Anda di halaman 1dari 36

SALINAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

NOMOR 5745/B.B1.3/HK/2019

TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PENYALURAN TUNJANGAN PROFESI DAN TUNJANGAN
KHUSUS GURU BUKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


DIREKTUR JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN,

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12A, Pasal


13 ayat (1), dan Pasal 15 ayat (8) Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2016
tentang Pedoman Umum Penyaluran Bantuan Pemerintah
di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8
Tahun 2019 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun
2016 tentang Pedoman Umum Penyaluran Bantuan
Pemerintah di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan;
b. bahwa untuk penyaluran tunjangan profesi dan
tunjangan khusus guru bukan pegawai negeri sipil
berjalan secara tertib, efisien, efektif, ekonomis,
transparan, akuntabel, kepatutan, dan bermanfaat,
diperlukan petunjuk teknis;
c. bahwa Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian
Pendidikan dan Kebudayan Nomor 10 Tahun 2018
tentang Petunjuk Teknis Penyaluran Tunjangan Profesi
-2-

dan Tunjangan Khusus Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil


sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan
hukum terkait dengan kriteria dan tahapan penyaluran
tunjangan profesi dan tunjangan khusus guru bukan
pegawai negeri sipil sehingga perlu diganti;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Guru dan
Tenaga Kependidikan tentang Petunjuk Teknis
Penyaluran Tunjangan Profesi dan Tunjangan Khusus
Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan


Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4586);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang
Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4941) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 tentang
Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008
tentang Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6058);
-3-

4. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2009 tentang


Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus
Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5016);
5. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 13
Tahun 2015 tentang Kriteria Daerah Khusus Dalam
Rangka Pemberian Tunjangan Khusus Bagi Guru yang
Bertugas di Daerah Khusus (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 794);
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015
tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan
Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1340)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 173/PMK.05/2016 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
168/PMK.05/2015 tentang Mekanisme Pelaksanaan
Anggaran Bantuan Pemerintah pada Kementerian
Negara/Lembaga (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 1745);
7. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6
Tahun 2016 tentang Pedoman Umum Penyaluran
Bantuan Pemerintah di Lingkungan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 331) sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2019
tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2016
tentang Pedoman Umum Penyaluran Bantuan Pemerintah
di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor
207);
-4-

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL GURU DAN TENAGA
KEPENDIDIKAN TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYALURAN
TUNJANGAN PROFESI DAN TUNJANGAN KHUSUS GURU
BUKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL.

Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Guru bukan Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya
disingkat Guru Bukan PNS adalah pendidik yang bukan
berstatus sebagai pegawai negeri sipil dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2. Tunjangan Profesi adalah tunjangan yang diberikan
kepada Guru Bukan PNS yang memiliki sertifikat
pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya.
3. Tunjangan Khusus adalah tunjangan yang diberikan
kepada Guru Bukan PNS sebagai kompensasi atas
kesulitan hidup yang dihadapi dalam melaksanakan
tugas di daerah khusus.
4. Daerah Khusus adalah daerah yang terpencil atau
terbelakang, daerah dengan kondisi masyarakat adat
yang terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain,
daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial,
atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain
dan/atau pulau-pulau kecil terluar.
5. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
6. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
-5-

7. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan yang


selanjutnya disingkat Direktorat Jenderal adalah
Direktorat Jenderal yang menangani bidang guru dan
tenaga kependidikan yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Menteri.
8. Kementerian adalah kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.
9. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,
dan Transmigrasi yang selanjutnya disingkat Kemendes
PDTT adalah Kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pembangunan desa dan
kawasan perdesaan, pemberdayaan masyarakat desa,
percepatan pembangunan daerah tertinggal, dan
transmigrasi.

Pasal 2
(1) Petunjuk teknis penyaluran Tunjangan Profesi dan
Tunjangan Khusus Guru Bukan PNS merupakan
pedoman bagi Kementerian dan Pemerintah Daerah
dalam memberikan Tunjangan Profesi dan Tunjangan
Khusus kepada Guru Bukan PNS.
(2) Guru Bukan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi:
a. guru;
b. guru yang diberi tugas sebagai kepala satuan
pendidikan; dan
c. guru yang diberi tugas tambahan.

Pasal 3
Penyaluran Tunjangan Profesi dan Tunjangan Khusus kepada
Guru Bukan PNS dilaksanakan dengan prinsip:
a. efisien;
b. efektif;
c. transparan;
-6-

d. akuntabel; dan
e. manfaat.

Pasal 4
(1) Guru Bukan PNS yang menerima Tunjangan Profesi
dan/atau Tunjangan Khusus harus memenuhi kriteria
penerima Tunjangan Profesi dan/atau Tunjangan
Khusus.
(2) Penyaluran Tunjangan Profesi dan/atau Tunjangan
Khusus bagi Guru Bukan PNS dilakukan oleh Direktorat
Jenderal melalui direktorat teknis terkait di lingkungan
Direktorat Jenderal.
(3) Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan sesuai dengan mekanisme pembayaran
Tunjangan Profesi dan Tunjangan Khusus bagi Guru
Bukan PNS.

Pasal 5
(1) Tunjangan Profesi dan Tunjangan Khusus kepada Guru
Bukan PNS diberikan dalam bentuk uang melalui
rekening bank penerima tunjangan.
(2) Besaran Tunjangan Profesi dan Tunjangan Khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 6
Direktorat teknis terkait di lingkungan Direktorat Jenderal
dapat melakukan pembayaran Tunjangan Profesi kurang bayar
(carry over) pada tahun sebelumnya dengan persyaratan
sebagai berikut:

a. telah diterbitkannya surat keputusan penerima Tunjangan


Profesi reguler pada tahun sebelumnya; dan
b. telah diterbitkannya surat keputusan penerima Tunjangan
Profesi kurang bayar pada tahun berkenaan untuk
membayar kekurangan Tunjangan Profesi sebagaimana
dimaksud pada huruf a yang didasarkan pada usulan
-7-

kurang bayar melalui aplikasi Sistem Informasi Manajemen


Pembayaran Tunjangan.

Pasal 7
(1) Tunjangan Khusus diberikan kepada Guru Bukan PNS
yang melaksanakan tugas di Daerah Khusus.
(2) Daerah Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri berdasarkan pada data:
a. desa sangat tertinggal dari Kemendes PDTT;
dan/atau
b. Kementerian.
(3) Data dari Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b merupakan:
a. desa yang terkena bencana alam, bencana sosial,
atau daerah yang berada dalam keadaan darurat
lain berdasarkan data dari kementerian/lembaga
yang berwenang; dan/atau
b. desa yang tidak ditetapkan sebagai desa sangat
tertinggal oleh Kemendes PDTT namun memiliki
kondisi sebagai berikut:
1) akses transportasi sulit dijangkau dan mahal
disebabkan oleh tidak tersedianya jalan raya,
tergantung pada jadwal tertentu, tergantung
pada cuaca;
2) hanya dapat diakses dengan jalan kaki atau
perahu kecil; dan/atau
3) memiliki hambatan dan tantangan alam yang
besar.
(4) Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
diusulkan oleh kepala daerah kepada Menteri untuk
dapat dipertimbangkan mendapat dana Tunjangan
Khusus.
(5) Usulan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) berisi nama desa dan data Guru Bukan PNS yang
bertugas di desa pada daerah tersebut.
-8-

(6) Menteri menetapkan desa sebagaimana dimaksud pada


ayat (5) sebagai Daerah Khusus berdasarkan hasil
verifikasi oleh Kementerian dan pertimbangan
ketersediaan anggaran bagi seluruh jumlah desa yang
ditetapkan oleh Menteri.
(7) Tunjangan Khusus bagi Guru Bukan PNS yang bertugas
pada desa sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
dibayarkan terhitung 1 (satu) bulan sejak surat
keputusan ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 8
(1) Alokasi Tunjangan Profesi dan Tunjangan Khusus
bagi Guru Bukan PNS ditetapkan setiap tahun
anggaran berkenaan.
(2) Alokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Dana untuk pembayaran Tunjangan Profesi dan
Tunjangan Khusus bagi Guru Bukan PNS bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun
berkenaan melalui Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran masing-masing direktorat teknis terkait di
lingkungan Direktorat Jenderal.

Pasal 9
Direktorat teknis terkait di lingkungan Direktorat Jenderal
melakukan monitoring dan evaluasi penyaluran Tunjangan
Profesi dan Tunjangan Khusus bagi Guru Bukan PNS.

Pasal 10
(1) Direktorat teknis terkait di lingkungan Direktorat
Jenderal menyusun laporan penyaluran Tunjangan
Profesi dan Tunjangan Khusus bagi Guru Bukan PNS
sesuai dengan kewenangannya.
(2) Laporan penyaluran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan laporan realisasi pembayaran
-9-

Tunjangan Profesi dan Tunjangan Khusus Guru


Bukan PNS setiap 1 (satu) semester.
(3) Laporan realisasi pembayaran Tunjangan Profesi dan
Tunjangan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) disampaikan dalam bentuk dokumen fisik
(hardcopy) dan dokumen elektronik (softcopy) melalui
aplikasi Sistem Informasi Manajemen Pembayaran
yang disediakan oleh Direktorat Jenderal serta
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Laporan penyaluran Tunjangan Profesi dan
Tunjangan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) disampaikan paling lambat bulan Januari tahun
berikutnya kepada Direktur Jenderal yang
menangani bidang guru dan tenaga kependidikan.

Pasal 11
(1) Guru Bukan PNS yang terbukti menerima Tunjangan
Profesi dan/atau Tunjangan Khusus tidak sesuai
dengan Peraturan Direktur Jenderal ini, wajib
mengembalikan tunjangan yang telah diterimanya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Pengembalian Tunjangan Profesi dan/atau
Tunjangan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terhitung secara kumulatif sejak terjadi
ketidaksesuaian bukti administrasi, data, dan/atau
fakta dan dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai petunjuk teknis
penyaluran Tunjangan Profesi dan Tunjangan Khusus
tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal ini.
-10-

Pasal 13
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku,
Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis
Penyaluran Tunjangan Profesi dan Tunjangan Khusus Guru
Bukan Pegawai Negeri Sipil, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

Pasal 14
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan dan mempunyai daya berlaku surut sejak tanggal 2
Januari 2019.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Agustus 2019

DIREKTUR JENDERAL GURU DAN TENAGA


KEPENDIDIKAN,

TTD

SUPRIANO
NIP. 196208161991031001

Salinan sesuai dengan aslinya


Kepala Bagian Hukum, Tata Laksana, dan Kepegawaian,
Sekretariat Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

TTD

Temu Ismail
NIP. 197003072002121001
SALINAN
LAMPIRAN I
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL GURU DAN
TENAGA KEPENDIDIKAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
NOMOR 5745/B.B1.3/HK/2019
TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYALURAN
TUNJANGAN PROFESI DAN TUNJANGAN KHUSUS
GURU BUKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PETUNJUK TEKNIS PENYALURAN TUNJANGAN PROFESI


BAGI GURU BUKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

A. Tujuan
Penyaluran Tunjangan Profesi bertujuan untuk:
1. Memberi penghargaan kepada Guru Bukan PNS sebagai tenaga
profesional dalam melaksanakan sistem pendidikan nasional
dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab;
2. Mengangkat martabat Guru Bukan PNS, meningkatkan
kompetensi guru bukan PNS, memajukan profesi Guru Bukan
PNS, meningkatkan mutu pembelajaran, dan meningkatkan
pelayanan pendidikan yang bermutu; dan
3. membiayai pelaksanaan kegiatan pengembangan keprofesian
berkelanjutan yang mendukung pelaksanaan tugas sebagai
Guru Bukan PNS profesional.

B. Ketentuan Mengenai Awal Pemberian Tunjangan Profesi


1. Guru Bukan PNS yang baru memperoleh sertifikat pendidik
akan mendapatkan Tunjangan Profesi pada tahun berikutnya.
2. Guru Bukan PNS yang baru memperoleh Surat Keputusan (SK)
Inpassing atau Penyetaraan pangkat dan jabatan pada tahun
-2-

berkenaan akan mendapatkan Tunjangan Profesi sesuai


dengan penyetaraan pada tahun berikutnya.

