Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
NEONATAL JAUNDICE
Disusun oleh:
Helti Shary Rahmadani
1510029027
Fadjri Alrifannur
1510029016
Pembimbing:
dr. Daniel Susatyo Wirawan, Sp. A
NEONATAL JAUNDICE
Disusun oleh:
Helti Shary Rahmadani
Dan
Fadjri Alrifannur
Menyetujui,
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
yang berjudul “Neonatal Jaundice”.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan referat ini tidak lepas
dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Daniel Susatyo Wirawan Sp. A., sebagai dosen pembimbing klinik tutorial
selama stase ilmu penyakit anak bagian Perinatologi.
2. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga
pendidikan saat ini.
3. Rekan sejawat dokter muda angkatan 2015 yang telah bersedia memberikan
saran dan mengajarkan ilmunya pada penulis.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Akhir kata, ”Tiada gading yang tak retak”. Oleh karena itu, penulis
membuka diri untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna
memperbaiki laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
Penulis
BAB I
3
PENDAHULUAN
Pada masa transisi setelah lahir hepar belum berfungsi secara optimal,
sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal. Keadaan ini
akan menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi dalam darah. Pada
kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan
fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan
bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan dapat
menyebabkan kematian, dan bila bayi tersebut dapat bertahan hidup pada jangka
panjang akan menimbulkan sekuele neurologis. Dengan demikian, setiap bayi
yang mengalami kuning, harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan
keadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitoring apakah mempunyai
kecenderungan untuk berkembang menjadi hiperbilirunemia yang berat.1
4
BAB II
RESUME
Pasien lahir spontan di tolong oleh dokter pada tanggal 10 Maret 2016 di
R.S. Kanujoso Djatiwibowo
Identitas Pasien:
Nama : by. FNF
Tanggal Lahir : 10 Maret 2016
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : KM. 6 Perum Taman Bukit Sari Blok CC No. III
Tanggal masuk : 21 Maret 2016
5
Anamnesis:
1. Keluhan Utama
Seluruh badan terlihat kuning
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seluruh badan terlihat kuning sampai ke pergelangan tangan dan
pergelangan kaki(muka, badan, tangan dan kaki). Usia pasien saat terlihat
kuning adalah 3 hari setelah persalinan SC. Usia kehamilan Aterm(41
minggu). Tidak ada demam, batuk dan pilek. Buang air besar 5x konsistensi
cair warna kuning kesan normal. Buang air kecil lancar warna kuning jernih.
3. Riwayat Saudara-saudara
Aterm/Pre Persalinan
Ha Usia
matur/ Spontan/ Sehat/ Umur Sebab
mil Tanggal
Abort/ SC/ Tidak Meninggal Meninggal
ke Lahir
Lahir Mati Vacum
1. Aterm SC 15tahun Sehat - -
2. Aterm SC 7tahun Sehat - -
3. Aterm SC 12hari Sehat - -
Anus : (+)
Cacat : (-)
6
Hepatitis + - - /////// - -
B
7
Warna kuning pada seluruh tubuh dan ekstremitas yang muncul
pada hari 3 setelah lahir.
Lanugo terlihat tipis
Ikterik (+)
Kepala
Bentuk : bulat
Lingkar Kepala : 34 cm
Rambut : hitam, tebal, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik,
pupil isokor, secret (-)
Ubun – ubun tidak cekung
Hidung : nafas cuping hidung -|- , sekret (-)
Telinga : bentuk normal, sekret (-)
Mulut : mukosa basah, tidak pucat, tidak
sianosis,langit-langit utuh
Wajah : Tidak ada kelainan wajah yang khas
Leher
KGB : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax
Inspeksi : pergerakan dada simetris, retraksi ( -)
Areola tampak meninggi dengan diameter 3-
4mm
Palpasi : vokal fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi : sonor di semua lapangan paru
Auskultasi : wheezing (-/-), ronki (-/-), bunyi jantung I &
II normal, murmur (-), gallop (-)
Frekuensi jantung 123 x/menit
Abdomen
Inspeksi : distensi (-), simetris, datar, scar (-)
Palpasi : soefl, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus kesan normal
Genitalia eksterna
Labia mayor menutupi klitoris dan labia minor
Ekstremitas
Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)
Pasien bergerak aktif.
