Anda di halaman 1dari 7

A.

Definisi
Kanker kolorektal adalah kanker yang berasal dalam permukaan usus besar (kolon)
atau rektum/rektal, umumnya kanker kolorektal berawal dari pertumbuhan sel yang tidak
ganas terdapat adenoma atau berbentuk polip. Adenoma atau polip pada kolorektal dapat
diangkat dengan mudah hanya saja jarang menimbulkan gejala apapun, sehingga tidak
terdeteksi dalam waktu cukup lama hingga berkembang menjadi kanker kolorektal. Kanker
kolorektal adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix.
Distribusi kanker pada kolon adalah 20% terdapat di sepanjang kolon asenden, 10% di
kolon transversum, 15% di kolon desenden, dan 50 % di rektosigmoideus (Brunner &
Suddarth, 2009).
Karsinoma sekum merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum
yang khusus menyerang bagian sekum yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel
yang tidak terkendali (Mansjoer, 2007).
Kanker kolorektal adalah kanker ketiga yang paling sering didiagnosis pada pria
dan wanita dan tertinggi kedua penyebab kematian akibat kanker di Amerika Serikat
Namun, bila ditemukan lebih awal, sangat dapat disembuhkan. Jenis kanker ini terjadi
ketika sel abnormal tumbuh di lapisan usus besar (kolon) atau dubur. Pelajari lebih lanjut
tentang siapa yang bisa mendapat kanker kolorektal, bagaimana ia terdeteksi, dan apa
perawatan terbaru yang dapat mengatasinya (Smeltzer, 2001).

B. Etiologi
Kanker kolon dapat timbul melalui interaksi antara faktor genetik dan faktor
lingkungan. Polip kolon dapat berdegenerasi menjadi maligna sehingga polip kolon harus
dicurigai. Selain itu, radang kronik kolon seperti kolitis ulserosa atau kolitis amuba kronik
dapat beresiko tinggi menjadi kanker kolorektal. Faktor risiko lainnya antara lain:
1.Peradangan (inflamasi) usus dalam periode lama, seperti : kolitis ulseratif.
2.Riwayat keluarga.
3.Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan penyakit
keturunan dengan risiko terjadi kanker kolorektal pada usia muda, ditemukan polip
dalam jumlah sedikit.
4.Familial adenomatous polyposis (FAP) merupakan penyakit keturunan yang jarang
ditemukan dapat ditemukan ratusan polip pada kolon dan rektum.
5.Pola makan dan gaya hidup, makanan rendah serat, makanan dengan kadar lemak
tinggi dan lamanya waktu transit sisa hasil pencernaan dalam kolon dan
rektal meningkatkan risiko kanker kolorektal.
6.Diabetes, meningkatkan 40 % berkembangnya kanker kolorektal
7.Rokok dan alkohol
8.Riwayat polip atau kanker kolorektal

C. Patofisiologi
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip
adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih terjadi
di rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak terdeteksi,
menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar
kedalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker
kolorektal menyebar dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus,
submukosa, dan dinding luar usus. Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura
mayor lambung, duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan
dinding abdominal juga dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening
regional sering berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja
kelenjar yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker
dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke
area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari tumor
ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa atau
selama pemotongan pembedahan.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi kanker kolorektal secara umum adalah :
1. Perdarahan rektum
2. Perubahan pola BAB
3. Tenesmus
4. Obstruksi intestinal
5. Nyeri abdomen
6. Kehilangan berat badan
7. Anorexia
8. Mual dan muntah
9. Anemia
10. Massa palpasi

