagi yang belum berusia 18 tahun;
d. surat pernyataan kesanggupan mentaati dan atau memenuhi
kewajiban yang ditentukan dalam tata tertib Perkumpulan.

(2) Surat permohonan atau formulir pendaftaran, biodata dan surat


pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat dan
ditandatangani oleh orangtua/wali calon warga yang belum berusia 18
tahun.

Bagian Kedua
Kehilangan Status Keanggotaan

Pasal 4

(1) Status keanggotaan bagi perkumpulan dalam PBSI hilang disebabkan


perkumpulan yang bersangkutan membubarkan diri atau dikeluarkan
dari keanggotaan atau selama 1 (satu) tahun tidak pernah lagi
menjalankan fungsinya.

(2) Perkumpulan yang akan membubarkan diri terlebih dahulu harus


memberitahukan tentang pembubarannya kepada Pengurus
Kabupaten/Kota setempat.

(3) Hilangnya status keanggotaan perkumpulan karena dikeluarkan dari


keanggotaan atau tidak menjalankan fungsinya selama 1 (satu) tahun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditetapkan dengan Surat
Keputusan Pengurus Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

(4) Status keanggotaan bagi warga dalam PBSI hilang disebabkan:


a. meninggal dunia;
b. berhenti atas permintaan sendiri;
c. diberhentikan;
d. Perkumpulan dari warga yang bersangkutan tidak lagi
menjadi anggota PBSI.
(5) Dikecualikan dari ketentuan pada ayat (4) huruf d, apabila warga yang
bersangkutan adalah Atlet, Pelatih, Referee/Wasit dan masih sebagai
Pengurus, Dewan Kehormatan, Dewan Penyantun, dan Dewan
Penasihat di semua tingkatan.

Pasal 5

(1) Seorang yang tidak lagi duduk dalam kepengurusan PBSI baik dalam
Pengurus Pusat, Pengurus Provinsi maupun Pengurus
Kabupaten/Kota, sedangkan yang bersangkutan tidak pula menjadi
pengurus perkumpulan, bukan sebagai atlet, bukan sebagai pelatih dan
bukan sebagai referee/ wasit, secara otomatis bukan lagi sebagai
anggota PBSI.

(2) Seorang yang tidak lagi duduk sebagai Dewan Kehormatan, Dewan
Penyantun, dan Dewan Penasihat/Pembina secara otomatis bukan lagi
sebagai anggota PBSI.

BAB II
SANKSI

Bagian Kesatu
Jenis dan Dasar Penjatuhan Sanksi

Pasal 6

(1) Sanksi di dalam PBSI berupa ;


a. tidak diperkenankan mengikuti kegiatan resmi PBSI.
b. skorsing untuk paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan;
c. pemberhentian;

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku terhadap :


a. Perkumpulan, Pengurus Kabupaten/Kota, Pengurus Provinsi, dan
Pengurus Pusat;
b. Warga.
Pasal 7

(1) Terhadap perkumpulan baik karena telah melanggar Anggaran Dasar


ataupun Anggaran Rumah Tangga atau tidak menjalankan fungsinya
dalam waktu 1 (satu) tahun terus menerus, dapat dijatuhi sanksi oleh
Pengurus Kabupaten/Kota atau Pengurus Provinsi atau Pengurus
Pusat.

(2) Terhadap Pengurus Kabupaten/Kota yang tidak menjalankan fungsinya


dalam waktu satu tahun terus menerus atau tidak melaksanakan
kewajiban lain, dapat dijatuhi sanksi oleh Pengurus Provinsi atau
Pengurus Pusat.

(3) Terhadap Pengurus Provinsi yang tidak menjalankan fungsinya dalam


waktu satu tahun terus menerus atau tidak melaksanakan
kewajiban lain, dapat dijatuhi sanksi oleh Pengurus Pusat.

(4) Terhadap Pengurus Pusat yang tidak menjalankan fungsinya dalam


waktu 6 (enam) bulan secara terus menerus atau tidak melaksanakan
kewajiban lain, Dewan Pengawas dapat memberikan teguran atau
peringatan.

(5) Dalam hal teguran atau peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) tidak diindahkan oleh Pengurus Pusat, Musyawarah Nasional Luar
Biasa dapat diselenggarakan untuk melakukan penggantian Pengurus
Pusat.

(6) Musyarawah Nasional Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat


(5) dilaksanakan oleh Pengurus Provinsi atas petunjuk Dewan
Pengawas.
Pasal 8

(1) Penjatuhan sanksi terhadap warga yang disebut dalam Pasal 7 ayat
(3) Anggaran Dasar, harus didasarkan atas hasil keputusan
rapat pengurus ditingkat Kabupaten/Kota/Provinsi/Pusat.

(2) Sanksi terhadap warga; dilakukan oleh perkumpulan yang


bersangkutan atau keputusan Pengurus Kabupaten/Kota/Pengurus
Provinsi/Pengurus Pusat didasarkan atas hasil keputusan rapat
pengurus perkumpulan/Pengurus Kabupaten/Kota/Pengurus
Provinsi/Pengurus Pusat.

Pasal 9

(1) Perkumpulan yang menjatuhkan sanksi terhadap warganya harus


memberitahukan penjatuhan sanksi itu kepada Pengurus
Kabupaten/Kota.

(2) Pengurus Kabupaten/Kota yang menjatuhkan sanksi langsung kepada


warga; harus memberitahukan penjatuhan sanksi itu kepada
Pengurus Perkumpulan dan Pengurus Provinsi yang bersangkutan.

(3) Pengurus Provinsi yang menjatuhkan sanksi langsung kepada warga;


harus memberitahukan penjatuhan sanksi itu kepada Pengurus
Perkumpulan, Pengurus Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan
Pengurus Pusat.

(4) Pengurus Pusat yang menjatuhkan sanksi langsung kepada warga;


harus memberitahukan penjatuhan sanksi itu kepada Pengurus
Perkumpulan, Pengurus Kabupaten/Kota dan Pengurus Provinsi yang
bersangkutan.
Pasal 10

(1) Pengurus Kabupaten/Kota yang menjatuhkan sanksi terhadap


Perkumpulan harus memberitahukan kepada Pengurus Provinsi.

(2) Pengurus Provinsi yang menjatuhkan sanksi langsung terhadap


Perkumpulan harus memberitahukan kepada Pengurus
Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan Pengurus Pusat.

(3) Pengurus Pusat yang menjatuhkan sanksi langsung terhadap


Perkumpulan harus memberitahukan kepada Pengurus
Kabupaten/Kota dan Pengurus Provinsi yang bersangkutan.

Pasal 11

Pemberitahuan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9


dan dalam Pasal 10 dilakukan dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak
sanksi itu dijatuhkan.

Pasal 12

(1) Pengurus Pusat, Pengurus Provinsi, Pengurus Kabupaten/Kota, dan


Perkumpulan dapat mencabut sanksi yang telah dijatuhkan.

(2) Pencabutan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus


dilakukan dengan keputusan atau surat resmi yang tembusannya
disampaikan kepada Pengurus PBSI yang terkait.
Bagian Kedua
Pembelaan Diri dan Banding

Pasal 13

(1) Anggota PBSI yang dikenakan sanksi dapat melakukan pembelaan diri
dengan cara :
a. mengajukan surat pembelaan diri kepada pemberi sanksi paling
lambat 30 (tiga puluh) hari setelah menerima surat penetapan
pemberian sanksi;
b. hadir dalam Rapat Pengurus pemberi sanksi yang diadakan khusus
untuk itu sebagai tindak lanjut dari surat pembelaan diri.

(2) Dalam hal tenggang waktu untuk mengajukan pembelaan diri


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a telah lewat, maka
anggota yang bersangkutan dianggap menerima penjatuhan sanksi.

Pasal 14

(1) Apabila dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah
diterimanya surat pembelaan diri, ternyata pemberi sanksi tidak
melaksanakan Rapat Pengurus untuk menindak lanjuti surat
pembelaan diri itu, maka sanksi yang telah dijatuhkan dinyatakan
gugur.

(2) Anggota yang pembelaan dirinya ditolak oleh Rapat Pengurus pemberi
sanksi atau Rapat Pengurus tersebut tidak dapat memutuskan, dapat
mengajukan banding dengan cara :
a. mengajukan Surat Permohonan Banding kepada pengurus yang
setingkat di atas pemberi sanksi dalam tenggang waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pembelaan diri ditolak atau
Rapat Pengurus pemberi sanksi secara tegas menyatakan tidak
dapat memberikan keputusan;
b. hadir dalam Rapat Pengurus penerima banding yang
diadakan khusus untuk itu sebagai tindak lanjut dari surat
permohonan banding.

(3) Dalam hal tenggang waktu untuk mengajukan banding sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) huruf a telah lewat, maka anggota yang
bersangkutan dianggap menerima penjatuhan sanksi.

(4) Setiap warga dari Perkumpulan yang dijatuhi sanksi oleh


perkumpulannya dapat banding kepada Pengurus Kabupaten/Kota,
sedangkan yang terkena sanksi langsung oleh Pengurus
Kabupaten/Kota dapat banding kepada Pengurus Provinsi, dan warga
yang terkena sanksi langsung oleh Pengurus Provinsi dapat banding
kepada Pengurus Pusat, dan yang dijatuhi sanksi langsung oleh
Pengurus Pusat dapat mengajukan banding kepada Rapat Pengurus
Pusat dengan Dewan Pengawas PBSI setelah menempuh prosedur
sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1).

Pasal 15

(1) Pengurus penerima banding wajib menindak lanjuti dan memutuskan


permohonan banding dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
setelah diterimanya surat permohonan banding. Bilamana tenggang
waktu tersebut terlewati sedangkan penerima banding tidak
menjatuhkan putusan banding, maka sanksi yang dijatuhkan
kepada pemohon banding tetap berlaku dan pemohon banding dapat
mengajukan banding ke tingkat organisasi yang lebih tinggi.

(2) Dalam hal penerima banding menjatuhkan putusan banding maka


putusan banding tersebut mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

(3) Dalam hal putusan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ternyata terdapat penyimpangan dari Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga PBSI, pihak yang berkepentingan dapat mengajukan
peninjauan kembali kepada Pengurus Pusat.
(4) Putusan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan putusan akhir.

BAB III
SUSUNAN DAN KELENGKAPAN PBSI

Bagian Kesatu
Pengurus Pusat

Pasal 16

(1) PBSI dipimpin oleh Pengurus Pusat pada tingkat pusat dengan struktur
kepengurusan terdiri dari :
a. 1 (satu) orang Ketua Umum;
b. 1 (satu) orang Ketua Harian jika diperlukan;
c. sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang Wakil Ketua Umum yang
membawahi bidang-bidang;
d. 1 (satu) orang Sekretaris Jenderal dan 1 (satu) orang Wakil
Sekretaris Jenderal;
e. 1 (satu) orang Bendahara dan 1 ( satu ) orang Wakil Bendahara;
f. Ketua-Ketua Bidang dan Sub Bidang.

(2) Struktur Pengurus Pusat sebagaimana tercantum dalam Surat


Keputusan tentang Susunan Pengurus Pusat PBSI.

(3) Ketua Umum, Ketua Harian, Wakil Ketua Umum, Sekretaris Jenderal,
Wakil Sekretaris Jenderal, Bendahara, Wakil Bendahara merupakan
Pengurus Harian.
Pasal 17

(1) Susunan pengurus pada Pengurus Pusat selain disebut dalam Pasal
16 ayat (1) dapat menyesuaikan komposisi kepengurusan menurut
kebutuhan.

(2) Pengurus Pusat dapat mengangkat tim ahli yang anggotanya terdiri dari
mantan pemain berprestasi, ilmuwan dan orang- orang yang dianggap
ahli dan diperlukan.

Bagian Kedua
Pengurus Provinsi dan Pengurus Kabupaten/Kota

Pasal 18

(1) PBSI di tingkat provinsi dipimpin oleh Pengurus Provinsi dengan


struktur kepengurusan terdiri dari :
a. 1 (satu) orang Ketua Umum;
b. 1 (satu) orang Ketua Harian jika diperlukan;
c. sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang Wakil Ketua Umum yang
membawahi bidang-bidang;
d. 1 (satu) orang Sekretaris Umum dan 1 (satu) orang Wakil
Sekretaris Umum;
e. 1 (satu) orang Bendahara dan 1 ( satu ) orang Wakil Bendahara;
f. Ketua-Ketua Bidang dan Sub Bidang.

(2) Susunan pengurus pada Pengurus Provinsi selain disebut pada ayat
(1) dapat menyesuaikan komposisi kepengurusan menurut kebutuhan.

(3) Ketua Umum, Ketua Harian, Wakil Ketua Umum, Sekretaris Umum,
Wakil Sekretaris Umum, Bendahara, Wakil Bendahara merupakan
Pengurus Harian.
(4) Pengurus Provinsi dapat mengangkat tim ahli yang anggotanya terdiri
dari mantan pemain berprestasi, ilmuwan dan orang- orang yang
dianggap ahli dan diperlukan.

Pasal 19

(1) PBSI di tingkat Kabupaten/Kota dipimpin oleh Pengurus


Kabupaten/Kota dengan struktur kepengurusan terdiri dari :
a. 1 (satu) orang Ketua Umum;
b. 1 (satu) orang Ketua Harian jika diperlukan;
c. sebanyak-banyaknya 2 (dua) orang Wakil Ketua Umum yang
membawahi bidang-bidang;
d. 1 (satu) orang Sekretaris Umum dan 1 (satu) orang Wakil
Sekretaris Umum;
e. 1 (satu) orang Bendahara dan 1 ( satu ) orang Wakil Bendahara;
f. Ketua-Ketua Bidang dan Sub Bidang.

(2) Susunan pengurus pada Pengurus Kabupaten/Kota selain disebut pada


ayat (1) dapat menyesuaikan komposisi kepengurusan menurut
kebutuhan.

(3) Ketua Umum, Ketua Harian, Wakil Ketua Umum, Sekretaris, Wakil
Sekretaris, Bendahara, Wakil Bendahara merupakan Pengurus Harian.

(4) Pengurus Kabupaten/Kota dapat mengangkat tim ahli yang anggotanya


terdiri dari mantan pemain berprestasi, ilmuwan dan orang-orang
yang dianggap ahli dan diperlukan.

Bagian Ketiga
Dewan Pengawas

Pasal 20

(1) Dewan Pengawas sesuai tingkat kepengurusan PBSI berfungsi untuk ;


a. mengingatkan pengurus diminta atau tidak diminta apabila terjadi
penyimpangan di dalam pelaksanaan Anggaran Dasar dan
atau Anggaran Rumah Tangga maupun Keputusan-Keputusan
Musyawarah Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota;
b. menyikapi dan memberi masukan atas berbagai masalah yang
terjadi atau ditemukan di tubuh PBSI.

(2) Keanggotaan Dewan Pengawas :


a. untuk Pengurus Pusat berasal dari wakil beberapa Pengurus
Provinsi dan atau yang bukan Pengurus Provinsi yang dipilih dan
ditetapkan dalam Musyawarah Nasional;
b. untuk Pengurus Provinsi berasal dari wakil beberapa Pengurus
Kabupaten/Kota dan atau yang bukan Pengurus Kabupaten/Kota
yang dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah Provinsi;
c. untuk Pengurus Kabupaten/Kota berasal dari wakil beberapa
Pengurus Perkumpulan dan atau yang bukan Pengurus
Perkumpulan yang dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah
Kabupaten/Kota.

(3) Susunan Dewan Pengawas terdiri dari :


a. Ketua 1 (satu) orang;
b. Wakil Ketua 1 (satu) orang;
c. Sekretaris 1 (satu) orang;
d. Anggota :
1. Pengurus Pusat paling banyak 6 (enam) orang;
2. Pengurus Provinsi paling banyak 2 (dua) orang;
3. Pengurus Kabupaten/Kota paling banyak 2 (dua).

(4) Dalam pelaksanaan tugasnya, Dewan Pengawas mengadakan rapat


minimal 4 (empat) kali dalam satu tahun.

(5) Dalam hal anggota Dewan Pengawas berhalangan tetap, tidak aktif
dalam waktu 1 (satu) tahun berturut turut dan atau indisipliner, maka
Dewan Pengawas berwenang mengganti anggota yang dimaksud.
Bagian Keempat
Dewan Kehormatan

Pasal 21

(1) Dewan Kehormatan PBSI berfungsi untuk :


a. memberi pertimbangan dan masukan terhadap pelaksanaan
kebijakan Pengurus Pusat;
b. membina dan mempertahankan keutuhan PBSI.

(2) Keanggotaan Dewan Kehormatan berasal dari mantan-mantan Ketua


Umum Pengurus Pusat dan atau tokoh-tokoh yang berjasa besar
atau dianggap berjasa pada perbulutangkisan nasional maupun
daerah.

(3) Susunan Dewan Kehormatan terdiri dari Ketua dan Anggota Dewan
Kehormatan.

Bagian Kelima
Dewan Penyantun

Pasal 22

(1) Dewan Penyantun sesuai tingkat kepengurusan PBSI berfungsi untuk :


a. memberi masukan baik diminta ataupun tidak diminta
mengenai pendanaan pembangunan dan pembinaan
perbulutangkisan yang berkualitas;
b. membantu dana atau pencarian dana/ sponsor.

(2) Keanggotaan Dewan Penyantun berasal dari tokoh-tokoh masyarakat


atau pihak-pihak yang peduli dan menaruh perhatian besar terhadap
perbulutangkisan.

(3) Susunan Dewan Penyantun terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota
Dewan Penyantun.
Bagian Keenam
Dewan Penasihat

Pasal 23

(1) Dewan Penasihat sesuai tingkat kepengurusan PBSI berfungsi untuk


memberi nasihat baik diminta ataupun tidak diminta mengenai
pembinaan perbulutangkisan yang berkualitas;

(2) Keanggotaan Dewan Penasihat berasal dari tokoh-tokoh masyarakat


atau pihak-pihak yang peduli dan menaruh perhatian besar terhadap
perbulutangkisan.

(3) Susunan Dewan Penasihat terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota
Dewan Penasihat.

BAB IV

PENGUKUHAN/ PELANTIKAN, MASA BAKTI DAN PENGISIAN


JABATAN ANTAR WAKTU

Bagian Kesatu
Pengukuhan Pengurus

Pasal 24

(1) Ketua Umum terpilih hasil Musyawarah Nasional atau Musyawarah


Nasional Luar Biasa ditetapkan oleh Pimpinan Musyawarah Nasional
atau Pimpinan Musyawarah Nasional Luar Biasa yang selanjutnya
Pengurus Pusat dikukuhkan oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia.

(2) Pengurus Provinsi hasil Musyawarah Provinsi atau Musyawarah


Provinsi Luar Biasa dikukuhkan dengan Surat Keputusan Pengurus
Pusat setelah direkomendasikan oleh Komite Olahraga Nasional
Indonesia Provinsi yang bersangkutan.
(3) Pengurus Kabupaten/Kota hasil Musyawarah Kabupaten/Kota atau
Musyawarah Kabupaten/Kota Luar Biasa dikukuhkan dengan Surat
Keputusan Pengurus Provinsi setelah direkomendasikan oleh Komite
Olahraga Nasional Indonesia Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

(4) Pengurus Perkumpulan Bulutangkis hasil Rapat Perkumpulan


dikukuhkan dengan Surat Keputusan oleh Pengurus Kabupaten/Kota
yang bersangkutan.

(5) Jika dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya surat
permohonan, Komite Olahraga Nasional Indonesia Provinsi/
Kabupaten/Kota tidak memberikan rekomendasi maka pengukuhan
dapat ditetapkan oleh Pengurus Pusat/Provinsi.

(6) Jika dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, Pengurus Provinsi,


Kabupaten/Kota, tidak dapat menyelesaikan persoalan pengukuhan
pada tingkatannya, maka Pengurus Pusat dapat mengambil alih segala
keputusan dalam pengukuhan tersebut.

Pasal 25

(1) Pengurus Pusat dapat menangguhkan atau menolak dengan surat


resmi untuk tidak mengukuhkan Pengurus Provinsi apabila
pembentukan Pengurus Provinsi tidak sesuai dengan Anggaran
Dasar atau Anggaran Rumah Tangga.

(2) Pengurus Provinsi dapat menangguhkan atau menolak dengan surat


resmi untuk tidak mengukuhkan Pengurus Kabupaten/Kota apabila
pembentukan Pengurus Kabupaten/Kota tidak sesuai dengan
Anggaran Dasar atau Anggaran Rumah Tangga.

(3) Pengurus Kabupaten/Kota dapat menangguhkan atau menolak dengan


surat resmi untuk tidak mengukuhkan Pengurus Perkumpulan apabila
Perkumpulan yang bersangkutan belum memenuhi persyaratan
sebagai anggota PBSI.

Pasal 26

(1) Dalam hal Pengurus Provinsi ditangguhkan atau ditolak


pengukuhannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), maka
Pengurus Provinsi yang bersangkutan harus segera melaksanakan
pemilihan pengurus sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga.

(2) Dalam hal Pengurus Kabupaten/ Kota ditangguhkan atau ditolak


pengukuhannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2), maka
Pengurus Kabupaten/ Kota yang bersangkutan harus segera
melaksanakan pemilihan pengurus sesuai dengan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga.

(3) Dalam hal Pengurus Perkumpulan ditangguhkan atau ditolak


pengukuhannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3), maka
Pengurus Perkumpulan yang bersangkutan harus segera memenuhi
persyaratan untuk menjadi anggota PBSI.

(4) Sementara ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
belum dilaksanakan, maka pengurus demisioner tetap menjalankan
tugas harian dengan agenda utama menyelenggarakan pemilihan
pengurus sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

(5) Pelaksanaan tugas pengurus demisioner sebagaimana dimaksud pada


ayat (4) harus selesai paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat penangguhan atau
penolakan pengukuhan.

(6) Apabila setelah 30 (tiga puluh) hari sejak terhitung tanggal diterimanya
surat penangguhan atau penolakan pengukuhan, Pengurus Demisioner
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak menyelenggarakan
pemilihan pengurus sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga maka kepengurusan jenjang yang lebih tinggi mengambil alih
dan menunjuk caretaker untuk melaksanakannya.

Pasal 27

(1) Pengurus Provinsi yang telah habis masa baktinya, tidak dapat
mengikuti kegiatan resmi PBSI seperti Musyawarah Nasional,
Musyawarah Kerja Nasional, dan Kejuaraan Nasional.

(2) Pengurus Kabupaten/Kota yang telah habis masa baktinya, tidak


dapat mengikuti kegiatan resmi PBSI di provinsi seperti Musyawarah
Provinsi, Musyawarah Kerja Provinsi, dan Kejuaraan Provinsi.

Bagian Kedua
Pelantikan Pengurus

Pasal 28

(1) Pengurus Provinsi dalam waktu paling lambat 2 (dua) bulan sejak
diterimanya Surat Keputusan Pengukuhan dari Pengurus Pusat segera
melaksanakan pelantikan oleh Pengurus Pusat.

(2) Pengurus Kabupaten/Kota dalam waktu paling lambat 2 (dua) bulan


sejak diterimanya Surat Keputusan Pengukuhan dari Pengurus Provinsi
melaksanakan pelantikan oleh Pengurus Provinsi.

(3) Pengurus Perkumpulan setelah menerima Surat Keputusan


Pengukuhan dari Pengurus Kabupaten/Kota dapat melaksanakan
pelantikan oleh Pengurus Kabupaten/Kota.

Pasal 29

Dalam hal pelantikan tidak memungkinkan diselenggarakan di daerah


tempat Pengurus Provinsi berdomisili, maka Pengurus Pusat dapat
melakukan pelantikan di Jakarta baik sebagian pengurus yang terdiri Ketua
Umum dan Sekretaris Umum maupun seluruh personalia pengurus.

Bagian Ketiga
Masa Bakti Pengurus

Pasal 30

(1) Masa bakti Pengurus Pusat, selama 4 (empat) tahun terhitung sejak
ditetapkannya Surat Keputusan.

(2) Masa bakti Pengurus Provinsi, selama 4 (empat) tahun


terhitung mulai tanggal Surat Keputusan Pengukuhan Pengurus dari
Pengurus Pusat.

(3) Masa bakti Pengurus Kabupaten/Kota, selama 4 (empat) tahun


terhitung mulai tanggal Surat Keputusan Pengukuhan Pengurus dari
Pengurus Provinsi.
(4) Masa bakti Pengurus Perkumpulan diatur sendiri oleh
Perkumpulan yang bersangkutan.

(5) Masa bakti Pengurus Pusat/Pengurus Provinsi/Pengurus


Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) dapat berakhir sebelum waktunya apabila terjadi
Musyawarah Luar Biasa yang diadakan khusus untuk membubarkan
pengurus yang ada dan menggantinya dengan pengurus yang baru.

Bagian Keempat
Pengunduran Diri dan Pengisian Jabatan Antar Waktu

Pasal 31

(1) Setiap personalia pengurus berhak dan dapat mengundurkan diri dari
kepengurusan atas alasan apapun dengan surat resmi kepada
pengurus yang bersangkutan.
(2) Dalam hal yang mengundurkan diri adalah Ketua Umum, maka
pengunduran diri Ketua Umum itu dapat pula diikuti oleh personalia
yang lain.