8
Pemeriksaan laboratorium :
Lab
21/3/2016 Nilai Rujukan
Bilirubin Total 17,15 0,20-1,00 mg/dL
Bilirubin Direk 0,24 <0,30 mg/dl
Diagnosis
Neonatal Jaundice
Penatalaksanaan di Ruangan
1. Observasi KU dan TTV
2. R/ Foto therapy 36 jam
3. Minum ASI 20-25 tiap 1 jam
4. Gentamisin Cream 3x/ hari
5. Cek bilirubin total (23 Maret 2016)
Prognosa
Dubia ad Bonam
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus pada bayi baru lahir. Ikterus adalah
pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi karena meningkatnya
kadar bilirubin dalam darah. Biasanya mulai tampak pada kadar bilirubin serum > 5
mg/dL atau disebut dengan hiperbilirubinemia, yang dapat menjurus ke arah terjadinya
kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan. 1,2
10
2. Metabolisme Bilirubin
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh
tubuh. Sebagian besar (80%) bilirubin berasal dari degradasi hemoglobin darah dan
sebagian lagi (20%) dari hem bebas atau eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan
bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta
beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas.
Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karena mempunyai sifat lipofilik
yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar
darah otak. Bilirubin tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke
hepar. Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor
membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi
persenyawaan dengan ligandin (protein Y) protein Z dan glutation hati lain yang
membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi. 1
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian
menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada
kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang
terkonjugasi ini diekskresikan melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan
selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan feses sebagai sterkobilin. Dalam
usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorbsi
enterohepatik.1
11
Gambar 1. Metabolisme Bilirubin
12
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-
hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada
neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa
hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar.
Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari
ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin pun biasanya
tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi
kurang bulan, pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan
karenanya disebut ikterus fisiologik. Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini
terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun sehingga terakumulasi di dalam darah.
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh,
misal kerusakan sel otak yang akan menyebebabkan gejala sisa di kemudian hari. 4,5
Peningkatan kadar bilirubin umumnya terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena :
Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan
berumur lebih pendek.
Pada bayi yang diberi minum lebih awal atau frekuensi menyusu yang sering dan
bayi dengan pengeluaran mekonium lebih awal cenderung mempunyai insiden yang
rendah untuk terjadinya ikerus fisiologis. Pada bayi yang diberi minum susu formula
cenderung mengeluarkan bilirubin lebih banyak pada mekoniumnya selama 3 hari
pertama kehidupan dibandingkan dengan yang mendapat ASI. Bayi yang mendapat ASI,
kadar bilirubin cenderung lebih rendah pada yang defekasinya lebih sering. Bayi yang
terlambat mengeluarkan mekonium lebih sering terjadi ikterus fisiologis. 1
13
Gambar 2. Etiologi Ikterus neonatorum fisiologis
Pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk neonatal jaundice yaitu early
yang berhubungan dengan breast feeding dan late berhubungan dengan ASI. Bentuk
early onset diyakini berhubungan dengan proses pemberian minum. Bentuk late onset
diyakini dipengaruhi oleh kandungan ASI ibu yang mempengaruhi proses konjugasi dan
eksresi bilirubin. Faktor spesifik dari ASI tersebut kemungkinan adanya peningkatan
asam lemak unsaturated yang menghambat proses konjugasi atau adanya beta
glukorunidase yang menyebabkan peningkatan jalur enterohepatik. 1
14
Gambar 3. Distribusi level maksimal bilirubin selama 1 minggu pertama pada bayi yang
mendapat ASI dan susu formula
4. Faktor Risiko
Faktor maternal
Faktor perinatal
15
Infeksi (bakteri, virus)
Faktor neonatus
Prematuritas
Faktor genetik
Polisitemia
Hipoglikemia
Hipoalbuminemia
Ikterus fisiologis
e. Ikterus tampak jelas pada hari kelima dan keenam dan menghilang pada hari
kesepuluh
Ikterus patologik
b. Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5 mg/dl atau lebih per 24 jam
16
d. Ikterus yang disertai oleh :
Infeksi
Hipoglikemia, hiperkarbia
Hiperosmolaritas darah
e. Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia lebih dari 8 hari pada neonatus
cukup bulan atau lebih dari 14 hari pada neonatus kurang bulan
6. Penegakan Diagnosis
Berikut penyebab ikterus yang dapat terjadi dalam kurun waktu 24 jam pertama
kehidupan :
defisiensi G6PD
17
Hal ini dapat diduga dari jika terdapat peningkatan kadar bilirubin cepat,
misalnya melebihi 5 mg% per 24 jam
Polisitemia
Hipoksia
Sferositosis, elipsitosis
Dehidrasi asidosis
c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama
Dehidrasi asidosis
Pengaruh obat
Sindrom Crigler-Najjar
Sindrom Gilbert
Hipotiroidisme
Infeksi
Neonatal hepatitis
18
19
Tabel 1. Gambaran Diagnostik dari Beberapa Tipe Neonatal Jaundice
20
Gambar 4. Algorithm for the management of jaundice in the newborn
nursery
21
Gambar 5. Pendekatan Skematis untuk Mendiagnosis Neonatal Jaundice
22
Tabel 2. Hubungan kadar bilirubin (mg/dl) dengan daerah ikterus menurut Kramer
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi
sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan
terjadinya kern ikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi sehat, dapat
dilakukan beberapa cara berikut :4
Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol
lebih cepat (terutama bila tampak kuning).
Bilirubin serum total 24 jam pertama lebih dari 4,5 mg/dl dapat digunakan
sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu
pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak praktis
dan membutuhkan biaya yang cukup besar.
Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko ; berat lahir kurang dari 2500 gram, lahir
sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis
23
Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan
golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs
Jika kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan terapi
sinar
Jika kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar,
lakukan terapi sinar
Jika faktor Rhesus dan golongan darah AB0 bukan merupakan penyebab hemolisis
atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila
memungkinkan
Hal selanjutnya yang dilakukan adalah mengatasi hiperbilirubinemia. Adapun hal yang
dapat dilakukan antara lain :
Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital. Obat ini
bekerja sebagai enzyme inducer sehingga konjugasi dapat dipercepat. Pengobatan
dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi
penurunan bilirubin yang berarti. Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu
kira-kira 2 hari sebelum melahirkan bayi.
Memberikan substrat yang kurang toksik untuk transportasi atau konjugasi.
Contohnya ialah pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin
dapat diganti dengan plasma dosis 15-20 mg/kgBB. Albumin biasanya diberikan
sebelum transfusi tukar dilakukan karena albumin akan mempercepat keluarnya
bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya lebih
mudah dikeluarkan dengan transfusi tukar. Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi
hepar sebagai sumber energi.
Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Walaupun fototerapi dapat
menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat menggantikan transfusi
tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pasca
transfusi tukar. Indikasi terapi sinar adalah :9
- Bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah dengan kadar albumin lebih dari
10 mg/dl
24
Lama terapi sinar adalah selama 24 jam terus menerus, istirahat 12 jam, bila perlu
dapat diberikan dosis kedua selama 24 jam.
Transfusi tukar pada umumnya dilakukan dengan indikasi sebagai berikut : 9
- Kadar bilirubin tali pusat lebih dari 4 mg/dl dan Hb kurang dari 10 mg/dl
Bilirubin
serum < 24 jam 24-48 jam 49-72 jam >72 jam
(mg/dl)
Tabel 3. Bagan penatalaksanaan ikterus menurut waktu timbulnya dan kadar bilirubin
Minum ASI atau pemberian ASI perah
Infus cairan dengan dosis rumatan
25
Monitoring yang dilakukan antara lain :10
Bilirubin dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna kulit tidak dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin serum selama bayi
mendapat terapi sinar dan selama 24 jam setelah dihentikan.
Pulangkan bayi jika terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum dengan baik,
atau bila sudah tidak ditemukan masalah yang membutuhkan perawatan di RS
a. Pencegahan primer
Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi
yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi
b. Pencegahan sekunder
Wanita hamil harus diperiksa golongan darah AB0 dan rhesus serta
penyaringan serum utnuk antibodi isoimun yang tidak biasa
8. Terapi Sinar
Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958.
Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru
mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi
sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk
4Z, 15E-bilirubin yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut
dalam plasma dan lebih mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu.
Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran
cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan
lebih cepat meninggalkan usus halus. Di RSU Dr. Soetomo Surabaya terapi sinar
26
dilakukan pada semua penderita dengan kadar bilirubin indirek >12 mg/dL dan pada bayi-
bayi dengan proses hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus pada hari pertama
kelahiran. Pada penderita yang direncanakan transfusi tukar, terapi sinar dilakukan pula
sebelum dan sesudah transfusi dikerjakan.2
Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu
neon yang diletakkan secara paralel dan dipasang dalam kotak yang berventilasi. Agar
bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm) lampu diletakkan pada jarak
tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksiglass biru yang berfungsi untuk
menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah lampu setiap
2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala. Gunakan kain
pada boks bayi atau inkubator dan pasang tirai mengelilingi area sekeliling alat tersebut
berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke arah bayi 2
Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat seluas-
luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap
6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata ditutup
namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin dan hemoglobin
bayi dipantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila kadar bilirubin <10 mg/dL
(<171 μmol/L). Lamanya penyinaran biasanya tidak melebihi 100 jam. Penghentian atau
peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek samping terapi
sinar.2
27
Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan antara lain : enteritis,
hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek
samping ini biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan
sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki. 2
9. Transfusi Tukar
Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan cepat
bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam mengganti eritrosit yang
telah terhemolisis dan membuang pula antibodi yang menimbulkan hemolisis. Walaupun
transfusi tukar ini sangat bermanfaat, tetapi efek samping dan komplikasinya yang
mungkin timbul perlu di perhatikan dan karenanya tindakan hanya dilakukan bila ada
indikasi (lihat tabel 3). Kriteria melakukan transfusi tukar selain melihat kadar bilirubin,
juga dapat memakai rasio bilirubin terhadap albumin. 10
28
Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah yang akan
diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila hiperbilirubinemia yang
terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO, darah yang dipakai adalah
darah golongan O rhesus positip. Pada keadaan lain yang tidak berkaitan dengan proses
aloimunisasi, sebaiknya digunakan darah yang bergolongan sama dengan bayi. Bila
keadaan ini tidak memungkinkan, dapat dipakai darah golongan O yang kompatibel
dengan serum ibu. Apabila hal inipun tidak ada, maka dapat dimintakan darah O dengan
titer anti A atau anti B yang rendah. Jumlah darah yang dipakai untuk transfusi tukar
berkisar antara 140-180 cc/kgBB. 10
‘Double Volume’ artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan dapat
mengganti kurang lebih 90 % dari sirkulasi darah bayi dan 88 %mengganti Hb
bayi.
‘Iso Volume’ artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi, dapat
mengganti 65 % Hb bayi.
‘Partial Exchange’ artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada kasus
polisitemia atau darah pada anemia.
10. Komplikasi
Pada bayi sehat yang menyusu, kern ikterus terjadi saat kadar bilirubin lebih dari
30 mg/dl dengan rentang antara 21-50 mg/dl. Onset umumnya pada minggu pertama
kelahiran tapi dapat tertunda hingga umur 2-3 miggu.
29
Gambaran klinis kern ikterus, antara lain :1
a. Bentuk akut
b. Bentuk kronis
Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory tonic neck
reflexes, keterampilan motorik yang lambat
Oleh karena itu, pada bayi yang menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak
lanjut sebagai berikut :1
30
BAB IV
PEMBAHASAN
TEORI KASUS
ANAMNESIS
Faktor Risiko untuk Terjadinya Neonatal Jaundice
adalah: Bayi cukup
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum adalah : bulan
Riwayat
Faktor maternal
Neonatal
Ras atau kelompok etnik tertentu Jaundice
Faktor perinatal
Faktor neonatus
Prematuritas
Faktor genetik
Polisitemia
Hipoglikemia
Hipoalbuminemia
31
pada prematur lebih tinggi dan ikterus dapat bersifat
Fisiologis dan Patologis.
PEMERIKSAAN
Klasifikasi Ikterus Neonatorum4,5,6 Bayi tampak
aktif
Ada 2 macam ikterus neonatorum : Nadi:123x/me
nit kuat angkat
Ikterus fisiologis
RR :36x/menit
a. Ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga Suhu:36,7ᵒC
Pada hari ke 3
b. Tidak mempuyai dasar patologis perawatan bayi
tampak kuning
c. Kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan seluruh tubuh
atau tidak berpotensi menjadi kern ikterus dan
Didapatkan
d. Tidak menyebabkan morbiditas pada bayi ikterik pada
kepala, leher,
e. Ikterus tampak jelas pada hari kelima dan keenam dan dada, perut
menghilang pada hari kesepuluh dan paha serta
ekstermitas
Ikterus patologik namun tidak
pada telapak
Ikterus yang cenderung menjadi patologik adalah ; tangan dan
kaki.
a. Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan
Infeksi
32
Trauma lahir pada kepala
Hipoglikemia, hiperkarbia
Hiperosmolaritas darah
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kadar normal 21/3/2016
1. Bilirubin
Bilirubun total : 0,2-1,0 mg/dl
total :17,15
Bilirubin direct : 0-0,25 mg/dl
2. Bilirubin
Biirubin indirect : 0-0,75 mg/dl
direct : 0,24
3. Bilirubin
indirect :
16,91
23/03/2016
Golongan darah B
Rhesus +
Bilirubin Total
10,40
DIAGNOSIS
diagnosis ikterus berdasarkan gejala ikterus fisiologi Ikterus Neonates
maupun patologis serta hasil laboratorium bilirubin
PENATALAKSANAAN
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat 1. Observasi di
bahwa pada bayi sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada ruangan
kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya kern ikterus 2. Fototherapy
sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi sehat, dapat 36 Jam
33
dilakukan beberapa cara berikut :4 3. Minum ASI
Bilirubin dapat menghilang dengan cepat dengan terapi
sinar. Warna kulit tidak dapat digunakan sebagai petunjuk
untuk menentukan kadar bilirubin serum selama bayi
mendapat terapi sinar dan selama 24 jam setelah
dihentikan.
Pulangkan bayi jika terapi sinar sudah tidak diperlukan,
bayi minum dengan baik, atau bila sudah tidak ditemukan
masalah yang membutuhkan perawatan di RS
c. Pencegahan primer
34
sedikit 8-12 kali/hari untuk beberapa hari pertama
d. Pencegahan sekunder
35
BAB V
KESIMPULAN
Secara umum, mulai dari anamnesis, hasil pemeriksaan fisik dan penunjang,
penegakan diagnosis dan penatalaksanaan pada kasus ini sudah sesuai dengan
teori yang penulis dapatkan dari literatur yang ada. Prognosis pada pasien ini
berdasarkan perjalanan penyakit dan penatalaksanaan yang telah didapatkannya
adalah dubia ad bonam.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Richard E., et al. 2003. Nelson Textbook of Paediatrics 17th edition. Philadelpia : WB
Saunders Company
2. Etika Risa, dkk. 2007. Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Divisi Neonatologi Bagian
Ilmu Kesehatan Anak. FK UNAIR/RSU Dr.Soetomo-Surabaya
3. Kosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Ed.I. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
4. Mansjoer, A. Dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI
5. Arianti R. 2009. Ikterik pada Bayi Baru Lahir. Padang : Poltekes
6. Sudigdo, dkk. 2004. Tatalaksana Ikterus Neonatorum. Jakarta : HTA Indonesia
7. WHO.2003. Managing Newborn Problems : A Guide For Doctors, Nurses, And
Midwives. Department of Reproductive Health and Research. Geneva : World
Organization Health.
8. Suraatmaja, S. Soettjiningsih 2000. Ikterus Neonatorum dalam Pedoman Diagnosis
dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah, Denpasar ; Lab/SMF Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UNUD/RSUP Sanglah
9. Kosim, M.S dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, edisi I. Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
10. American Academy of Pediatrics. 2004. Clinical Practice Guideline. Management of
Hyperbilirubinemia In The Newborn Infant 35 or More Weeks of Gestation. Pediatrics
114:297-316
37