E. Komplikasi
Komplikasi pada pasien dengan kanker kolon yaitu:
1. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
2. Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran langsung.
3. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang
menyebabkan hemorragi.
4. Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
5. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
6. Pembentukan abses
Pembentukan fistula pada urinari bladder atau vagina. Biasanya tumor menyerang
pembuluh darah dan sekitarnya yang menyebabkan pendarahan. Tumor tumbuh kedalam
usus besar dan secara berangsur-angsur membantu usus besar dan pada akirnya tidak bisa
sama sekali. Perluasan tumor melebihi perut dan mungkin menekan pada organ yang
berada disekitanya ( Uterus, urinary bladder,dan ureter ) dan penyebab gejala-gejala
tersebut tertutupi oleh kanker.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Palpasi Abdomen. Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila
teraba menunjukkan keadaan sudah lanjut. Apabila ada massa, massa di dalam sigmoid
lebih jelas teraba daripada massa di bagian lain kolon
2. Fecal occult blood test, pemeriksaan darah samar feses di bawah mikroskop
3. Colok dubur. Untuk mengetahui letak, luas dan mobilitas tumor.
 Tonus sfingter ani (keras atau lembek)
 Mukosa (kasar, kaku, licin atau tidak)
 Ampula rektum (kolaps, kembung, atau terisi feses)
Tumor dapat teraba atau tidak, mudah berdarah atau tidak, jarak dari garis anorektal sampai
tumor, lokasi, pergerakan dari dasar, permukaan, lumen yang dapat ditembus jari, batas
atas, dan jaringan sekitarnya
4. Barium enema, pemeriksaan serial sinar x pada saluran cerna bagian bawah,
sebelumnya pasien diberikan cairan barium ke dalam rektum
5. Endoskopi (sigmoidoscopy atau colonoscopy), dengan menggunakan teropong,
melihat gambaran rektum dan sigmoid adanya polip atau daerah abnormal lainnya
dalam layar monitor. Sigmoidoskopi atau kolonoskopi adalah test diagnostik utama
digunakan untuk mendeteksi dan melihat tumor. Sekalian dilakukan biopsy jaringan.
Sigmoidoskopi fleksibel dapat mendeteksi 50 % sampai 65 % dari kanker kolorektal.
Pemeriksaan enndoskopi dari kolonoskopi direkomendasikan untuk mengetahui lokasi
dan biopsy lesi pada klien dengan perdarahan rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan
visualisasi sekum, barium enema mungkin tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak
membesar, merah, ulseratif sentral, seperti penyakit divertikula, ulseratif kolitis
6. Biopsi, tindakan pengambilan sel atau jaringan abnormal dan dilakukan pemeriksaan
di bawah mikroskop.
7. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik, ditandai dengan sel-
sel darah merah yang kecil, tanpa terlihat penyebab adalah indikasi umum untuk test
diagnostik selanjutnya untuk menemukan kepastian kanker kolorektal.
8. Test Guaiac pada feces untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces, karena semua
kanker kolorektal mengalami perdarahan intermitten.
9. CEA (carcinoembryogenic antigen) adalah ditemukannya glikoprotein di membran sel
pada banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Antigen ini dapat dideteksi oleh
radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya dan sekresi. Karena test ini
tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif pada lebih dari separuh klien dengan
lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk dalam skreening atau test diagnostik dalam
pengobatan penyakit. Ini terutama digunakan sebagai prediktor pada prognsis
postoperative dan untuk deteksi kekambuhan mengikuti pemotongan pembedahan.
10. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat meninggi,
indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi serum protein,
kalsium, dan kreatinin.
11. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya dan lokasi
tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus bagian bawah,
kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi, atau gangguan
pengisian. Dinding usus terfiksir oleh tumor, dan pola mukosa normal hilang.
Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk tumor kolon, sinar-X tidak nyata dalam
mendeteksi rektum
12. X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru
13. CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau
pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah mengenai organ
lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor.
14. Whole-body PET Scan Imaging. Sementara ini adalah pemeriksaan diagnostik yang
paling akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal rekuren (yang timbul kembali).
15. Pemeriksaan DNA Tinja.

G. Penatalaksanaan
1. Medis
Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan nasogastrik.
Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna, terapi komponen darah dapat
diberikan. Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang berhubungan.
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau
terapi anjuran. Terapi anjuran biasanya diberikan selain pengobatan bedah yang mencakup
kemoterapi, terapi radiasi, dan imunoterapi.
 Terapi radiasi: sering digunakan sebelum pembedahan untuk menurunkan ukuran
tumor dan membuat mudah untuk direseksi. Intervensi lokal pada area tumor setelah
pembedahan termasuk implantasi isotop radioaktif ke dalam area tumor. Isotop yang
digunakan termasuk radium, sesium, dan kobalt. Iridium digunakan pada rektum.
 Kemoterapi: kemoterapi dilakukan untuk menurunkan metastasis dan mengontrol
manifestasi yang timbul. Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan (5-flourauracil (5-
FU)) untuk membunuh sel-sel kanker. Ia adalah suatu terapi sistemik, yang berarti bahwa
pengobatan berjalan melalui seluruh tubuh untuk menghancurkan sel-sel kaker. Setelah
operasi kanker usus besar, beberapa pasien mungkin mengandung microscopic metastasis
(foci yang kecil dari sel-sel kanker yang tidak dapat dideteksi). Kemoterapi diberikan
segera setelah operasi untuk menghancurkan sel-sel mikroskopik (adjuvant
chemotherapy).
2. Bedah
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebayakan kanker kolorektal.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan pilihan,
sebagai berikut:
a. Pada tumor sekum dan kolon asenden
Dilakukan hemikolektomi kanan, lalu anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura
hepatika dilakukan juga hemikolektomi, yang terdiri dari reseksi bagian kolon yang
diperdarahi oleh arteri iliokolika, arteri kolika kanan, arteri kolika media termasuk kelenjar
limfe dipangkal arteri mesentrika superior.
DAFTAR PUSTAKA

Black and Jacobs. (1997). Medical surgical nursing: Clinical management for continuity of care. (Edisi
V). Philadelphia: Wb Sounders Company.
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddarrth Volume 2 Edisi 8 .Jakarta: EGC
Buku panduan laboratorium keperawatan. ”Perawatan kolostomi.”
Harahap, I.A. (2004). "Perawatan pasien dengan kolostomi Pada penderita cancer colorectal.”
Diambil dari http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-ikhsanuddin.pdf pada 19 april
2010Prohealth. (2009). ”Irigasi kolostomi.” http://www.puskesmas oke.com/doc/
Jong & Sjamsuhidajat. (1997). Buku ajar ilmu bedah. (Edisi Revisi). Jakarta : EGC
Simon, H. (2008). Colostomy. Massachusetts: Harvard Medical SchoolSmeltzer, Suzanne C.
(2002).
Smeltzer and Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi VIII). akarta: EGC.
Soeparman. (1994). Ilmu penyakit dalam. (Jilid I). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai