Anda di halaman 1dari 21

BAB 1.

PENDAHULUAN

Kemajuan ilmu pengetahuan teknologi moderen yang semakin pesat dan

canggih di zaman sekarang ini, tidak mampu menggeser ataupun

mengesampingkan begitu saja obat-obatan tradisional. Buktinya bahwa sampai

saat ini obat tradisional masih banyak digunakan oleh masyarakat luas secara

turun temurun. Penggunaan obat tradisional dianggap mempunyai manfaat yang

sangat besar bagi kesehatan dan mampu mengobati berbagai penyakit (Thomas,

1992) serta efek samping yang ditimbulkan relatif kecil dibandingkan dengan

pengobatan kimiawi (Mangan, 2009).

Indonesia sendiri memiliki kekayaan tumbuhan yang sangat luar biasa dan

merupakan sumber tanaman obat terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Dari

sekian banyak spesies yang ada lebih dari 40 jenis tanaman asli Indonesia

dipercaya mempunyai efek antikanker (Mangan, 2009).

Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel

jaringan tubuh yang tidak normal dan mengancam kesehatan sel yang masih

normal (Adi, 2007). Penyakit kanker dapat menyerang siapa saja dan dari

golongan mana saja, tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan, atau golongan.

Meskipun demikian, risiko kanker lebih besar saat orang telah berusia lebih dari

40 tahun (Dalimartha, 1999).

Salah satu tanaman yang digunakan masyarakat di daerah Padang Lalang,

Kecamatan STL Ulu Terawas, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan untuk

mengobati kanker adalah daun selasih (Ocimum basillicum), masyarakat

1
menggunakan tanaman selasih ini dengan cara meminum air rebusan daunnya.

Daun selasih selain dapat mengobati kanker, masyarakat juga menggunakanya

sebagai obat sariawan, nafas tidak sedap, meredakan migren, influenza bahkan

dalam dunia kecantikan daun selasih berkhasiat dalam menghitamkan rambut dan

mencegah kerontokan. Daun selasih (Ocimum basillicum) memiliki kandungan

asam kafeat, p-asam kumarat, miresin, rutin, kuersetin (Anonim, 2012). Terdapat

juga eugenol, metil eugenol, ocimene, alfa pinene, encalyptole, linalool, geraniol,

methylchavicol, methylcinnamate, anetol, dan camphor (Kardinan, 2005).

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui

aktivitas sitotoksik dari ekstrak etanol daun selasih (Ocimum basillicum) dengan

metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui aktivitas sitotoksikdaun selasih menggunakan metode Brine Shrimp

Lethality Test (BSLT)..

2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Daun Selasih (Ocimum basillicum)

Gambar 1. Daun Selasih (Ocimum basillicum)(Kurniawan, 2013)

2.1.2 Klasifikasi dan Morfologi

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Lamiales

Famili : Lamiacaea

Genus : Ocimum

Spesies : Ocimum basillicum (Ong, 2008)

Tanaman selasih (Ocimum basillicum) diduga berasal dari India, kemudian

masuk ke Eropa pada abad ke-16 dan sekarang sudah menyebar hampir keseluruh

dunia termasuk Indonesia.Selain Ocimum basillicum, di Indonesia sendiri terdapat

3
beragam jenis selasih diantaranya O.gratissimum,O. canum, O. sanctum,

O.minimum dilihat dari habitus, bentuk dan warna batang, bentuk dan warna daun,

bentuk rangkaian dan warna bunga, serta bentuk dan warna biji (Hadipoentyanti,

et al., 2008). Tanaman ini bersifat polymorphis atau banyak bentuk sehingga

sering menyulitkan dalam bidang taksonomi. Selasih sering disamakan dengan

kemangi, namun sebenarnya kedua spesies ini berbeda meskipun dengan genus

yang sama yaitu Ocimum. Kemangi lebih dikenal sebagai tanaman sayuran yang

digunakan untuk lalapan dengan bau yang khas. Sementara selasih lebih banyak

dimanfaatkan sebagai obat tradisional (Kardinan, 2003).

Selasih merupakan tanaman tahunan yang tumbuh baik didaerah tropis dan

subtropis dengan ketinggian 1-1100 meter diatas permukaan laut. Ciri khas yang

dimiliki oleh tanaman selasih (Ocimum basillicum) ini adalah daunnya berwarna

hijau, berbentuk oval, jika diremas sedikit akan berbau mint. Bentuk batang

persegi empat tidak berkayu, dengan warna hijau hingga keunguan. Batang muda

berwarna hijau muda, unggu muda, atau ungu, tetapi setelah tua berwarna

kecokelatan. Mahkota bunga berwarna putih dan muncul dari ketiak daun

(Kardinan, 2005). Biji keras, warnanya cokelat tua, bila dimasukkan kedalam air

akan mengembang seperti selai. Bijinya mengandung planteose, asam lemak yaitu

asam palmitat, asam oleat, asam stearat, dan asam linoleat (Dalimartha, et al.,

2013).

Tanaman selasih (Ocimum basillicum) selain dipercaya masyarakat dalam

pengobatan kanker, daun selasih jenis ini banyak memiliki khasiat lain yaitu

meredakan migrain, mengobati sariawan, nafas tak sedap, mengobati penyakit

4
kulit seperti panu, hingga melancarkan ASI. Dibeberapa daerah selasih (Ocimum

basillicum) memiliki beragam nama seperti masyarakat sulawesi menyebut

Amping, selasih untuk Jawa dan Sumatera, serta nama-nama asing (Basil, Basilic

common, Basilico, Bush basil, Sweet basil) Wild basil (Inggris), dan Basilikon

(Yunani), dll (Anonim, 2012).

2.2. Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia adalah pemeriksaaan kimia secara kualitatif terhadap

senyawa-senyawa aktif biologis yang terdapat dalam simplisia tumbuhan.

Senyawa aktif tersebut adalah senyawa organik, sehingga pemeriksaan skrining

fitokimia ini ditujukan terhadap golongan senyawa-senyawa organik seperti

alkaloida, glikosida, terpenoida, fenol, dan tannin (Djamal, 2000).

Alkaloida berasal dari alkaloid like yaitu suatu senyawa yang bersifat alkali

atau basa. Alkaloid adalah suatu senyawa produk alamiah yang heterogen dalam

bentuk senyawa organik heterosiklik, bersifat basa, terdapat dalam tanaman

tertentu dalam jumlah relatif kecil dan mempunyai aktivitas biologis (Djamal,

2000).

Dalam bentuk bebas, alkaloida merupakan basa lemah yang sukar larut dalam

air tetapi mudah larut dalam pelarut organik. Senyawa golongan saponin adalah

senyawa glikosida, sifat khas saponin adalah apabila dikocok dengan air maka

saponin akan dapat menimbulkan busa.

Flavonoida dalam tumbuhan pada umumnya adalah pigmen-pigmen yang

tersebar luas dalam bentuk senyawa glikon dan aglikon. Flavonoida-flavonoida

yang terdapat dalam tumbuhan adalah flavon, iso-flavon, antosianin, leuko-

5
antosianin, auron dan kalkon. Sifat fisika dan kimia senyawa flavonoida antara

lain adalah larut dalam air sedangkan bentuk glikosida yang termetilasi larut

dalam eter (Djamal, 2000).

2.3. Ekstraksi

Metode yang dapat digunakan dalam proses ekstraksi antara lain maserasi,

perkolasi, dan sokletasi. Pemilihan ketiga metode tersebut disesuaikan dengan

kepentingan dalam memperoleh sari yang baik (Harborne, 1987).

Maserasi berasal dari kata macerase yangartinya merendam. Maserasi

merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana dengan cara merendam sampel

yang telah dipotong kecil-kecil menggunakan pelarut, selama proses perendaman

sesekali dilakukan pengocokan atau pengadukan pada suhu kamar. Lamanya

waktu maserasi berbeda-beda tergantung jumlah sampel atau jenis sampel

(Djamal, 2010).

Ekstraksi dikerjakan untuk sampel yang mengandung zat-zat yang berkhasiat

atau zat-zat lain untuk keperluan tertentu. Tujuan utama ekstraksi adalah

mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat

pengobatan dari zat-zat yang tidak berfaedah, agar lebih mudah dipergunakan

(kemudahan diabsorbsi, rasa, pemakaian, dan lain-lain) dan disimpan

dibandingkan simplisia asal, dan tujuan pengobatannya lebih terjamin (Djamal,

2010).

2.5. Kanker

Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan

tubuh yang tidak normal. Sel-sel kanker akan berkembang dengan cepat, tidak

6
terkendali, dan akan terus membelah diri. Selanjutnya, sel kanker akan menyusup

ke jaringan sekitarnya (invasif) dan terus menyebar melalui jaringan ikat, darah,

serta menyerang organ-organ penting dan syaraf tulang belakang (Cancerhelp,

2010).

Ada beberapa faktor yang diduga meningkatkan risiko terjadinya kanker :

1. Bahan kimia, tar pada rokok, dan bahan kimia industri.

2. Penyinaran (radiasi) yang berlebihan, terutamaradiasi sinar matahari,

sinar X (rontgen), gelombang elektromagnetik, dan radiasi berbahan

nuklir.

3. Beberapa virus tertentu, seperti Human Papiloma Virus(HPV) sebagai

penyebab kanker serviks atau kanker mulut rahim.

4. Pemberian hormon yang berlebihan seperti Pil KB(Mangan, 2009).

Menurut Yale Journal of Biology and Medicine tahun 2006, ada tiga tahapan

sel normal berubah menjadi sel ganas (kanker) :

1. Tahap prakarsa (initiation phase), tahap ini memiliki ciri-ciri terjadinya

perubahan gen dari sel normal menjadi sel kanker.

2. Tahap promosi (promotion phase), perkembangan tumor yang biasanya

dipicu oleh sel-sel abnormal yang berhasil hidup dan terus membelah

diri.

3. Tahap progresi (progression phase), tahapan ketika terjadi pertumbuhan

tak terkendalisel-sel abnormal tersebut sehingga ukuran tumor menjadi

7
sangat besar dan atau sel-sel kanker mulai menyebar kejaringan atau

organ lain (CancerHelp, 2010).

Secara garis besar kanker dibagi menjadi 4 jenis yaitu sebagai berikut :

1. Karsinoma, yakni kanker yang tumbuh dan berkembang di sel epitel.

2. Sarkoma, yakni kanker yang tumbuh dan berkembang di jaringan

penunjang, seperti jaringan penunjang payudara.

3. Leukimia, yakni kanker yang menyerang jaringan yang menghasilkan

darah.

4. Limpoma, yakni kanker yang menyerang jaringan limpa (Mangan, 2003).

Penyembuhan atau pengobatan kanker dilakukan dengan cara, yaitu :

pembedahan (operasi), penyinaran atau radioterapi sebagai pilihan lain dari cara

operasi, obat pembunuh sel-sel kanker (sitotastika atau kemoterapi) yang

dilakukan jika kanker telah menyebar luas dan bersifat responsif terhadap obat-

obatan kimia, sehingga sel kanker dapat menyerap obat dengan cepat, kemudian

mati. Peningkatan daya tahan tubuh (imunoterapi), pengobatan dengan hormon

yang dilakukan khusus bagi kanker yang hidupnya tergantung pada hormon

(hormon dependen) (Mangan, 2003).

Kanker dapat dikatakan sebagai penyakit gaya hidup karena dapat dicegah

dengan melakukan gaya hidup sehat dan menjauhi faktor-faktor resiko terserang

kanker.

Pencegahan kanker dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

8
1. Hindari makanan tinggi lemak, makanan instan yang mengandung bahan

pewarna dan bahan pengawet, serta makanlah makanan yang bergizi

seimbang.

2. Hindari hubungan seksual dengan bukan pasangan sendiri.

3. Hindari stress dan konflik yang berkepanjangan.

4. Hindari asap rokok atau berhenti merokok.

5. Hindari terkena sinar matahari berlebihan.

6. Periksa kesehatan secara berkala (Mangan, 2003).

2.6. Larva Udang (Artemia salina Leach)

2.6.1 Klasifikasi dan Morfologi

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Subkelas : Branchiopoda

Ordo : Anostraca

Familia : Artemiidae

Genus : Artemia

Spesies : Artemia salina Leach(Mahyudin, 2010).

Artemia salina atau dikenal sebagai Brine shrimp dari phylum Arthropoda,

hewan ini hidup sebagai zooplankton di perairan yang berkadar garam tinggi

antara 5-150 ppt. Suhu yang berkisar antara 25-30ºC, oksigen terlarut sekitar2-7

ppm, dan pH 7-8,4 (Harefa, 2003).

9
Siklus hidup artemia dimulai dari telur atau kista yang berbentuk butiran-

butiran halus.Apabila kista ini berada didalam air laut dengan tingkat salinitas 30-

35 ppt maka akan terjadi hidrasi. Setelah 24 jam kista akan menetas menjadi

embrio. Beberapa jam kemudian, embrio berkembang menjadi nauplius dan

mampu berenang bebas di dalam air. Individu yang baru ditetaskan ini dikenal

dengan instar. Instar ini akan berganti kulit sebanyak 15 kali. Selanjutnya artemia

berkembang menjadi individu dewasa dengan ukuran 10-20 mm. Siklus ini

membutuhkan waktu sekitar 7-10 hari (Harefa, 2003).

2.7. Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

Metode bioassay untuk menguji aktivitas antikanker ekstrak suatu tumbuhan

adalah Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dengan menggunakan hewan uji

Artemia salina Leach.Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu

metode untuk menguji bahan-bahan yang bersifat toksik dari bahan alam dan

digunakan sebagai suatu bioassay yang pertama untuk penelitian bahan alam.

Metode ini menggunakan larva Artemia salina Leach sebagai hewan uji. Uji

toksisitas dengan metode BSLT merupakan uji toksisitas akut dimana efek toksik

dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat, sederhana, murah dan mudah

dipercaya. Suatu ekstrak dinyatakan bersifat toksik menurut metode BSLT ini

jika memiliki LC50lebih kecil atau sama dengan 1000 µg/ml(Radji, 2008).

10
BAB 3. PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilakukan dari bulan Maret sampai Juli 2017 di

Laboratorium Farmakologi Akademi Farmasi Yayasan Imam Bonjol Bukittinggi

dan Laboratorium Kopertis Wilayah X Padang.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat yang digunakan lumpang dan stamfer, pipet tetes, tabung reaksi, rak

tabung reaksi, plat tetes, penjepit tabung reaksi, lampu spiritus, korek api, scall.

Pada proses maserasi digunakan alat pisau, papan landasan, timbangan, botol

gelap, corong, satu set alat rotary evaporator, timbangan analitik, vial, desikator.

Pada pengembangbiakan larva udang digunakan aquarium, aerator, dan lampu 5

watt.

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan antara lain , H2SO4 2N, pereaksi mayer, dragendrof

dan wagner, asam asetat anhidrat, HCl, FeCl3, serbuk Mg, amoniak, kloroform,

air, etanol destilasi, air laut, kapas, daun selasih segar, ekstrak daun selasih,

aluminium foil, Dimethyl Sulfoxida (DMSO).

3.3. Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva udang Artemia

salina Leach.

11
3.4. Cara Kerja

3.4.1 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan adalah daun selasih yang diambil dari Desa Padang

Lalang, Kecamatan STL Ulu Terawas, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan

sebanyak 0,5 kg sampel basah.

3.4.2. Proses Ekstraksi

1. Ekstraksi dilakukan dengan metoda maserasi dimana daun selasih yang

telah dirajang, dikeringkan kemudiandimasukkan kedalam botol maserasi

berwarna gelap, tambahkan pelarut sampai daun selasih terendam.

Perendaman dilakukan selama 3 hari dengan diaduk setiap hari untuk

mempercepat proses pelarutan komponen kimia yang terdapat dalam

sampel. Ekstraksi dilakukan berulang-ulang kali sehingga sampel

terekstraksi secara sempurna yang ditandai dengan pelarut pada sampel

berwarna bening.

2. Sampel yang direndam dengan pelarut tadi disaring dengan menggunakan

saringan kapas untuk mendapatkan maserat murni yang tidak ada

pengotornya. Kemudian ekstrak dipekatkan dengan menggunakan rotary

evaporator.

3.4.3. Uji Skrining Fitokimia

1. Alkaloid

Sebanyak 2 gram sampel dirajang halus, gerus dalam lumpang dengan

menambahkan sedikit pasir steril, tambahkan 10 ml kloroform dan 5

tetesamoniakgerus kembali. Larutan disaring kedalam tabung reaksi, dan

12
filtrat ditambahkan asam sulfat 2N sebanyak 10 tetes. Filtrat dikocok

dengan teratur kemudian dibiarkan beberapa lama sampai terbentuk dua

lapisan. Lapisan asam dipindahkan diatas plat tetes sebanyak 6 tetes. Tiga

tetes awal sebagai pembanding, sedangkan tiga tetes berikutnya masing-

masing ditetesi pereaksi mayer, dragendrof dan wagner. Adanya alkaloid

ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi mayer dan

wagner, perubahan warna merah untuk pereaksi dragendrof.

2. Steroid dan Terpenoid

Lapisan kloroform pada pengujian alkaloid disaring menggunakan norit,

lalu pindahkan kedalam tabung reaksi. Teteskan pada plat tetes dan

dibiarkan mengering. Setelah mengering ditambahkan asam asetat

anhidratdan asam sulfat pekat. Terbentuk warna merah menunjukkan

positif terpenoid, sedangkan warna biru menunjukkan positif steroid.

3. Flavonoid

Sebanyak 2 gram sampel yang telah dirajang masukkan kedalam tabung

reaksi, lalu tambahkan 5 ml etanol dan dipanaskan selama lima menit.

Teteskan pada plat tetes sebanyak 2 tetes, tetes pertama ditambah beberapa

tetes HCl pekat dan 0,2 gram serbuk Mg. Hasil positif ditunjukkan dengan

timbulnya warna merah tua dalam waktu 3 menit. Sedangkan tetes kedua

untuk pemeriksaan fenolik dengan menambahkan FeCl3. Dimana warna

biru atau biru ungu memberikan indikasi positif fenolik.

13
4. Saponin

Pemeriksaan saponin dapat dilakukan dengan larutan sisapemanasan yang

dimasukkan ke tabung reaksi dan dikocok beberapa saat dan bila terbentuk

busa permanen lebih kurang 5 menit, maka positif mengandung saponin.

3.4.4. Susut Pengeringan

Untuk susut pengeringan, timbang scall kosong lalu masukkan ekstrak

sebanyak 1 gram dan timbang kembali, kemudian panaskan selama 30 menit

pada suhu 105ºC, lalu masukkan ke dalam desikator lalu timbang scall dan ulangi

sampai didapatkan berat yang konstan.

3.4.5. Uji Sitotoksik

1. Siapkan wadah untuk penetasan telur udang. Wadah yang digunakan

dibagi menjadi dua bagian, bagian gelap dan terang kemudian dimasukkan

air laut. Satu ruang dalam wadah tersebut diberi penerangan dengan

cahaya lampu untuk membantu proses penetasan, sedangkan ruangan

sebelahnya ditutup dengan aluminium atau lakban hitam. Lalu telur

Artemia salina Leach direndam pada bagian yang gelap, dan biarkan

selama 24 jam.

2. Pembuatan Larutan Uji

a. Semua vial yang akan digunakan dibersihkan dan dikalibrasi 10 ml.

b. Buat larutan induk dengan konsentrasi 100.000 ppm sebanyak 10 ml

dengan cara menimbang ekstrak sebanyak 1 gram kemudian dilarutkan

dengan etanol destilasi ad 10 ml.

14
c. Pembuatan larutan uji 10.000 ppm, dipipet1 ml dari larutan induk dan

diencerkan dengan menambahkan etanol destilasi ad 10 ml. Kemudian

pipet 1 mltiap vial sebanyak 3 vial.

d. Pembuatan larutan uji 1.000 ppm, dipipet 1 ml dari larutan uji 10.000

ppm dan tambahkan etanol destilasi ad 10 ml. Kemudian pipet masing-

masing 1 ml sebanyak 3 vial.

e. Pembuatan larutan uji 100 ppm, dipipet 1 ml dari larutan uji 1.000 ppm

dan tambahkan etanol destilasi ad 10 ml. Kemudian pipet 1 ml tiap vial

sebanyak 3 vial.

f. Sediakan 1 vial kontrol, lalu masukkan 1 ml etanol destilasi.

g. Setelah itu semua vial uji dan kontrol dimasukkan kedalam oven

dengan suhu 60oC selama ± 2 jam.

h. Tambahkan 2 tetes Dymethilsulfoksida kedalam vial uji dan kontrol

untuk menambahkan kelarutan ekstrak.

i. Air laut ditambahkan sebanyak 4 ml dan masukkan 10 ekor larva

udang Artemia salina Leach yang berumur 24 jam kedalam vial dan

tambahkan air laut ad 10 ml.

j. Amati jumlah larva udang Artemia salina Leach yang mati tiap vial.

Dengan kriteria standar untuk menilai kematian larva udang bila tidak

terjadi pergerakan selama beberapa detik observasi.

k. Hitung nilai LC50.

15
3.4.6. Pengolahan Data

Perhitungan LC50 dihitung dengan jumlah hewan yang mati dibandingkan

dengan jumlah total larva uji. Rumus yang digunakan adalah rumus perhitungan

LC50 Farmakope Indonesia edisi III, yaitu :

m = a-b (Σpi-0,5).

Dimana :

m = log LC50

a =logaritma dosis terendah masih menyebabkan kematian 100 %

hewan percobaan

b = beda log dosis

pi = (rata-rata hewan mati/jumlah larva awal)

16
BAB 4. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

4.1 Anggaran Biaya


Ringkasan Anggaran Biaya Penelitian Dosen Muda yang Diajukan
No Jenis Pengeluaran Biaya yang Diusulkan (Rp)

1 Honor Rp. 900.000,-

2 Bahan habis pakai Rp. 1.465.000,-

3 Perjalanan Rp. 1.050.000,-

4 Peralatan penunjang Rp. 1.900.000,-

Jumlah Rp. 5.315.000,-

1. Honor
No Bahan Jumlah Harga Satuan Total
1 Honorium pelaksana 1 700.000 700.000
2 Honorium laboran 2 100.000 200.000
Jumlah 900.000

2. Bahan Habis Pakai


No Bahan Jumlah Harga Satuan Total
1 Etanol 10 45.000 450.000
2 Kapas 1 10.000 10.000
3 Tissue 2 10.000 20.000
4 Aerator 1 30.000 30.000
5 Lampu 5 watt 1 5.000 5.000
6 Kertas A4 3 50.000 150.000
7 Publikasi 1 300.000 300.000
8 Pulsa 5 100.000 500.000
Jumlah 1.465.000

17
3. Perjalanan
No Bahan Total
1 Transpor Pengambilan sampel 200.000
2 Transpor Identifikasi tanaman 200.000
3 Transpor mengambil air laut 100.000
4 Transpor ke laboratorium kopertis (2x bolak balik) 300.000
5 Transpor mengurus jurnal publikasi plus konsumsi 250.000
Jumlah 1.050.000

4. Peralatan Penunjang
No Bahan Total
1 Biaya masuk laboratorium akfar ib dan kopertis 400.000
2 Pipet Mikro 1.500.000
Jumlah 1.900.000

18
4.2 Jadwal Penelitian
Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Penelitian direncanakan akan dilaksanakan selama 4 bulan dengan rincian sebagai
berikut :
No Jenis kegiatan Bulan

1 2 3 4

1 Pembuatan proposal

2 Pengambilan sampel

3 Maserasi sampel

4 Pengentalan ekstrak

5 Penyiapan alat dan


bahan untuk uji
sitotoksik
6 Uji sitotoksik
7 Pengolahan data dan
pembuatan naskah
hasil riset

19
DAFTAR PUSTAKA

Adi, L. T., 2007, Sehat Berdasarkan Golongan Darah, Agromedia Pustaka,


Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi 3, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim,2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan 1,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 2012, Herbal Indonesia Berkhasiat, Trubus Swadaya, Depok.
Thomas, 1992, Tanaman Obat Tradisional, Kanisius, Yogyakarta.
CancerHelp, T., 2010, Stop Kanker, Agromedia Pustaka, Jakarta.
Dalimartha, S., 1999, Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Kanker, Penebar
Swadaya, Jakarta.
Dalimartha, Setiawan dan Felix Adrian, 2013, Fakta Ilmiah Buah Sayur, Penebar
Plus, Jakarta.
Djamal, R., 2000, Tetumbuh sebagai Sumber Bahan Obat, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan pusat Penelitian Universitas Andalas,
Padang.
Djamal, R., 2010, Kimia Bahan Alam : Prinsip-Prinsip Dasar Isolasi dan
Identifikasi, Universitas Baiturrahman, padang.
Hadipoentyanti, Endang dan Sri Wahyuni, 2008, Keragaman selasih (Ocimum
Spp.) Berdasarkan Karakter Morfologi, Produksi Dan Mutu Herba, Jurnal
Littri14(4),Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor.
Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Mengekstraksi
Tumbuhan, Edisi II, Penerbit ITB, Bandung.
Harefa, F., 2003, Pembudidayaan Artemia untuk Pakan Udang dan Ikan, Penebar
Swadaya, Jakarta.
Kardinan, 2003, Selasih : Tanaman Keramat Multi Manfaat, Agromedia Pustaka,
Jakarta.
Kardinan, A., 2005, Tanaman Penghasil Minyak Atsiri, Agromedia Pustaka,
Jakarta.
Kurniawan, P., 2013, Selasih Si Mungil Pereda Stress.
http://www.tabloidcempaka.com, diakses pada tanggal 17 Desember
2015.

20
Mahyudin, K., 2010, Panduan Lengkap Agribisnis Patin, Penebar Swadaya,
Jakarta.
Mangan, Y., 2003, Cara Bijak Menaklukan Kanker, Agromedia Pustaka, Jakarta.
Mangan, Y., 2009, Solusi Sehat Mencegah Dan Mengatasi Kanker, Agromedia
Pustaka, Jakarta.
Ong, H.C., 2008, Rempah-ratus : Khasiat Makanan & Ubatan, Sdn Bhd, Kuala
Lumpur.
Radji, M., 2008, Analisis Hayati Edisi 3, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai