Anda di halaman 1dari 37

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Perinatologi

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

NEONATAL JAUNDICE

Disusun oleh:
Helti Shary Rahmadani
1510029027
Fadjri Alrifannur
1510029016

Pembimbing:
dr. Daniel Susatyo Wirawan, Sp. A

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN
RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA
2016
TUTORIAL

NEONATAL JAUNDICE

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian stase Anak

Disusun oleh:
Helti Shary Rahmadani
Dan
Fadjri Alrifannur

Menyetujui,

dr. Daniel Susatyo Wirawan, Sp. A

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN
RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA
2016

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
yang berjudul “Neonatal Jaundice”.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan referat ini tidak lepas
dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Daniel Susatyo Wirawan Sp. A., sebagai dosen pembimbing klinik tutorial
selama stase ilmu penyakit anak bagian Perinatologi.
2. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga
pendidikan saat ini.
3. Rekan sejawat dokter muda angkatan 2015 yang telah bersedia memberikan
saran dan mengajarkan ilmunya pada penulis.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Akhir kata, ”Tiada gading yang tak retak”. Oleh karena itu, penulis
membuka diri untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna
memperbaiki laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

Samarinda, 29 Maret 2016

Penulis

BAB I

3
PENDAHULUAN

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling


sering ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang
kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan ini.
Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat berwarna kuning, keadaan ini
timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin yang berwarna ikterus pada sklera dan
kulit. Isomer bilirubin ini berasal dari degradasi heme yang merupakan komponen
hemoglobin mamalia.1

Pada masa transisi setelah lahir hepar belum berfungsi secara optimal,
sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal. Keadaan ini
akan menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi dalam darah. Pada
kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan
fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan
bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan dapat
menyebabkan kematian, dan bila bayi tersebut dapat bertahan hidup pada jangka
panjang akan menimbulkan sekuele neurologis. Dengan demikian, setiap bayi
yang mengalami kuning, harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan
keadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitoring apakah mempunyai
kecenderungan untuk berkembang menjadi hiperbilirunemia yang berat.1

4
BAB II
RESUME

Pasien lahir spontan di tolong oleh dokter pada tanggal 10 Maret 2016 di
R.S. Kanujoso Djatiwibowo

Identitas Pasien:
Nama : by. FNF
Tanggal Lahir : 10 Maret 2016
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : KM. 6 Perum Taman Bukit Sari Blok CC No. III
Tanggal masuk : 21 Maret 2016

Identitas Ayah Pasien:


Nama : Bpk.NEF
Umur : 39 tahun
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan terakhir : Diploma
Alamat : KM. 6 Perum Taman Bukit Sari Blok CC No. III

Identitas Ibu Pasien:


Nama : Ny. BT
Umur : 34 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir : SMA
Alamat : KM. 6 Perum Taman Bukit Sari Blok CC No. III

5
Anamnesis:

1. Keluhan Utama
Seluruh badan terlihat kuning
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seluruh badan terlihat kuning sampai ke pergelangan tangan dan
pergelangan kaki(muka, badan, tangan dan kaki). Usia pasien saat terlihat
kuning adalah 3 hari setelah persalinan SC. Usia kehamilan Aterm(41
minggu). Tidak ada demam, batuk dan pilek. Buang air besar 5x konsistensi
cair warna kuning kesan normal. Buang air kecil lancar warna kuning jernih.
3. Riwayat Saudara-saudara
Aterm/Pre Persalinan
Ha Usia
matur/ Spontan/ Sehat/ Umur Sebab
mil Tanggal
Abort/ SC/ Tidak Meninggal Meninggal
ke Lahir
Lahir Mati Vacum
1. Aterm SC 15tahun Sehat - -
2. Aterm SC 7tahun Sehat - -
3. Aterm SC 12hari Sehat - -

4. Identitas pemeriksaan bayi


Berat badan lahir : 3100 gram

Panjang badan lahir : 50 cm

Anus : (+)

Cacat : (-)

5. Imunisasi : Ibu pasien tidak tahu apakah bayinya mendapat vaksin


ketika lahir atau tidak
Imunisasi Usia saat imunisasi
I II III IV Booster Booster
I II
BCG - //////// /////// /////// /////// ///////
Polio + - - - - -
Campak - - /////// /////// /////// ///////
DPT + - - /////// - -

6
Hepatitis + - - /////// - -
B

Kesimpulan klasifikasi bayi meurut Lubchenco : Neonatus Cukup Bulan (NCB)


Sesuai untuk Masa Kehamilan (SMK)

Pemeriksaan Fisik tanggal 22 -03 -2016


KU : bayi tampak aktif
Tanda-tanda vital
1. Frekuensi nadi :123x/menit kuat angkat
2. Frekuensi nafas :36 x/menit
3. Suhu : 36oC
Status generalisata
Kulit

7
 Warna kuning pada seluruh tubuh dan ekstremitas yang muncul
pada hari 3 setelah lahir.
 Lanugo terlihat tipis
 Ikterik (+)
Kepala
 Bentuk : bulat
 Lingkar Kepala : 34 cm
 Rambut : hitam, tebal, tidak mudah dicabut
 Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik,
pupil isokor, secret (-)
 Ubun – ubun tidak cekung
 Hidung : nafas cuping hidung -|- , sekret (-)
 Telinga : bentuk normal, sekret (-)
 Mulut : mukosa basah, tidak pucat, tidak
sianosis,langit-langit utuh
 Wajah : Tidak ada kelainan wajah yang khas
Leher
 KGB : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax
 Inspeksi : pergerakan dada simetris, retraksi ( -)
Areola tampak meninggi dengan diameter 3-
4mm
 Palpasi : vokal fremitus sama kanan dan kiri
 Perkusi : sonor di semua lapangan paru
 Auskultasi : wheezing (-/-), ronki (-/-), bunyi jantung I &
II normal, murmur (-), gallop (-)
 Frekuensi jantung 123 x/menit

Abdomen
 Inspeksi : distensi (-), simetris, datar, scar (-)
 Palpasi : soefl, hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : bising usus kesan normal
Genitalia eksterna
 Labia mayor menutupi klitoris dan labia minor

Ekstremitas
 Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)
 Pasien bergerak aktif.

8
Pemeriksaan laboratorium :
Lab
21/3/2016 Nilai Rujukan
Bilirubin Total 17,15 0,20-1,00 mg/dL
Bilirubin Direk 0,24 <0,30 mg/dl

Lab 23 / 03/2016 Nilai Rujukan


Golongan darah B
Rhesus +
Bilirubin total 10,40 0,20-1,00 mg/dL

Diagnosis
Neonatal Jaundice
Penatalaksanaan di Ruangan
1. Observasi KU dan TTV
2. R/ Foto therapy 36 jam
3. Minum ASI 20-25 tiap 1 jam
4. Gentamisin Cream 3x/ hari
5. Cek bilirubin total (23 Maret 2016)
Prognosa
Dubia ad Bonam

9
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Ikterus Neonatorum

Ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus pada bayi baru lahir. Ikterus adalah
pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi karena meningkatnya
kadar bilirubin dalam darah. Biasanya mulai tampak pada kadar bilirubin serum > 5
mg/dL atau disebut dengan hiperbilirubinemia, yang dapat menjurus ke arah terjadinya
kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan. 1,2

Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya


produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada
neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal.
Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritrosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih
pendek. Keadaan bayi kuning (ikterus) sangat sering terjadi pada bayi baru lahir, terutama
pada bayi berat lahir rendah (BBLR). Penyebab yang sering terjadi adalah belum
matangnya fungsi hati bayi untuk memproses eritrosit. Pada bayi, usia sel darah merah
sekitar 90 hari. Hasil pemecahannya, eritrosit harus diproses oleh hati. Saat lahir, hati
bayi belum cukup baik untuk melakukan tugasnya. Sisa pemecahan eritrosit disebut
biliruibn, bilirubin inilah yang menyebabkan pewarnaan kuning pada bayi. 1,2,3

10
2. Metabolisme Bilirubin

Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh
tubuh. Sebagian besar (80%) bilirubin berasal dari degradasi hemoglobin darah dan
sebagian lagi (20%) dari hem bebas atau eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan
bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta
beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas.
Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karena mempunyai sifat lipofilik
yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar
darah otak. Bilirubin tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke
hepar. Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor
membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi
persenyawaan dengan ligandin (protein Y) protein Z dan glutation hati lain yang
membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi. 1

Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian
menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada
kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang
terkonjugasi ini diekskresikan melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan
selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan feses sebagai sterkobilin. Dalam
usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorbsi
enterohepatik.1

11
Gambar 1. Metabolisme Bilirubin

12
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-
hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada
neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa
hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar.
Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari
ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin pun biasanya
tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi
kurang bulan, pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan
karenanya disebut ikterus fisiologik. Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini
terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun sehingga terakumulasi di dalam darah.
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh,
misal kerusakan sel otak yang akan menyebebabkan gejala sisa di kemudian hari. 4,5

3. Etiologi Ikterus Neonatorum4

Peningkatan kadar bilirubin umumnya terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena :

a. Meningkatnya kadar bilirubin

Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan
berumur lebih pendek.

b. Penurunan eksresi bilirubin

Hal ini dapat terjadi karena :

- Fungsi hepar yang belum sempurna sehingga terjadi penurunan ambilan


dalam hati dan penurunan konjugasi oleh hati

- Peningkatan sirkulasi bilirubin enterohepatik meningkat karena masih


berfungsinya enzim glukoronidase di usus, penurunan motilitas usus halus,
dan penurunan bakteri flora normal.

Pada bayi yang diberi minum lebih awal atau frekuensi menyusu yang sering dan
bayi dengan pengeluaran mekonium lebih awal cenderung mempunyai insiden yang
rendah untuk terjadinya ikerus fisiologis. Pada bayi yang diberi minum susu formula
cenderung mengeluarkan bilirubin lebih banyak pada mekoniumnya selama 3 hari
pertama kehidupan dibandingkan dengan yang mendapat ASI. Bayi yang mendapat ASI,
kadar bilirubin cenderung lebih rendah pada yang defekasinya lebih sering. Bayi yang
terlambat mengeluarkan mekonium lebih sering terjadi ikterus fisiologis. 1

13
Gambar 2. Etiologi Ikterus neonatorum fisiologis

Pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk neonatal jaundice yaitu early
yang berhubungan dengan breast feeding dan late berhubungan dengan ASI. Bentuk
early onset diyakini berhubungan dengan proses pemberian minum. Bentuk late onset
diyakini dipengaruhi oleh kandungan ASI ibu yang mempengaruhi proses konjugasi dan
eksresi bilirubin. Faktor spesifik dari ASI tersebut kemungkinan adanya peningkatan
asam lemak unsaturated yang menghambat proses konjugasi atau adanya beta
glukorunidase yang menyebabkan peningkatan jalur enterohepatik. 1

14
Gambar 3. Distribusi level maksimal bilirubin selama 1 minggu pertama pada bayi yang
mendapat ASI dan susu formula

4. Faktor Risiko

Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum adalah :

 Faktor maternal

 Ras atau kelompok etnik tertentu

 Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)

 Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik, ASI

 Faktor perinatal

 Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)

15
 Infeksi (bakteri, virus)

 Faktor neonatus

 Prematuritas

 Faktor genetik

 Polisitemia

 Obat (sterptomisin, kloramfenikol, benzyl alkohol, sulfisoxazol)

 Rendahnya asupan ASI

 Hipoglikemia

 Hipoalbuminemia

5. Klasifikasi Ikterus Neonatorum4,5,6

Ada 2 macam ikterus neonatorum :

 Ikterus fisiologis

a. Ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga

b. Tidak mempuyai dasar patologis

c. Kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau tidak berpotensi


menjadi kern ikterus

d. Tidak menyebabkan morbiditas pada bayi

e. Ikterus tampak jelas pada hari kelima dan keenam dan menghilang pada hari
kesepuluh

 Ikterus patologik

Ikterus yang cenderung menjadi patologik adalah ;

a. Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan

b. Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5 mg/dl atau lebih per 24 jam

c. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi G6PD,


atau sepsis)

16
d. Ikterus yang disertai oleh :

 Berat lahir kurang dari 2000 gram

 Masa gestasi 36 minggu

 Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat nafas pada neonatus (SGNN)

 Infeksi

 Trauma lahir pada kepala

 Hipoglikemia, hiperkarbia

 Hiperosmolaritas darah

e. Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia lebih dari 8 hari pada neonatus
cukup bulan atau lebih dari 14 hari pada neonatus kurang bulan

6. Penegakan Diagnosis

Menetapkan penyebab ikterus tidak selamanya mudah dan membutuhkan


pemeriksaan yang banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan khusus
untuk dapat memperkirakan penyebabnya. Pendekatan yang dapat memenuhi kebutuhan
itu ialah menggunakan saat timbulnya ikterus.7

a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama

Berikut penyebab ikterus yang dapat terjadi dalam kurun waktu 24 jam pertama
kehidupan :

 inkompatibilitas darah AB0, Rh atau golongan lain

 infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang bakteri)

 defisiensi G6PD

b. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir

 Biasanya ikterus fisiologis

 Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah AB0, Rh atau golongan lain

17
 Hal ini dapat diduga dari jika terdapat peningkatan kadar bilirubin cepat,
misalnya melebihi 5 mg% per 24 jam

 Defisiensi enzim G6PD

 Polisitemia

 Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan


subkapsuler hepar)

 Hipoksia

 Sferositosis, elipsitosis

 Dehidrasi asidosis

 Defisiensi enzim eritrosit lainnya

c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama

 Biasanya karena infeksi (sepsis)

 Dehidrasi asidosis

 Defisiensi enzim G6PD

 Pengaruh obat

 Sindrom Crigler-Najjar

 Sindrom Gilbert

d. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya

 Biasanya karena obstruksi

 Hipotiroidisme

 Breast milk jaundice

 Infeksi

 Neonatal hepatitis

18
19
Tabel 1. Gambaran Diagnostik dari Beberapa Tipe Neonatal Jaundice

Adapun pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah :

 Pemeriksaan bilirubin berkala; direk dan indirek

 Pemeriksaan darah tepi

 Pemeriksaan penyaring G6PD

 Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab

20
Gambar 4. Algorithm for the management of jaundice in the newborn
nursery

21
Gambar 5. Pendekatan Skematis untuk Mendiagnosis Neonatal Jaundice

Ikterus dikatakan fisiologis sesudah observasi dan pemeriksaan lanjut tidak


menunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi kern
ikterus.3

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus


neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang
perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan
tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. 3 Umumnya
yang diperiksa adalah bilirubin total. Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin
direk, bila kadar bilirubin total lebih 20 mg/dl atau usia bayi lebih 2 minggu. 4

Gambar 6. Pembagian ikterus menurut Kramer4

22
Tabel 2. Hubungan kadar bilirubin (mg/dl) dengan daerah ikterus menurut Kramer

Daerah Kadar bilirubin (mg/dl)


Penjelasan
ikterus Prematur Aterm

1 Kepala dan leher 4-8 4-8

2 Dada sampai pusat 5-12 5-12

3 Pusat bagian bawah sampai lutut 7-15 8-16

Lutut sampai pergelangan kaki dan bahu


4 9-18 11-18
sampai pergelangan tangan

Kaki dan tangan termasuk telapak kaki dan


5 >10 >15
telapak tangan

7. Penatalaksanaan Ikterus Neonatorum

Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi
sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan
terjadinya kern ikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi sehat, dapat
dilakukan beberapa cara berikut :4

 Minum ASI dini dan sering

 Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO

 Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol
lebih cepat (terutama bila tampak kuning).

Bilirubin serum total 24 jam pertama lebih dari 4,5 mg/dl dapat digunakan
sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu
pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak praktis
dan membutuhkan biaya yang cukup besar.

Tatalaksana awal ikterus neonatorum :8

 Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat

 Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko ; berat lahir kurang dari 2500 gram, lahir
sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis

23
 Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan
golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs

 Jika kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan terapi
sinar

 Jika kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar,
lakukan terapi sinar

 Jika faktor Rhesus dan golongan darah AB0 bukan merupakan penyebab hemolisis
atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila
memungkinkan

Hal selanjutnya yang dilakukan adalah mengatasi hiperbilirubinemia. Adapun hal yang
dapat dilakukan antara lain :


Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital. Obat ini
bekerja sebagai enzyme inducer sehingga konjugasi dapat dipercepat. Pengobatan
dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi
penurunan bilirubin yang berarti. Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu
kira-kira 2 hari sebelum melahirkan bayi.


Memberikan substrat yang kurang toksik untuk transportasi atau konjugasi.
Contohnya ialah pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin
dapat diganti dengan plasma dosis 15-20 mg/kgBB. Albumin biasanya diberikan
sebelum transfusi tukar dilakukan karena albumin akan mempercepat keluarnya
bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya lebih
mudah dikeluarkan dengan transfusi tukar. Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi
hepar sebagai sumber energi.


Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Walaupun fototerapi dapat
menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat menggantikan transfusi
tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pasca
transfusi tukar. Indikasi terapi sinar adalah :9

- Bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah dengan kadar albumin lebih dari
10 mg/dl

- Bayi cukup bulan dengan kadar bilirubin lebih dari 15 mg/dl

24
Lama terapi sinar adalah selama 24 jam terus menerus, istirahat 12 jam, bila perlu
dapat diberikan dosis kedua selama 24 jam.


Transfusi tukar pada umumnya dilakukan dengan indikasi sebagai berikut : 9

- Kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl

- Kadar bilirubin tali pusat lebih dari 4 mg/dl dan Hb kurang dari 10 mg/dl

- Peningkatan bilirubin lebih dari 1 mg/dl

Bilirubin
serum < 24 jam 24-48 jam 49-72 jam >72 jam
(mg/dl)

<2500 >2500 <2500 >2500 <2500 >2500 <2500 >2500

<5 Tidak perlu terapi – observasi

5-9 Terapi sinar bila hemolisis

10-14 Transfusi tukar Terapi sinar

15-19 Transfusi tukar Terapi sinar

>20 Transfusi tukar

Tabel 3. Bagan penatalaksanaan ikterus menurut waktu timbulnya dan kadar bilirubin

Terapi suportif, antara lain :10


Minum ASI atau pemberian ASI perah


Infus cairan dengan dosis rumatan

25
Monitoring yang dilakukan antara lain :10


Bilirubin dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna kulit tidak dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin serum selama bayi
mendapat terapi sinar dan selama 24 jam setelah dihentikan.


Pulangkan bayi jika terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum dengan baik,
atau bila sudah tidak ditemukan masalah yang membutuhkan perawatan di RS

Strategi pencegahan yang dapat dilakukan meliputi : 6

a. Pencegahan primer

 Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali/hari


untuk beberapa hari pertama

 Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi
yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi

b. Pencegahan sekunder

 Wanita hamil harus diperiksa golongan darah AB0 dan rhesus serta
penyaringan serum utnuk antibodi isoimun yang tidak biasa

 Memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor terhadap timbulnya


ikterus dan menetapkan protokol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai
saat memeriksa tanda-tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8-12
jam

8. Terapi Sinar

Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958.
Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru
mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi
sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk
4Z, 15E-bilirubin yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut
dalam plasma dan lebih mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu.
Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran
cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan
lebih cepat meninggalkan usus halus. Di RSU Dr. Soetomo Surabaya terapi sinar

26
dilakukan pada semua penderita dengan kadar bilirubin indirek >12 mg/dL dan pada bayi-
bayi dengan proses hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus pada hari pertama
kelahiran. Pada penderita yang direncanakan transfusi tukar, terapi sinar dilakukan pula
sebelum dan sesudah transfusi dikerjakan.2

Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu
neon yang diletakkan secara paralel dan dipasang dalam kotak yang berventilasi. Agar
bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm) lampu diletakkan pada jarak
tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksiglass biru yang berfungsi untuk
menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah lampu setiap
2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala. Gunakan kain
pada boks bayi atau inkubator dan pasang tirai mengelilingi area sekeliling alat tersebut
berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke arah bayi 2

Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat seluas-
luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap
6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata ditutup
namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin dan hemoglobin
bayi dipantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila kadar bilirubin <10 mg/dL
(<171 μmol/L). Lamanya penyinaran biasanya tidak melebihi 100 jam. Penghentian atau
peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek samping terapi
sinar.2

27
Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan antara lain : enteritis,
hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek
samping ini biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan
sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki. 2

9. Transfusi Tukar

Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan cepat
bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam mengganti eritrosit yang
telah terhemolisis dan membuang pula antibodi yang menimbulkan hemolisis. Walaupun
transfusi tukar ini sangat bermanfaat, tetapi efek samping dan komplikasinya yang
mungkin timbul perlu di perhatikan dan karenanya tindakan hanya dilakukan bila ada
indikasi (lihat tabel 3). Kriteria melakukan transfusi tukar selain melihat kadar bilirubin,
juga dapat memakai rasio bilirubin terhadap albumin. 10

28
Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah yang akan
diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila hiperbilirubinemia yang
terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO, darah yang dipakai adalah
darah golongan O rhesus positip. Pada keadaan lain yang tidak berkaitan dengan proses
aloimunisasi, sebaiknya digunakan darah yang bergolongan sama dengan bayi. Bila
keadaan ini tidak memungkinkan, dapat dipakai darah golongan O yang kompatibel
dengan serum ibu. Apabila hal inipun tidak ada, maka dapat dimintakan darah O dengan
titer anti A atau anti B yang rendah. Jumlah darah yang dipakai untuk transfusi tukar
berkisar antara 140-180 cc/kgBB. 10

Macam Transfusi Tukar:

 ‘Double Volume’ artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan dapat
mengganti kurang lebih 90 % dari sirkulasi darah bayi dan 88 %mengganti Hb
bayi.
 ‘Iso Volume’ artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi, dapat
mengganti 65 % Hb bayi.
 ‘Partial Exchange’ artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada kasus
polisitemia atau darah pada anemia.

10. Komplikasi

Bahaya hiperbilirubinemia adalah kern ikterus. Kern ikterus atau ensefalopati


bilirubin adalah sindrom neurologis yang disebabkan oleh deposisi bilirubin tidak
terkonjugasi (bilirubin tidak langsung atau bilirubin indirek) di basal ganglia dan batang
otak. Patogenesis kern ikterus bersifat multifaktorial dan melibatkan interakasi antara
kadar bilirubin indirek, pengikatan oleh albumin, kadar bilirubin yang tidak terikat,
kemungkinan melewati sawar darah otak, dan suseptibilitas saraf terhadap cedera.
Keruskan sawar darah otak, asfiksia dan perubahan permeabilitas sawar darah otak
mempengaruhi risiko terjadinya kern ikterus.

Pada bayi sehat yang menyusu, kern ikterus terjadi saat kadar bilirubin lebih dari
30 mg/dl dengan rentang antara 21-50 mg/dl. Onset umumnya pada minggu pertama
kelahiran tapi dapat tertunda hingga umur 2-3 miggu.

29
Gambaran klinis kern ikterus, antara lain :1

a. Bentuk akut

 Fase 1 (hari 1-2) : menetek tidak kuat, hipotonia, kejang

 Fase 2 (pertengahan minggu I) : hipertoni otot ekstesor, opistotonus, retrocollis,


demam

 Fase 3 (setelah minggu I) : hipertoni

b. Bentuk kronis

 Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory tonic neck
reflexes, keterampilan motorik yang lambat

 Setelah tahun pertama : gangguan gerakan (choreoathetosis, ballismus, tremor),


gangguan pendengaran

Oleh karena itu, pada bayi yang menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak
lanjut sebagai berikut :1

 Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan

 Penilaian berkala pendengaran

 Fisioterapi dan rehabilitasi bila terjadi gejala sisa

30
BAB IV

PEMBAHASAN

TEORI KASUS
ANAMNESIS
Faktor Risiko untuk Terjadinya Neonatal Jaundice
adalah:  Bayi cukup
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum adalah : bulan
 Riwayat
 Faktor maternal
Neonatal
 Ras atau kelompok etnik tertentu Jaundice

 Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan pada anak


Rh) pertama,
kedua dan
 Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik,
ketiga
ASI

 Faktor perinatal

 Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)

 Infeksi (bakteri, virus)

 Faktor neonatus

 Prematuritas

 Faktor genetik

 Polisitemia

 Obat (sterptomisin, kloramfenikol, benzyl alkohol,


sulfisoxazol)

 Rendahnya asupan ASI

 Hipoglikemia

 Hipoalbuminemia

Pada bayi Angka kejadian 25 – 50 % pd neonatus aterm,

31
pada prematur lebih tinggi dan ikterus dapat bersifat
Fisiologis dan Patologis.

PEMERIKSAAN
Klasifikasi Ikterus Neonatorum4,5,6  Bayi tampak
aktif
Ada 2 macam ikterus neonatorum :  Nadi:123x/me
nit kuat angkat
 Ikterus fisiologis
 RR :36x/menit
a. Ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga  Suhu:36,7ᵒC
 Pada hari ke 3
b. Tidak mempuyai dasar patologis perawatan bayi
tampak kuning
c. Kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan seluruh tubuh
atau tidak berpotensi menjadi kern ikterus dan
Didapatkan
d. Tidak menyebabkan morbiditas pada bayi ikterik pada
kepala, leher,
e. Ikterus tampak jelas pada hari kelima dan keenam dan dada, perut
menghilang pada hari kesepuluh dan paha serta
ekstermitas
 Ikterus patologik namun tidak
pada telapak
Ikterus yang cenderung menjadi patologik adalah ; tangan dan
kaki.
a. Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan

b. Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5 mg/dl


atau lebih per 24 jam

c. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas


darah, defisiensi G6PD, atau sepsis)

d. Ikterus yang disertai oleh :

 Berat lahir kurang dari 2000 gram

 Masa gestasi 36 minggu

 Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat nafas pada


neonatus (SGNN)

 Infeksi

32
 Trauma lahir pada kepala

 Hipoglikemia, hiperkarbia

 Hiperosmolaritas darah

e. Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia lebih


dari 8 hari pada neonatus cukup bulan atau lebih dari
14 hari pada neonatus kurang bulan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kadar normal 21/3/2016
1. Bilirubin
Bilirubun total : 0,2-1,0 mg/dl
total :17,15
Bilirubin direct : 0-0,25 mg/dl
2. Bilirubin
Biirubin indirect : 0-0,75 mg/dl
direct : 0,24
3. Bilirubin
indirect :
16,91

23/03/2016
Golongan darah B
Rhesus +
Bilirubin Total
10,40
DIAGNOSIS
diagnosis ikterus berdasarkan gejala ikterus fisiologi Ikterus Neonates
maupun patologis serta hasil laboratorium bilirubin

PENATALAKSANAAN
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat 1. Observasi di
bahwa pada bayi sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada ruangan
kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya kern ikterus 2. Fototherapy
sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi sehat, dapat 36 Jam
33
dilakukan beberapa cara berikut :4 3. Minum ASI

 Minum ASI dini dan sering 20-25cc tiap


1 Jam
 Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO 4. Gentamisin

 Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan Cream


pemeriksaan ulang dan kontrol lebih cepat (terutama bila 3x/hari
5. Cek
tampak kuning).
Bilirubin
Fototerapi pada ikterus neonatorum
tanggal
Biliru
23/3/2016
bin
serum < 24 jam 24-48 jam 49-72 jam >72 jam
(mg/d
l)

<2,5 >2,5 <2,5 >2,5 <2,5 >2,5 <2,5 >2,5

<5 Tidak perlu terapi – observasi

5-9 Terapi sinar bila hemolisis

Transfusi Terapi sinar


10-14
tukar

15-19 Transfusi tukar Terapi sinar

>20 Transfusi tukar

Monitoring yang dilakukan antara lain :10


Bilirubin dapat menghilang dengan cepat dengan terapi
sinar. Warna kulit tidak dapat digunakan sebagai petunjuk
untuk menentukan kadar bilirubin serum selama bayi
mendapat terapi sinar dan selama 24 jam setelah
dihentikan.


Pulangkan bayi jika terapi sinar sudah tidak diperlukan,
bayi minum dengan baik, atau bila sudah tidak ditemukan
masalah yang membutuhkan perawatan di RS

Strategi pencegahan yang dapat dilakukan meliputi : 6

c. Pencegahan primer

 Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling

34
sedikit 8-12 kali/hari untuk beberapa hari pertama

 Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti


dekstrose atau air pada bayi yang mendapat ASI
dan tidak mengalami dehidrasi

d. Pencegahan sekunder

 Wanita hamil harus diperiksa golongan darah AB0


dan rhesus serta penyaringan serum utnuk antibodi
isoimun yang tidak biasa

 Memastikan bahwa semua bayi secara rutin


dimonitor terhadap timbulnya ikterus dan
menetapkan protokol terhadap penilaian ikterus
yang harus dinilai saat memeriksa tanda-tanda vital
bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam

35
BAB V

KESIMPULAN

Pasien By.FNF, berjenis kelamin perempuan, lahir di R.S. Kanujoso


Djatiwibowo pada tanggal 10 Maret 2015 dengan persalinan section caesaria
dengan masa kehamilan cukup bulan, yaitu 41 minggu, dan sesuai masa
kehamilan. Berat badan lahir yaitu 3100 gram dan panjang badan 50 cm.

Secara umum, mulai dari anamnesis, hasil pemeriksaan fisik dan penunjang,
penegakan diagnosis dan penatalaksanaan pada kasus ini sudah sesuai dengan
teori yang penulis dapatkan dari literatur yang ada. Prognosis pada pasien ini
berdasarkan perjalanan penyakit dan penatalaksanaan yang telah didapatkannya
adalah dubia ad bonam.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Richard E., et al. 2003. Nelson Textbook of Paediatrics 17th edition. Philadelpia : WB
Saunders Company
2. Etika Risa, dkk. 2007. Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Divisi Neonatologi Bagian
Ilmu Kesehatan Anak. FK UNAIR/RSU Dr.Soetomo-Surabaya
3. Kosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Ed.I. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
4. Mansjoer, A. Dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI
5. Arianti R. 2009. Ikterik pada Bayi Baru Lahir. Padang : Poltekes
6. Sudigdo, dkk. 2004. Tatalaksana Ikterus Neonatorum. Jakarta : HTA Indonesia
7. WHO.2003. Managing Newborn Problems : A Guide For Doctors, Nurses, And
Midwives. Department of Reproductive Health and Research. Geneva : World
Organization Health.
8. Suraatmaja, S. Soettjiningsih 2000. Ikterus Neonatorum dalam Pedoman Diagnosis
dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah, Denpasar ; Lab/SMF Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UNUD/RSUP Sanglah
9. Kosim, M.S dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, edisi I. Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
10. American Academy of Pediatrics. 2004. Clinical Practice Guideline. Management of
Hyperbilirubinemia In The Newborn Infant 35 or More Weeks of Gestation. Pediatrics
114:297-316

37

Anda mungkin juga menyukai