Anda di halaman 1dari 37

[LAPORAN TUTORIAL SKENARIO II]

BLOK 4.2

Kelompok Tutorial I

Tutor : dr.Erny Kusdiyah M.Kes

Anggota :

Gendis Siti Nuromas G1A112059

Egy Zella Hasnesia G1A113067

Reni Nurmayangsari G1A113077

Iltamaisari G1A113083

Sari Mustika G1A113106

Angga Arsamelfian Pusuma G1A113118

Asa Shafira Ananda G1A113130

Muhammad Albari Akbar G1A113132

Ali Subekti G1A113138

M.Galihka Ayatullah G1A113145

Rizky Rafiqoh Afdin G1A114001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2016
Skenario:

Anak T berusia 10 tahun bersama ibunya datang ke poli umum. Sang ibu mengatakan bahwa 3
hari terakhir anaknya mengalami pilek terus-menerus. Ketika ditanya oleh dokter, anak T
mengatakan bahwa hidung dan matanya terasa gatal serta bersin-bersin sepanjang hari. Ibu dari
anak T juga menanyakan tentang bentol-bentol yang gatal dilengan dan tungkai anak T. Dokter
lalu melakukan pemeriksaan fisik pada kulit anak T. Menurut ibunya, anak T mengalami
serangkaian keluhan ini semenjak tetangganya menitipkan kucing ras dirumahnya.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan:

Tax : 37⁰C

Rhinoskopi anterior : konka inferior hipertrofi, edema, pucat, sekret (+) encer

Status dermatologis:

Lokasi : Lengan bawah, tungkai bawah, paha

Distribusi : Regional

Bentuk/Susunan : Bulat/tidak tegas

Batas : Tegas

Ukuran : Lentikular – Numular

Efloresensi : Eritema dan edema setempat berbatas tegas dengan elevasi kulit
I. Klarifikasi Istilah
 Pilek : Radang yang terjadi pada lapisan hidung dan tenggorokan
sehingga menyebabkan produksi sekret menjadi banyak.
Infeksi penyakit saluran nafas atas akut yang paling umum
dan sering ditemui.1
 Bersin : Pengeluaran udara melalui hidung dan mulut yang
involunter, mendadak dengan paksaan dan dapat
didengar.2
 Bentol : Kelaianan kulit dengan berupa reaksi vascular dengan
bermacam - macam sebab.1
 Gatal : Sensasi kulit yang tidak menyenangkan yang
mencetuskan keinginan untuk menggosok atau
menggaruk untuk menghilangkannya.2
 Eritema : Kemerahan pada kulit akibat kongesti pembuluh kapiler.2
 Edema : Cairan dalam jumlah berlebihan diruang jaringan antar sel
tubuh, biasanya merujuk ke jaringan subkutis.2
 Lentikular : Istilah ukuran pada dermatology, yaitu sebesar biji
jagung.3
 Numular : Sebesar uang logam ( koin ) 100 rupiah.3
II. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana anatomi, histologi, fisiologi kulit dan hidung ?
2. Makna klinis pilek dan mekanismenya ?
3. Makna klinis hidung dan mata terasa gatal disertai bersin-bersin?
4. Apa saja penyakit yang ditandai dengan pilek ?
5. Apa etiologi pilek ?
6. Apa makna klinis gatal dan bentol di tungkai dan lengan An.T ?
7. Apa saja penyakit yang ditandai dengan bentol dan gatal dilengan dan
tungkai?
8. Apakah ada hubungan keluhan An.T dengan kucing ?
9. Jelaskan intertpretasi hasil pemeriksaan rinoskopi anterior !
10. Apa diagnosa banding dari keluhan An.T ?
11. Bagaimana alur diagnosa dalam menegakkan penyakit An.T ?
12. Apa yang terjadi pada An.T ?
13. Apa definisi dari penyakit An.T?
14. Apa Epidemiologi dari penyakit An.T ?
15. Apa etiologi dari penyakit An.T ?
16. Apa patofisiologi dari penyakit An.T?
17. Apa Manifestasi klinis dari penyakit An.T?
18. Apa tatalaksana dari penyakit An.T?
19. Apa komplikasi dari penyakit An.T?
20. Apa Edukasi dan prognosa dari penyakit An.T ?
III. Analisis Masalah

1. Bagaimana anatomi, histologi, fisiologi kulit dan hidung ?


Jawab :

Anatomi hidung luar 4

Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian luar menonjol
pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas ; struktur hidung luar dibedakan atas tiga bagian :
yang paling atas : kubah tulang yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah
kartilago yang sedikit dapat digerakkan ; dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang
mudah digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke
bawah : 1) pangkal hidung (bridge), 2) batang hidung (dorsum nasi), 3) puncak hidung (hip),4)
ala nasi,5) kolumela, dan 6) lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka
tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang
berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari : 1)
tulang hidung (os nasal) , 2) prosesus frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal ;
sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di
bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago
nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan 3) tepi anterior
kartilago septum.

Anatomi hidung dalam

Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di
sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring.
Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka media, dan konka
inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya
celah antara konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka media
disebut meatus superior. 5

Gambar Anatomi Hidung Dalam


1. Septum Nasi
Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian posterior
dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh kartilago septum
(kuadrilateral) , premaksila dan kolumela membranosa; bagian posterior dan inferior oleh
os vomer, krista maksila , Krista palatine serta krista sfenoid.
2. Kavum Nasi
Kavum nasi terdiri dari:
Dasar hidung
Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan prosesus horizontal
os palatum

Atap hidung
Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus
frontalis os maksila, korpus os etmoid, dan korpus os sphenoid. Sebagian besar atap
hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh filament-filamen n.olfaktorius
yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas
septum nasi dan permukaan kranial konka superior.

Dinding Lateral

Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os


lakrimalis, konka superior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid,
konka inferior, lamina perpendikularis os platinum dan lamina pterigoideus medial.

Konka

Fosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka ; celah antara konka
inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior ; celah antara konka media dan
inferior disebut meatus media, dan di sebelah atas konka media disebut meatus superior.
Kadang-kadang didapatkan konka keempat (konka suprema) yang teratas. Konka
suprema, konka superior, dan konka media berasal dari massa lateralis os etmoid,
sedangkan konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada maksila bagian
superior dan palatum.

Meatus superior
Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit antara
septum dan massa lateral os etmoid di atas konka media. Kelompok sel-sel etmoid
posterior bermuara di sentral meatus superior melalui satu atau beberapa ostium yang
besarnya bervariasi. Di atas belakang konka superior dan di depan korpus os sfenoid
terdapat resesus sfeno-etmoidal, tempat bermuaranya sinus sfenoid.

Meatus media
Merupakan salah satu celah yang penting yang merupakan celah yang lebih luas
dibandingkan dengan meatus superior. Di sini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal
dan bahagian anterior sinus etmoid. Di balik bagian anterior konka media yang letaknya
menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulan sabit yang
dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit
yang menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus
semilunaris. Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang
berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus. Di atas infundibulum ada
penonjolan hemisfer yaitu bula etmoid yang dibentuk oleh salah satu sel etmoid. Ostium
sinus frontal, antrum maksila, dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di
infundibulum. Sinus frontal dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di bagian
anterior atas, dan sinus maksila bermuara di posterior muara sinus frontal. Adakalanya
sel-sel etmoid dan kadang-kadang duktus nasofrontal mempunyai ostium tersendiri di
depan infundibulum.

Meatus Inferior
Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai muara
duktus nasolakrimalis yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm di belakang batas
posterior nostril.

Nares
Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan
nasofaring, berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum. Tiap nares
posterior bagian bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis palatum, bagian dalam oleh
os vomer, bagian atas oleh prosesus vaginalis os sfenoid dan bagian luar oleh lamina
pterigoideus.

Perdarahan hidung
Bagian atas hidung rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid anterior dan
posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a.karotis interna. Bagian bawah rongga
hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna, di antaranya adalah ujung
a.palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama
n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. Bagian
depan hidung mendapat pendarahan dari cabang – cabang a.fasialis.
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang
a.sfenopalatina,a.etmoid anterior, a.labialis superior, dan a.palatina mayor yang disebut pleksus
Kiesselbach (Little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh
trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis(pendarahan hidung) terutama pada anak
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan
arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang
berhubungan dengan sinus kavernosus.

Vena-vena di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakanfaktor predisposisi untuk


mudahnya penyebaran infeksi hingga ke intracranial.

Persarafan hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis
anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V-1).
Rongga hidung lannya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila melalui
ganglion sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatinum selain memberikan persarafan sensoris juga
memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima
serabut-serabut sensoris dari n.maksila (N.V-2), serabut parasimpatis dari n.petrosus superfisialis
mayor dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak
di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.

Anatomi Sinus Paranasal

Sinus paranasal merupakan salah salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Sinus paranasal
merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang.
Ada empat pasang (delapan) sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung ; sinus
frontalis kanan dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila, yang
terbesar, kanan dan kiri disebut Antrum Highmore dan sinus sfenoidalis kanan dan kiri. Semua
rongga sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan
semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing.

Histologi Hidung 4,5


Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas
dua tipe yaitu mukosa penghidu (mukosa olfaktorius). dan sebahagian besar mukosa pernafasan
(mukosa respiratori) . Mukosa olfaktorius terdapat pada permukaan atas konka superior dan
dibawahnya terletak mukosa respiratorius. Lapisan mukosa respiratorius terdiri atas epitel,
membran basalis dan lamina propia.
Secara umum sel-sel pada hidung dan mukosa sinus terdiri atas 4 tipe sel yaitu : Sel
kolumnar bersilia, sel kolumnar tidak bersilia, sal basal dan sel goblet. Mukosa yang melapisi
terdiri atas dua tipe yaitu tipe olfaktorius dan sebahagian besar tipe respiratorius. Mukosa
olfaktorius terdapat pada permukaan atas konka superior dan dibawahnya terletak mukosa
respiratorius. Lapisan mukosa respiratorius terdiri atas epitel,membran basalis dan lamina propia.
Mukosa respiratori terdapat pada sebagian besar rongga hidung yang bervariasi sesuai
dengan lokasi yang terbuka dan terlindung serta terdiri dari empat macam sel. Pertama sel torak
berlapis semu bersilia (pseudostratified columnar epithelium) yang mempunyai 50-200 silia tiap
selnya .Sel-sel bersilia ini memiliki banyak mitokondria yang sebagian besar berkelompok pada
bagian apeks sel.

Mitokondria ini merupakan sumber energy utama sel yang diperlukan untuk kerja silia.
Di antara sel-sel bersilia terdapat sel-sel goblet dan sel sikat (yang mempunyai mikrovili).
Epitel respiratorius lainnya adalah epitel pipih berlapis yang terdapat pada daerah
vestibulum nasi dan epitel transisional yang terletak persis di belakang vestibulum. Epitel yang
terletak di daerah vestibulum nasi ini dilengkapi dengan rambut yang disebut vibrissae. Lanjutan
epitel pipih berlapis pada vestibulum akan menjadi epitel pipih berlapis tanpa silia terutama pada
ujung anterior konka dan ujung septum nasi. Kemudian pada sepanjang daerah inspirasi maka
epitel akan berbentuk torak, bersilia pendek dan agak tidak teratur. Pada meatus media dan
inferior yang terutama menangani udara ekspirasi silianya panjang dan tersusun rapi.

I. Lapisan Mukosa Hidung


a.Sel bersilia
b. Goblet sel
c. Sel tidak bersilia
d. Sel basalis
II. Lapisan sel radang
(Sel plasma, Limfosit dan
eosinofil)
III. Lapisan Kelenjar superfisialis
IV. Lapisan Vaskular
V. Lapisan Kelenjar dalam

Pada sel torak yang bersilia maupun yang tidak bersilia terdapat mikrovili yang
berjumlah lebih kurang 300-400 tiap selnya, dan jumlah ini bertambah ke arah nasofaring.
Mikrovili berupa benjolan seperti jari yang kecil, pendek dan langsing pada permukaan sel yang
menghadap ke lumen. Mikrovilli ini besarnya ± 1/3 silia dan mempunyai inti sentral dari filamen
aktin. Mikrovili ini tidak bergerak dan fungsinya mungkin untuk promosi ion dan transportasi
serta pengaturan cairan diantara sel-sel. Disamping itu juga memperluas permukaan sel.

Terakhir adalah sel basal yang terdapat di atas membrane sel. Sel basal tidak pernah
mencapai permukaan. Sel kolumnar pada lapisan epitel ini tidak semuanya memiliki silia. Sel-sel
basal berpotensi untuk menggantikan sel-sel bersilia atau sel-sel goblet yang telah mati

Secara struktural susunan lapisan mukosa pada daerah yang lebih sering terkena aliran
udara mukosanya akan lebih tebal dan kadang-kadang terjadi metaplasia, menjadi sel skuamosa.
Dalam keadaan normal warna mukosa adalah merah muda dan selalu basah karena dilapisi oleh
palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar
mukosa dan sel-sel goblet.

Mukosa pada sinus paranasal merupakan lanjutan dari mukosa hidung, hanya lebih tipis
dan kelenjarnya lebih sedikit. Epitelnya torak berlapis semu bersilia, bertumpu pada membran
basal yang tipis dan tunika propia yang melekat erat dengan periosteum dibawahnya.

Silia lebih banyak dekat dengan ostium, gerakannya akan mengalirkan lendir kearah
hidung melalui ostium. Kelenjar mukosa juga banyak ditemukan didekat ostium.

Pada membran mukosa juga ditemukan sel neurosekretori dan beberapa macam sel
seperti makrofag dan leukosit. Terlihat juga kelenjar mukosa yang masuk kedalam jaringan ikat.
Kelenjar ini memproduksi cairan mukos dan serosa dibawah kontrol saraf parasimpatis.

Fisiologi hidung 4
Berdasarkan teori struktural, teori revolusioner dan teori fungsional, maka fungsi
fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah : 1) fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara
(air conditioning), penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan
mekanisme imunologik lokal ; 2) fungsi penghidu, karena terdapanya mukosa olfaktorius
(penciuman) dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu ; 3) fungsi fonetik yang
berguna untuk resonansi suara, membantu proses berbicara dan mencegah hantaran suara sendiri
melalui konduksi tulang ; 4) fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan beban kepala,
proteksi terhadap trauma dan pelindung panas; 5) refleks nasal.

ANATOMI KULIT 3

Kulit merupakan organ yang istimewa pada manusia. Berbeda dengan organ lain, kulit
yang terletak pada sisi terluar manusia ini memudahkan pengamatan, baik dalam kondisi normal
maupun sakit.

Dari kulit muncul berbagai aksesoris yang terindra manusia: rambut (kasar dan halus),
kuku, dan kelenjar( sekretnya terurai oleh mikroorganisme dan keluarlah bau). Kulit adalah
organ terbesar tubuh pada manusiadengan berat sekitar 5kg dan luas 2 m2 pada seseorang dengan
berat badan 70 kg.

