Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh.
Pembuangan dapat melalui urine ataupun bowel (Wartonah, 2006).
Pembuangan normal urine merupakan suatu fungsi dasar yang sering
dianggap enteng oleh kebanyakan orang, apabila sistem perkemihan tidak
dapat berfungsi dengan baik, semua sistem organ pada akhirnya akan
terpengaruh. Klien yang mengalami perubahan eliminasi urine juga dapat
menderita secara emosional akibat perubahan citra tubuhnya (Potter dan
Perry, 2005).
Membuang urine dan alvi (eliminasi) merupakan salah satu aktivitas
pokok yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Apabila eliminasi tidak
dilakukan setiap manusia akan menimbulkan berbagai macam gangguan
seperti retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, perubahan pola eliminasi
urine, konstipasi, diare dan kembung, berbagai macam gangguan yang telah
disebutkan diatas akan menimbulkan dampak pada sistem organ lainnya
seperti: system pencernaan, ekskresi (Pradana, 2011)
Retensi urine akut tidak dapat berkemih sama sekali, walaupun
kandung kemihnya sudah penuh. Pasien tersebut mengalami peningkatan
rasa nyeri suprapubik yang terus- menerus bersama dengan keinginan untuk
berkemih yang hebat dan mungkin dengan meneteskan jumlah yang sedikit
dari urin. Retensi urin akut adalah suatu keadaan emergenci medis yang
menuntut tindakan yang cepat. Bilamana retensi urin tidak ditangani
sebagaimana mestinya, akan mengakibatkan terjadinya penyulit yang
memperberat morbiditas penderita yang bersangkutan (Sulli, 2011). Tidak
diperlukan peralatan maupun keterampilan yang khusus untuk mendeteksi
dan menangani penderita dengan retensi urin, apapun yang menyebabkan
terjadinya kelainan tersebut (Potter dan Perry, 2005). Salah satu tindakan
yang dapat dilakukan dalam mengatasi retensi urine adalah dengan
menggunakan metode bladder trainning.
Bladder training adalah salah upaya untuk mengembalikan fungsi
kandung kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke
fungsi optimal neurogenik. Bladder training merupakan salah satu terapi
yang efektif diantara terapi nonfarmakologis (Syafar,2011).
Oleh karena itu kami ingin melakukan perawatan pasien yang
mengalami retensi urine dan penurunan kemampuan berkemih dengan
menggunakan Bladder Training. Dalam beberapa artikel menyebutkan bahwa
bladder training dapat memberikan efek dalam kemampuan berkemih,
sehingga dapat menjadi intervensi mandiri dalam keperawatan untuk
mengurangi retensi urine.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memahami cara mencari Evidence Based Practice dan
menerapkannya untuk menyelesaikan masalah bladder training yang
ditemukan selama melakukan praktik keperawatan padapasien.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mampu menjelaskan langkah-langkah dalam Evidence Based
Practice
2. Mampu membuat pertanyaan yang baik terkait masalah keperawatan
yang dihadapi yang dijawab dengan menggunakan format
PIO/PICO/PICOT

1.3 Manfaat Penulisan


Mahasiswa mampu memahami cara mencari Evidence Based Practice
dan menerapkannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ditemukan
selama melakukan praktik keperawatan pada pasien.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Uraian Masalah


Di rumah sakit dapat ditemukan beberapa pasien yang mengalami
gangguan pola berkemih. Kebanyakan pasien terpasang kateter untuk
membantu pola eliminasi urine . Beberapa pasien pasca operasi juga
menggunakan kateter karena anestesi pada saat operasi mempengaruhi
kesadaran pasien termasuk tentang kebutuhan berkemih sehingga
berdampak pada pengeluaran urine. Untuk orang lanjut usia pun,sering
mengalami inkontinensia urine,sehingga harus menggunakan kateter.
Namun, pemasangan kateter ini mengakibatkan menurunnya rangsangan
berkemih dan kandung kemih kehilangan tonusnya.
Untuk mengembalikan otot-otot detrusor pada kandung kemih dan
melatih berkemih secara normal membutuhkan tindakan keperawatan
mandiri yang inovatif dan relevan sesuai penelitian yang ada. Salah satu
tindakan mandiri keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi urine
adalah Bladder Training. dimana pasien yang memiliki retensi urine akan
dilatih otot-otot detrusor nya. Selama ini perawatan yang di lakukan di RS
hanya memasang kateter saja tanpa melatih otot-otot detrusor. Hal ini
menyebabkan pasien mengalami gangguan eliminasi urine yang tadinya
ringan malah memperberat kondisinya dan yang berat semakin kompleks.
Sebelum tindakan perawatan dilakukan, perawat ingin mengetahui
bagaimana EBNP dari bladder training.

2.2 Pertanyaan Klinik


Pada pasien yang mengalami retensi urine apakah pengaruh dari
bladder training terhadap kemampuan berkemih ?

2.3 Menentukan PIO / PICO /PICOT


P :Pasien Retensi Urine

I : Bladder Training
O : Kemampuan Berkemih
2.4 Kata Kunci
2.4.1 EBNP 1 (Pengaruh Bladder Trainning Terhadap Kemampuan Berkemih
pada Pasien Pria dengan Retensi Urine)

 Bladder Training, Pasien Retensi Urine, Kemampuan Berkemih

2.4.2 EBNP 2 (Efektifitas Bladder Training Sejak Dini dan Sebelum Pelepasan
Kateter Urin Terhadap Terjadinya Inkontinensia Urine pada Pasien Pasca
Operasi di SMC RS Telogorejo )
 Bladder Training, Kateter Urin, Inkontinensia

2.4.3 EBNP 3 (Pengaruh Latihan Kandung Kemih (Bladder Training) Terhadap


Interval Berkemih Wanita Lanjut Usia (Lansia) dengan Inkontinensia Urin )
 Inkontinensia Urine, Latihan Kandung Kemih

2.4.4 EBNP 4 Pengaruh Bladder Training Terhadap Inkontinensia Urin Pada


Lanjut Usia Di Posyandu Lansia Desa Sumberdem Kecamatan Wonosari
Malang.
 Bladder Training, inkontinensia urin.

2.4.5 EBNP 5 Efektifitas Inisiasi Bladder Training terhadap Inkontinensia Urin


pada Pasien Stroke non- Hemoragik yang Terpasang Kateter di Ruang
Neurologi RSUD Raden Mattaher Jambi
 Inisiasi, Pelatihan kandung kemih pada pasien dengan stroke non-
hemoragik

2.5 Pembahasan Artikel Penelitian


2.5.1 EBNP 1 :Pengaruh Bladder Trainning Terhadap Kemampuan Berkemih
pada Pasien Pria dengan Retensi Urine.
Kesimpulan :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
bladder trainning terhadap kemampuan berkemih pada pasien pria dengan
retensi urine.
Dalam penelitian ini menggunakan design penelitian Non
Equivalent control group design Pretest-Posttest. Populasi penelitian ini
adalah seluruh pasien pria yang menggunakan kateter. Instrumen
menggunakan lembar observasi, dimana peneliti melakukan pengukuran
sebelum melakukan intervensi kemudian memberikan intervensi dan
melakukan penilaian kembali data variabel independen (Bladder
Trainning) dan dependen (Kemampuan berkemih). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien yang menggunakan kateter diruang
penyakit dalam RSUD Bitung. Analisis statistik menggunakan uji
Wilcoxon Sign Rank Test dengan tingkat kemaknaan (α) 0,05.
2.5.2 EBNP 2: Efektifitas Bladder Training Sejak Dini dan Sebelum Pelepasan
Kateter Urin Terhadap Terjadinya Inkontinensia Urine pada Pasien Pasca
Operasi di SMC RS Telogorejo.
Kesimpulan :
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji efektivitas bladder
training sejak dini sebelum pelepasan kateter terhadap terjadinya
inkontinensia urine pada pasien pasca operasi.
Penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen dengan
rancangan post test only control group design. Sampel penelitian ini adalah
pasien pasca operasi yang terpasang kateter urine di SMC RS. Telogorejo
sebanyak 30 responden. Berdasarkan hasil uji beda dengan Mann Whitney
pada table diatas dapat dilihat nilai p= 0.004, karena nilai p≤ 0.05, maka
terdapat perbedaan yang antara bladder training sejak dini dengan bladder
training sebelum pelepasan. Dapat dilihat juga pada perbandingan nilai
rerata, pada nilai rerata bladder training sejak dini 10.93 dengan bladder
training sebelum pelepasan 20.07 terbukti bahwa latihan bladder training
sejak dini lebih baik daripada dengan bladder training sebelum pelepasan.

2.5.3 EBNP 3 : Pengaruh Latihan Kandung Kemih (Bladder Training) