14(2): 186–196
https://doi.org/10.204736/mgi.v14i2.186–196
ABSTRAK
Gerakan perbaikan gizi 1000 hari pertama kehidupan anak atau gerakan 1000 Hari Pertama Kelahiran (HPK),
merupakan upaya dalam memperkuat komitmen rencana aksi percepatan perbaikan gizi sejak 1000 hari dari masa
kehamilan hingga usia dua tahun. Melihat permasalahan gizi cukup tinggi pada tiga tahun terakhir baik itu permasalahan
stunting, wasting, Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), anemia ibu hamil, perlu kiranya dilihat bagaimana implementasi
gerakan 1000 HPK di Kabupaten Pasaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui masalah implementasi gerakan
1000 HPK pada komponen input, proses, dan output. Penelitian ini merupakan studi kebijakan dengan pendekatan
kualitatif, pengumpulan data melalui indepth interview, telaah dokumen dan observasi, jumlah informan 19 orang.
Masalah yang ditemukan pada komponen input adalah belum terbentuknya regulasi tertulis, visi dan misi serta
sasaran program, belum terbentuk penggalangan komitmen, masih minimnya Sumber Daya Manusia (SDM) dan saran
prasarana. Pada komponen proses, intervensi spesifik dan sensitif telah dilaksanakan, namun monitoring dan evaluasi
belum optimal. Kendala pada komponen output masih adanya beberapa capaian program yang belum mencapai target
dan masih adanya kegiatan intervensi yang belum terlaksana. Kesimpulan pada penelitian ini, belum adanya regulasi
tertulis dan keterlibatan multi sektor secara maksimal dalam gerakan 1000 HPK, masih kurang nya SDM dan sarana
prasarana. Intervensi spesifik dan sensitif sudah dilakukan namun masih kurang monitoring evaluasi. Saran yang
dapat diberikan kepada Dinas Kesehatan selaku leading sektor dapat menjadi promotor pembentukan regulasi dan
penggalangan komitmen terhadap gerakan 1000 HPK.
Kata Kunci: 1000 hari pertama kehidupan, evaluasi kebijakan, perbaikan gizi
ABSTRACT
The first 1000 days of life movement, is an effort to support the commitment to accelerate nutrition improvement plan
action since pregnancy until the age of 2 years. Considering the high number of nutritional problems in the last 3 years,
namely stunting, wasting, low birth weight, and anemia in pregnancy, we should reevaluate the implementation of The
First 1000 Days of Life Movement in Kabupaten Pasaman. The aim of this research was to describe the input, process,
and output. This study was a qualitative research, with problems the first 1000 days movement indepth interview,
document review, and observatio. There were 19 informants. The result of the study for the input aspect was there was
no written regulation, no vision and mission, no program objectives, no commitment, and there was lack in human
resources and infrastructures. The result from the process aspect of the movement is specific and sensitive intervention,
and the result from the output aspect was there were still a couple of program objectives has not yet been achieved.
The conclusion of this research is, there is still no written regulation and no optimization of multi sector involvement
in the 1000 HPK movement, and there is also the lack of human resources and infrastructure. Specific and sensitive
interventions have been done but there is still lack of monitoring and evaluation. The suggestion that can be proposed
for Health Ministry as the leading sector that can promote the formation of regulation and commitment to The First
1000 Days of Life Movement.
Keyword: the first 1000 days of life, policy evaluation, nutrition improvement.
©2019. The formal legal provisions for access to digital articles of this electronic journal are subject to the terms of the Creative Commons-
Attribution-NonCommercial-ShareAlike license (CC BY-NC-SA 4.0).Received 11-01-2018, Accepted 25-03-2018, Published online 01-07-2019
Nefy et al., Media Gizi Indonesia. 2019.14(2): 186–196 187
https://doi.org/10.204736/mgi.v14i2.186–196
INPUT
menggunakan alat bantu buku catatan, media
1. Regulasi,Visi, Misi, Sasaran Program perekam, kamera, lembaran observasi dan lembar
2. Pemangku Kepentingan checklist yang digunakan untuk membantu peneliti
3. Pembiayaan
melakukan observasi non partisipan.