C. Kriteria Penerima Tunjangan Profesi


Kriteria Guru Bukan PNS penerima Tunjangan Profesi sebagai
berikut:
1. Berstatus sebagai guru tetap yayasan di satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat atau Guru Bukan PNS
di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah
Daerah yang tercatat pada Data Pokok Pendidikan (Dapodik);
2. Bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Daerah/masyarakat dibuktikan dengan SK
Pengangkatan oleh pejabat pembina kepegawaian atau
penyelenggara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat sesuai dengan kewenangannya, kecuali bagi:
a. guru pendidikan agama. Tunjangan Profesi guru agama
dibayarkan oleh Kementerian Agama; dan
b. guru yang bertugas di satuan pendidikan kerjasama.
3. Aktif mengajar sebagai guru mata pelajaran/guru kelas atau
aktif membimbing sebagai guru bimbingan konseling/guru
teknologi informatika dan komunikasi, pada satuan
pendidikan yang sesuai dengan peruntukan sertifikat pendidik
yang dimiliki;
4. Memiliki satu atau lebih sertifikat pendidik;
5. Memiliki Nomor Registrasi Guru (NRG) yang diterbitkan oleh
Kementerian;
6. Memenuhi beban kerja guru sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
7. Memiliki nilai hasil penilaian kinerja paling rendah dengan
sebutan “Baik”;
8. Mengajar di kelas sesuai rasio guru dan siswa sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
9. Tidak terikat sebagai tenaga tetap pada lembaga atau satuan
pendidikan lain.
-3-

D. Pengecualian Kriteria Penerima Tunjangan Profesi


Ketentuan kriteria pemenuhan beban kerja Guru Bukan PNS
sebagaimana dimaksud pada huruf C angka 6 tidak berlaku bagi
Guru Bukan PNS dengan ketentuan sebagai berikut.
1. Guru bukan PNS yang mengikuti program Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dengan pola Pendidikan dan
Pelatihan (Diklat) dengan ketentuan Diklat di dalam/luar
negeri dilaksanakan paling banyak 600 (enam ratus) jam atau
selama 3 (tiga) bulan dan mendapat izin/persetujuan dari
dinas pendidikan setempat/penyelenggara satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan
menyediakan guru pengganti yang relevan;
2. Guru bukan PNS yang mengikuti program pertukaran Guru
bukan PNS dan/atau kemitraan, serta mendapat
izin/persetujuan dari dinas pendidikan
setempat/penyelenggara satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat dengan menyediakan guru
pengganti yang relevan; dan/atau
3. Guru yang bertugas di Daerah Khusus.

E. Besaran Tunjangan Profesi


1. Besaran Tunjangan Profesi bagi Guru Bukan PNS adalah
sebagai berikut:
a. bagi yang telah memiliki SK inpassing atau penyetaraan
diberikan setara gaji pokok PNS sesuai dengan yang
tertera pada SK inpassing atau penyetaraan; atau
b. bagi yang belum memiliki SK inpassing atau penyetaraan
diberikan sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus
ribu rupiah) setiap bulan.
2. Besaran Tunjangan Profesi sebagaimana dimaksud pada
angka 1 dikenakan pajak penghasilan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
-4-

F. Tahapan Penyaluran Tunjangan Profesi


1. Pemutakhiran data pada Dapodik
a. Guru Bukan PNS didampingi operator sekolah menginput
dan/atau memperbarui data Guru Bukan PNS dengan
benar melalui aplikasi Dapodik, terutama data sekolah
induk, beban kerja, golongan ruang (bagi Guru Bukan PNS
yang sudah disetarakan), masa kerja, NUPTK, tanggal lahir,
dan status kepegawaian (PNS/bukan PNS).
b. Penginputan dan/atau pembaruan data sebagaimana
dimaksud pada huruf a dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) mulai bulan Januari sampai dengan bulan Maret
tahun berkenaan untuk pembayaran Tunjangan
Profesi semester I tahun berkenaan; dan
2) mulai bulan Juli sampai dengan bulan September
tahun berkenaan untuk pembayaran Tunjangan
Profesi semester II tahun berkenaan.
c. Kebenaran data yang telah diinput dan/atau diperbarui
sebagaimana dimaksud pada huruf a menjadi tanggung
jawab Guru Bukan PNS yang bersangkutan.
d. Guru Bukan PNS dan dinas pendidikan sesuai dengan
kewenangannya dapat mengakses data Guru Bukan PNS
secara daring (online) pada info Guru dan Tenaga
Kependidikan (info GTK) yang dapat diakses melalui
(website) dan dan aplikasi telepon cerdas (smartphone).
e. Apabila data yang ditampilkan pada info GTK masih
terdapat kesalahan, maka Guru Bukan PNS dapat
memperbaiki melalui Dapodik sebelum SKTP yang
bersangkutan terbit.
2. Sinkronisasi data pada Dapodik
Informasi pada info GTK telah dinyatakan kebenarannya dalam
Surat Pertanggungjawaban Mutlak (SPTJM) yang telah disetujui
oleh kepala sekolah pada saat sinkronisasi Dapodik.
3. Verifikasi dan Validasi Data
a. Guru Bukan PNS wajib menyerahkan bukti cetak/print out
info GTK sudah tertulis “status validitas data Tunjangan
Profesi VALID” pada bagian atas laman info GTK dan telah
-5-

ditandatangani Guru Bukan PNS yang bersangkutan


kepada Dinas Pendidikan sesuai dengan kewenangannya.
b. Dalam hal Dinas Pendidikan sudah mengetahui bahwa
data guru sudah ”VALID” sebagaimana dimaksud pada
huruf a, Dinas Pendidikan dapat langsung melakukan
verifikasi dan validasi data.
c. Dinas pendidikan sesuai dengan kewenangannya
melakukan verifikasi dan validasi data pada bulan Maret
untuk penerbitan SKTP Semester I dan bulan September
untuk penerbitan SKTP Semester II.
d. Direktorat teknis terkait di lingkungan Direktorat Jenderal
memastikan nominal gaji pokok Guru Bukan PNS pada
Sistem Informasi Manajemen Tunjangan (SIM-Tun) sudah
sesuai dengan data inpassing atau penyetaraan pada Biro
Sumber Daya Manusia Kementerian.
4. Pengusulan data Guru Bukan PNS yang berhak mendapatkan
Tunjangan Profesi
Dinas pendidikan sesuai dengan kewenangannya mengusulkan
data Guru Bukan PNS yang berhak mendapatkan Tunjangan
Profesi melalui SIM-Tun apabila info GTK Guru Bukan PNS
bersangkutan telah valid.
5. Penerbitan dan Penyampaian Surat Keputusan Penerima
Tunjangan Profesi (SKTP)
Sumber data yang digunakan sebagai dasar penerbitan SKTP
adalah Dapodik terkini.
a. SKTP ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
dan disahkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran
berdasarkan usulan dari dinas pendidikan sesuai dengan
kewenangannya setelah dilakukannya proses verifikasi
dan validasi sebagaimana dimaksud pada angka 2.
b. SKTP diterbitkan sebanyak 2 (dua) tahap dalam satu
tahun dengan ketentuan sebagai berikut.
1) SKTP Tahap 1 (satu) terbit dimulai pada bulan
Maret pada tahun berkenaan, berlaku untuk
pembayaran Tunjangan Profesi semester I pada
bulan Januari sampai dengan bulan Juni (6 bulan)
tahun berkenaan; dan
-6-

2) Sedangkan SKTP tahap 2 (dua) terbit dimulai pada


bulan September pada tahun berkenaan, berlaku
untuk pembayaran Tunjangan Profesi semester II
pada bulan Juli sampai dengan bulan Desember (6
bulan) tahun berkenaan.
c. SKTP dapat diunduh oleh Dinas Pendidikan sesuai
dengan kewenangannya melalui aplikasi SIM-Tun.
6. Pembayaran Tunjangan Profesi
a. PPK pada Subdirektorat terkait di masing-masing
direktorat teknis terkait di lingkungan Direktorat Jenderal
menerbitkan Surat Perintah Pembayaran Langsung (SPP
LS).
b. PPK pada Subdirektorat terkait di masing-masing
direktorat teknis terkait di lingkungan Direktorat Jenderal
menyampaikan SPP LS kepada Pejabat Penandatangan
Surat Perintah Membayar (PPSPM) untuk diterbitkan
Surat Perintah Membayar (SPM).
c. Daftar usulan penerima Tunjangan Profesi yang
merupakan lampiran SPM dibuat dengan menggunakan
data dari Sistem Informasi Manajemen Pembayaran (SIM-
Bar) yang disediakan oleh Direktorat Jenderal.
d. SPM diajukan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara (KPPN) Jakarta III yang akan digunakan sebagai
dasar penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)
yang selanjutnya Tunjangan Profesi disalurkan ke
rekening penerima Tunjangan Profesi.
7. Pelaporan penyaluran Tunjangan Profesi
Direktorat teknis terkait di lingkungan Direktorat Jenderal
melaporkan penyaluran Tunjangan Profesi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
-7-

Proses pelaksanaan penyaluran Tunjangan Profesi Guru Bukan PNS


sebagaimana bagan berikut:

Gambar 1 Proses Penyaluran Tunjangan Profesi bagi Guru Bukan PNS


-8-

8. Kekurangan bayar akibat perbaikan data


inpassing/penyetaraan
a. Apabila ada kekurangan bayar akibat perbaikan data
inpassing/penyetaraan setelah terbitnya SKTP pada
semester I, direktorat teknis terkait di lingkungan
Direktorat Jenderal melakukan pembayaran kekurangan
bayar pada tahun berkenaan setelah Guru Bukan PNS
melakukan proses perbaikan data inpassing/penyetaraan,
dan pembayaran Terhitung Mulai Tanggal (TMT) gaji
berkala, sehingga nilai hak bayar pada SIM-Bar sesuai
dengan SK inpassing/penyetaraan (proses reload).
b. Apabila ada kekurangan bayar akibat perbaikan data
inpassing/penyetaraan setelah terbitnya SKTP pada
semester II, direktorat teknis terkait di lingkungan
Direktorat Jenderal melakukan pembayaran kekurangan
bayar dimaksud pada tahun berkenaan, setelah Guru
Bukan PNS melakukan proses perbaikan data
inpassing/penyetaraan, dan pembayaran Terhitung Mulai
Tanggal (TMT) gaji berkala, sehingga nilai hak bayar pada
SIM-Bar sesuai dengan SK inpassing/penyetaraan (proses
reload).
Dengan demikian nominal jumlah uang pada SKTP dibaca
sebagaimana nominal yang tertera pada SK
inpassing/penyetaraan setelah proses perbaikan data
inpassing/penyetaraan, sehingga nilai hak bayar di aplikasi
SIM-Bar sesuai dengan jumlah nominal terakhir yang ada pada
Surat Keputusan inpassing/penyetaraan.
9. Pembayaran Tunjangan Profesi Lebih Bayar
a. Apabila Guru Bukan PNS menerima kelebihan
pembayaran Tunjangan Profesi pada semester I tahun
berkenaan, maka nominal Tunjangan Profesi yang
diterima oleh Guru Bukan PNS yang bersangkutan dapat
disesuaikan pada semester II dalam tahun berkenaan
atau mengembalikan kelebihan Tunjangan Profesi yang
telah diterimanya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
-9-

b. Apabila Guru Bukan PNS menerima kelebihan


pembayaran Tunjangan Profesi pada semester II tahun
berkenaan, maka nominal Tunjangan Profesi yang
diterima oleh Guru Bukan PNS yang bersangkutan dapat
disesuaikan pada semester I pada tahun berikutnya.
Namun, bagi Guru Bukan PNS yang tidak memenuhi
kriteria penerima Tunjangan Profesi pada semester I
tahun berikutnya, maka Guru Bukan PNS tersebut harus
mengembalikan dengan ketentuan sebagai berikut.
1) Guru Bukan PNS yang bersangkutan
menyampaikan informasi kepada direktorat teknis
terkait di lingkungan Direktorat Jenderal besaran
nominal pembatalan pembayaran Tunjangan
Profesi.
2) Direktorat teknis terkait membuat kode billing
atau surat setoran melalui aplikasi Sistem
Informasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Online
(SIMPONI).
3) Berdasarkan kode billing sebagaimana dimaksud
pada angka 2, Guru Bukan PNS yang
bersangkutan melakukan pengembalian melalui
pos atau bank dengan batas waktu paling lambat
sesuai dengan jangka waktu yang tercantum
dalam kode billing.
4) Bukti setor pengembalian disampaikan kepada
direktorat teknis terkait di lingkungan Direktorat
Jenderal sehari setelah melakukan penyetoran.
10. Pembatalan dan Penghentian
a. Pembatalan Pembayaran
Tunjangan Profesi dapat dibatalkan pembayarannya
apabila:
1) data dan informasi yang digunakan untuk memenuhi
persyaratan melanggar hukum;
2) memperoleh sertifikat pendidik yang tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan;
dan
3) menerima lebih dari satu Tunjangan Profesi.
-10-

Dalam hal Guru Bukan PNS telah menerima Tunjangan


Profesi namun dibatalkan pembayarannya, wajib
mengembalikan ke kas negara dengan mekanisme sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Penghentian Pembayaran
Pemberian Tunjangan Profesi Guru Bukan PNS dihentikan
apabila:
1) meninggal dunia, maka penghentian pembayarannya
dilakukan pada bulan berikutnya;
2) mencapai batas usia pensiun, maka penghentian
pembayarannya dilakukan pada bulan berikutnya;
3) diangkat menjadi CPNS maka penghentian
pembayarannya dilakukan pada bulan berkenaan dan
pembayaran Tunjangan Profesi selanjutnya akan
dibayarkan oleh Pemerintah Daerah;
4) mengundurkan diri atas permintaan sendiri, maka
penghentian pembayarannya dilakukan pada bulan
berkenaan;
5) dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan telah
memiliki kekuatan hukum tetap, maka penghentian
pembayarannya dilakukan pada bulan berkenaan;
dan/atau
6) mendapat tugas belajar, maka penghentian
pembayarannya dilakukan pada bulan berkenaan;
Kondisi tersebut di atas dibuktikan dengan surat resmi
atau surat keterangan dari pihak yang berwenang. Kepala
sekolah wajib melaporkan kepada dinas pendidikan sesuai
dengan kewenangannya, apabila terjadi hal-hal
sebagaimana dimaksud pada angka 1) sampai dengan
angka 6) sebelum jatuh tempo pembayaran Tunjangan
Profesi.
11. Cuti Guru Bukan PNS
Guru Bukan PNS yang sedang cuti berhak untuk mendapatkan
Tunjangan Profesi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Cuti Tahunan:
Guru Bukan PNS mendapat liburan yang disamakan
dengan hak cuti tahunan PNS yaitu maksimal 12 (dua
-11-

belas) hari kerja pada libur akademik dalam 1 (satu) tahun


berdasarkan persetujuan dari pejabat pembina
kepegawaian atau penyelenggara satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan
kewenangannya.
b. Cuti Haji:
Guru Bukan PNS yang melaksanakan ibadah haji berhak
untuk mendapatkan cuti haji apabila yang bersangkutan
melaksanakan ibadah haji untuk pertama kalinya. Guru
Bukan PNS yang bersangkutan harus mengajukan
permintaan secara tertulis dan mendapat persetujuan dari
pejabat pembina kepegawaian atau penyelenggara satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai
dengan kewenangannya.
c. Cuti sakit:
Guru Bukan PNS yang sakit 1 (satu) hari sampai dengan
14 (empat belas) hari dalam 1 (satu) bulan berhak atas cuti
sakit, dengan ketentuan bahwa Guru Bukan PNS yang
bersangkutan harus mengajukan permintaan secara
tertulis dan mendapat persetujuan dari pejabat pembina
kepegawaian atau penyelenggara satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan
kewenangannya dengan melampirkan surat keterangan
dari dokter pemerintah.
Guru Bukan PNS yang menyalahgunakan cuti sakit
pejabat pembina kepegawaian dan/atau penyelenggara
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
sesuai dengan kewenangannya yang menyalahgunakan
pemberian cuti sakit akan diberi sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Cuti Ibadah Keagamaan:
Guru Bukan PNS dapat melaksanakan ibadah keagamaan
(misal umrah) pada saat cuti tahunan. Apabila tidak
memungkinkan melaksanakan ibadah keagamaan pada
saat cuti tahunan, Guru Bukan PNS dapat mengajukan
cuti ibadah keagamaan paling banyak 12 (dua belas) hari
dengan ketentuan bahwa Guru Bukan PNS yang
-12-

bersangkutan melaksanakan ibadah keagamaan untuk


pertama kalinya dan harus mengajukan permintaan secara
tertulis kepada pejabat pembina kepegawaian atau
penyelenggara satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh masyarakat. Pejabat pembina kepegawaian sesuai
dengan kewenangannya wajib memperhatikan
keberlangsungan proses kegiatan belajar mengajar dalam
memberikan cuti ibadah keagamaan.
e. Cuti Melahirkan
1) Guru Bukan PNS dapat mengajukan permintaan
secara tertulis dan mendapat persetujuan cuti
melahirkan anak pertama sampai dengan kelahiran
anak ketiga pada saat menjadi guru bukan PNS, dari
pejabat pembina kepegawaian atau penyelenggara
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat sesuai dengan kewenangannya.
2) Lamanya cuti melahirkan sebagaimana dimaksud
pada angka 1) adalah 3 (tiga) bulan.
f. Cuti Alasan Penting
Guru Bukan PNS dapat menggunakan cuti alasan penting
paling lama 14 (empat belas) hari dalam 1 (satu) tahun
dengan ketentuan bahwa Guru Bukan PNS yang
bersangkutan harus mengajukan permintaan secara
tertulis dan mendapat persetujuan pejabat pembina
kepegawaian atau penyelenggara satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan
kewenangannya.
g. Cuti Studi
Guru bukan PNS yang telah memenuhi kualifikasi
akademik paling rendah S-1 atau D-IV dan telah memiliki
sertifikat pendidik dapat menggunakan cuti studi. Cuti
studi dapat diberikan secara periodik setiap 6 (enam) tahun
dihitung sejak yang bersangkutan memenuhi kualifikasi
akademik dan telah memiliki sertifikat pendidik. Cuti studi
dipergunakan untuk melakukan praktik kerja/magang di
Dunia Usaha atau Dunia Industri (DUDI) yang relevan
dengan tugasnya paling banyak 6 (enam) bulan yang
-13-

dihitung secara akumulatif dalam jangka waktu 6


(enam) tahun dengan ketentuan sebagai berikut:
a. penyelenggaraan praktik kerja/magang dilakukan
oleh DUDI yang telah memiliki kerjasama antara
DUDI/kementerian lain/lembaga negara dengan
Kementerian/Pemerintah Daerah;
b. Guru bukan PNS mendapatkan izin/persetujuan dari
pejabat pembina kepegawaian atau penyelenggara
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat sesuai dengan kewenangannya; dan
c. pejabat pembina kepegawaian atau penyelenggara
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat sesuai dengan kewenangannya
menyediakan guru pengganti yang relevan.
12. Ketentuan Pindah Satminkal:
a. Guru Bukan PNS yang memiliki sertifikat pendidik selain
dari Kementerian, jika pindah mutasi ke sekolah di bawah
binaan Kementerian, maka data Guru Bukan PNS tersebut
harus dimasukkan pada aplikasi Dapodik di sekolah yang
baru dan sekolah di bawah binaan Kementerian wajib
memasukkan datanya di Dapodik.
b. Guru Bukan PNS sebagaimana dimaksud pada huruf a
harus membawa bukti penghentian pembayaran
Tunjangan Profesi dari kementerian sebelumnya yang
diserahkan ke dinas pendidikan setempat sesuai dengan
kewenangannya untuk dimasukkan ke dalam SIM-Tun.
13. Ketentuan Lain-lain
Aplikasi Kehadiran Guru dan Tenaga Kependidikan (Hadir GTK)
a. Kementerian menyediakan aplikasi Hadir GTK yang dapat
digunakan Dinas Pendidikan atau penyelenggara satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk
mendapatkan data kehadiran guru.
b. Aplikasi Hadir GTK merupakan aplikasi yang dirancang
sebagai bagian dari penilaian kinerja guru.
c. Pencatatan kehadiran Guru Bukan PNS dapat dilakukan
secara daring (online) melalui aplikasi Hadir GTK yang
terdapat pada laman http://hadir.gtk.kemdikbud.go.id.
-14-

d. Tata cara penggunaan aplikasi Hadir GTK diatur dalam


pedoman penggunaan aplikasi Hadir GTK yang dapat
diunduh di laman http://hadir.gtk.kemdikbud.go.id.
e. Direktorat teknis terkait di lingkungan Direktorat Jenderal
dapat mengunduh hasil rekapitulasi kehadiran guru
melalui aplikasi Hadir GTK.

G. Pengendalian dan Pengawasan


a. Pengendalian
Kegiatan pengendalian pembayaran Tunjangan Profesi ini
dilakukan melalui:
a. Sosialisasi program penyaluran Tunjangan Profesi oleh
Ditjen GTK kepada dinas pendidikan
provinsi/kabupaten/ kota dan Guru Bukan PNS sesuai
dengan kewenangannya.
b. Pemantauan dan evaluasi (monitoring dan evaluasi)
dilakukan oleh instansi terkait.
c. Penyelesaian masalah secara terus‐menerus dilakukan
atas permasalahan yang terjadi dalam proses
pelaksanaan pembayaran Tunjangan Profesi.
b. Pengawasan
Pengawasan dilakukan oleh aparat fungsional internal dan
eksternal sesuai dengan peraturan perundang‐undangan.
-15-

H. Pertanggungjawaban
Bentuk pertanggungjawaban bagi pemberi Tunjangan Profesi adalah:
1. SKTP; dan
2. Surat Perintah Pencairan Dana (SPPD).

DIREKTUR JENDERAL GURU


DAN TENAGA KEPENDIDIKAN,

TTD

SUPRIANO
NIP. 196208161991031001

Salinan sesuai dengan aslinya


Kepala Bagian Hukum, Tata Laksana, dan Kepegawaian,
Sekretariat Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

TTD

Temu Ismail
NIP. 197003072002121001
SALINAN
LAMPIRAN II
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL GURU DAN TENAGA
KEPENDIDIKAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
NOMOR 5745/B.B1.3/HK/2019
TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYALURAN
TUNJANGAN PROFESI DAN TUNJANGAN KHUSUS
GURU BUKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PETUNJUK TEKNIS PENYALURAN TUNJANGAN KHUSUS


BAGI GURU BUKAN PNS

A. Tujuan
Tujuan Penyaluran Tunjangan Khusus yaitu:
1. memberi penghargaan kepada guru bukan PNS di Daerah Khusus
sebagai kompensasi atas kesulitan hidup yang dihadapi dalam
melaksanakan tugas di Daerah Khusus; dan
2. mengangkat martabat, meningkatkan kompetensi, dan memajukan
profesi guru bukan PNS, serta meningkatkan mutu pembelajaran
dan meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu di Daerah
Khusus.

B. Kriteria Penerima Tunjangan Khusus


Tunjangan Khusus guru bukan PNS diberikan dengan kriteria sebagai
berikut.
1. Guru bukan PNS yang bertugas pada satuan pendidikan di Daerah
Khusus yang daerahnya ditetapkan oleh Menteri dengan kriteria:
a. Jumlah penerima Tunjangan Khusus pada satuan
pendidikan tidak melebihi kebutuhan guru ideal pada satuan
pendidikan tersebut.
b. Daerah Khusus merupakan desa sangat tertinggal
berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Kemendes PDTT
dan data dari Kementerian.
c. Guru bukan PNS yang menerima Tunjangan Khusus juga
dapat ditentukan berdasarkan:
-2-

1) kepentingan nasional;
2) program prioritas Pemerintah Pusat; dan/atau
3) ketersediaan anggaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2. Memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK);
dan
3. Memiliki SK penugasan mengajar di satuan pendidikan pada
Daerah Khusus yang dikeluarkan oleh pejabat pembina
kepegawaian atau penyelenggara satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan kewenangannya.

C. Besaran Tunjangan Khusus


1. Besaran Tunjangan Khusus guru bukan PNS sebagai berikut:
a. bagi Guru bukan PNS yang telah memiliki Surat Keputusan
(SK) inpassing atau kesetaraan diberikan setara gaji pokok
PNS dengan masa kerja dan golongan/ruang yang sama
setiap bulan; atau
b. bagi Guru bukan PNS yang belum memiliki SK inpassing atau
kesetaraan diberikan sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta lima
ratus ribu rupiah) setiap bulan.
2. Besaran Tunjangan Khusus sebagaimana dimaksud pada angka 1
dikenakan pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

D. Tahapan Penyaluran Tunjangan Khusus


1. Penarikan Data
a. Data yang digunakan merupakan Data Pokok Pendidikan
(Dapodik) yang bersumber dari sekolah.
b. Dapodik dijamin kebenarannya oleh kepala satuan pendidikan
berdasarkan surat pertanggungjawaban mutlak.
c. Direktorat Jenderal melakukan penarikan data dari Dapodik
pada bulan Maret untuk pembayaran Tunjangan Khusus
semester I dan bulan September untuk pembayaran Tunjangan
Khusus semester II setiap tahun berkenaan.
2. Verifikasi kelayakan calon penerima Tunjangan Khusus
Direktorat Jenderal melakukan verifikasi kelayakan calon penerima
Tunjangan Khusus sesuai dengan kriteria penerima Tunjangan
Khusus.
-3-

3. Pengusulan Calon Penerima


Pengusulan calon penerima Tunjangan Khusus dilakukan melalui
mekanisme sebagai berikut:
a. Dinas pendidikan sesuai dengan kewenangannya
mengusulkan calon penerima Tunjangan Khusus secara
daring berdasarkan data calon penerima Tunjangan Khusus
melalui aplikasi Sistem Informasi Manajemen Aneka
Tunjangan (SIM-Antun) berdasarkan hasil verifikasi, mulai
bulan Maret untuk pembayaran Tunjangan Khusus semester
I tahun berkenaan dan bulan September untuk pembayaran
Tunjangan Khusus semester II tahun berkenaan.
b. Apabila Dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota sesuai
dengan kewenangannya tidak mengusulkan calon penerima
Tunjangan Khusus untuk semester I sampai tanggal 31 Mei
dan untuk semester II sampai tanggal 31 Oktober pada tahun
berkenaan, Direktorat Jenderal dapat menetapkan penerima
Tunjangan Khusus yang memenuhi persyaratan tanpa
pengusulan.
c. Dinas pendidikan yang menolak pemberian Tunjangan
Khusus wajib menyampaikan penolakannya dengan surat
tertulis yang ditandatangani oleh gubernur/bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya kepada Menteri u.p Direktur
Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan paling lambat
diterima 30 April pada tahun berkenaan.
4. Pergantian Penerima Tunjangan Khusus
a. Guru yang pernah menerima Tunjangan Khusus dapat diganti
dengan Guru lain yang belum atau tidak menerima Tunjangan
Khusus, apabila Guru yang pernah menerima Tunjangan
Khusus tersebut tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai
penerima tunjangan.
b. Guru pengganti harus memenuhi kriteria sebagai penerima
Tunjangan Khusus.
c. Penggantian penerima Tunjangan Khusus, dilakukan dengan
mengusulkan Guru pengganti melalui mekanisme
sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan Guru pengganti
tersebut menerima pemberian Tunjangan Khusus terhitung
semester berikutnya pada tahun berkenaan.
-4-

d. Penggantian penerima Tunjangan Khusus dapat dilakukan


dengan memperhatikan ketersediaan anggaran.
5. Penerbitan Surat Keputusan Penerima Tunjangan Khusus (SKTK)
a. SKTK ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan
disahkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran masing-masing
direktorat terkait di lingkungan Direktorat Jenderal sebanyak
2 (dua) tahap dengan ketentuan sebagai berikut.
1) SKTK tahap 1 (satu) terbit dimulai pada bulan Maret pada
tahun berkenaan, berlaku untuk pembayaran Tunjangan
Khusus semester I pada bulan Januari sampai dengan
bulan Juni (6 bulan) tahun berkenaan; dan
2) Sedangkan SKTK tahap 2 (dua) terbit dimulai pada bulan
September pada tahun berkenaan, berlaku untuk
pembayaran Tunjangan Khusus semester II pada bulan
Juli sampai dengan bulan Desember (6 bulan) tahun
berkenaan.
b. SKTK dapat diunduh dinas pendidikan sesuai dengan
kewenangannya melalui aplikasi SIM-Antun.
6. Tata Kelola Pencairan Tunjangan Khusus
a. Direktorat teknis terkait di lingkungan Direktorat Jenderal
sesuai dengan kewenangannya membayar Tunjangan Khusus
ke rekening Guru.
b. Direktorat terkait di lingkungan Direktorat Jenderal
membayarkan Tunjangan Khusus setiap triwulan, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. PPK pada Subdirektorat terkait di masing-masing direktorat
terkait di lingkungan Direktorat Jenderal menerbitkan Surat
Perintah Pembayaran Langsung (SPP LS).
d. PPK pada Subdirektorat terkait di masing-masing direktorat
terkait di lingkungan Direktorat Jenderal menyampaikan SPP
LS kepada Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar
(PPSPM) untuk diterbitkan Surat Perintah Membayar (SPM).
e. Daftar usulan penerima Tunjangan Khusus yang merupakan
lampiran SPM dibuat dengan menggunakan data dari Sistem
Informasi Manajemen Pembayaran (SIM-Bar) yang disediakan
oleh Direktorat Jenderal.
-5-

f. SPM diajukan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara


(KPPN) Jakarta III yang akan digunakan sebagai dasar
penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang
selanjutnya Tunjangan Khusus disalurkan ke rekening
penerima Tunjangan Khusus.
7. Pelaporan penyaluran Tunjangan Khusus
Direktorat terkait di lingkungan Direktorat Jenderal melaporkan
penyaluran Tunjangan Khusus sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Proses Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Khusus guru bukan PNS


sebagaimana bagan berikut:

Gambar 1 Proses Penyaluran Tunjangan Khusus bagi Guru bukan PNS


-6-

8. Penghentian Pembayaran Tunjangan Khusus


Pembayaran Tunjangan Khusus dihentikan apabila guru bukan PNS
penerima Tunjangan Khusus:
a. meninggal dunia (pembayaran dihentikan pada bulan
berikutnya);
b. mencapai batas usia pensiun (pembayaran dihentikan pada
bulan berikutnya);
c. mengundurkan diri atas permintaan sendiri (pembayaran
dihentikan pada bulan berkenaan);
d. dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan telah memiliki
kekuatan hukum tetap (pembayaran dihentikan pada bulan
berkenaan);
e. mendapat tugas belajar (pembayaran dihentikan pada bulan
berkenaan);
f. tidak melaksanakan tugas tanpa surat
keterangan/penugasan dari pejabat yang berwenang
(pembayaran dihentikan pada bulan berkenaan);
g. tidak lagi bertugas di Daerah Khusus atau mutasi ke jabatan
struktural atau fungsional umum (pembayaran dihentikan
pada bulan berkenaan); dan/atau
h. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja antara
Guru dan penyelenggara pendidikan bagi Guru bukan PNS
(pembayaran dihentikan pada bulan berkenaan).
Kepala sekolah wajib melaporkan kepada dinas pendidikan sesuai
dengan kewenangannya, apabila terjadi hal-hal sebagaimana
dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf h sebelum jatuh
tempo pembayaran Tunjangan Khusus.
9. Cuti Guru Bukan PNS
Guru bukan PNS yang sedang cuti berhak untuk mendapatkan
Tunjangan Khusus dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Cuti Tahunan:
Guru bukan PNS mendapat liburan yang disamakan dengan
hak cuti tahunan PNS yaitu maksimal 12 (dua belas) hari kerja
pada libur akademik dalam 1 (satu) tahun berdasarkan
persetujuan dari pejabat pembina kepegawaian atau
penyelenggara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat sesuai dengan kewenangannya.
-7-

b. Cuti Haji:
Guru bukan PNS yang melaksanakan ibadah haji berhak untuk
mendapatkan cuti haji apabila yang bersangkutan
melaksanakan ibadah haji untuk pertama kalinya. Guru bukan
PNS yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara
tertulis dan mendapat persetujuan dari pejabat pembina
kepegawaian atau penyelenggara satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan
kewenangannya.
c. Cuti sakit:
Guru bukan PNS yang sakit 1 (satu) hari sampai dengan 14
(empat belas) hari dalam 1 (satu) bulan berhak atas cuti sakit,
dengan ketentuan bahwa guru bukan PNS yang bersangkutan
harus mengajukan permintaan secara tertulis dan mendapat
persetujuan dari pejabat pembina kepegawaian atau
penyelenggara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat sesuai dengan kewenangannya dengan
melampirkan surat keterangan dari dokter pemerintah.
Guru bukan PNS yang menyalahgunakan cuti sakit pejabat
pembina kepegawaian dan/atau penyelenggara satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai
dengan kewenangannya yang menyalahgunakan pemberian cuti
sakit akan diberi sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
d. Cuti Ibadah Keagamaan:
Guru bukan PNS dapat melaksanakan ibadah keagamaan
(misal umrah) pada saat cuti tahunan. Apabila tidak
memungkinkan melaksanakan ibadah keagamaan pada saat
cuti tahunan, guru bukan PNS dapat mengajukan cuti ibadah
keagamaan paling banyak 12 (dua belas) hari dengan ketentuan
bahwa guru bukan PNS yang bersangkutan melaksanakan
ibadah keagamaan untuk pertama kalinya dan harus
mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat
pembina kepegawaian atau penyelenggara satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat. Pejabat pembina
kepegawaian sesuai dengan kewenangannya wajib
-8-

memperhatikan keberlangsungan proses kegiatan belajar


mengajar dalam memberikan cuti ibadah keagamaan.
e. Cuti Melahirkan
1) Guru bukan PNS dapat mengajukan permintaan secara
tertulis dan mendapat persetujuan cuti melahirkan anak
pertama sampai dengan kelahiran anak ketiga pada saat
menjadi guru bukan PNS, dari pejabat pembina
kepegawaian atau penyelenggara satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan
kewenangannya.
2) Lamanya cuti melahirkan sebagaimana dimaksud pada
angka 1) adalah 3 (tiga) bulan.
f. Cuti Alasan Penting
Guru bukan PNS dapat menggunakan cuti alasan penting
paling lama 14 (empat belas) hari dalam 1 (satu) tahun dengan
ketentuan bahwa guru bukan PNS yang bersangkutan harus
mengajukan permintaan secara tertulis dan mendapat
persetujuan pejabat pembina kepegawaian atau penyelenggara
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
sesuai dengan kewenangannya.
g. Cuti Studi
Guru bukan PNS yang telah memenuhi kualifikasi akademik
paling rendah S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat
pendidik dapat menggunakan cuti studi. Cuti studi dapat
diberikan secara periodik setiap 6 (enam) tahun dihitung sejak
yang bersangkutan memenuhi kualifikasi akademik dan telah
memiliki sertifikat pendidik. Cuti studi dipergunakan untuk
melakukan praktik kerja/magang di Dunia Usaha atau Dunia
Industri (DUDI) yang relevan dengan tugasnya paling banyak 6
(enam) bulan yang dihitung secara akumulatif dalam jangka
waktu 6 (enam) tahun dengan ketentuan sebagai berikut:
a. penyelenggaraan praktik kerja/magang dilakukan oleh
DUDI yang telah memiliki kerjasama antara
DUDI/kementerian lain/lembaga negara dengan
Kementerian/Pemerintah Daerah;
b. Guru bukan PNS mendapatkan izin/persetujuan dari
pejabat pembina kepegawaian atau penyelenggara satuan
-9-

pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai


dengan kewenangannya; dan
c. pejabat pembina kepegawaian atau penyelenggara satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai
dengan kewenangannya menyediakan guru pengganti
yang relevan.
10. Koordinasi dan Sosialisasi
Direktorat terkait di lingkungan Direktorat Jenderal melakukan
koordinasi dan sosialisasi pelaksanaan pemberian Tunjangan
Khusus dengan pihak dinas pendidikan provinsi dan
kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
11. Ketentuan Lain-lain
Aplikasi Kehadiran Guru dan Tenaga Kependidikan (Hadir GTK)

1. Kementerian menyediakan aplikasi Hadir GTK yang dapat


digunakan Dinas Pendidikan atau penyelenggara satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk
mendapatkan data kehadiran guru.
2. Aplikasi Hadir GTK merupakan aplikasi yang dirancang sebagai
bagian dari penilaian kinerja guru.
3. Pencatatan kehadiran guru bukan Pegawai Negeri Sipil dapat
dilakukan secara daring (online) melalui aplikasi Hadir GTK
yang terdapat pada laman http://hadir.gtk.kemdikbud.go.id.
4. Tata cara penggunaan aplikasi Hadir GTK diatur dalam
pedoman penggunaan aplikasi Hadir GTK yang dapat diunduh
di laman http://hadir.gtk.kemdikbud.go.id.
5. Direktorat teknis terkait di lingkungan Direktorat Jenderal
dapat mengunduh hasil rekapitulasi kehadiran guru melalui
aplikasi Hadir GTK.

E. Pengendalian Program
1. Pengendalian Program
Direktorat terkait di lingkungan Direktorat Jenderal melakukan
pengendalian pelaksanaan pembayaran Tunjangan Khusus, yang
mencakup semua upaya yang dilakukan dalam rangka menjamin
pelaksanaan pembayaran Tunjangan Khusus agar dapat berjalan
sebagaimana mestinya, tepat sasaran, tepat waktu, tepat jumlah
besaran, dan sesuai dengan peraturan perundang‐undangan.
-10-

Kegiatan pengendalian penyaluran Tunjangan Khusus ini


dilakukan melalui:
a. sosialisasi program penyaluran Tunjangan Khusus kepada
dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota;
b. penyelesaian masalah atas permasalahan yang terjadi dalam
proses pembayaran Tunjangan Khusus;
c. rekonsiliasi data penerima Tunjangan Khusus dengan
instansi terkait.
2. Pengawasan
Untuk mewujudkan penyaluran Tunjangan Khusus yang
transparan dan akuntabel, diperlukan pengawasan oleh aparat
fungsional internal dan eksternal sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang‐undangan.
-11-

F. Pertanggungjawaban
Bentuk pertanggungjawaban bagi pemberi Tunjangan Khusus adalah:
1. SKTK; dan
2. Surat Perintah Pencairan Dana (SPPD).

DIREKTUR JENDERAL GURU DAN


TENAGA KEPENDIDIKAN,

TTD

SUPRIANO
NIP. 196208161991031001

Salinan sesuai dengan aslinya


Kepala Bagian Hukum, Tata Laksana, dan Kepegawaian,
Sekretariat Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

TTD

Temu Ismail
NIP. 197003072002121001

Anda mungkin juga menyukai