Anda di halaman 1dari 11

ANALISA GAS DARAH

ANALISA GAS DARAH

BAB I
PENDAHULUAN

Analisa Gas Darah (AGD) merupakan pemeriksaan untuk mengukur keasaman


(pH), jumlah oksigen, dan karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan ini digunakan untuk
menilai fungsi kerja paru-paru dalam menghantarkan oksigen ke dalam sirkulasi darah dan
mengambil karbondioksida dalam darah. Analisa gas darah meliputi PO2, PCO3, pH, HCO3,
dan saturasi O2.
Pada pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) , cara pengambilan sampel
darah arteri harus diperhatikan, sebab pada pengambilan darah arteri resiko komplikasi lebih
berbahaya daripada pengambilan darah vena (venipuncture) maupun skinpuncture. Oleh
sebab itu seorang analis (plebotomis) harus mengerti tentang indikasi pengambilan darah
arteri, kontra indikasi pengambilan darah arteri, persiapan alat yang akan digunakan, Alat
Perlindungan Diri (APD) bagi plebotomis, dan yang paling penting adalah mengerti dimana
letak pengambilan darah arteri. Semua bagian tersebut akan dijelaskan pada bagian II tentang
pembahasan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Analisa Gas Darah


Analisa Gas Darah adalah suatu pemeriksaan melalui darah arteri dengan tujuan
mengetahui keseimbangan asam dan basa dalam tubuh, mengetahui kadar oksigen dalam
tubuh dan mengetahui kadar karbondioksida dalam tubuh.

B. Indikasi Analisa Gas Darah

Indikasi dilakukannya pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) yaitu :


1. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara pada
saluran napas yang bersifat progresif non reversible ataupun reversible parsial.
Terdiri dari 2 macam jenis yaitu bronchitis kronis dan emfisema, tetapi bisa juga gabungan
antar keduanya.
2. Pasien dengan edema pulmo
Pulmonary edema terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes
keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat
menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida),
berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini
dapat dirujuk sebagai "air dalam paru-paru" ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-
pasien.
Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat
dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan
pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.

3. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)


ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yang
mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan
dalarn jaring- jaring kapiler , terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas
akibat-akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-.paru.
ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan , yang mengarah pada kolaps
alveolar . Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru- paru menjadi kaku akibatnya
adalah penurunan karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan
hipokapnia ( Brunner & Suddart 616).
4. Infark miokard
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton, 2009). Klinis sangat
mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55 tahun,
tanpa gejala pendahuluan (Santoso, 2005).
5. Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem dimana alveoli(mikroskopik udara
mengisi kantong dari paru yang bertanggung jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer)
menjadi radang dan dengan penimbunan cairan.Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam
sebab,meliputi infeksi karena bakteri,virus,jamur atau parasit. Pneumonia juga dapat terjadi
karena bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru, atau secara tak langsung dari
penyakit lain seperti kanker paru atau penggunaan alkohol.

6. Pasien syok
Syok merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi jika sirkulasi darah arteri tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor utama, yaitu curah
jantung, volume darah, dan pembuluh darah. Jika salah satu dari ketiga faktor penentu ini kacau
dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi syok. Pada syok juga terjadi
hipoperfusi jaringan yang menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolism sel sehingga seringkali
menyebabkan kematian pada pasien.
7. Post pembedahan coronary arteri baypass
Coronary Artery Bypass Graft adalah terjadinya suatu respon inflamasi sistemik pada derajat
tertentu dimana hal tersebut ditandai dengan hipotensi yang menetap, demam yang bukan
disebabkan karena infeksi, DIC, oedem jaringan yang luas, dan kegagalan beberapa organ
tubuh. Penyebab inflamasi sistemik ini dapat disebabkan oleh suatu respon banyak hal, antara
lain oleh karena penggunaan Cardiopulmonary Bypass (Surahman, 2010).
8. Resusitasi cardiac arrest
Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan oleh beberapa
faktor,diantaranya penyakit jantung koroner, stress fisik (perdarahan yang banyak, sengatan
listrik,kekurangan oksigen akibat tersedak, tenggelam ataupun serangan asma yang berat),
kelainan bawaan, perubahan struktur jantung (akibat penyakit katup atau otot jantung) dan
obat-obatan.Penyebab lain cardiac arrest adalah tamponade jantung dan tension
pneumothorax. Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya
peredaran darahmencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan
mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral
atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti
bernapas normal.Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam
5 menit dan selanjutnyaakan terjadi kematian dalam 10 menit. Jika cardiac arrest dapat
dideteksi dan ditangani dengansegera, kerusakan organ yang serius seperti kerusakan otak,
ataupun kematian mungkin bisa dicegah.

C. Kontra Indikasi Analisa Gas Darah

1. Denyut arteri tidak terasa, pada pasien yang mengalami koma (Irwin & Hippe,
2010).
2. Modifikasi Allen tes negatif , apabila test Allen negative tetapi tetap dipaksa
untuk dilakukan pengambilan darah arteri lewat arteri radialis, maka akan terjadi thrombosis
dan beresiko mengganggu viabilitas tangan.
3. Selulitis atau adanya infeksi terbuka atau penyakit pembuluh darah perifer pada
tempat yang akan diperiksa
4. Adanya koagulopati (gangguan pembekuan) atau pengobatan
denganantikoagulan dosis sedang dan tinggi merupakan kontraindikasi relatif.

D. Alat dan Bahan untuk Pengambilan Darah Arteri

Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pengambilan darah arteri antara lain :
1. Disposible Spuit 2,5 cc, jarum ukuran 23 G/ 25 G
2. Penutup jarum khusus atau gabus
Mencegah kontaminasi dengan udara bebas. Udara bebas dapat mempengaruhi nilai O2 dalam
AGD arteri.
3. Nierbeken/Bengkok
Digunakan untuk membuang kapas bekas pakai.
4. Anticoagulant Heparin
Untuk mencegah darah membeku.
5. Alcohol swabs ( kapas Alkohol )
Merupakan bahan dari wool atau kapas yang mudah menyerap dan dibasahi dengan antiseptic
berupa etil alkohol. Tujuan penggunaan kapas alkohol adalah untuk menghilangkan kotoran
yang dapat mengganggu pengamatan letak vena sekaligus mensterilkan area penusukan agar
resiko infeksi bisa ditekan.
6. Plester
Digunakan untuk fiksasi akhir penutupan luka bekas plebotomi, sehingga membantu proses
penyembuhan luka dan mencegah adanya infeksi akibat perlukaan atau trauma akibat
penusukan.
7. Kain pengalas
Untuk memberi kenyamanan pada pasien saat plebotomis melakukan pengambilan darah
vena.
8. Tempat berisi es batu
Bila laboratorium jauh, maka specimen darah arteri harus dimasukkan kedalam tempat berisi
es batu sebab suhu yang rendah akan menurunkan metabolism sel darah yang mungkin
merubah nilai pH, PCO2, PO2, HCO3-.
9. Tempat sampah khusus needle
Tempat untuk membuang needle yang sudah dipakai untuk mengurangi kontaminasi pasien
satu dengan pasien yang lain.

E. Antikoagulan yang Digunakan

Antikoagulan yang digunakan dalam pengambilan darah arteri adalah heparin. Pemberian
heparin yang berlebiham akan menurunkan tekanan CO2.Antikoagulan dapat mendilusi
konsentrasi gas darah dalam tabung. Sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek penurunan
CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.

F. Alat Perlindungan Diri (APD) untuk Petugas

Alat Perlindungan Diri (APD) yang harus digunakan seorang petugas (Plebotomis) yaitu
(Rohani, 2008) :
1. Jas Laboratorium
Pemakaian utama dari jas laboratorium adalah untuk melindungi pakaian petugas pelayanan
kesehatan. Jas laboratorium diperlukan sewaktu melakukan tindakan, bila baju tidak ingin
kotor.
2. Sarung Tangan (Handscoon)
Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah terjadi infeksi, tetapi harus
diganti setiap kontak dengan satu pasien ke pasien yang lainnya untuk mencegah kontaminasi
silang. Sarung tangan harus dipakai kalau menangani darah, duh tubuh, sekresi dan eksresi
(kecuali keringat). Petugas kesehatan (Plebotomis) menggunakan sarung tangan untuk tiga
alasan, yaitu:
a. Mengurangi resiko petugas kesehatan terkena infeksi dari pasien.
b. Mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien.
c. Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan mikroorganisme yang dapat
berpindah dari satu pasien ke pasien lain.
3. Masker
Masker digunakan untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau
petugas bedah berbicara, batuk, bersin, dan juga mencegah ciprtan darah atau cairan tubuh
yang terkontaminasi masuk ke dalam hidung atau mulut petugas kesehatan.
4. Sepatu Laboratorium
Alas kaki/sepatu laboratorium dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaaan oleh benda
tajam atau dari cairan yang jatuh atau menetes kaki. Sepatu bot dari karet atau kulit lebih
melindungi, tapi harus bersih dan bebas dari kontaminasi darah atau cairan tubuh lainnya.
5. Kap (penutup rambut)
Dipakai untuk menutup rambut dan kepala, tujuan utamanya adalah melindungi pemakainya
dari ciprtan darah dan cairan tubuh lainnya.
6. Pelindung Mata
Pelindung mata melindungi petugas kesehatan dari cipratan darah atau cairan tubuh lainnya
yang terkontaminasi dengan pelindung mata.

G. Lokasi Pengambilan Darah Arteri

1. Arteri Radialis dan Arteri Ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s test)


Test Allen’s merupakan uji penilaian terhadap sirkulasi darah di tangan, hal ini dilakukan
dengan cara yaitu: pasien diminta untuk mengepalkan tangannya, kemudian berikan tekanan
pada arteri radialis dan arteri ulnaris selama beberapa menit, setelah itu minta pasien unutk
membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan
tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah dalam 15 detik, warnamerah menunjukkan test
allen’s positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s negatif.
Jika pemeriksaan negative, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang lain.
2. Arteri Dorsalis pedis
merupakan arteri pilihan ketiga jika arteri radialis dan ulnaris tidak bisa digunakan.
3. Arteri Brakialis
Merupakan arteri pilihan keempat karena lebih banyak resikonya bila terjadi obstruksi
pembuluh darah. Selain itu arteri femoralis terletak sangat dalam dan merupakan salah satu
pembuluh utama yang memperdarahi ekstremitas bawah.
4. Arteri Femoralis
merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas tidak dapat diambil. Bila terdapat
obstruksi pembuluh darah akan menghambat aliran darah ke seluruh tubuh / tungkai bawah
dan bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama dapat menyebabkan kematian jaringan.
Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar, sehingga dapat terjadi percampuran antara
darah vena dan arteri.
Selain itu arteri femoralis terletak sangat dalam dan merupakan salah satu pembuluh utama
yang memperdarahi ekstremitas bawah.

Arteri Femoralis atau Brakialis sebaiknya jangan digunakan jika masih ada alternative lain
karena tidak memiliki sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau
thrombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena
adanya resiko emboli ke otak.

Sesudah Analisa Gas Darah

Pasien akan merasa nyeri dan tidak nyaman pada saat pengambilan darah hingga beberapa
menit setelahnya, karena pembuluh darah arteri cukup sensitif. Pasien disarankan tidak
langsung meninggalkan ruangan untuk memantau hal yang mungkin terjadi, seperti pusing,
mual, atau pingsan sesaat setelah darah diambil.

Biasanya, pasien dapat menerima hasil tes sekitar 15 menit setelah pengambilan darah. Jika
diperlukan analisa lebih lanjut, hasil akan diberikan kepada dokter yang merujuk.

Hasil Analisa Gas Darah

Hasil analisa gas darah umumnya meliputi pengukuran terhadap beberapa hal, antara lain:

 Asam basa (pH) darah, yaitu dengan mengukur jumlah ion hidrogen dalam darah. Jika
pH darah di bawah normal dikatakan lebih asam, sementara jika pH di atas nilai
normal maka darah dikatakan lebih basa.
 Saturasi oksigen, yaitu pengukuran jumlah oksigen yang dibawa oleh hemoglobin di
dalam sel darah merah.
 Tekanan parsial oksigen, yaitu pengukuran tekanan oksigen yang larut di dalam
darah. Pengukuran ini dapat menentukan seberapa baik oksigen dapat mengalir dari
paru ke dalam darah.
 Tekanan parsial karbon dioksida, yaitu pengukuran tekanan karbon dioksida yang
larut di dalam darah. Pengukuran ini menentukan seberapa baik karbon dioksida dapat
dikeluarkan dari tubuh.
 Bikarbonat, yaitu zat kimia penyeimbang yang membantu mencegah pH darah
menjadi terlalu asam atau terlalu basa.

Berdasarkan unsur pengukuran tersebut, ada dua jenis hasil analisa gas darah, yaitu normal
dan abnormal (tidak normal).

 Hasil normal. Hasil analisa gas darah dikatakan normal jika:


o pH darah arteri: 7,38-7,42.
o Tingkat penyerapan oksigen (SaO2): 94-100%.
o Tekanan parsial oksigen (PaO2): 75-100 mmHg.
o Tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2): 38-42 mmHg.
o Bikarbonat (HCO3): 22-28 mEq/L.

 Hasil abnormal dapat menjadi indikator dari kondisi medis tertentu. Berikut ini
beberapa kondisi medis yang mungkin terdeteksi melalui analisa gas darah.

pH darah Bikarbonat PaCO2 Kondisi Penyebab Umum


Gagal ginjal,
Asidosis
<7,4 Rendah Rendah syok, ketoasidosis
metabolik
diabetik.
Muntah yang
Alkalosis
>7,4 Tinggi Tinggi bersifat kronis,
metabolik
hipokalemia.
Penyakit paru,
termasuk
Asidosis pneumonia atau
<7,4 Tinggi Tinggi
respiratorik penyakit paru
obstruktif kronis
(COPD).
Alkalosis Saat nyeri atau
>7,4 Rendah Rendah
respiratorik cemas.

Angka kisaran normal dan tidak normal umumnya bervariasi tergantung pada laboratorium
tempat pasien menjalani analisa gas darah. Hal ini dikarenakan beberapa laboratorium
menggunakan pengukuran atau metode yang berbeda dalam menganalisa sampel darah.
Konsultasikan hasil tes kepada dokter untuk mendapatkan penjelasan secara detail. Dokter
akan menentukan apakah pasien membutuhkan pemeriksaan lanjutan atau terapi pengobatan
tertentu.

Risiko Analisa Gas Darah

Prosedur analisa gas darah jarang menimbulkan efek samping. Efek samping yang umumnya
dialami pasien adalah rasa nyeri atau iritasi di area suntik ketika proses pengambilan darah.

Efek samping lain yang mungkin dialami pasien setelah menjalani prosedur AGD, antara
lain:
 Perdarahan atau pembengkakan di area suntikan.
 Penggumpalan darah di bawah kulit (hematoma).
 Pusing.
 Pingsan.
 Infeksi pada area kulit yang disuntik.

Segera temui dokter jika mengalami efek samping tersebut atau kondisi abnormal lainnya

Secara umum, nilai normal analisa gas darah adalah sebagai berikut:

 pH darah normal (arteri): 7,38-7,42


 Bikarbonat (HCO3): 22-28 miliekuivalen per liter
 Tekanan parsial oksigen: 75 sampai 100 mm Hg
 Tekanan parsial karbon dioksida (pCO2): 38-42 mm Hg
 Saturasi oksigen: 94 sampai 100 persen.

Adapun hasil abnormal dapat menjadi tanda dari kondisi medis tertentu, sebagai berikut:

 pH darah: < 7,4, Bikarbonat: Rendah, pCO2: Rendah => Asidosis Metabolik,
contohnya pada gagal ginjal, syok, dan ketoasidosis diabetik (KAD).
 pH darah: < 7,4, Bikarbonat: Tinggi, pCO2: Tinggi => Asidosis Respiratorik,
contohnya pada penyakit paru-paru, termasuk pneumonia atau PPOK.
 pH darah: > 7,4, Bikarbonat: Tinggi, pCO2: Tinggi => Alkalosis Metabolik,
contohnya pada muntah kronis, kalium darah rendah (hipokalemia).
 pH darah: > 7,4, Bikarbonat: Rendah, pCO2: Rendah => Alkalosis Respiratorik,
contohnya pada Bernapas terlalu cepat, rasa sakit, atau kecemasan.

Cara mudah membaca hasil analisa gas darah (AGD):

 Jika pH darah rendah (asidosis), maka perhatikan nilai pCO2, jika tinggi berarti
respiratorik dan jika rendah berarti metabolik.
 Jika pH darah tinggi (alkalosis), maka perhatikan nilai bikarbonat, jika tinggi berarti
metabolik dan jika rendah berarti respiratorik.

Rentang normal dan abnormal dapat bervariasi tergantung pada lab karena beberapa
menggunakan pengukuran atau metode yang berbeda untuk menganalisa sampel darah. Anda
harus selalu bertanya dengan dokter untuk mendiskusikan hasil tes AGD secara lebih rinci.
Dokter akan dapat memberitahu Anda jika ternyata masih dibutuhkan pemeriksaan lain selain
analisa gas darah untuk memastikan penyakit atau pemantauan terapi.

A. Saturasi Oksigen

1. Pengertian Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berikatan dengan


oksigen dalam arteri, saturasi oksigen normal adalah antara 95 – 100 %. Dalam kedokteran ,
oksigen saturasi (SO2), sering disebut sebagai "SATS", untuk mengukur persentase oksigen
yang diikat oleh hemoglobin di dalam aliran darah. Pada tekanan parsial oksigen yang
rendah, sebagian besar hemoglobin terdeoksigenasi, maksudnya adalah proses
pendistribusian darah beroksigen dari arteri ke jaringan tubuh ( Hidayat, 2007). Pada sekitar
90% (nilai bervariasi sesuai dengan konteks klinis) saturasi oksigen meningkat menurut
kurva disosiasi hemoglobin-oksigen dan pendekatan 100% pada tekanan parsial oksigen> 10
kPa. Saturasi oksigen atau oksigen terlarut (DO) adalah ukuran relatif dari jumlah oksigen
yang terlarut atau dibawa dalam media tertentu. Hal ini dapat diukur dengan probe oksigen
terlarut seperti sensor oksigen atau optode dalam media cair.

2. Pengukuran Saturasi Oksigen Pengukuran saturasi oksigen dapat dilakukan dengan


beberapa tehnik. Penggunaan oksimetri nadi merupakan tehnik yang efektif untuk memantau
pasien terhadap perubahan saturasi oksigen yang kecil atau mendadak (Tarwoto, 2006).
Adapun cara pengukuran saturasi oksigen antara lain : a. Saturasi oksigen arteri (Sa O2) nilai
di bawah 90% menunjukan keadaan hipoksemia (yang juga dapat disebabkan oleh anemia ).
Hipoksemia karena SaO2 rendah ditandai dengan sianosis . Oksimetri

nadi adalah metode pemantauan non invasif secara kontinyu terhadap saturasi oksigen
hemoglobin (SaO2). Meski oksimetri oksigen tidak bisa menggantikan gas-gas darah arteri,
oksimetri oksigen merupakan salah satu cara efektif untuk memantau pasien terhadap
perubahan saturasi oksigen yang kecil dan mendadak. Oksimetri nadi digunakan dalam
banyak lingkungan, termasuk unit perawatan kritis, unit keperawatan umum, dan pada area
diagnostik dan pengobatan ketika diperlukan pemantauan saturasi oksigen selama prosedur.
b. Saturasi oksigen vena (Sv O2) diukur untuk melihat berapa banyak mengkonsumsi oksigen
tubuh. Dalam perawatan klinis, Sv O2 di bawah 60%, menunjukkan bahwa tubuh adalah
dalam kekurangan oksigen, dan iskemik penyakit terjadi. Pengukuran ini sering digunakan
pengobatan dengan mesin jantung-paru (Extracorporeal Sirkulasi), dan dapat memberikan
gambaran tentang berapa banyak aliran darah pasien yang diperlukan agar tetap sehat. c.
Tissue oksigen saturasi (St O2) dapat diukur dengan spektroskopi inframerah dekat . Tissue
oksigen saturasi memberikan gambaran tentang oksigenasi jaringan dalam berbagai kondisi.
d. Saturasi oksigen perifer (Sp O2) adalah estimasi dari tingkat kejenuhan oksigen yang
biasanya diukur dengan oksimeter pulsa.

Pemantauan saturasi O2 yang sering adalah dengan menggunakan oksimetri nadi yang secara
luas dinilai sebagai salah satu kemajuan terbesar dalam pemantauan klinis (Giuliano &
Higgins, 2005). Untuk pemantauan saturasi O2 yang dilakukan di perinatalogi ( perawatan
risiko tinggi ) Rumah Sakit Islam Kendal juga dengan menggunakan oksimetri nadi. Alat ini
merupakan metode langsung yang dapat dilakukan di sisi tempat tidur, bersifat sederhana dan
non invasive untuk mengukur saturasi O2 arterial (Astowo, 2005 ).
DAFTAR PUSTAKA

 Surahman, Pengaruh Cardiopulmonar Bypass Terhadap Jumlah Leukosit Pada


Operasi Coronary Artery Bypass Graft, Jurnal Kedokteran, Mei 2010, Universita
Diponegoro
 Pratiwi Anggi (2010). Pemeriksaan Gas Darah Arteri (Analisa Gas Darah). Diambil
dari http://www.scribd.com//. 6 Oktober 2012
 Yusuf Muhammad (2009). Pemeriksaan Analisa Gas Darah (ASTRUP). Diambil dari
http://ysupazmy.blogspot.com// . 6 Oktober 2012
 Silviana (2005). IMA (Infark Miokard Akuta). Diambil dari http://www.scribd.com// .
6 Oktober 2012
 Afri (2009). Analisa Gas Darah. Diambil dari http://www.scribd.com// . 6 Oktober
2012
 Widjijati (2010). Analisa Gas Darah Arteri. Diambil dari http://www.scribd.com// . 6
Oktober 2012

Anda mungkin juga menyukai