Anda di halaman 1dari 5

Upacara Kematian, Perilaku Perkabungan dan Masalah Kesehatan

Ketika seseorang meninggal, kerabat dekat maupun kerabat jauh meratapi kepergiannya dalam waktu yang tidak singkat. Kematian memang
menyedihkan bagi kerabat namun kematian juga sebagai sarana untuk menunjukkan penghormatan, bakti dan solidaritas terhadap kerabatnya, juga
penghargaan. Pemberian makan kepada kerabat adalah salah satu acara dalam rangkaian upacara kematian. Harus dijalankan dengan baik oleh
kerabat sebagai pihak pemberi makan dan juga sebagai penerima

"dalam Hal ini, kelompok mengutip sebuah contoh kasus yang terjadi pada tahun 1993 di suku Dani "

Tugiarek Wantik seorang pria berusia 30 tahun, tinggal di Silimo Sehat di Kampung Pulkheima Jiwika, dikabarkan meninggal secara mendadak
pada tanggal 22 Oktober 1993. Padahal, pria beristri dua yang belum dikaruniai anak ini dikenal sebagai pria sehat berbadan tegap itulah sebabnya,
kematiannya yang mendadak membuat prasangka di benak banyak orang dan dianggap bukan kematian yang wajar.

Tanggal 23 Oktober 1993, sehari setelah kematian Tugiarek, Warekma (upacara pembakaran jenazah) di selenggarakan. Silimo Sehat, tempat
tinggal Tugiarek, serentak dipenuhi oleh puluhan orang yang datang untuk menyatakan dukacita. Dearowe (tangisan berirama monoton) terdengar
tanpa henti. Sesekali terdengar pula seseorang melantunkan Debuni (kisah tentang kehidupan Tugiarek dari kecil hingga dewasa), serta penyesalan
dari para orang tua atas kematiannya yang dianggap terlalu dini.
Jasad Tugiarek diletakkan di dekat Wulinkin (tungku) dan beberapa pria sibuk mengatur Khaliwolok (kayu untuk membakar jenazah) ditempatkan
dekat dengan Kirikoho isasuwok (tempat pembakaran batu untuk memasak daging babi, ubi manis dan dilubang masak bakte).

Rangkaian Pembakaran Jenazah

1) Beberapa pria mengeluarkan Ye (batu pipih bentuk mas kawin) dan berlembar Su (tas rajutan atau noken) disusun diatas daun pisang.
2) Pihak pemberi dan penerima berdiri di susunan Ye dan Su, dimana pihak pemberi meneriaki nama Tugiarek dan penerima menjawab
wa... wa... wa.. Dan menggoyangkan kedua kaki mereka untuk menerima pemberian dengan senang hati.
3) Setelah 30 menit kayu pembakaran disusun di tempat pembakaran dan jenazah dikeluarkan dari dapur dan didudukkan (disangga oleh
seorang pria) sehingga membuat tangisan semakin nyaring oleh kerabat.
4) Dua orang melumuri Tugiarek dengan lemak babi ditampung dalam remasan daun musan, tujuannya untuk menghapus dosa.
5) Lalu di pakaikan baju dan di hias dengan tradisional setelah itu di doakan.
6) Kayu pembakaran mulai dikobarkan dan jasad menghadap matahari dan ditutupi oleh beberapa kayu. Seorang pria meletakkan Segeilek
(panah ditancap batang pisang dan ditutupi rumput) untuk mengusir roh jahat dan supaya tidak terjadi pada masyarakat lain.
7) Jam 17.00 pelayat mulai meninggalkan tempat pembakaran dan keluarga akan berada di Silimo sampai acara Ilko (memberi makan om
om atau saudara laki laki ibu) dilakukan setelah om om berkumpul ditempat kematian.
8) Keesokan harinya pukul 09.00 tulang benulang di kumpulkan dari tempat pembakaran, kebiasaan Suku Dani tulang disimpan 3 hari di
dapur. Tetapi berbeda dengan Tugiarek tulangnya langsung disimpan di Hakiloma (dibelakang pilami atau uma).

Dari pengumpulan tulang Tugiarek ternyata hati nya tidak terbakar dan terdapat 2 kayu yang tertancap. Dari hal tersebut masyakat
berprasangka bahwa kematiannya di sebabkan karna guna guna (imag).
Setelah seminggu kematian Tugiarek maka dilaksanakan acara Ilko, tetapi harus menunggu om om jauh terlebih dahulu. Perilaku perkabungan
dan masalah kesehatan dalam perwujudan solidaritas kerabat yang hadir dalam upacara perkabungan.

Pelaksanaan Ilko :

1) Pelawe (pesta tanda selesainya masa berkabung) dilakukan Jugulolo wago (bagi wanita melumuri tubuh dan muka dengan lumpur dan
bagi pria melumuri wajah dengan jelaga).

2) Akhir dari upacara kematian pelayat akan mendapatkan Wamoar (pembagian daging babi)
3) Niki palan ( pemotongan jari) menggunakan kapak, tujuannya untuk mencegah kematian yamg berturut pada keluarga. Pemotongan jari
pada wanita ada 2 jari dan pengobatannya menggunakan Daun Pawika (untuk luka). Daun pawika ditumbuk dan ditempelkan pada luka
dan dibalut dengan daun pisang, biasanya sumbuh dalam waktu 1 bulan dan apabila nanah menempel maka di cuci dengan air.

4) Nasuk palege (pemotongan telinga), telingan dipotong sendiri dan dimakan oleh salah satu orang lalu dia akan mendapatkan paha babi.
Versi lainnya bahwa telinga itu di keringkan di atas tungku dan potongan telinga itu akan hilang dan berubah menjadi kodok (roh jahat).
5) Ungkapan pernyataan berkabung lainnya dengan Samalek (puasa untuk menyembuhkan penyakit). Dimana Fatale (dukun) meniup niup
klien sambil membacakan mantra dan masa puasa berakhir.

Tahun 1992, seorang bayi dari kecamatan kurulu berhasil memenangkan kontes kesehatan bayi tingkat kabupaten, propinsi dan nasional.
Seluruh keluarga mempersiapkan bayi untuk ke jakarta. Akan tetapi, kemalangan tidak dapat ditolak, saat sang ibu ikut dalam upacara kematian
salah satu kerabatnya dan sebagai tanda dukacita. Ibu ikut melumuri lumpur pada tubuhnya dan sesuai aturan adat ibu membiarkannya berhari
- hari dan tidak mandi. Akibatnya bayi mengalami infeksi, suhu tubuh tinggi dan diare karena saat menyusui bayi sang ibu dalam keadaan
berlumpur. Saat memberi pertolongan keluarga menolak dokter untuk mengobati bayi nya dan keluarga lebih mempercayai pertolongan dari
dukun akibatnya bayi tidak dapat di tolong.

Anda mungkin juga menyukai