Anda di halaman 1dari 12

Tinjauan Kepustakaan

NEUROGENIC BLADDER

Akhada Maulana, Neneng Miratunisa


KSM Bedah Urologi, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
RSUD Provinsi NTB, Mataram, Indonesia

ABSTRAK

Proses berkemih yang normal merupakan proses yang membutuhkan koordinasi


dari kandung kemih dan uretra serta kontraksi dari otot-otot destrusor kandung
kemih dan sphincter urinari yang berfungsi baik. Proses berkemih dikendalikan
oleh sistem saraf pusat (SSP), yang mengkoordinasikan aktivitas sistem saraf
simpatik, parasimpatis, dan somatik untuk berkemih secara normal dan kontinensi
urin. Kerusakan atau penyakit SSP atau sistem saraf perifer dan otonom dapat
menyebabkan disfungsi neurogenik kandung kemih (NGB). Disfungsi NGB dapat
timbul sebagai akibat dari beberapa kondisi neurologis. Pasien yang mengalami
neurogenic bladder memiliki risiko dan insiden yang tinggi untuk mengalami
infeksi saluran kemih maupun obstruksi dinding luar kandung kemih. Apabila
tidak ditangani dengan optimal, pasien dengan neurogenic bladder berisiko
mengalami sepsis dan gagal ginjal.

Kata Kunci: Neurogenic Bladder (NGB)

ABSTRACT
Normal micturition (urination) requires proper function of both the bladder and
the urethra, including normal compliance within the bladder detrusor muscle and a
physiologically competent urinary sphincter. The process of micturition is
controlled by the central nervous system (CNS), which coordinates sympathetic,
parasympathetic, and somatic nervous system activity for normal micturition and

1
urinary continence. Damage to or diseases of the CNS or within the peripheral or
autonomic nervous system may lead to neurogenic bladder (NGB) dysfunction.
NGB dysfunction may arise as a result of several neurologic conditions. Patients
also may have increased risk and incidence of urinary tract infections (UTIs) and
bladder outlet obstruction. If not treated optimally, patients with NGB may also be
at risk for sepsis and renal failure.

Keywords : Neurogenic Bladder (NGB)

2
PENDAHULUAN

Proses berkemih merupakan proses yang membutuhkan koordinasi


kontraksi detrusor dengan relaksasi sphincter urin internal dan eksternal. Proses
berkemih dikendalikan oleh sistem saraf pusat (SSP), yang mengkoordinasikan
aktivitas sistem saraf simpatik, parasimpatis, dan somatik untuk berkemih secara
normal dan kontinensi urin. Disfungsi dalam berkemih dapat disebabkan oleh
kelainan mekanis atau fisiologis pada saluran kemih yang menyebabkan
ketidakmampuan sphincter untuk meningkatkan atau menurunkan tekanan secara
tepat ketika tekanan kandung kemih meningkat. Kerusakan atau penyakit SSP
atau sistem saraf perifer dan otonom dapat menyebabkan disfungsi neurogenik
kandung kemih (NGB). Disfungsi NGB dapat timbul sebagai akibat dari beberapa
kondisi neurologis.1,2

Neurogenic bladder adalah suatu gangguan pada lower urinary tract yang
disebabkan oleh kerusakan pada sistem saraf yang dapat terjadi akibat trauma,
infeksi atau kongenital. Neurogenic bladder mempengaruhi lebih dari 90% pasien
dengan cedera tulang belakang (SCI), 50-80% pasien dengan multiple sclerosis
(MS) dan lebih dari 95% pasien dengan spina bifida. Selain itu sering juga terjadi
pada kondisi neurologis lainnya seperti stroke, penyakit Parkinson dan transverse
mielitis.1,2

Pasien yang mengalami neurogenic bladder memiliki risiko dan insiden


yang tinggi untuk mengalami infeksi saluran kemih maupun obstruksi dinding
luar kandung kemih. Apabila tidak ditangani dengan optimal, pasien dengan
neurogenic bladder berisiko mengalami sepsis dan gagal ginjal. Selain itu, pasien
juga dapat mengalami inkontinensia urin yang akan memberi dampak negatif pada
kualitas hidup dan terjadinya isolasi sosial.2,3

3
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Neurogenic bladder adalah gangguan pada saluran kemih bagian bawah
yang disebabkan oleh kerusakan sistem saraf. Neurogenic bladder biasanya
mempengaruhi otot sfingter. Kandung kemih yang kurang aktif akan
kehilangan kemampuannya untuk mengosongkan urin sebagaimana mestinya
dan mengisinya melewati kapasitas normal. Terkait dengan hal tersebut,
tekanan urin pada kandung kemih secara berlebihan akan membuat otot
sfingter tidak bisa menahannya dan urin akan merembes keluar. Sedangkan,
kandung kemih yang terlalu aktif dapat melakukan pengisian dan pengosongan
tanpa kendali karena berkontraksi dan mengendur tanpa disadari.2

Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan2,3


Secara anatomi, kandung kemih terdiri atas detrusor yang terdiri atas otot
polos dan bagian dasarnya, meliputi trigonum dan bladder neck yang terhubung
erat dengan pelvic floor. Kandung kemih memiliki dua sfingter uretra, sfingter
internal (smooth muscle) di bladder neck dan uretra proksimal dan sfingter
eksternal (striated muscle) dari membran uretra. Terdapat tiga pusat berkemih
yang mengontrol fungsi kandung kemih yaitu sacral micturition center, pontine
micturition center, dan cerebral cortex. Sacral micturition center terletak di spinal
sakral level S2-S4 dan mengontrol kontraksi kandung kemih. Area ini merupakan
pusat refleks dimana impuls aferen memberikan sinyal ke kandung kemih saat
kandung kemih penuh dan impuls eferen parasimpatis meyebabkan kontraksi
kandung kemih. Pontine micturition center (PMC) berada di batang otak dan
mengkoordinasi relaksasi sfingter eksternal untuk disinkronkan dengan kontraksi
kandung kemih. Cerebral cortex memberikan kontrol akhir pada proses kandung
kemih karena pusat detrusor di area ini mengarahkan pusat berkemih untuk
memulai atau menunda saat berkemih, tergantung pada situasi khusus yang
dialami pasien saat itu.

Klasifikasi dan Patofisiologi Neurogenic Bladder 2,3

4
Terdapat beberapa klasifikasi yang digunakan untuk mengelompokkan
disfungsi neurogenik bladder. Klasifikasi ini dapat didasarkan pada temuan
urodinamik, kriteria neurourologis, atau pada fungsi kandung kemih dan uretra.

Berdasarkan lokasi lesi neurologis, klasifikasi disfungsi neurogenic


bladder dapat digunakan sebagai panduan terapi farmakologis dan terapi bedah.
Dalam klasifikasi ini, neurogenik bladder terdiri dari (1) Lesi di atas pusat miksi
pontine (misalnya stroke atau tumor otak) memproduksi uninhibited bladder; (2)
Lesi antara pusat miksi pontine dan sacral spinal cord (misalnya traumatis spinal
cord injury atau multipel sklerosis yang melibatkan cervicothoracic spinal cord)
yang menghasilkan upper motor neuron bladder; (3) Lesi sacral cord yang dapat
merusak detrusor nukleus tetapi menyisihkan nukleus pudendus yang
menghasilkan a mixed type A bladder; (4) Lesi sacral cord yang melindungi
detrusor nukleus tetapi merusak nukleus pudendus yang menghasilkan a mixed
type B bladder; dan (5) Lower motor neuron bladder dari cedera pada sacral cord
atau sacral nerve root.

Pada disfungsi uninhibited neurogenic bladder, terjadi kerusakan pada


struktur kortikal dan subkortika (lesi otak) di atas pusat mikturisi pontin (PMC)
sehingga terjadi penurunan kesadaran dari penuhnya kandung kemih dan
kapasitas kandung kemih yang rendah. Disfungsi upper motor neuron neurogenic
bladder ditandai dengan adanya detrusor-sfingter dyssynergia (DSD), dimana
kontraksi destrusor dan sfingter menimbulkan tekanan tinggi pada kandung
kemih. Tekanan ini dapat mengakibatkan refluks vesikoureteral yang dapat
mengakibatkan kerusakan ginjal. Lesi pada medula spinalis dapat mengakibatkan
spastik pada kandung kemih dan sfingter, terutama jika lesi berada di atas T10 (di
atas sistem saraf simpatis kandung kemih). Kapasitas kandung kemih biasanya
berkurang karena tingginya tonus detrusor (overaktivitas detrusor).

Studi pada hewan menunjukkan overaktivitas detrusor pada neurogenic


bladder dapat terjadi karena aktivasi reseptor prejunction M1 yang memfasilitasi
pelepasan asetilkolin, sehingga terjadi pelepasan neutrotransmiter berlebih. Ketika

5
tekanan detrusor melebihi tekanan sfingter internal/eksternal pada uretra
proksimal, inkontinensia urin akan terjadi.

Gambar 1. Patofisiologi Neurogenic Bladder 3

Pada mixed type A neurogenic, kerusakan pada nukleus detrusor akan


mengakibatkan flaccid detrusor (detrusor areflexia), sedangkan nukleus pudendal
yang masih intak akan menyebabkan hipertoni dari externar sfingter. Kandung
kemih menjadi besar dan memiliki tekanan yang rendah, sehingga akan terjadi
retensi urin. Mixed type B neurogenic bladder ditandai oleh sfingter eksternal
yang flaccid karena lesi nucleus pudendal, sedangkan kandung kemih akan
menjadi spastik karena nucleus detrusor yang tidak terhambat. Kapasitas kandung
kemih akan menjadi rendah, tetapi tekanan vesikuler tidak meningkat, sehingga
karena ada sedikit tahanan pengeluaran urin akan menyebabkan inkontinensi.

Pada lower motor neuron neurogenic bladder, kerusakan terjadi pada


pusat mikturisi maupun saraf tepi sedangkan sistem saraf simpatetik pada sistem

6
urin masih intak. Kapasitas kandung kemih besar sedangkan tonus detrusor
rendah (detrusor areflexia) dan inervasi sfingter internal intak. Meskipun tekanan
detrusor rendah, inkontinesia urin dan infeksi saluran urin jarang terjadi.

Diagnosis dan Assessment Neurogenic Bladder 2,3

Banyak gangguan neurologis yang berbeda yang dapat menyebabkan


disfungsi saluran kemih bagian bawah melalui lesi yang berkembang di pusat
saraf yang berbeda. Sebagai contoh, MS cenderung menyerang daerah
suprasakral, sedangkan stroke dan penyakit Parkinson menyerang daerah
suprapontine.

Lesi pada saraf perifer atau sacral micturition center dapat menyebabkan
detrusor areflexia, di mana pasien mungkin tidak mengalami keinginan untuk
buang air kecil, yang menyebabkan distensi kandung kemih dan overflow
inkontinensia. Kerusakan batang otak atau spinal cord antara pusat miksi sakral
dan pontine mengakibatkan aktivitas detrusor neurogenik berlebihan yang
menyebabkan kontraksi kandung kemih tanpa batas dan dissynergia sphincter
detrusor di mana aktivitas sfingter sering tidak terkoordinasi dengan kontraksi
kandung kemih.

Lesi yang terletak di regio suprapontine sering menyebabkan kontraksi


kandung kemih tanpa hambatan yang diakibatkan oleh kurangnya penghambatan
oleh korteks serebral. Keadaan ini membuat relaksasi sfingter uretra intak,
menghasilkan aktivitas detrusor berlebihan dan sfingter yang sinergis dengan
kontraksi kandung kemih.

Evaluasi Neurourological 3,4

Evaluasi ini sangat penting untuk menilai fungsi saluran kemih bagian
bawah. Riwayat lengkap pasien termasuk kondisi/operasi genitourinari
sebelumnya, riwayat buang air, keluhan berkemih (disuria, infeksi berulang,
hesitancy, nokturia, inkontinensia, urgensi, dan/atau frekuensi), dan obat-obatan.
Pemeriksaan fisik berfokus pada anatomi panggul dan sistem neurologis.

7
Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan status mental, refleks, kekuatan,
dan sensasi untuk menentukan apakah terdapat kondisi neurologis yang dapat
berkontribusi pada disfungsi berkemih. Pemeriksaan laboratorium pada pasien
neurogenic bladder mencakup urinalisis, kultur urin dan sensitivitas serum
BUN/kreatinin, kreatinin clearance, seta volume residual urin postvoid (PVR).
Ultrasonografi merupakan salah satu cara noninvasif untuk menentukan volume
residual urin pasca berkemih, terutama jika pengukuran yang tepat tidak
diperlukan.

Manajemen Neurogenic Bladder 1,3, 5

Manajemen terapi pada pasien dengan neurogenic bladder dapat berupa


intervensi non bedah yaitu dengan intervensi non farmakologis dan farmakologis
serta intervensi dengan pembedahan.

a. Intervensi Non Farmakologi

Tujuan penatalaksanaan neurogenic bladder adalah mempertahankan


kontinensia, mencegah perkembangan detrusor tekanan tinggi, meminimalisir
risiko infeksi saluran kemih, dan mencegah distensi kandung kemih yang
berlebihan. Salah satu intervensi non farmakologis dan non pembedahan yang
dapat dilakukan adalah dengan pelatihan untuk jadwal pengisian dan pengosongan
kandung kemih. Inisiasi jadwal cairan merupakan intervensi awal yang penting
dalam manajemen pasien dengan neurogenic bladder. Pasien dijadwalkan untuk
pengisian penuh kandung kemih dengan meminum air dalam jumlah besar
sehingga dapat diprediksi pengeluaran kencing tanpa mengurangi destrusor secara
berlebihan.

b. Intervensi Farmakologi

Terdapat berbagai golongan obat berbeda yang digunakan untuk mengobati


disfungsi neurogenic bladder sebagai bagian dari program manajemen kandung
kemih yang komprehensif. Beberapa golongan obat yang dapat digunakan yaitu
seperti golongan obat antidepresan trisiklik, obat antikolinergik (antimuscarinic),

8
agonis kolinergik, agonis adrenergik alpha-2, antagonis adrenergik alpha-1,
benzodiazepin, gaba-b agonists, botulinium toxin, opioids, vanilloids, nerve
growth factor dan nitrous oxide agonists.

c. Intervensi Bedah

Apabila terapi non farmakologis dan farmakologis gagal untuk mengontrol


aktivitas detrusor neurogenik yang berlebihan, maka pilihan terapi bedah
termasuk neuromodulasi merupakan pilihan yang tepat. Terdapat dua tujuan
utama intervensi pembedahan pada pasien dengan neurogenic bladder yaitu (1)
prosedur pembedahan untuk meningkatkan penyimpanan destrusor dan (2)
prosedur pembedahan untuk pengosonga destrusor.

Pada prosedur pembedahan yang bertujuan untuk meningkatkan


penyimpanan destrusor dapat dilakukan dengan neuromodulasi untuk membuat
keadaan overacitivy pada neurogenik destrusor. Selain itu dapat dilakukan
enterocystoplasty yang merupakan metode pembedahan dengan hasil yang cukup
baik dalam meningkatkan penyimpanan destrusor. Dalam beberapa penelitian
telah dilaporkan bahwa tindakan pembedahan ini memiliki tingkat keberhasilan
hingga 90% dalam menangani neurogenic bladder.

Intervensi pembedahan juga dapat dilakukan dengan tujuan untuk


mengontrol pengosongan dari destrusor dengan metode urinary diversion dan
prosedur sphincter bladder dengan sphincterotomy, stent uretra dan dilatasi balon
serta artificial urinary sphincter. Indikasi dari tindakan sphincterotomy adalah
disinergi dari sfingter destrusor dengan hidronefrosis, refluks vesikoureteral dan
disrefleksi otonom atau infeksi saluran kemih berulang yang terjadi akibat proses
pengosongan kandung kemih yang buruk.

Stent uretra dapat berfungsi sebagai alternatif terapi untuk sphincterotomy


baik sebagai prosedur primer atau untuk mengobati prosedur sphincterotomy yang
gagal. Artificial urinary sphincter merupakan metode "gold standart" untuk
mengobati inkontinensia urin akibat inkontinensia sfingter urin internal dan/atau
eksternal, dengan tingkat kontinuitas sosial 75-95%.

9
10
KESIMPULAN

Neurogenic bladder adalah gangguan pada saluran kemih bagian bawah


yang disebabkan oleh kerusakan sistem saraf. Fasilitasi dan inhibisi berkemih
berada di bawah 3 pusat utama, yaitu pusat berkemih sakral (the sacral
micturition center), pusat berkemih pons (the pontine micturition center), dan
korteks serebral. Pada lower motor neuron neurogenic bladder, kerusakan
terjadi pada pusat mikturisi maupun saraf tepi sedangkan sistem saraf
simpatetik pada sistem urin masih intak.

Klasifikasi dari neurogenic baldder, yaitu neurogenic bladder tipe


flaksid, neurogenic bladder tipe spastik, dan neurogenic bladder tipe
campuran. Terdapat tiga tahap dalam mendiagnosis neurogenic bladder, yaitu
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Manajemen
neurogenic bladder dilakukan melalui intervensi nonfarmakologis meliputi
perubahan gaya hidup, bladder retraining, kateterisasi interminten, dan
pembedahan, sedangkan farmakologis meliputi obat-obatan antikolinergik atau
antimuskarinik dan alpha adrenergic blocker.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Cameron, AP 2016, ‘Medical management of neurogenic bladder with


oral therapy’, Translational Andrology and Urology, vol. 5, no. 1, pp.
51-62.
2. Ginsberg, D 2013, ‘The epidemyology and phatophysiology of
neurogenic bladder’, The American Journal of Manage Care, vol. 19,
no. 10, pp. 191-6.
3. Dorsher, PT & McIntosh, PM 2012, ‘Neurogenic Bladder’, Advances in
Urology, vol. 2012, no. 2012, pp. 816274
4. Liao, L 2015, ‘Evaluation and management of neurogenic bladder: what
is new in china?’, International Journal of Molecular Sciences, vol. 16,
no. 8, pp. 18580-600.
5. Myers, JB, Mayer, EN & Lenherr, S 2016, ‘Management options for
sphincteric deficiency in adults with neurogenic bladder’, Translational
Andrology and Urology, vol. 5, no. 1, pp. 145-57.

12

Anda mungkin juga menyukai