4. Sumber Daya Manusia (SDM)
5. Sarana Prasarana
Jenis dan cara pengumpulan data
PROCESS Teknik pengumpulan data dilakukan
1. Intervensi Spesifik
dengan wawancara mendalam, observasi dan
2. Intervensi Sensitif
3. Pembentukan organisasi dokumentasi. Uji validasi data dalam penelitian
4. Partisipasi Pemangku Kepentingan kualitatif dilakukan dengan triangulasi. Penelitian
5. Kebijakan Koheren dan Legalitas Program
ini menggunakan dua jenis triangulasi, yaitu:
triangulasi sumber (informan), dan triangulasi
OUTPUT teknik (melalui wawancara mendalam dan telaah
1. Adanya komitmen tertulis, terbentuk dan berfungsinya
gugus tugas dokumentasi).
2. Adanya kerangka legalitas
3. Terselesaikannya kerangka pembiayaan spesifik gizi Pengolahan dan analisa data
4. Teridentifikasinya program gizi spesifik dan gizi
sensitif Analisa data merupakan proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian. dari hasil wawancara, catatan lapangan dan
dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan
data kedalam kategori, menjabarkan kedalam
Desain, tempat dan waktu unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam
Penelitian ini merupakan studi kebijakan pola, memilih mana yang penting dan yang akan
dengan pendekatan kualitatif. Dilaksanakan di dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga
Penelitian kabupaten Pasaman meliputi Dinas mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang
Kesehatan, Dinas Pangan, Dinas Pengendalian lain (Sugiyono, 2016).
Penduduk dan Keluarga Berencana (KB), Langkah-langkah untuk mengolah dan
Puskesmas Pegang Baru, Puskesmas Pintu Padang menganalisis data dari suatu implementasi kegiatan
dan Puskesmas Ladang Panjang. Penelitian adalah dengan melihat input, proses, output
dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Juli kegiatan melalui wawancara beberapa informan,
tahun 2018. hasil wawancara dituangkan dalam transkip
data, mereduksi data, menggambarkan data serta
Informan menarik kesimpulan dan menafsirkan data.
Informan kunci dan informan utama dalam
penelitian ini berjumlah 19 orang diantaranya HASIL DAN PEMBAHASAN
Sekertaris Daerah, Kepala Dinas Pangan, Kepala Kabupaten Pasaman merupakan salah satu dari
Dinas Pengendalian Penduduk dan KB (PP dan 19 Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Sumatera
KB), Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Seksi Barat, terdiri dari 12 Kecamatan dan 37 Nagari.
Kesehatan Keluarga dan Gizi, Kepala Seksi Jumlah penduduk Kabupaten Pasaman tahun 2017
Kesehatan Lingkungan, Kepala Seksi Jaminan mencapai 275.278 jiwa, Kecamatan yang paling
Kesehatan Masyarakat, Kepala Puskesmas Pegang padat penduduknya adalah Kecamatan Lubuk
Baru, Kepala Puskesmas Pintu Padang, Kepala Sikaping sedangkan Kecamatan yang paling jarang
Puskesmas Ladang Panjang. Informan tambahan penduduknya adalah Kecamatan Mapat Tunggul
yaitu kader posyandu, ibu hamil, dan ibu anak Selatan. Pada saat ini untuk memenuhi pelayanan
kurang dari 2 tahun (baduta) dari wilayah kerja kesehatan dasar telah tersedia sarana kesehatan
Puskesmas Pegang Baru, Pintu Padang dan diantaranya 16 Puskesmas, 1 RSUD, 402 posyandu
Ladang Panjang. Instrumen penelitian adalah dan 104 polindes.
peneliti sendiri dengan panduan wawancara dan
Nefy et al., Media Gizi Indonesia. 2019.14(2): 186–196 189
https://doi.org/10.204736/mgi.v14i2.186–196
kepentingan.
190 Nefy et al., Media Gizi Indonesia. 2019.14(2): 186–196
https://doi.org/10.204736/mgi.v14i2.186–196
kebutuhannya, seperti pengadaan alat ukur tinggi IF 2A : “Fasilitatif penyeliaan ibu hamil KEK, membentuk
badan. forum masyarakat peduli ibu hamil, melauching catin
Sarana dan prasarana juga merupakan hal siaga, konseling catin pranikah, PMT ibu hamil
KEK, Posyandu, kelas ibu hamil, pemberian MP ASI
yang penting dalam implementasi suatu kebijakan, biskuit, pan enteral, PMT posyandu, vitamin a, tablet
tanpa adanya fasilitas yang pendukung (sarana dan fe ibu hamil, fe remaja putri, pemerikasaan garam
prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut keposyandu dan sekolah, penyuluhan ASI dan IMD,
Jampersal.”
tidak akan berhasil (Agustino, 2017).
IF 1c : “Kegiatan konsumsi erat kaitannya dengan
IF 2a : “Kayak sarana kelas ibu hamil 1 baru per ketersediaan, distribusi, produksi.”(Dinas Pangan)
puskesmas, alat ukur tinggi badan masih satu per IF 2b : “Kegiatan pemicuan STBM, kegiatan PAS untuk
puskesmas.” anak SD, pertemuan RPAM dengan pengelola air
IF 2d: “sangat jauh kurangnya seperti pengukur ringgi minum (pansimas), arisan jamban”
badan, sarpras posyandu.”
yang layak. Akar masalah penyebab masalah gizi d. Partisipasi Pemangku Kepentingan
tidak langsung dan langsung adalah kemiskinan, Hasil penelitian ini menunjukkan pada
tingkat pendidikan masyarakat dan daya beli tahun 2017 belum ada keterlibatan pemangku
yang rendah serta sanitasi lingkungan yang buruk kepentingan, baik itu keterlibatan lembaga swadaya
(Supriasa et al., 2002). masyarakat, dunia usaha, organisasi profesi, dan
Kondisi sosial ekonomi, ketahanan pangan, perguruan tinggi.
ketersediaan air bersih, akses terhadap berbagai
sarana pelayanan dasar sangat berpengaruh pada IF 1b : “Tahun 2017 belum ada”
tingginya prevalensi stunting. Menurut hasil IF 2c : “tidak ada...”
IF 2d : “duduk bersama dengan tokoh masyarakat,
penelitian Adi dan Andrias (2016) menunjukkan organisasi masyarakat belum ada tapi kalau dengan
bahwa semakin meningkatnya status prioritas lintas sektor dan Kecamatan sudah.”
kerawanan pangan pada suatu wilayah, persentase
Salah satu hasil yang diharapkan adalah
balita yang mengalami gangguan masalah gizi juga
meningkatkan kerjasama multisektor dalam
semakin meningkat. Untuk itu diperlukan upaya
pelaksanaan program gizi sensitif. Memperkuat
yang nyata dalam upaya perbaikan masalah gizi
kerjasama multisektor untuk menjamin hak
terutama dalam upaya intervensi sensitif.
dan kesetaraan dalam perumusan strategi dan
c. Pembentukan Organisasi pelaksanaan gerakan 1000 HPK, meningkatkan
Hasil penelitian menunjukan belum ada tanggung jawab dari setiap pemangku kepentingan
untuk mengatasi penyebab dasar masalah gizi dan
pembentukan organisasi khusus pada tahun 2017
diharapkan adanya mobilisasi sumber daya untuk
dikarenakan belum terbentuknya kebijakan dan perbaikan masalah gizi baik dari Pemerintah, dunia
regulasi yang mengikat terkait gerakan 1000 usaha, lembaga swadaya masyarakat, organisasi
HPK. profesi, perguruan tinggi dan media (Menkokesra
RI, 2013).
IF 2d : “Pembentukan organisasi Belum ada....”
Pemangku kepentingan merupakan aktor
dalam sebuah kebijakan yang mana merupakan
individu atau kelompok yang berkaitan
Menurut Edward III dalam implementasi langsung dengan sebuah kebijakan yang dapat
kebijakan juga harus dilihat dalam hal pengaturan mempengaruhi kebijakan tersebut (Dumilah,
birokrasi, ini merujuk pada penunjukan dan 2014).
pengangkatan staf dalam birokrasi yang
sesuai dengan kemampuan, kapabilitas dan e. Kebijakan Koheren dan Legalitas Program
kompetensinya (Agustino, 2017). Belum ada kebijakan khusus yang terbentuk
Dalam sebuah kebijakan diperlukan ruang terkait dengan gerakan 1000 HPK di Kabupaten
lingkup yang menerangkan siapa saja yang Pasaman, hal ini disebabkan karena belum ada
tercakup dalam kebijakan dan tindakan apa regulasi tertulis dari Pemerintah. Alasan lain
saja yang dipengaruhi oleh kebijakan serta yang dikemukakan informan belum terbentuknya
mengindikasikan siapa individu yang bertanggung regulasi, karena belum ada yang mempromotori,
jawab dalam melaksanakan kebijakan tersebut dan menggagas kebijakan tersebut, sedangkan
(Dumilah, 2014). dari Dinas Kesehatan sebagai leading sektor
Agar pelaksanaan gerakan 1000 HPK menyatakan belum fokus terhadap gerakan
dapat terwujudnya diperlukan sebuah kebijakan tersebut sehingga yang terlaksana setiap tahunnya
dan regulasi yang kuat agar dapat dilakukan adalah kegiatan rutin tanpa adanya penggalangan
pembentukan organisasi dan gugus tugas, sehingga komitmen dan melibatkan kemitraan pemangku
setiap instansi dan pemangku kepentingan kepentingan dalam mengatasi masalah gizi.
mempunyai peran dan fungsi masing-masing Adanya legalitas dan kebijakan yang koheren
serta bertanggung jawab dalam upaya percepatan harus didukung oleh kegiatan evaluasi, pengawasan
perbaikan gizi (Menkokesra RI, 2013). dan pembinaan yang rutin dilakukan, baik itu
monitoring laporan bulanan, kegiatan triwulan
Nefy et al., Media Gizi Indonesia. 2019.14(2): 186–196 193
https://doi.org/10.204736/mgi.v14i2.186–196
Adanya kerangka legalitas program terbentuk Wanita Usia Subur (WUS). Penyebab langsung
merupakan monitoring dan evaluasi dari gerakan kematian ibu adalah perdarahan, infeksi, dan
1000 HPK. Dengan adanya legalitas program keracunan kehamilan. Salah satu penyebab
dapat mereview kebijakan, rencana dan strategi kematian ibu akibat perdarahan adalah anemia
yang ada. Dengan adanya legalitas program dapat (Sugiarsih,
memperkuat pelaksanaan kebijakan dan berbagai 2013). Ibu hamil merupakan kelompok yang
peraturan secara efektif untuk meningkatkan paling rentan terkena anemia dan sebagian besar
keadaan gizi masyarakat (Menkokesra RI, 2013). anemia di Indonesia disebabkan karena kekurangan
Untuk itu diharapkan pada tingkat Kabupaten zat besi dalam hal ini diperlukan dalam pembuatan
membuat kerangka legalitas program yang belum haemoglobin (Sistiarani, 2008).
terbentuk seperti kerangka legalitas tentang Menurut informan, rendahnya cakupan
pemberian suplemen gizi kepada ibu hamil, tablet besi-folat karena kurangnya perencanaan
kerangka legalitas program ASI eksklusif, IMD, pengadaan dan distribusi tablet besi-folat serta
penggunaan garam beryodium. pendidikan atau Komunikasi Informasi Edukasi
(KIE) gizi dan kesehatan yang kurang efektif.
c. Teridentifikasinya Program Gizi Spesifik dan Berdasarkan hasil telaah dokumen berupa
Gizi Sensitif laporan tahunan kesehatan lingkungan, beberapa
Beberapa program gizi spesifik dan sensitif indikator kegiatan sensitif seperti cakupan akses
telah dilaksanakan pada tahun 2017, namun masih terhadap air bersih dan sanitasi yang layak
ada indikator yang belum mencapai target seperti sebanyak 77,6% masyarakat di Kabupaten
pada Tabel 1. Pasaman terakses air minum 53,9% KK memiliki
Intervensi spesifik yang belum mencapai akses jamban atau fasilitas sanitasi yang layak.
target adalah distribusi Fe pada ibu hamil dan Pencapaian ini masih rendah dari target yang
remaja putri. Hal ini dapat meningkatkan ditetapkan sebesar 69,7%.
kejadian anemia terutama pada ibu hamil dan
Tabel 1. Kegiatan Intervensi Spesifik dan Sensitif di Kabupaten Pasaman Tahun 2017
Keadaan lingkungan yang kurang baik kerangka pembiayaan untuk kegiatan rutin terkait
memungkinkan terjadinya berbagai penyakit dan terlaksananya intervensi spesifik dan sensitif.
antara lain diare dan infeksi saluran pernapasan. Kepala Dinas Kesehatan selaku leading
Sanitasi lingkungan sangat terkait dengan dan sektor dalam gerakan 1000 HPK dapat berperan
ketersediaaan air bersih, ketersediaan jamban, yang sebagai promotor terhadap pembentukan regulasi
akan beresiko pada anak untuk mengalami kurang dan penggalangan komitmen. Melakukan
gizi (Puspitawati dan Sulistyarini, 2013). Menurut monitoring evaluasi terhadap kegiatan secara
penelitian (Dewi, 2016) anak yang memiliki rutin. Melaksanakan kegiatan program yang belum
riwayat penyakit infeksi (ISPA atau diare kronik) mencapai target dan pada Kepala Dinas terkait
mempunyai resiko 6,61 kali mengalami stunting. untuk dapat melakukan permintaan tenaga sesuai
Hasil telaah dokumen pada Dinas Pangan kebutuhan dan memenuhi sarana prasarana.
terkait kegiatan Ketahanan Pangan dan Gizi, Instansi terkait seperti Dinas Pengendalian
menunjukan masih adanya permasalahan konsumsi Penduduk dan KB, Dinas Pangan, Dinas Sosial,
pangan penduduk Kabupaten Pasaman. Konsumsi Dinas PU, Dinas Perlindungan Anak dan pemangku
padi-padian sudah diatas yang dianjurkan, kepentingan yang terlibat seperti Bupati, LSM,
konsumsi umbi-umbian masih dibawah yang Media Massa, Organisasi Profesi, Perguruan
dianjurkan dan konsumsi pangan hewani masih Tinggi dapat lebih meningkatkan kemitraan
berada dibawah target yang dianjurkan. Tubuh dan kerjasama dalam bentuk keterlibatan dalam
manusia menggunakan protein untuk pertumbuhan pelaksanaan kegiatan intervensi yang terintegrasi.
dan perbaikan sel (Sulastri, 2012). Ketahanan Menganalisa kebijakan penanggulangan masalah
pangan menjadi perhatian apabila terjadi gizi serta menjalin komitmen yang kuat sehingga
penurunan produksi dan kelangkaan persediaan permasalahan terkait gerakan 1000 HPK dapat
pangan di pasar, yang berdampak pada kenaikan diselesaikan.
harga pangan terutama yang berkaitan dengan
komoditi pangan pokok. Hal ini jarang sekali DAFTAR PUSTAKA
dikaitkan dengan keadaan gizi anak balita, ibu
hamil terutama dari masyarakat miskin (Dinas Adi, A., & Andrias, D. R. (2016). Balita pada rumah
tangga miskin di Kabupaten prioritas kerawanan
Pangan Kabupaten Pasaman, 2017) .
pangan Di Indonesia Lebih Rentan Mengalami
Perluasan konsep perlu dilakukan agar
Gangguan Gizi.
ketahanan pangan tidak hanya berorientasi Agustino, L. (2017). Dasar dasar kebijakan publik
pada komoditi pangan, tetapi berorientasi pada (edisi revisi). Bandung: Alfabeta.
kesejahteraan penduduk dengan keadaan gizi dan Dewi, I. (Universitas U. (2016). Pengaruh konsumsi
kesehatan. protein dan seng serta riwayat penyakit infeksi
terhadap kejadian stunting pada anak balita umur
KESIMPULAN DAN SARAN 24-59 bulan di wilayah kerja puskesmas Nusa
Penida III. Arc. Com. Health, 3(1), 36–46.
Belum adanya regulasi tertulis, visi, misi Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman. (2017).
dan sasaran program khusus mengenai gerakan Laporan pemantauan status gizi. Pasaman.
1000 HPK. Belum adanya keterlibatan pemangku Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. (2017).
kepentingan secara maksimal, sudah tersedianya Laporan pemantauan status gizi 2015-2017.
anggaran, masih kurangnya SDM serta sarana dan Padang.
prasarana. Intervensi spesifik dan intervensi sensitif Dinas Pangan Kabupaten Pasaman. (2017). Pola
telah terlaksana, namun masih ada indikator pangan harapan Kabupaten Pasaman tahun
2017. Pasaman.
yang belum terlaksana. Pembentukan organisasi
Dumilah, A. (2014). Kebijakan kesehatan prinsip
khusus tentang gerakan 1000 HPK belum
dan praktek. Jakarta: Rajawali Press.
terbentuk dan partisipasi pemangku kepentingan Kementerian Kesehatan RI. (2015). Buku saku
belum maksimal. Pada komponen output tidak pemantauan status gizi dan indikator kinerja
terbentuknya komitmen khusus multisektor gizi tahun 2015. Jakarta: Kemenkes RI.
dalam gerakan 1000 HPK, telah terselesaikannya
196 Nefy et al., Media Gizi Indonesia. 2019.14(2): 186–196
https://doi.org/10.204736/mgi.v14i2.186–196
Kementrian Kesehatan RI. (2018). Hasil utama di Kota Bogor. Buletin Penelitian Kesehatan,
riset kesehatan dasar. Retrieved from www. 44(2), 127–138.
depkes.go.id/resources/download/info-terkini/ Sistiarani, C. (2008). Faktor maternal dan kualitas
hasil-riskesdas-2018.pdf pelayanan antenatal yang bersiko terhadap
Mardianis (2016). Analisis implementasi kebijakan kejadian berat badan lahir rendah (bblr) studi
program 1000 awal kehidupan manusia oleh pada ibu yang periksa hamil ke tenaga kesehatan
Dinas Kesehatan Kota Tanjung Pinang. dan melahirkan di RSUD Banyumas Tahun
Universitas Maritim Raja Ali Haji. 2008, 1–86.
Maywita, E. (2015). Risk factors cause the stunting Sugiyono. (2016). Metode penelitian dan
of age 12-59 months in Kampung Baru Kec. pengembangan (research and development/
Lubuk Begalung in. Jurnal Riset Hesti Medan, R&D). Bandung: Alfabeta. Bandung: Alfabeta.
3(1). https://doi.org/10.1016/j.drudis.2010.11.005
Notoatmodjo, S. (2017). Kesehatan masyarakat Sulastri, D. (2012). Faktor determinan kejadian
ilmu dan seni. Jakarta: Rineka Cipta. stunting. Ilmu Gizi, 36, 39–50.
Peraturan Presiden No 42 Tahun 2013. (2013). Supriasa, I.D.N, Bakri, B., & Fajar, I. (2002).
Gerakan nasional percepatan perbaikan gizi. Penilaian status gizi. Jakarta: Buku Kedokteran
Jakarta. EGC.
Puspitawati, N., & Sulistyarini, T. (2013). Sanitasi Wati, E. (Universitas J. S. (2016). Upaya perbaikan
lingkungan yang tidak baik mempengaruhi status gizi 1000 hari pertama kehidupan dalam rangka
gizi pada balita. Jurnal STIKES, 6(1), 74-83. pencegahan stunting balita melalui optimalisasi
Retrieved from file:///C:/Users/JURNAL%20 peran tenaga gizi di Kabupaten Banyumas
FKM/Downloads/18731-22406-1-PB.pdf Jurnal Kesmas Indonesia, 8(2) Jul, 92–101.
Rosha, B. C. (2016). Peran intervensi gizi spesifik Yuningsih, R. (2014). Analisis segitiga kebijakan
dan sensitif dalam perbaikan masalah gizi balita kesehatan dalam pembentukan undang-undang
tenaga kesehatan. Aspirasi, 5(2).