(3) Jika terjadi kekosongan jabatan dalam setiap susunan kepengurusan,


atau terdapat seorang atau lebih pengurus tidak aktif atau dipandang
tidak dapat maksimal dalam melaksanakan tugas, maka rapat pleno
pengurus berwenang mengganti/mengisi kekosongan jabatan itu.

(4) Penggantian/pengisian kekosongan jabatan untuk Pengurus Pusat


harus didaftarkan kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia.

(5) Penggantian/pengisian kekosongan jabatan untuk Pengurus Provinsi


harus dilaporkan kepada Pengurus Pusat untuk mendapatkan Surat
Keputusan yang baru dengan tembusan kepada Komite Olahraga
Nasional Indonesia Provinsi yang bersangkutan.

(6) Penggantian/pengisian kekosongan jabatan untuk Pengurus


Kabupaten/Kota harus dilaporkan kepada Pengurus Provinsi untuk
mendapatkan Surat Keputusan yang baru dengan tembusan kepada
Komite Olahraga Nasional Indonesia Kabupaten/Kota yang
bersangkutan.

(7) Dalam hal jabatan yang kosong itu adalah jabatan Ketua Umum baik
karena mengundurkan diri ataupun karena diberhentikan, maka
pengisian untuk jabatan itu harus dilakukan dengan Musyawarah Luar
Biasa.
Pasal 32

(1) Ketua Umum yang terpilih melalui Musyawarah Luar Biasa


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (7) berwenang :
a. mempertahankan personalia yang telah ada;
b. mengisi sebagian jabatan yang kosong karena personalianya ikut
mengundurkan diri; atau
c. mengganti sebagian atau seluruh personalia yang baru.

(2) Dalam hal kekosongan Ketua Umum sebagaimana dimaksud pasal 31


ayat (7), diikuti oleh lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah
personalia pengurus yang bersangkutan, maka Ketua Umum terpilih
melalui Musyawarah Luar Biasa untuk menyusun komposisi dan
personalia pengurus harus dilakukan bersama formatur yang dipilih
dalam Musyawarah Luar Biasa.

BAB V
RAPAT DAN MUSYAWARAH

Bagian Kesatu
Macam-macam Rapat

Pasal 33

(1) Rapat PBSI terdiri dari :


a. Rapat Pleno Pengurus Pusat;
b. Rapat Pengurus Harian Pengurus Pusat;
c. Rapat Pleno Pengurus Provinsi;
d. Rapat Pengurus Harian Pengurus Provinsi;
e. Rapat Pleno Pengurus Kabupaten/ Kota;
f. Rapat Pengurus Harian Pengurus Kabupaten/ Kota;
g. Rapat lain sesuai kebutuhan.

(2) Rapat Pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf c,
huruf e, dapat berlangsung dan dianggap sah bilamana dihadiri oleh
50% + 1 dari jumlah pengurus yang ada.

(3) Dalam hal korum rapat tidak tercapai sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), rapat ditunda paling lama 30 (tiga puluh) menit, dan bilamana
setelah 30 (tiga puluh) menit korum hanya mencapai minimum 30%,
maka rapat dapat dilanjutkan dan segala keputusannya dinyatakan sah.
Bagian Kedua
Musyawarah Nasional

Pasal 34

(1) Musyawarah Nasional yang diadakan 4 (empat) tahun sekali bertugas


untuk :
a. menetapkan Tata Tertib dan Acara Musyawarah Nasional;
b. menilai Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Pusat;
c. menetapkan Program Kerja Pengurus Pusat;
d. menetapkan atau mengesahkan perubahan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga PBSI;
e. memilih Pengurus Pusat yang baru.

(2) Musyawarah Nasional diikuti oleh peserta yang terdiri dari :


a. Pengurus Pusat;
b. Utusan Pengurus Provinsi yang sah; dan
c. Peninjau yang diundang oleh Pengurus Pusat.

(3) Musyawarah Nasional dinyatakan sah apabila dihadiri sekurang-


kurangnya 50% + 1 utusan Pengurus Pusat dan Pengurus Provinsi
yang sah.

(4) Dalam hal jumlah utusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
terpenuhi, maka Musyawarah Nasional diundur untuk paling lama 1
(satu) jam.

(5) Bilamana setelah diundur sebagaimana dimaksud pada ayat (4)


jumlah utusan tetap tidak mencapai 50% + 1, maka Musyawarah
Nasional dapat dilanjutkan dan segala keputusannya dinyatakan sah.

Pasal 35

(1) Peserta Musyawarah Nasional memiliki hak suara masing- masing :


a. Pengurus Pusat atau Pengurus Pusat demisioner memiliki hak
suara 1 (satu);
b. Pengurus Provinsi memiliki hak suara 1 (satu).

(2) Pengurus Pusat atau Pengurus Pusat demisioner tidak diperkenankan


menerima kuasa atau mandat, atau pelimpahan hak suara dari dan
mewakili Pengurus Provinsi di dalam Musyawarah Nasional.

(3) Pengurus Provinsi tidak diperkenankan menerima kuasa atau mandat,


atau pelimpahan hak suara dari dan mewakili Pengurus Provinsi
lain di dalam Musyawarah Nasional.

Pasal 36

(1) Pemilihan Pengurus Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34


ayat (1) huruf e, dilakukan dengan mekanisme :
a. Ketua Umum dipilih langsung oleh peserta Musyawarah Nasional
yang memiliki hak suara;
b. personalia Pengurus Pusat selengkapnya dipilih dan disusun oleh
formatur, dikukuhkan oleh Surat Keputusan Ketua Umum.

(2) Formatur sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, dipilih dari dan
oleh peserta Musyawarah Nasional dengan jumlah personal paling
banyak 5 (lima) orang dengan ketentuan bahwa Ketua Umum terpilih
ditetapkan sebagai Ketua Formatur.

Pasal 37

Persyaratan-persyaratan keikutsertaan di dalam Musyawarah Nasional, hak


dan kewajiban peserta maupun peninjau, tata cara pemilihan dan
pengambilan keputusan atau mekanisme pemungutan suara dan lain-lain
diatur dalam Tata Tertib Musyawarah Nasional sepanjang tidak
bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PBSI.
Bagian Ketiga
Musyawarah Nasional Luar Biasa

Pasal 38

(1) Musyawarah Nasional Luar Biasa untuk penggantian pengurus maupun


Ketua Umum dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan syarat atas
permintaan dan atau persetujuan sekurang- kurangnya 2/3 (dua per
tiga) dari jumlah Pengurus Provinsi yang sah.

(2) Musyawarah Nasional Luar Biasa khusus untruk penggantian Ketua


Umum yang disebabkan berhalangan tetap yang dinyatakan secara
tertulis, dapat dilakukan sewaktu-waktu tanpa harus ada permintaan
dan atau persetujuan dari Pengurus Provinsi.

(3) Tata cara pelaksanaan Musyawarah Nasional Luar Biasa diatur dalam
Tata Tertib dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 32 ayat (1)
dan ayat (2).

Bagian Keempat
Musyawarah Kerja Nasional

Pasal 39

(1) Musyawarah Kerja Nasional yang diselenggarakan sekali dalam 1


(satu) tahun bertugas untuk mengevaluasi pelaksanaan program
tahun sebelumnya untuk kemudian merumuskan dan menetapkan
skala prioritas kegiatan satu tahun kedepan dengan berpedoman
kepada Program Kerja yang disahkan dalam Musyawarah Nasional.

(2) Persyaratan, jumlah peserta, hak dan kewajiban peserta di dalam


Musyawarah Kerja Nasional diatur dalam Tata Tertib Musyawarah
Kerja Nasional yang ditetapkan dalam Keputusan Pengurus Pusat.
(3) Rapat-rapat di dalam Musyawarah Kerja Nasional dipimpin oleh
Pengurus Pusat.

Bagian Kelima
Musyawarah Provinsi

Pasal 40

(1) Musyawarah Provinsi yang diadakan 4 (empat) tahun sekali


bertugas untuk :
a. menetapkan Tata Tertib dan Acara Musyawarah Provinsi;
b. menilai Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Provinsi;
c. menetapkan Program Kerja Pengurus Provinsi;
d. memilih Pengurus Provinsi yang baru.

(2) Musyawarah Provinsi diikuti oleh peserta yang terdiri dari :


a. Pengurus Provinsi;
b. Utusan Pengurus Kabupaten/Kota;
c. Pengurus Pusat sebagai nara sumber;
d. Peninjau yang diundang oleh Pengurus Provinsi.

(3) Musyawarah Provinsi dinyatakan sah apabila dihadiri sekurang-


kurangnya 50% + 1 utusan Pengurus Provinsi dan utusan Pengurus
Kabupaten/ Kota yang sah.

(4) Dalam hal jumlah utusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
terpenuhi, maka Musyawarah Provinsi diundur untuk paling lama 1
(satu) jam.

(5) Bilamana setelah diundur sebagaimana dimaksud pada ayat (4)


jumlah utusan tetap tidak mencapai 50% + 1, maka Musyawarah
Provinsi dapat dilanjutkan dan segala keputusan dinyatakan sah.
Pasal 41

(1) Peserta Musyawarah Provinsi memiliki hak suara masing- masing :


a. Pengurus Provinsi atau Pengurus Provinsi demisioner
memiliki hak suara 1 (satu);
b. Pengurus Kabupaten/Kota memiliki hak suara 1 (satu).

(2) Pengurus Provinsi atau Pengurus Provinsi demisioner tidak


diperkenankan menerima kuasa atau mandat, atau pelimpahan hak
suara dari dan mewakili Pengurus Kabupaten/Kota di dalam
Musyawarah Provinsi.

(3) Pengurus Kabupaten/Kota tidak diperkenankan menerima kuasa


atau mandat, atau pelimpahan hak suara dari dan mewakili Pengurus
Kabupaten/Kota yang lain di dalam Musyawarah Provinsi.

Pasal 42

(1) Pemilihan Pengurus Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal


40 ayat (1) huruf d, dilakukan dengan mekanisme :
a. Ketua Umum dipilih langsung oleh peserta Musyawarah Provinsi
yang memiliki hak suara;
b. Personalia Pengurus Provinsi selengkapnya dipilih dan disusun
oleh formatur.

(2) Formatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dipilih dari dan
oleh peserta Musyawarah Provinsi dengan jumlah personal paling
banyak 5 (lima) orang dengan ketentuan bahwa Ketua Umum terpilih
ditetapkan sebagai Ketua Formatur.

Pasal 43

Persyaratan-persyaratan keikutsertaan di dalam Musyawarah Provinsi, hak


dan kewajiban peserta maupun peninjau, tata cara pemilihan dan
pengambilan keputusan atau mekanisme pemungutan suara dan lain-lain
diatur dalam Tata Tertib Musyawarah Provinsi sepanjang tidak
bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PBSI.

Bagian Keenam
Musyawarah Provinsi Luar Biasa

Pasal 44

(1) Musyawarah Provinsi Luar Biasa untuk penggantian pengurus maupun


Ketua Umum dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan syarat atas
permintaan dan atau persetujuan sekurang- kurangnya 2/3 (dua per
tiga) dari jumlah Pengurus Kabupaten/Kota yang sah.

(2) Musyawarah Provinsi Luar Biasa khusus untuk penggantian Ketua


Umum yang disebabkan berhalangan tetap yang dinyatakan tertulis,
dapat dilakukan sewaktu-waktu tanpa harus ada permintaan dan atau
persetujuan dari Pengurus Kabupaten/Kota.

(3) Tata cara pelaksanaan Musyawarah Provinsi Luar Biasa diatur dalam
Tata Tertib dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 32 ayat (1)
dan ayat (2).

Bagian Ketujuh
Musyawarah Kerja Provinsi

Pasal 45

(1) Musyawarah Kerja Provinsi yang diselenggarakan sekali dalam 1 (satu)


tahun bertugas untuk mengevaluasi pelaksanaan program tahun
sebelumnya untuk kemudian merumuskan dan menetapkan skala
prioritas kegiatan satu tahun kedepan dengan berpedoman kepada
Program Kerja yang disahkan dalam Musyawarah Provinsi.
(2) Persyaratan, jumlah peserta, hak dan kewajiban peserta di dalam
Musyawarah Kerja Provinsi diatur dalam Tata Tertib yang
ditetapkan dalam Keputusan Pengurus Provinsi.

(3) Rapat-rapat di dalam Musyawarah Kerja Provinsi dipimpin oleh


Pengurus Provinsi.

Bagian Kedelapan
Musyawarah Kabupaten/Kota

Pasal 46

(1) Musyawarah Kabupaten/Kota yang diadakan 4 ( empat ) tahun sekali


bertugas untuk :
a. menetapkan Tata Tertib dan Acara Musyawarah Kabupaten/Kota;
b. menilai Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Kabupaten/Kota;
c. menetapkan Program Kerja Pengurus Kabupaten/Kota;
d. memilih Pengurus Kabupaten/Kota yang baru.

(2) Musyawarah Kabupaten/Kota diikuti oleh peserta yang terdiri dari :


a. Pengurus Kabupaten/Kota;
b. Utusan Pengurus Perkumpulan Bulutangkis;
c. Pengurus Provinsi sebagai nara sumber;
d. Peninjau yang diundang oleh Pengurus Kabupaten/Kota.

(3) Musyawarah Kabupaten/Kota dinyatakan sah apabila dihadiri


sekurang-kurangnya 50% + 1 utusan Pengurus Kabupaten/Kota dan
utusan Pengurus Perkumpulan yang sah.

(4) Dalam hal jumlah utusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
terpenuhi, maka Musyawarah Kabupaten/Kota diundur untuk paling
lama 1 (satu) jam.
(5) Bilamana setelah diundur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) jumlah
utusan tetap tidak mencapai 50% + 1, maka Musyawarah
Kabupaten/Kota dapat dilanjutkan dan segala keputusannya dinyatakan
sah.

Pasal 47

(1) Peserta Musyawarah Kabupaten/Kota memiliki hak suara masing


masing :
a. Pengurus Kabupaten/Kota atau Pengurus Kabupaten/Kota
demisioner memiliki hak suara 1 (satu);
b. Pengurus Perkumpulan Bulutangkis memiliki hak suara 1 (satu).

(2) Pengurus Kabupaten/Kota atau Pengurus Kabupaten/Kota demisioner


tidak diperkenankan menerima kuasa atau mandat, atau pelimpahan
hak suara dari dan mewakili Pengurus Perkumpulan Bulutangkis di
dalam Musyawarah Kabupaten/Kota.

(3) Pengurus Perkumpulan Bulutangkis tidak diperkenankan menerima


kuasa atau mandat, atau pelimpahan hak suara dari dan mewakili
Pengurus Perkumpulan Bulutangkis yang lain di dalam Musyawarah
Kabupaten/Kota.

Pasal 48

(1) Pemilihan Pengurus Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 46 ayat (1) huruf d, dilakukan dengan mekanisme :
a. Ketua Umum dipilih langsung oleh peserta Musyawarah
Kabupaten/Kota yang memiliki hak suara;
b. Personalia Pengurus Kabupaten/Kota selengkapnya dipilih dan
disusun oleh formatur.

(2) Formatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf b,


dipilih dari dan oleh peserta Musyawarah Kabupaten/Kota dengan
jumlah personal paling banyak 5 (lima) orang dengan ketentuan bahwa
Ketua Umum terpilih ditetapkan sebagai Ketua Formatur.

Pasal 49

Persyaratan-persyaratan keikutsertaan di dalam Musyawarah


Kabupaten/Kota, hak dan kewajiban peserta maupun peninjau, tata cara
pemilihan dan pengambilan keputusan atau mekanisme pemungutan suara
dan lain-lain diatur dalam Tata Tertib Musyawarah Kabupaten/Kota
sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga PBSI.

Bagian Kesembilan
Musyawarah Kabupaten/Kota Luar Biasa

Pasal 50

(1) Musyawarah Kabupaten/Kota Luar Biasa untuk penggantian pengurus


maupun Ketua Umum dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan syarat
atas permintaan dan atau persetujuan sekurang- kurangnya 2/3 (dua
per tiga) dari jumlah Pengurus Perkumpulan Bulutangkis yang sah.

(2) Musyawarah Kabupaten/Kota Luar Biasa khusus untuk penggantian


Ketua Umum yang disebabkan berhalangan tetap yang dinyatakan
secara tertulis, dapat dilakukan sewaktu-waktu tanpa harus ada
permintaan dan atau persetujuan dari Pengurus Perkumpulan
Bulutangkis.

(3) Tata cara pelaksanaan Musyawarah Kabupaten/Kota Luar Biasa


diatur dalam Tata Tertib dengan memperhatikan ketentuan
dalam Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2).
Bagian Kesepuluh
Musyawarah Kerja Kabupaten/Kota

Pasal 51

(1) Musyawarah Kerja Kabupaten/Kota yang diselenggarakan sekali


dalam 1 (satu) tahun bertugas untuk mengevaluasi pelaksanaan
program tahun sebelumnya untuk kemudian merumuskan dan
menetapkan skala prioritas kegiatan satu tahun kedepan dengan
berpedoman kepada Program Kerja yang disahkan dalam
Musyawarah Kabupaten/Kota.

(2) Persyaratan, jumlah peserta, hak dan kewajiban peserta di dalam


Musyawarah Kerja Kabupaten/Kota diatur dalam Tata Tertib yang
ditetapkan dalam Keputusan Pengurus Kabupaten/Kota.

(3) Rapat-rapat di dalam Musyawarah Kerja Provinsi dipimpin oleh


Pengurus Kabupaten/Kota.

BAB VI
PERBENDAHARAAN DAN KEUANGAN PBSI

Bagian Kesatu
Perbendaharaan

Pasal 52

(1) Perbendaharaan PBSI terdiri dari :


a. uang;
b. surat-surat berharga;
c. benda-benda berharga baik benda bergerak maupun tidak bergerak
yang diperoleh secara sah;
d. atribut-atribut PBSI.
(2) Pencatatan perbendaharaan PBSI sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilakukan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

(3) Segala perbendaharaan/kekayaan dan sebagainya yang didapat


dalam hubungannya dengan perbulutangkisan harus sepengetahuan
dan persetujuan Ketua Umum PBSI sesuai tingkat kepengurusan.

(4) Usaha menghimpun dana melalui sponsor dan dana kontrak atau
dalam bentuk usaha lain dengan pihak ketiga untuk mendukung
kegiatan perbulutangkisan, baik bersifat kolektif maupun perorangan
harus dikoordinasikan oleh Ketua Umum PBSI sesuai tingkat
kepengurusan.

(5) Tidak dipatuhinya ketentuan pada ayat (3) dan ayat (4) merupakan
pelanggaran terhadap disiplin organisasi dan segala tindakan
yang dilakukan dinyatakan tidak sah, sedangkan kepada yang
melakukan pelanggaran dapat dijatuhkan sanksi.

Bagian Kedua
Keuangan

Pasal 53

(1) Keuangan PBSI didapat dari uang pangkal, uang iuran, sumbangan,
hasil mengadakan pertandingan dan usaha-usaha lain yang sah.

(2) Pertanggung jawaban penggunaan keuangan PBSI dilakukan :


a. di tingkat Pusat oleh Pengurus Pusat;
b. di tingkat Provinsi oleh Pengurus Provinsi;
c. di tingkat Kabupaten/Kota oleh Pengurus Kabupaten/Kota.

(3) Bila dipandang perlu pemeriksaan mengenai penggunaan keuangan


termasuk kekayaan PBSI di semua tingkat kepengurusan dapat
dilakukan oleh tim verifikasi atau memakai jasa akuntan publik.
(4) Dalam hal ditemukan penyalahgunaan terhadap keuangan PBSI yang
dapat dibuktikan secara sah oleh tim verifikasi atau akuntan publik,
maka terhadap pengurus yang melakukan penyalahgunaan diberikan
sanksi, dan tidak menutup kemungkinan diteruskan kepada proses
hukum.

Bagian Ketiga
Yayasan Bulutangkis Indonesia

Pasal 54

(1) Pengurus Pusat, Pengurus Provinsi, Pengurus Kabupaten/Kota dapat


mendirikan Yayasan Bulutangkis dengan tujuan untuk membantu dan
mendukung kelancaran kegiatan PBSI.

(2) Yayasan bulutangkis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus


didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(3) Pengurus Yayasan bertanggung jawab dan menyampaikan laporan


tertulis secara periodik kepada Pengurus PBSI sesuai tingkatan
kepengurusan.

(4) Ketua Yayasan Bulutangkis dijabat oleh orang yang ditunjuk oleh Ketua
Umum Pengurus PBSI sesuai tingkatannya melalui rapat pengurus
harian.

Pasal 55

(1) Ketua Umum Pengurus PBSI sesuai tingkatannya secara otomatis


berkedudukan sebagai Ketua Dewan Pembina Yayasan Bulutangkis.

(2) Anggota Dewan Pembina Yayasan Bulutangkis sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) diangkat oleh Ketua Umum Pengurus PBSI sesuai
tingkatannya.
(3) Pembina Yayasan Bulutangkis mempunyai kewenangan yang tidak
diserahkan kepada Pengurus Yayasan Bulutangkis, yaitu kewenangan
yang meliputi :
a. keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga Yayasan Bulutangkis;
b. pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus Yayasan
Bulutangkis;
c. penetapan kebijakan umum Yayasan Bulutangkis berdasarkan
Anggaran Dasar Yayasan Bulutangkis;
d. pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan
Yayasan Bulutangkis; dan
e. penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran
Yayasan Bulutangkis.

(4) Hal-hal lain mengenai Yayasan Bulutangkis diatur lebih lanjut di dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Yayasan Bulutangkis.

BAB VII KEJUARAAN

Bagian Kesatu
Kejuaraan Nasional, Kejuaraan Provinsi dan Kejuaraan
Kabupaten/Kota

Pasal 56

(1) Pengurus Pusat wajib menyelenggarakan Kejuaraan Nasional antar


Perkumpulan dan perorangan sekali dalam satu tahun secara
berselang.

(2) Waktu dan tempat penyelenggaraan Kejuaraan Nasional ditetapkan


oleh Pengurus Pusat dan segala sesuatu yang berkenaan dengan
penyelenggaraan Kejuaraan Nasional itu diatur oleh suatu panitia yang
diangkat oleh Pengurus Pusat.
(3) Pengurus Pusat yang tidak menyelenggarakan kejuaraan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi berdasarkan pasal 7 ayat (4)
dan ayat (5).

Pasal 57

(1) Pengurus Provinsi wajib menyelenggarakan Kejuaraan Provinsi antar


Perkumpulan dan perorangan sekali dalam satu tahun secara
berselang.

(2) Waktu dan tempat penyelenggaraan Kejuaraan Provinsi ditetapkan


oleh Pengurus Provinsi dan segala sesuatu yang berkenaan dengan
Kejuaraan Provinsi itu diatur oleh suatu panitia yang diangkat oleh
Pengurus Provinsi.

(3) Pengurus Provinsi yang tidak menyelenggarakan kejuaraan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sanksi menurut
Anggaran Rumah Tangga ini oleh Pengurus Pusat.

(4) Pengurus Provinsi yang tidak mengirimkan atlet pada Kejuaraan


Nasional 2 (dua) kali berturut-turut dapat diberikan sanksi oleh
Pengurus Pusat.

Pasal 58

(1) Pengurus Kabupaten/Kota wajib menyelenggarakan Kejuaraan


Kabupaten/Kota antar Perkumpulan dan perorangan sekali dalam satu
tahun secara berselang.

(2) Waktu dan tempat penyelenggaraan Kejuaraan Kabupaten/Kota


ditetapkan oleh Pengurus Kabupaten/Kota dan segala sesuatu yang
berkenaan dengan Kejuaraan Kabupaten/Kota itu diatur oleh suatu
panitia yang diangkat oleh Pengurus Kabupaten/Kota.
(3) Pengurus Kabupaten/Kota yang tidak menyelenggarakan kejuaraan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sanksi menurut
Anggaran Rumah Tangga ini oleh Pengurus Provinsi.

(4) Pengurus Kabupaten/Kota yang tidak mengirimkan atlet pada


Kejuaraan Provinsi 2 (dua) kali berturut-turut dapat diberikan sanksi
oleh Pengurus Provinsi.

Pasal 59

Peraturan kejuaraan PBSI dan Keabsahan Atlet diatur tersendiri dengan


Surat Keputusan Pengurus Pusat PBSI.

Bagian Kedua
Kejuaraan Internasional

Pasal 60

(1) Sebagai anggota Badminton World Federation (BWF) dan Badminton


Asia (BA), Pengurus Pusat dapat mengirimkan atlet untuk
mengikuti/melaksanakan Kejuaraan Internasional.

(2) Keputusan untuk turut serta/melaksanakan Kejuaraan Internasional


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan segala konsekwensinya
menjadi tanggung jawab Pengurus Pusat atau yang diberi kuasa oleh
Pengurus Pusat.

(3) Atlet yang ditetapkan untuk mengikuti kejuaraan Internasional yang


mewakili dan atau atas nama Negara, wajib dilaksanakan.

(4) Apabila Atlet yang sudah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) tidak melaksanakan tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan, maka akan dikenakan sanksi.
Pasal 61

(1) Penentuan Tim Nasional berikut Tim Manajer dengan segala


persiapannya untuk mengikuti Kejuaraan Internasional ditetapkan oleh
Pengurus Pusat.

(2) Pengurus Pusat dapat memberikan atau menolak dispensasi


keikutsertaan para atlet dari Pengurus Provinsi walaupun dengan biaya
sendiri, atas dasar penilaian prestasi oleh Pengurus Pusat.

Bagian Ketiga
Mengundang/Mengirim dari/ke Luar Negeri

Pasal 62

(1) Pengurus Perkumpulan Bulutangkis, Pengurus Kabupaten/Kota,


Pengurus Provinsi, atas persetujuan Pengurus Pusat diperbolehkan
mengundang tim luar negeri anggota BWF/BA untuk mengadakan
pertandingan di daerahnya.

(2) Pengurus Perkumpulan Bulutangkis, Pengurus Kabupaten/Kota,


Pengurus Provinsi, atas persetujuan Pengurus Pusat boleh mengirim
atletnya baik yang ada di daerah maupun di Pelatnas untuk mengikuti
kejuaraan International dimana saja yang diakui oleh BWF/BA.

(3) Ketentuan lebih lanjut tentang pengiriman atlet sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) ditetapkan oleh Pengurus Pusat.

Pasal 63

Setiap penyelenggaraan kejuaraan yang bersifat Lokal, Regional, Nasional,


dan Internasional harus memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII

PEMUSATAN LATIHAN, PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Pasal 64

(1) Pemusatan latihan bulutangkis terdiri dari :


a. Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) pada tingkat
nasional;
b. Pemusatan Latihan Wilayah (Pelatwil) pada tingkat wilayah;
c. Pemusatan Latihan Provinsi (Pelatprov) pada tingkat
provinsi;
d. Pemusatan Latihan Kabupaten/Kota (Pelatkab/Kota) pada tingkat
Kabupaten/Kota.

(2) Selain Pemusatan Latihan sebagaimana disebut pada ayat (1), untuk
tingkat provinsi dapat diadakan Pusat Pendidikan dan Latihan
(Pusdiklat).

(3) Pelatnas diadakan sebagai wadah mempersiapkan atlet yang


berkualitas dan berprestasi yang waktu dan tempat pelaksanaannya
ditentukan oleh Pengurus Pusat.

(4) Pelatwil diadakan sebagai wadah untuk mempersiapkan atlet dari


provinsi yang berkualitas dan berprestasi yang waktu dan tempat
pelaksanaannya ditentukan oleh Pengurus Pusat bekerjasama dengan
Pengurus Provinsi di wilayah yang bersangkutan.

(5) Pelatprov diadakan sebagai wadah untuk mempersiapkan atlet provinsi


yang berkualitas dan berprestasi yang waktu dan tempat
pelaksanaannya ditentukan oleh Pengurus Provinsi.

(6) Pelatkab/Kota diadakan sebagai wadah untuk mempersiapkan atlet


yang berkualitas dan berprestasi dari Perkumpulan Bulutangkis yang
ada di Kabupaten/Kota yang waktu dan tempat pelaksanaannya
ditentukan oleh Pengurus Kabupaten/Kota.

Pasal 65

(1) Pusdiklat diadakan di provinsi sebagai wadah mempersiapkan atlet


perkumpulan muda usia yang berkualitas yang waktu dan
pelaksanaannya ditentukan oleh Pengurus Provinsi dan proses
pembentukannya dibantu oleh Pengurus Pusat.

(2) Pusdiklat berada di bawah tanggung jawab Pengurus Provinsi dengan


difasilitasi Pengurus Pusat atas kerjasama dengan pihak sponsor.

(3) Pengelola Pusdiklat diangkat/dikukuhkan untuk jangka waktu tertentu


dan diberhentikan oleh Pengurus Pusat.

Pasal 66

(1) Promosi dan degradasi atlet Pelatnas sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 63 dilakukan setelah kalender tahunan kejuaraan bulutangkis
tahun berjalan berakhir dan atau dilakukan pada awal tahun berikutnya.

(2) Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan Pelatnas, Pelatwil,


dan Pusdiklat ditetapkan oleh Pengurus Pusat.

(3) Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan Pelatprov


ditetapkan oleh Pengurus Provinsi.

(4) Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan


Pelatkab/Kota ditetapkan oleh Pengurus Kabupaten/Kota.
BAB IX MUTASI ATLET

Bagian Kesatu
Jenis dan prosedur Mutasi

Pasal 67

(1) Jenis mutasi atlet :


a. antar perkumpulan dalam satu Kabupaten/Kota;
b. antar perkumpulan beda Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi;
c. antar perkumpulan beda Kabupaten/Kota lain Provinsi;
d. antar Negara.

(2) Prosedur mutasi atlet antar perkumpulan dalam satu Kabupaten/Kota


dilakukan :
a. atlet mengajukan permohonan mutasi secara tertulis kepada
perkumpulan dengan menyebutkan perkumpulan tujuan dan
tembusan kepada Pengurus Kabupaten/Kota yang bersangkutan;
b. mendapat ijin tertulis dari perkumpulan asal yang diketahui oleh
Pengurus Kabupaten/Kota yang bersangkutan;
c. dilaporkan ke Pengurus Provinsi dan Pengurus Pusat.

(3) Prosedur mutasi atlet antar perkumpulan beda Kabuputen/Kota dalam


satu provinsi dilakukan :
a. atlet mengajukan permohonan mutasi secara tertulis kepada
perkumpulan dengan menyebutkan perkumpulan tujuan dan
tembusan kepada Pengurus Kabupaten/Kota dan Pengurus
Provinsi yang bersangkutan;
b. mendapat ijin tertulis dari perkumpulan asal yang diketahui oleh
Pengurus Kabupaten/Kota asal dan Pengurus Provinsi yang
bersangkutan;
c. dilaporkan ke Pengurus Pusat.

(4) Prosedur mutasi atlet antar perkumpulan beda Kabuputen/Kota dan


beda Provinsi dilakukan :
a. atlet mengajukan permohonan mutasi secara tertulis kepada
perkumpulan asal dengan menyebutkan perkumpulan tujuan dan
tembusan kepada Pengurus Kabupaten/Kota, Pengurus Provinsi
yang bersangkutan dan Pengurus Pusat;
b. mendapat ijin tertulis dari perkumpulan asal yang diketahui oleh
Pengurus Kabupaten/Kota dan Pengurus Provinsi yang
bersangkutan;
c. dilaporkan ke Pengurus Pusat.

(5) Prosedur mutasi atlet antar negara :


a. atlet mengajukan permohonan mutasi secara tertulis kepada
perkumpulan asal dengan menyebutkan perkumpulan tujuan dan
tembusan kepada Pengurus Kabupaten/Kota, Pengurus Provinsi
yang bersangkutan dan Pengurus Pusat;
b. mendapat ijin tertulis dari perkumpulan asal yang diketahui oleh
Pengurus Kabupaten/Kota dan Pengurus Provinsi yang
bersangkutan;
c. mendapat ijin tertulis dari Pengurus Pusat PBSI;
d. dilaporkan ke asosiasi bulutangkis negara tujuan mutasi serta
BWF/BA.

(6) Atlet yang sudah mutasi ke perkumpulan lain diluar negeri, tidak dapat
mengikuti kejuaraan resmi PBSI atas nama perkumpulan manapun di
Indonesia.

Pasal 68

(1) Setiap atlet dari suatu perkumpulan yang akan mutasi ke perkumpulan
lain, harus terlebih dahulu menyelesaikan segala kewajibannya kepada
perkumpulan asal, termasuk biaya pembinaan.

(2) Setiap atlet yang mengajukan permohonan pengunduran diri atau


permohonan berhenti, bukan mutasi, tidak dibenarkan bermain pada
perkumpulan lain.
(3) Setiap perkumpulan berkewajiban untuk memberikan jawaban tertulis
terhadap permohonan mutasi atlet dalam tenggang waktu selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh hari) terhitung sejak tanggal penerimaan surat
permohonan mutasi.

(4) Apabila dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh hari), perkumpulan


asal tidak memberikan jawaban tertulis, maka mutasi atlet dinyatakan
sah.

(5) Bilamana dalam tenggang waktu masing-masing 14 (empat belas) hari


sejak diterimanya surat ijin mutasi yang harus diketahui oleh Pengurus
tetapi Pengurus Kabupaten/Kota/Provinsi yang bersangkutan dan
Pengurus Pusat tidak memberikan bukti mengetahui, maka mutasi atlet
yang bersangkutan sah.

(6) Perkumpulan yang menerima mutasi atlet dari perkumpulan lain beda
kabupaten 1 (satu) provinsi, harus memberikan laporan tertulis
dengan mencantumkan perkumpulan asal atlet yang bersangkutan
kepada Pengurus Kabupaten/Kota setempat dan Pengurus Provinsi.

(7) Perkumpulan yang menerima mutasi atlet dari perkumpulan lain beda
provinsi, harus memberikan laporan tertulis dengan mencantumkan
perkumpulan asal atlet yang bersangkutan kepada Pengurus
Kabupaten/Kota /Provinsi setempat dan Pengurus Pusat.

(8) Atlet yang sudah terdaftar pada satu perkumpulan tidak dibenarkan
bermain atas nama perkumpulan lain dalam setiap kejuaraan PBSI.

Pasal 69

Dalam Pra PON/PON atlet PBSI mengikuti peraturan yang ditetapkan


oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia.
Bagian Kedua
Mutasi Perkumpulan

Pasal 70

(1) Setiap perkumpulan dapat melakukan mutasi atau pindah domisili


dari satu kabupaten/kota ke kabupaten/kota yang lain baik dalam satu
provinsi maupun luar provinsi.

(2) Mutasi perkumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan


dengan persyaratan dan prosedur :
a. menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pengurus
Kabupaten/Kota asal dengan tembusan Pengurus Provinsi asal dan
Pengurus Pusat;
b. meminta surat keterangan kepada Pengurus Kabupaten/Kota asal
bahwa perkumpulan yang akan mutasi telah menyelesaikan
kewajibannya sebagai anggota;
c. mendaftarkan mutasinya kepada Pengurus Kabupaten/Kota sesuai
dengan alamat yang baru sekretariat perkumpulan dengan
tembusan Pengurus Provinsi yang bersangkutan dan Pengurus
Pusat dengan dilampiri susunan pengurus perkumpulan, jumlah
dan nama atlet, serta tempat latihan.

(3) Pengurus Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf


c setelah melakukan verifikasi, mengeluarkan surat tentang
penerimaan atau menolak mutasi perkumpulan sebagai anggota yang
baru dengan tembusan Pengurus Provinsi dan Pengurus Pusat.

(4) Setiap terjadi perubahan nama perkumpulan harus dilaporkan kepada


Pengurus Kabupaten/Kota, Pengurus Provinsi dan Pengurus Pusat.

(5) Dalam satu kabupaten/kota tidak dibenarkan ada dua atau lebih nama
perkumpulan yang sama.
Bagian Ketiga
Imbalan dan Penyelesaian Perselisihan

Pasal 71

(1) Dalam hal terjadi mutasi atlet dari satu perkumpulan ke


perkumpulan yang lain, terhadap perkumpulan asal berhak untuk
mendapatkan imbalan penggantian biaya pembinaan dari
perkumpulan yang baru.

(2) Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilunasi pada
saat atlet yang bersangkutan melakukan mutasi dengan disertai bukti
pembayaran yang pembagian dan besarannya tercantum dalam
Lampiran VI Anggaran Rumah Tangga ini.

(3) Uang transfer bagi atlet yang mutasi ke negara lain diatur dengan
pembagian dan besarannya tercantum dalam lampiran VII Anggaran
Rumah Tangga ini.

Pasal 72

(1) Dalam hal terjadi perselisihan atau ketidaksepakatan mengenai mutasi


atau pengunduran diri antara atlet dengan perkumpulannya atau
antara perkumpulan asal dengan perkumpulan yang dituju tetapi
berada dalam lingkungan satu Kabupaten/Kota, maka Pengurus
Kabupaten/Kota yang bersangkutan wajib menyelesaikan perselisihan
tersebut .

(2) Bilamana perselisihan atau ketidaksepakatan mengenai mutasi antara


perkumpulan asal dengan perkumpulan yang dituju berbeda
Kabupaten/Kota namun masih dalam satu provinsi, maka Pengurus
Provinsi wajib menyelesaikan perselisihan tersebut.

(3) Bilamana perselisihan atau ketidaksepakatan mengenai mutasi antara


perkumpulan asal dengan perkumpulan yang dituju berbeda provinsi
maka Pengurus Pusat wajib menyelesaikan perselisihan tersebut dan
keputusan Pengurus Pusat bersifat final dan mengikat.

(4) Penyelesaian perselisihan atau ketidaksepakatan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) harus diselesaikan dalam
tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari.

(5) Apabila perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak


selesai dalam waktu yang ditentukan pada ayat (4), maka penyelesaian
diserahkan kepada Pengurus Provinsi dan keputusan Pengurus
Provinsi bersifat final dan mengikat.

(6) Apabila perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak


selesai dalam waktu yang ditentukan pada ayat (4), maka penyelesaian
diserahkan kepada Pengurus Pusat dan keputusan Pengurus Pusat
bersifat final dan mengikat.

BAB X
LAMBANG, BENDERA DAN MARS PBSI

Bagian Kesatu
Lambang

Pasal 73

(1) Lambang PBSI terdiri dari 5 (lima) warna yang melambangkan azas
Pancasila sebagaimana digambarkan dalam lampiran II yang
merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari Anggaran Rumah
Tangga ini, mempunyai arti :
- Kuning : Kejayaan, Tuhan Yang Maha Esa;
- Hijau : Kesejahteraan dan Kemakmuran;
- Putih : Suci dan Kejujuran;
- Hitam : Kekal dan Abadi;
- Merah : Keberanian.

(2) Gambar pada lambang PBSI mempunyai makna :


a. kapas berjumlah 17 (tujuh belas) biji melambangkan angka keramat
(hari Proklamasi);
b. shuttle cock dengan 8 (delapan) bulu, melambangkan bulan 8
(delapan) Agustus;
c. huruf PBSI terdiri dari 4 (empat) huruf dihubungkan dengan gambar
setengah lingkaran sebanyak 5 (lima) biji warna merah di bawah
shuttle cock melambangkan tahun 1945;
d. padi sebanyak 51 (lima puluh satu) butir yang
melambangkan hari lahir PBSI yaitu tahun 1951 tanggal 5 Mei;
e. perisai merupakan melambangkan ketahanan, keuletan, rendah
hati tapi kuat dan tekun.

(3) Setiap penggunaan lambang PBSI dalam kegiatan apapun diluar


acara resmi PBSI, harus mendapatkan ijin dari Pengurus sesuai
tingkatannya.

Bagian Kedua
Bendera

Pasal 74

(1) Bendera PBSI berwarna kuning dan hijau sebagaimana digambarkan


dalam lampiran III yang merupakan bagian integral dan tidak
terpisahkan dari Anggaran Rumah Tangga ini, melambangkan :
a. kuning melambangkan kejayaan;
b. hijau melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran.

(2) Ukuran bendera PBSI :


a. diluar ruangan berukuran panjang 180 cm - lebar 120 cm
b. didalam ruangan panjang 150 cm - lebar 100 cm
c. diatas meja kerja panjang 15 cm – lebar 10 cm
(3) Bendera PBSI wajib dipergunakan atau dipasang pada setiap kegiatan
PBSI, antara lain Musyawarah Nasional, Musyawarah Kerja Nasional,
Musyawarah Provinsi, Musyawarah Kerja Provinsi, Musyawarah
Kabupaten/Kota, Musyawarah Kerja Kabupaten/Kota serta kejuaraan
bulutangkis tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota.

Bagian Ketiga

Mars PBSI

Pasal 75

(1) Mars PBSI adalah lagu yang diciptakan oleh J.A. Bachtiar Wiwi, syair
ditulis oleh Hadi Sepoetro, partiturnya dirinci pada lampiran IV
yang merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari Anggaran
Rumah Tangga ini.

(2) Mars PBSI wajib dinyanyikan/dikumandangkan pada setiap kegiatan


PBSI.

BAB XI PEMBUBARAN PBSI

Pasal 76

Atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah


Pengurus Provinsi yang sah atau atas permintaan Pengurus Pusat
dengan persetujuan 2/3 (dua per tiga) dari jumlah Pengurus Provinsi yang
sah, dapat diadakan Musyawarah Luar Biasa untuk menentukan
pembubaran PBSI atau keperluan darurat yang dianggap sangat penting.
BAB XII PENUTUP

Pasal 77

(1) Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan dan hanya bisa diubah oleh
Musyawarah Nasional atau Musyawarah Nasional Luar Biasa.

(2) Segala sesuatu yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga,
diatur lebih lanjut dalam Pedoman Organisasi yang ditetapkan oleh
Pengurus Pusat untuk berlaku secara nasional, oleh Pengurus Provinsi
untuk wilayah provinsi dan oleh Pengurus Kabupaten/Kota untuk
wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan sepanjang tidak
bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

Ditetapkan di :
Pada tanggal :

MUSYAWARAH NASIONAL
PERSATUAN BULUTANGKIS SELURUH INDONESIA
PIMPINAN

Ketua ...............................................................................................................

Waki Ketua ......................................................................................................

Sekretaris ........................................................................................................

Anggota ...........................................................................................................

Anggota ...........................................................................................................

Anda mungkin juga menyukai