Kalimantan Selatan merupakan daerah yang terkenal kaya akan lahan gambut.
Banyaknya lahan gambut ini mempengaruhi kualitas air yang ada. Air gambut merupakan air
permukaan dari lahan bergambut dengan ciri berwarna merah kecoklatan, mengandung zat
organik tinggi serta zat besi yang cukup tinggi, rasa asam, pH 2,5-3, dan tingkat kesadahan
rendah. Kandungan organiknya yang tinggi serta pH yang rendah membuat air gambut tidak
layak dikonsumsi karena akan menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Untuk mengatasi hal
ini Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BBTKL-
PPM) Banjarbaru menciptakan Teknologi Pengolahan Air Gambut Tepat Guna agar air gambut
Maksud dari teknologi tepat guna tersebut adalah usaha untuk mengolah air dari lahan
gambut secara mandiri dengan biaya yang seminimal mungkin tetapi dapat digunakan secara
maksimal. Pengolahan air gambut dengan teknologi ini terdiri dari empat proses, yaitu:
1. Koagulasi
diendapkan secara gravitasi menjadi partikel yang lebih besar sehingga dapat diendapkan.
Koagulasi dilakukan dengan cara pengadukan cepat (340 rpm) dan prosesnya dilakukan pada bak
pencampur cepat. Koagulasi dilakukan dengan jalan penambahan bahan koagulan ke dalam air
baku (air gambut), sehingga kotoran yang berupa koloid maupun suspensi yang ada di dalamnya
menggumpal dan mudah diendapkan. Pemilihan zat koagulan harus berdasarkan pertimbangan
antara lain: jumlah dan kualitas air yang akan diolah, kekeruhan air baku, metode filtrasi serta
Beberapa zat koagulan yang umum dipakai untuk pengolahan air gambut adalah kapur,
Aluminium Sulfat (Alum) atau dipasaran dikenal dengan nama tawas, dan yang lainnya adalah
poly aluminum chloride (PAC). Kapur yang biasa digunakan untuk koagulan adalah kapur tohor
(CaO) atau batu gamping (CaCO3). Cara pembubuhan zat koagulan dapat dilakukan dengan cara
basah atau cara kering. Cara basah dilakukan dengan melarutkan bubuk kapur dalam air baku
koagulasi juga bertujuan untuk mengatur pH air gambut yang bersifat asam (pH < 7) menjadi
netral (pH 7-8). Untuk mengetahui dosis zat koagulan yang optimum dilakukan dengan
2. Flokulasi
Flokulasi merupakan proses pembentukan flok agar menjadi lebih besar dan stabil
dengan cara pengadukan lambat (30 rpm) pada bak flokulator. Flokulasi pada dasarnya adalah
kombinasi antara pencampuran dan pengadukan sehingga flok-flok halus yang terbentuk pada
bak pencampur akan saling bertumbukan dengan partikel-partikel kotoran atau flok-flok yang
lain sehingga terjadi gumpalan flok yang besar dan stabil. Proses pembentukan flok dimulai dari
proses koagulasi sehingga terbentuk flok-flok yang masih halus. Flok-flok tersebut akan saling
bertumbukan dengan sesama flok atau dengan partikel kotoran yang ada dalam air baku yang
pada akhirnya akan bergabung membentuk gumpalan flok yang besar sehingga mudah
mengendap.
3. Sedimentasi
berlangsung.
4. Filtrasi
Filtasi merupakan proses penyaringan untuk menghilangkan zat padat tersuspensi dalam
air melalui media berpori. Zat padat tersuspensi dihilangkan pada waktu air melalui lapisan
media filter. Proses filtrasi tergantung pada gabungan mekanisme kimia dan fisika yang
kompleks dan yang terpenting adalah adsorbsi. Pada waktu air melalui lapisan filter, zat padat
terlarut bersentuhan dan melekat pada butiran media filter. Gumpalan partikel atau flok yang
terbentuk tidak semuanya mengendap. Flok-flok yang relatif kecil atau halus masih melayang-
layang dalam air. Oleh karena itu, untuk mendapatkan air yang betul-betul jernih harus dilakukan
penyaringan atau filtrasi. Bahan yang biasa digunakan untuk filtrasi adalah karbon aktif. Tinggi