STRUKTUR KULIT

Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu :

1. Epidermis
2. Dermis
3. Subkutis
1. EPIDERMIS

Epidermis merupakan bagian kulit paling luar yang paling menarik untuk diperhatikan dalam
perawatan kulit, karena kosmetik dipakai pada bagian epidermis. Ketebalan epidermis berbeda-
beda pada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 milimeter pada telapak tangan
dan telapak kaki, dan yang paling tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi,
dahi dan perut. Sel-sel epidermis disebut keratinosit. Epidermis melekat erat pada dermis karena
secara fungsional epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari plasma yang
merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis. Pada epidermis
dibedakan atas lima lapisan kulit,yaitu :

A. Lapisan tanduk (stratum corneum), merupakan lapisan epidermis paling atas, dan
menutupi semua lapisan epiderma lebih ke dalam. Lapisan tanduk terdiriatas beberapa
lapis sel pipih, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna
dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan tanduk sebagian besar terdiri atas keratin
yaitu sejenis protein yang tidak larutdalam air dan sangat resisten terhadap bahan-bahan
kimia, dikenal dengan lapisan horny. Lapisan horny, terdiri dari milyaran sel pipih yang
mudahterlepas dan digantikan sel baru setiap 4 minggu, karena usia setiap sel biasanya 28
hari. Pada saat terlepas, kondisi kulit terasa sedikit kasar. Proses pembaruan lapisan
tanduk, terus berlangsung sepanjang hidup, menjadikan kulit ari memiliki self repairing
capacity atau kemampuan memperbaiki diri. Dengan bertambahnya usia, proses
keratinisasi berjalan lebih lambat. Ketika usia mencapai sekitar 60-tahunan, proses
keratinisasi membutuhkan waktu sekitar 45-50 hari, akibatnya lapisan tanduk yang sudah
menjadi kasar, lebih kering, lebih tebal, timbul bercak putih karena melanosit lambat
bekerjanya dan penyebaran melanin tidak lagi merata serta tidak lagi cepat digantikan
oleh lapisan tanduk baru. Daya elastisitas kulit pada lapisan ini sangat kecil, dan lapisan
ini sangat efektif untuk mencegah terjadinya penguapan air dari lapis-lapis kulit lebih
dalam sehingga mampu memelihara tonus dan turgor kulit. Lapisan tanduk memiliki daya
serap air yang cukup besar.
B. Lapisan bening (stratum lucidum) disebut juga lapisan barrier, terletak tepat dibawah
lapisan tanduk, dan dianggap sebagai penyambung lapisan tanduk dengan lapisan
berbutir. Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang kecil-kecil, tipis dan
bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya). Lapisan ini sangat
tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. Proses keratinisasi bermula dari
lapisan bening.
C. Lapisan berbutir (stratum granulosum) tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk
kumparan yang mengandung butir-butir dalam protoplasmanya, berbutir kasa dan berinti
mengkerut. Lapisan ini paling jelas pada kulit telapak tangan dan kaki.
D. Lapisan bertaju (stratum spinosum) disebut juga lapisan malphigi terdiri atassel-sel yang
saling berhubungan dengan perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk
kubus. Jika sel-sel lapisan saling berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju.
Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein.
E. Sel-sel pada lapisan taju normal, tersusun menjadi beberapa baris. Bentuk sel berkisar
antara bulat ke bersudut banyak (polygonal), dan makin ke arah permukaan kulit makin
besar ukurannya. Di antara sel-sel taju terdapat celah antar sel halus yang berguna
untukperedaran cairan jaringan ekstraseluler dan pengantaran butir-butir melanin. Sel-sel
di bagian lapis taju yang lebih dalam, banyak yang berada dalam salah satu tahap mitosis.
Kesatuan-kesatuan lapisan taju mempunyai susunan kimiawi yang khas; inti-inti sel
dalam bagian basal lapis taju mengandung kolesterol, asam amino dan glutation.
F. Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale) merupakan lapisan terbawah
epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak (silinder) dengan kedudukan tegak lurus
terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina
basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu struktur halus yang membatasi epidermis
dengan dermis. Pengaruh lamina basalis cukup besar terhadap pengaturan metabolisme
demoepidermal dan fungsi-fungsi vital kulit. Di dalam lapisan ini sel-sel epidermis
bertambah banyak melalui mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan lebih atas,
akhirnya menjadi sel tanduk. Di dalam lapisan benih terdapat pula sel-sel bening (clear
cells, melanoblas atau melanosit) pembuat pigmen melanin kulit.

2. DERMIS

Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan kandung
rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit atau kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh
darah dan getah bening, dan otot penegak rambut (muskulus arektor pili). Sel-sel umbi
rambut yang berada di dasar kandung rambut, terus-menerus membelah dalam membentuk
batang rambut. Kelenjar palit yang menempel di saluran kandung rambut, menghasilkan
minyak yang mencapai permukaan kulit melalui muara kandung rambut. Kulit jangat sering
disebut kulit sebenarnya dan 95 % kulit jangat membentuk ketebalan kulit. Ketebalan rata-
rata kulit jangat diperkirakan antara 1-2 mm dan yang paling tipis terdapat di kelopak mata
serta yang paling tebal terdapat di telapak tangan dan telapak kaki. Susunan dasar kulit jangat
dibentuk oleh serat-serat, matriks interfibrilar yang menyerupai selai dan sel-sel.

3. SUBKUTIS

Subkutis yang trediri atas jaringan lemak mampu mempertahankan suhu tubuh, dan
merupakan cadangan enegi, juga menyediakan bntalan yang merendam trauma melalui
permukaan kulit. Deposit lemak menyebabkan terbentuknya lekuk tubuh yang memberikan efek
kosmetik. Sel-sellemak terbagi-bagi dalam lobus, satu sama lain dipisahkan oleh septa.

HISTOLOGI KULIT
Pembagian Kulit

1. Kulit tebal

- telapak tangan dan kaki ( 1,6 – 4 mm )

- Folikel rambut (-)

2. Kulit tipis

- seluruh tubuh ( 0.4 – 0.5 mm)

- folikel rambut (+)

- > tipis  palpebra dan wajah

Struktur Kulit

1. Epidermis

- asal ektoderm

- epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk

2. Dermis

- asal mesoderm

- Jaringan ikat padat  pembuluh darah

Epidermis

Terdiri dari 5 lapisan :

1. Str. Basale / str. Germinativum

2. Str. Spinosum

3. Str. Granulosum

4. Str. Lusidum
5. Str. Korneum

Struktur Epidermis

- Avaskular

- Sel epidermis :

1. Keratinosit  sel  keratinisasi ( 85%)

2. Melanosit  pigmen melanin

3. Sel Langerhans  respons imun

4. Sel Merkel  reseptor sensoris

Keratinisasi : proses str. Korneum mengelupas kecepatan tetap  regenerasi sel-sel pada
str. Basale.

Stratum Basale/ Stratum Germinativum

- tdd satu lapis sel silindris atau kubis tinggi pd membrana basalis

- aktivitas mitosis   str. Germinativum

Stratum Spinosum

- tdd sel poligonal tak teratur

- jembatan antar sel  spt duri (spina)

Stratum Granulosum

- tdd 3-5 lapis sel gepeng

- sitoplasma  byk granula  granula keratohialin

Stratum Lusidum

- Lapisan tipis  zona eosinofilik antara str. Granulosum & str. Korneum

- Sel sudah tidak jelas, tidak berinti dan homogen

Stratum Korneum

- lapisan sel gepeng  kornifikasi/pertandukan


- sel tidak berinti  horny cells

- zat eleidin  keratin

 Stratum Disjungtum

- paling superfisial

- pelepasan sel tanduk  disjungtum

DERMIS

- lapisan tebal jaringan ikat

- tebal bervariasi, misal: kelopak mata 0.5 mm, perut 1-2 mm

- tdd folikel rambut, gl. Sudorifera, gl. Sebacea, serat saraf, pemb. Darah

- Struktur dermis tdd 2 :

1. Stratum papilaris

- mengandung lengkung kapilar

- lebih tipis dan lebih longgar

- lebih seluler (fibroblas, sel mast, makrofag, leukosit)

2. Stratum retikularis

- lebih padat drpd lapisan Papiler

- tdd serat-serat kolagen  garis Langer

SUBKUTIS

- bukan bagian kulit

- letak dibawah dermis

- jar. Ikat longgar  mengandung jar. Lemak

F/ : kulit dpt digerakkan dari struktur dibawahnya( periosteum/perikondrium)


RAMBUT

Rambut Vellus

- Sifat rambut: lembut, halus dan pendek

- Terdapat di wajah, punggung, dll

Rambut Terminal

- Sifat rambut : kasar, panjang, berpigmen

- Serat epitelial keratin keras

- Terdapat di kepala, alis, bulu mata, jenggot, ketiak, genital, dll

Struktur histologis folikel rambut

- Batang rambut (shaft) : bag. Bebas

- Akar rambut (root) : tengah folikel  bulbus

- Rambut kasar  sel-sel bag. Pusat akar rambut menghasilkan sel-sel besar, bervakuola
dan berkeratin  medula rambut

- Sel-sel disekitar bag. Pusat akar rambut  membelah dan berkembang jadi sel fusiform
berkelompok padat berkeratin banyak  korteks rambut

- Kutikula rambut  sel sangat pipih, berkaeratin banyak, melapisi korteks

Sarung folikel rambut

1. Sarung akar rambut dalam  3 lapisan (keratinisasi)

a. Kutikula sarung akar rambut dalam

- letak : diluar lapisan kutikula rambut

- selapis sisik tanduk bening

b. Lapisan Huxley

- tdd 2-3 lapis sel memanjang (granula trikohialin)

- keratinisasi  inti sel mengerut/ hilang

c. Lapisan Henle

- selapis sel agak pipih, jernih


- inti sel pd bag. Paling bawah folikel

2. Sarung akar rambut luar

- bersambung dengan epidermis  lanjutan str. basale & spinosum, lapisan


tanduk (-)

- dibagian bawah gl. Sebacea, sel mengandung glikogen

- tdpt membran kemaca (glassy membrane)  penerusan membran basal


epidermis

3. Sarung jaringan penyambung

- lapisan dalam sirkuler, lapisan luar longitudinal

- serat kolagen, insersio m. arrektor pili

FUNGSI KULIT3
Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut :
1. Pelindung atau proteksi
Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringan-jaringan tubuh di sebelah
dalam dan melindungi tubuh dari pengaruh-pengaruh luar seperti luka dan serangan kuman.
Lapisan paling luar dari kulit ari diselubungi dengan lapisan tipis lemak, yang menjadikan kulit
tahan air. Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan luka-luka kecil, mencegah zat kimia dan
bakteri masuk ke dalam tubuh serta menghalau rangsang-rangsang fisik seperti sinar ultraviolet
dari matahari.
2. Penerima rangsang
Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang berhubungan dengan sakit, suhu
panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan getaran. Kulit sebagai alat perasa dirasakan melalui
ujung-ujung saraf sensasi.
3. Pengatur panas atau thermoregulasi
Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstruksi pembuluh kapiler serta melalui
respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Tubuh yang sehat memiliki suhu tetap kira
kira 98,6 derajat Farenheit atau sekitar 36,50 C. Ketika terjadi perubahan pada suhu luar, darah
dan kelenjar keringat kulit mengadakan penyesuaian seperlunya dalam fungsinya masing
masing. Pengatur panas adalah salah satu fungsi kulit sebagai organ antara tubuh dan
lingkungan. Panas akan hilang dengan penguapan keringat.
4. Pengeluaran (ekskresi)
Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar-kelenjar keringat yang
dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan membawa garam, yodium dan zat kimia lainnya.
Air yang dikeluarkan melalui kulit tidak saja disalurkan melalui keringat tetapi juga melalui
penguapan air transepidermis sebagai pembentukan keringat yang tidak disadari.
5. Penyimpanan
Kulit dapat menyimpan lemak di dalam kelenjar lemak.
6. Penyerapan terbatas

2.Apa Makna klinis pilek dan mekanismenya ?


Jawab :

Anak T mengalami pilek sejak 3 hari yang lalu menandakan bahwa telah terjadi reaksi
alergen dan reagin(IgE) didalam hidung.

Apabila terpapar allergen – akan dilepaskan mediator inflamasi – (HISTAMIN) –


menimbulkan dilatasi pembuluh darah intranasal setempat – terjadi peningkatan kapiler
& permeabilitas kapiler – menimbulkan kebocoran cairanyang cepat kedalam rongga
hidung & jaringan hidung – saluran hidung menjadi edema dan dipenuhi sekret.6

3.Apa makna klinis hidung dan mata terasa gatal disertai bersin-bersin?
Jawab :

Bersin sebenarnya merupakan gejala yang normal yang merupakan mekanisme fisiologik,
yaitu proses membersihkan diri. Namun, pada kasus yang merupakan gejala pada reaksi
alergi fase cepat / reaksi alergi fase lambat sebagai akibat dilepaskannya histamine.

Histamin yang dilepaskan – merangsang reseptor H1 di ujung saraf vidianus – gatal dan
bersin.4
4. Apa saja penyakit yang ditandai dengan pilek ?
Jawab :

Penyakit yang ditandai dengan pilek1

- rhinitis

- sinusitis

- pneumonia

- bronchitis

5. Jelaskan etiologi pilek ?

Jawab :

Lebih dari 200 macam virus dapat menyebabkan pilek dan disertai batuk

Yang paling umum adalah :

- Rhinovirus (10%-40%)

- Choronavirus (20%)

- RSV Type Virus (10%)

Diketahui juga bahwa stress dan terpapar oleh alregen dapat menyebabkan pilek disertai
batuk dan hidung tersumbat.7

6. Apa makna klinis gatal dan bentol pada lengan dan tungkai anak T ?

Jawab :

Bentol yang gatal pada lengan dan tungai anak T merupakan salah satu gejala dari
urtikari. Urtikaria dapat disebabkan oleh vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
kapiler akibat pelepasan mediator seperti histamine, kinin, serotonin, SRSA dan
prostaglandin oleh sel mast dan basofil akan mengakibatkan transudasi cairan dan
terjadi pengumpulan cairan setempat, pada klinisnya akan terlihat edema dan kemerahan.
Histamin yang merupakan salah satu mediator inflamasi, diaktifkan dan dilepaskan
dari sel mast dan histamine juga merupakan mediator pruritogenik utama dalam banyak
kasus urtikaria.8 Sel mast yang melepaskan histamin terletak dekat dengan saraf perifer
dan pembuluh darah, Sehingga apabila histamin menyentuh saraf perifer akan
menimbulkan rasa gatal.3

7. Apa saja penyakit yang ditandai dengan bentol dan gatal pada lengan dan
tungkai ?

Jawab :
Penyakit yang ditandai dengan bentol dan gatal pada lengan dan tungkai3:

-Urtikaria

Terjadi pada tungkai biasanya paling sering menyerang daerah articulatio dan daerah
lipatan-lipatan

-Dermatitis

Dermatitis terbagi atas penyebabnya, ada yang eksogen & endogen

Eksogen : Bahan kimia, asam, suhu tekanan, mikrooganisme

Endogen : Ex : Dermatitis atopik, harus disertai riwayat atopik pada pasien.

Pembagian pada Dermatitis bermacam-macam menurut berbagai sumber ada yang


membagi berdasarkan etiologi, morfologi, bentuk, lokalisasi, dan stadium.

Macam-macam dermatitis antara lain :

-Dermatitis kontak

-Dermatitis kontak iritan

-Dermatitis kontak alergen

-Dermatitis atopik

8. Apakah ada hubungan keluhan An.T dengan kucing ?

Jawab :

Reaksi Alergi dapat diakibatkan oleh masuknya Alergen ke dalam tubuh, Berdasarkan Cara
masuknya alergen dibagi menjadi :

1. Alergen Inhalan , alergen masuk bersama dengan udara pernpasan, misalnya


tungau debu rumah.
2. Alergen Ingestan yang masuk ke saluran cerna berupa makanan ,misalnya susu
sapi, telur, coklat.
3. Alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin
dan sengatan lebah.

Hubungan Kucing dengan Keluhan Anak T adalah bulu Kucing merupakan salah satu faktor
pencetus terjadinya reaksi alergi dimana Bulu yang ada pada hewan peliharaan misalnya kucing
dapat ikut terhirup dengan udara pernapasan dan merangsang terjadinya reaksi pertahanan tubuh
yang dilakukan oleh tubuh.4
9. Jelaskan interpretasi hasil pemeriksaan rinoskopi anterior !

Jawaban :

Hasil pemeriksaan rinoskopi anterior

 Hipertrofi conchae inferior14

Konka hipertrofi adalah pembesaran konka nasal, terutama konka nasal


inferior, yang menyebabkan sumbatan hidung.

Dimana terjadi, penebalan membran basalis, pe-ningkatan sel goblet, jumlah sel eosinophil,
jumlah pembuluh darah dengan kongesti dan dilatasi, serta edema jaringan stroma.

 Edema15

Leukotrien menyebabkan kongesti vena sinusoid mukosa hidung yang menyebabkan


edema konka sehingga timbul gejala sumbatan hidung.

 Sekret (+) encer15

Serabut saraf parasimpatis berasal dari nukleus salivatori superior menuju ganglion
sfenopalatina dan membentuk nervus vidianus, kemudian menginervasi pembuluh darah
dan kelenjar eksokrin. Apabila terjadi rangsangan pada nervus vidianus akan terjadi
pelepasan ko-transmiter asetilkolin, vasoactif intestinal peptidedan nitric oxid (NO)
yang menyebabkan peningkatan sekresi hidung.

 Pucat15
Karena terjadi vasokonstriksi pembuluh darah di mukosa hidung, akibat stimulasi
saraf simpatis yang kemudian melepaskan noradrenalin yang bekerja pada
reseptor saraf α1 dan α2 penyebab vasokonstriksi pembuluh darah.

10. Apa diagnosa banding dari keluhan An.T ?

Jawab :

DIAGNOSIS BANDING KULIT3

1. Urtikaria
2. Angioedema
3. Dermatitis atopic

DIAGNOSIS BANDING HIDUNG4


1. Rhinitis alergi
2. Rhinitis vasomotor
Pada rhinitis vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rhinitis alergi,
namun gejala yang dominan adalah hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan,
tergantung pada posisi pasien. Selain itu terdapat rinore yang mukoid atau serosa.
Keluhan ini jarang disertai dengan gejala mata.
3. Common cold

11. Bagaimana alur diagnose dalam menegakkan penyakit An.T ?

Jawab :

Diagnosis ditegakkan berdasarkan:


1. Anamnesa
Perlu ditanyakan gejala-gejala spesifik yang mengganggu pasien (seperti
hidungtersumbat, gatal-gatal pada hidung, rinore, bersin), pola gejala (hilang
timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi,
respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan.Karena rinitis
alergi seringkali berhubungan dengan konjungtivitis alergi, maka adanya gatal
pada mata dan lakrimasimendukung diagnosis rinitis alergi.Riwayat keluarga
merupakan petunjuk yang cukup penting dalam menegakkan diagnosis pada anak.
Berdasarkan anamnesa pasien, keluhan subyektif berupa pilek terus-
menerus, hidung dan mata terasa gatal, bersin-bersin sepanjang hari, terdapat
ruam yang gatal di ekstremitas atas dan bawah,.Selain itu, kemungkinan terjadi
kontak antara pasien dengan allergen yang berasal dari kucing.
2. Pemeriksaan klinik
Pemeriksaan fisik: Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan
dan allergic shinner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis
vena sekunder akibat obstruksihidung. Selain itu, dapat ditemukan juga allergic
crease yaitu berupa garis melintang padadorsum nasi bagian sepertiga bawah.
Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan
(allergic salute).Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah,
berwarna pucat atau lividdengan konka edema dan sekret yang encer dan
banyak.Perlu juga dilihat adanyakelainan septum atau polip hidung yang dapat
memperberat gejala hidung tersumbat.Selain itu, dapat pula ditemukan
konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubunganlainnya seperti sinusitis dan
otitis media. Selain itu, pemeriksaan fisik sebaiknya terfokus pada keadaan yang
memungkinkan menjadi presipitasi urtikaria atau dapat berpotensi mengancam
nyawa, diantaranya adalah:

A. Faringitis atau infeksi saluran nafas atas, khususnya pada anak-anak.


B. Angioedema pada bibir, lidah, atau laring.
C. Sklera ikterik, pembesaran hati, atau nyeri yang mengindikasikan adanya
hepatitis atau penyakit kolestatik hati.
D. Pembesaran kelenjar tiroid.
E. Lymphadenopati atau splenomegali yang dicurigai limfoma.
F. Pemeriksaan sendi untuk mencari bukti adanya penyakit jaringan
penyambung, rheumatoid arthritis, atau systemic lupus erythematosus
(SLE).

G. Pemeriksaan pulmonal untuk mencari pneumonia atau bronchospasm


(asthma).
H. Ekstremitias untuk mencari adanya infeksi kulit bakteri atau jamur.

Pada pemeriksaan kulit ditemukan :


 Lokalisasi : Pada badan, tapi dapat juga mengenai ekstremitas, kepala dan leher
 Efloresensi : Eritema dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian
tengah tampak pucat. Bentuknya dapat papular. Epidermis di sekitar urtikaria
normal.
 Ukurannya dari beberapa milimeter hingga sentimeter, dapat berbentuk dari
lentikular, numular, sampai plakat. Karakteristik lesi berwarna kemerahan dan
terasa gatal.

Pemeriksaan penunjang:

Untuk urtikaria

 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya
infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam.Pemeriksaan darah rutin
bisa bermanfaat untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta.
 Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina.
Pemeriksaan ini untuk menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.
 Tes Alergi
Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi dengan
melakukan tes kulit invivo (skin prick test) dan pemeriksaan IgE spesifik (radio-
allergosorbent test-RASTs).
 Tes Provokasi
Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila tes-tes
alergi memberi hasil yang meragukan atau negatif.
 Tes eleminasi makanan
Tes ini dilakukan dengan cara menghentikan semua makanan yang
dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu.
 Tes foto temple
Tes foto tempel dapat dilakukan pada urtikaria fisik akibat sinar.

 Suntikan mecholyl intradermal


Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosa urtikaria
kolinergik.

 Tes fisik
Tes fisik ini bisa dengan es (ice cube test)atau air hangat apabila dicurigai
adanya alergi pada suhu tertentu.

 Pemeriksaan histopatologik
Pemeriksaan ini tidak selalu diperlukan, tetapi dapat membantu
diagnosis.Pada urtikaria perubahan histopatologis tidak terlalu dramatis. Tidak
terdapat perubahan epidermis. Pada dermis mungkin menunjukkan peningkatan
jarak antara serabut-serabut kolagen karena dipisahkan oleh edema dermis. Selain
itu terdapat dilatasi pembuluh darah kapiler di papilla dermis dan pembuluh limfe
pada kulit yang berkaitan. Selain itu terdapat suatu infiltrat limfositik perivaskuler
dan mungkin sejumlah eosinofil. Sel mast meningkat jumlahnya pada kulit yang
bersangkutan.

Infiltrasi limfosit sering ditemukan di lesi urtikaria tipe akut dan kronik.
Beberapa lesi urtikaria mempunyai campuran infiltrat seluler, yaitu campuran
limfosit, polymorphonuclear leukocyte (PMN),dan sel-sel inflamasi lainnya.
Infiltrasi seluler campuran tersebut mirip dengan histopatologi dari respon alergi
fase akhir. Beberapa pasien dengan urtikaris yang sangat parah atau urtikaria
atipikal memiliki vaskulitis pada biopsi kulit. Spektrum histopatologi
berhubungan derajat keparahan penyakit, mulai dari limfositik (ringan) sampai ke
vaskulitik (parah).

Untuk rhinitis alergi:

 In vitro
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat.
Demikianpula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering
kalimenunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu
macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau
urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test)
atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi
hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai
pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak
menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin
disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan
adanya infeksi bakteri.
 In vivo
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji
intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point
Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan
alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya.

Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk
desensitisasi dapat diketahui. Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat
diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (“Challenge
Test”). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada
Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari,
selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari
menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis
makanan.3,4

12. Apa yang terjadi pada An.T ?

Jawab :

Rinitis Alergi disertai Urtikaria3,4

13. Apa definisi dari penyakit An.T ?

Jawab :

Rinitis Alergi : Penyakit inflamasi karena reaksi alergi pada pasien atopi yang
sebelumnya sudah tersensitisasi ( kelainan pada hidung yang ditandai dengan gejala bersin –
bersin, rinore, gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen ).1

Urtikaria : Reaksi vascular pada kulit yang ditandai dengan edema setempat yang
cepat timbul dan hilang perlahan, pucat atau kemerahan, umumnya dikelilingi oleh halo
kemerahan dan disertai rasa gatal, tersengat atau tertusuk.3,4

14. Apa epidemiologi dari penyakit An.T ?

Jawab :

Rhinitis alergi

Epidemiologi Rinitis alergi merupakan masalah kesehatan global yang memberi dampak 10-20%
populasi. Prevalensi rinitis alergi di Indonesia mencapai 1,5-12,4% dan cenderung mengalami
peningkatan setiap tahunnya .Tomonaga, Kurono dan Mogi (1987) melaporkan hasil penelitian
tentang rinitis alergi dan terjadinya otitis media efusi, 21% dari subjek rinitis alergi mengalami
otitis media efusi. Sente, et al., (2001) melaporkan 86,5% timpanogram tipe B dan 13.5% tipe C
dari subjek rinitis alergi. Nguyen, et al., (2004) melaporkan hasil penelitian bahwa pada subjek
dengan atopi, inflamasi alergi terjadi pada kedua sisi tuba Eustachius, kedua telinga tengah dan
nasofaring.

Lazo Saenz, et al., (2005) melaporkan penelitian mengenai disfungsi tuba Eustachius pada
subjek rinitis alergi pada 80 orang subjek rinitis alergi dan 50 orang normal dilakukan
pemeriksaan skin prick test dan timpanometri.9

Urtikaria

Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Usia, ras, jeniskelamin,
pekerjaan, lokasi geografik, dan musim dapat menjadi agen predisposisi bagi urtikaria.
berdasarkan data dari National Ambulatory Medical Care Survey dari tahun 1990 sampai
dengan 1997 di USA, wanita terhitung 69% dari semua pasien urtikaria yang datang berobat ke
pusat kesehatan. Distribusi usia paling sering adalah 0-9 tahun dan 30-40 tahun. Menurut
Sheldon (1951) jugamenyatakan bahwa umur rata-rata penderita urtikaria adalah 35 tahun,
seringdijumpai pada umur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 60 tahun.

Ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama sama denganangioedema,
dan 11% angioedema saja. Lama serangan berlangsung variasi, ada yang lebih dari satu tahun,
bahkan ada yang lebih dari 20 tahun. Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria
dibandingkan dengan orang normal. Tidak ada perbedaan frekuensi jenis kelamin laki-laki dan
perempuan.Umur, ras, jabatan, pekerjaan, letak geografis, dan perubahan musim dapat
mempengaruhi hipersensivitas yang diperankan oleh IgE. Penisilin tercatats ebagai obat yang
sering menimbulkan urtikaria.3

15. Apa etiologi dari penyakit An.T ?

Jawab :

Rhinitis

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam
perkembangan penyakitnya.
Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi .
Penyebab rhinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-
anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan gangguan
pencernaan. Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi. Beberapa pasien
sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan rinitis alergi musiman biasanya
berupa serbuk sari atau jamur.
Rinitis alergi perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama
tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoidespteronyssinus, jamur, binatang
peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat.
Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur,
suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban udara.Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko
untuk tumbuhnya jamur.Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa
faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang
dan perubahan cuaca.1

Urtikaria8

Pada penelitian ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga penyebab urtikaria
bermacam-macam, di antaranya

1. Obat

Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secarai imunologik maupun non-
imunologik. Obat sistemik (penisilin, sulfonamid,analgesik dan diuretik) menimbulkan urtikaria
secara imunologik tipe I atau II. Sedangkan obat yang secara non-imunologik langsung
merangsang selmast untuk melepaskan histamin, misalnya kodein,opium dan zat kontras .

2. Makanan

Makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan,kacang, udang, coklat
tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka.
Terdapat dua macam zat makanan yang diketahui dapat menyebabkan atau
memprovokasi urtikaria yaitu tartrazine, yang ditemukan dalam minumandan permen
berwarna kuning dan jingga, dan natrium benzoat yangdigunakan secara luas sebagai bahan
pengawet.

3. Gigitan serangga

Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat,hal ini lebih banyak
diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV).

4. Trauma fisik

Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor panas, faktor tekanan, dan
emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik maupun non imunologik.
Dapat timbul urtika setelah goresan dengan bendatumpul beberapa menit sampai beberapa
jam kemudian. Fenomena ini disebutdermografisme atau fenomena Darier .
16. Apa patofisiologi dari penyakit An.T ?

Jawab :

Rinitis alergi

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan
diikuti dengan tahap provokasi atau reaksi alergi.

Reaksi alergi ada :

- Reaksi Alergi Fase Cepat / RAFC yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai
1 jam setelahnya.
- Reaksi Alergi Fase Lambat / RAFL yang berlangsung 2 -4 jam dengan puncak 6 – 8 jam
setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24 – 48 jam.

Pada saat kontak I dengan alergen -> Makrofag dan monosit sebagai sel penyaji antigen
akan menangkap alergen dipermukaan mukosa hidung -> sel penyaji akan melepas
sitokin ( IL I ) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2 ->
Th2 akan menghasilkan sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5, dan IL 13 -> IL 4 DAN IL 13
diikat oleh reseptornya di permukaan limfosit B, sehingga limfosit B aktif dan
memproduksi IgE -> Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang
sama, lalu kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik -> terjadi degranulasi mastosit
dan basophil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama
histamin -> Histamin menimbulkan dilatasi pembuluh darah intranasal setempat ->
meningkatkan tekanan dan permeabilitas kapiler -> menimbulkan kebocoran cairan yang
cepat kedalam rongga hidung dan jaringan hidung -> saluran hidung jadi bengkak dan
penuh sekret -> selain itu histamin yang dilepas juga akan merangsang reseptor H1
diujung saraf vidianus -> gatal dan bersin.4

Urtikaria

Antigen masuk kekulit -> reaksi setempat yang mirip reaksi anafilaksis -> pelepasan
histamine -> vasodilatasi yang menyebabkan timbulnya red flare ( kemerahan ) dan
peningkatan permeabilitas kapiler dan dalam beberapa menit akan terjadi pembengkakan
setempat yang berbatas tegas.3
Pelepasan histamin akibat degranulasi mastosit oleh berbagai stimulus menyebabkan
timbul weal dan angioedema. Mediator proinflamasi, sitokin (di antaranya tumor necrosis factor
/ TNF) dan protease dilepas mastosit pada saat degranulasi. Histamin adalah mediator preformed
terpenting, sedangkan mediator newly synthesized, lekotriens (LTC4, D4 dan E3), prostaglandin
D2, dan platelet-activating factor (PAF) berperan pada proses peradangan susulan.

Reaktivitas imunologis sel endotel terhadap TNF meningkatkan respon radang dengan
meng up-regulate molekul adesi vaskuler. Sel basofil yang bermigrasi ke dalam lesi akan
memperpanjang durasi lesi urtika.

Pada urtikaria, maka gejala yang akan terjadi dapat meliputi merah, gatal dan sedikit ada
benjolan pada permukaan kulit, yang menyebabkan hal itu terjadi yaitu, pada dasarnya sel mast
ini sendiri terletak didekat saraf perifer, dan pembuluh darah. Kemerahan dan bengkak yang

17. Apa manifestasi klinis dari penyakit An.T ?

Jawab :

Manifestasi klinis rinitis alergik baru ditemukan pada anak berusia di atas 4-5 tahun dan
insidensnya akan meningkat secara progresif dan akan mencapai 10-15% pada usia dewasa.
Manifestasi gejala klinis rinitis alergik yang khas ditemukan pada orang dewasa dan dewasa
muda. Pada anak manifestasi alergi dapat berupa rinosinusitis berulang, adenoiditis, otitis media,
dan tonsilitis.

Sesuai dengan patogenesisnya, gejala rinitis alergik dapat berupa rasa gatal di hidung dan mata,
bersin, sekresi hidung, hidung tersumbat, dan bernapas melalui mulut. Sekret hidung dapat
keluar melalui lubang hidung atau berupa post nasal drip yang ditelan. Hidung tersumbat dapat
terjadi bilateral, unilateral atau bergantian. Gejala bernapas melalui mulut sering terjadi pada
malam hari yang dapat menimbulkan gejala tenggorokan kering, mengorok, gangguan tidur,
serta gejala kelelahan pada siang hari. Gejala lain dapat berupa suara sengau, gangguan
penciuman dan pengecapan, dan gejala sinusitis. Gejala kombinasi bersin, ingusan, serta hidung
tersumbat adalah gejala yang paling dirasakan mengganggu dan menjengkelkan.

Anak yang menderita rinitis alergik kronik dapat mempunyai bentuk wajah yang khas. Sering
didapatkan bayangan gelap dibawah mata yang terjadi karena statis vena sekunder akibat
obstruksi hidung, gejala ini disebut allergic shiner. serta bengkak (bags) di bawah mata. Bila
terdapat gejala hidung tersumbat yang berat pada anak, sering terlihat mulut selalu terbuka yang
disebut sebagai adenoid face. Keadaan ini memudahkan timbulnya gejala lengkung palatum
yang tinggi, overbite serta maloklusi. Sering juga didapatkan anak yang sering menggosok
hidung dengan punggung tangan karena rasa gatal , keadaan ini disebut allergic salute.10
Alergic salute Alergic shiner

Urtikaria

Rasa gatal yang hebat hampir selalu merupakan keluhan subjektif urtikaria, dapat juga timbul
rasa terbakar atau rasa tertusuk. Secara klinis tampak lesi urtikaria ( eritema dan edema setempat
yang berbatas tegas ) dengan berbagai bentuk dan ukuran, kadang bagian tengah lesi tampak
lebih pucat.3

18. Apa tatalaksana dari penyakit An.T ?

Jawab :

Rinitis Alergi4

 Terapi yang ideal adalah dengan menghindari kontak dengan alergen


penyebabnya ( avoidance ) dan eliminasi.
 Medika mentosa
- Antihistamin : Antagonis histamine H1 yang bekerja secara inhibitor
kompetitif pada reseptor H1 sel target.
Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan
secara peroral, untuk mengurangi gejala bersin, rinore, dan gatal.

Obat anti histamin golongan 2

Dapat dibagi menjadi 2 golongan menurut keamanan nya.

- Kelompok pertama adalah astemisol dan terfenadin


- Kelompok kedua adalah loratadin, setirisin, fexofenadin, desloratadin dan
levosetirisin

Nama obat Masa kerja Bentuk sediaan


(jam)
Loratadin 12 Tablet 10 mg
Setrizin 24 Kapsul 10 mg
Fexofenadin 24 Tablet 60mg, 120mg, 180mg

Pengobatan rhinitis alergi An.T


Dosis untuk An.T dengan umur 10 thn.
Dapat diberikan Loratadin Tablet 10 mg.
Jika BB > 30 KG 1 tab 1 x/hr.
Jika BB < 30 KG ½ tab 1 x/hr.

- Kombinasi antihistamin-dekongestan
- Ipratropium Bromida :
Topikal, antikolinergik
Efektif mengatasi rinore yang refrakter terhadap kortikosteroid topical /
antihistamin.
ESO : Iritasi hidung, krusta, epistaksis ringan.

- Kortikosterioid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat


respons fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering
dipakai adalah kortikosteroid topical ( beklometason, budesonide,
flunisolid, flutikason, mometason furoat dan triamsinolon ).
- Imunoterapi
- Operatif :
Adenoidektomi
Grommet Tube
Urtikaria11
a. Pengobatan lini pertama
Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat.
Cara kerja antihistamin telah diketahui dengan jelas, yaitu menghambat
histamine pada reseptor-reseptornya. Berdasarkan reseptor yang dihambat,
antihistamin dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu antagonis reseptor
H1 (antihistamin 1, AH1) dan reseptor H2 (AH2).

Anti histamine yang ditujukan untuk urtikaria


Golongan Contoh Dosis
Klasik (sedasi) Klorfeniramin 4 mg, 3 x sehari
Hidroksizin 10 – 25 mg, 3 x sehari
Difenhidramin 10 – 25 mg, malamhari
Prometazin 25 mg, malamhari
Generasi II Akrivastin 4 mg, 3 x sehari
Setirizin 10 mg, sekalisehari
Loratadin 10 mg, sekalisehari
Mizolastin 10 mg, sekalisehari
Generasi III Desloratadin 5 mg, sekalisehari
Feksofenadin 180 mg, sekalisehari
Antagonis H2 Simetadin 400 mg, 2 xsehari
Ranitidin 150 mg, 2 xsehari

b. Pengobatan lini kedua


Walaupun umumnya antihistamin dapat mengatasi gejala urtikaria,
pada beberapa kasus yang berat memerlukan kortikosteroid. Tetapi
berhubung penggunaan steroid jangka panjang berkaitan dengan beberapa
efek samping, saat ini sedang diteliti kemungkinan penggunaan obat
seperti stanozolol, sulasalazin, dan metotreksat. Selain itu, obat-obatan
seperti kolkisin, dapson, indometasin, dan hidrosiklorokuin mempunyai
efekstivitas yang cukup baik dalam mengurangi dosis atau frekuensi
steroid dalam kasus urtikaria vaskulitis. Montelikast sebagai antagonis
reseptor leukotriene diindikasikan khususnya pada urtikaria akibat
sensitisasi aspirin atau pressure urticaria.
Pengobatan urtikaria lini kedua
Golongan Contoh Dosis Rou Indikasi
te
Kortikosteroid Prednisol 60 Oral Urtikariaberatdansangatmengganggua
on mg/ha ktivitaspasien
ri, 3-5
hari
Antagonisreseptorleu Montelu 10 Oral Urtikariaakibatsensitisasi aspirin atau
kotrien kast mg/ha pressure urticaria
ri

c. Pengobatan lini ketiga


Pengobatan lini ke 3 diindikasikan untuk pasien dengan urtikaria
yang tidak merespon pada pengobatan lini 1 dan 2.Untuk pengobatan lini
ke-3 dapat diberikan berupa obat-obatan imunosupresan yang antara lain
cyclosporine 3-5 mg/kg/hari, dan intravenous immunoglobulins. Dan
plasmaferesis pernah berhasil dilakukan pada beberapa pasien urtikaria
kronik yang terjadi sepanjang hari.

Pengobatan Urtikaria pada An.T


Dosis untuk An.T dengan umur 10 thn.
Juga dapat diberikan Loratadin Tablet 10 mg.
Jika BB > 30 KG 1 tab 1 x/hr.
Jika BB < 30 KG ½ tab 1 x/hr.

Jadi, Loratadin dapat digunakan untuk mengobati keluhan rhinitis alergi


serta urtikaria pada An.T.

19. Apa komplikasi dari penyakit An.T ?

Jawab :

Komplikasi rhinitis alergi yang sering ialah12 :

a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi
sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+),
hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa.
b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.
c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal.
Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan
sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal
tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan
menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh
mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin
parah

Komplikasi urtikaria

Urtikaria dapat menyebabkan rasa gatal yang menimbulkan ketidaknyamanan. Urtikaria


kronik juga menyebabkan stress psikologik sehingga mempengaruhi kualitas hidup
penderita.Lesi-lesi urtikaria bisa sembuh tanpa komplikasi. Namun pasien dengan gatal yang
hebat bisa menyebabkan purpura dan excoriasi yang bisa menjadi infeksi sekunder.
Penggunaan antihistamin bisa menyebabkan somnolens dan bibir kering. Dapat pula terjadi
angioedema .

1. Purpura dan excoriasi

2. Infeksi sekunder

3. Bibir kering.3,13

20. Apa edukasi dan prognosa dari penyakit An.T ?

Jawab :

Edukasi yang bisa diberikan kepada pasien rhinitis alergi maupun urtikaria adalah agar dapat
menghindari alergen yang menyebabkan keluhan agar tidak terjadi atau menimbulkan keluhan.1,3

Prognosa

Secara umum, pasien dengan rhinitis alergi tanpa komplikasi yang respon dengan
pengobatan memiliki prognosis baik. prognosis sulit diprediksi pada anak-anak dengan penyakit
sinusitis dan telinga yang berulang. Prognosis yang terjadi dapat dipengaruhi banyak faktor
termasuk status kekebalan tubuh. Perjalanan penyakit rhinitis alergi dapat bertambah berat pada
usia dewasa muda dan tetap bertahan hingga dekade lima dan enam. Setelah masa tersebut,
gejala klinik akan jarang ditemukan karena meningkatnya sistem kekebalan tubuh.14

o Urtikaria
Prognosis urtikaria akut baik, karena penyebabnya dapat diketahui dengan mudah, untuk
selanjutnya dihindari. Urtikaria kronis merupakan tantangan bagi dokter maupun pasien,
karena membutuhkan penanganan yang komprehensif untuk mencari penyebab dan
menentukan jenis pengobatannya. Walaupun umumnya tidak mengancam jiwa, namun
dampaknya terhadap kualitas hidup pasien sangat besar. Urtikaria yang luas atau disertai
dengan angiodema merupakan kedaruratan dalam ilmu kesehatan kulit dan kelamin, sehingga
membutuhkan penanganan yang tepat untuk menurunkan mortalitas.3

MIND MAPPING

- Pilek terus-menerus An.T


- Hidung dan Mata terasa
gatal 10 tahun
- Bersin sepanjang hari
- Bentol – bentol gatal
dilengan dan tungaki Anamnesis

Anatomi Pemeriksaan Fisik

- Rinoskopi anterior
Histologi - Status dermatologis

Fisiologi

Diagnosis
Banding

Pemeriksaan
Penunjang

Diagnosis

Rinitis Alergi
dan Urtikaria

Definisi Epidemiologi Etiologi Patofisiolo Manifestasi Tata


gi Klinis Laksana

Komplikasi Edukasi
Learning Issues

TOPIK WHAT I KNOW WHAT I WHAT I DON’T KNOW HOW WILL I


HAVE TO LEARN
PROVE
Sistem - Anatomi, - Text Boook
Organosensori histologi,
fisiologi
Rinitis Alergi Makna klinis, - Etiologi, epidemiologi, Text Book
dan Urtikaria Etiologi pilek, patofisiologi, prognosis, WEB
Diagnosa komplikasi, tata laksana,
banding diagnose banding
keluhan, penyakit, hasil
Edukasi. pemeriksaan.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://repository.usu.ac.id

2. Dorland Newman. 2012. Kamus kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta:EGC


3. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W. Penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI: 2014
4. Soetjipto D., Wardani RS.2007. Hidung. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Jakarta : FK UI, hal : 118-122.
5. Ballenger JJ. 1994. Aplikasi Klinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal.
Dalam : Penyakit Telinga Hidung Telinga Tenggorok Kepala dan leher. Edisi ke-
13.Jakarta : Binarupa Aksara, hal :1-25.
6. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah: Irawati,
Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006
7. https://id.scribd.com/doc/186001464/Etiologi-Batu-Pilek
8. Wahlgren C.-F. Pathophysiology of itching in urticaria and atopic dermatitis Allergy
1992: 47: 65-75.
9. Adams, George l. 1997. Boeis : Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC
10. Munasir Z, Suyoko EMD. Reaksi Hipersensitivitas. Dalam: Buku Ajar Alergi dan
Imunologi Ana ked 2. Jakarta :Badan Penerbit IDAI. 2010.
11. Setiati, Siti.dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
12. Durham SR, 2006. Mechanism and Treatment of Allergic Rhinitis, In: Kerr AG, ed,Scott-
Browns Otolaryngogoly, Sixth Edition, Vol, 4, Butterworth-Heinemann, London: pp.
4/6/1-14
13. Habif. 1996. Urticaria. Dalam : Baxter. Clinical Dermatology. Edisi 3. USA : Mosby-
year Book Inc.
14. Suprihati. 2005. The Prevalence of Allergic Rhinitis and Its Relation to some Risk
Factors among 13-14 years old students in Semarang, Indonesia. In : Indonesian
Journal of Otorhinolaryngology, Head and neck Surgery, Vol. XXXV no. 1. Jakarta
15. http://eprints.undip.ac.id/31228/3/Bab_2.pdf

Anda mungkin juga menyukai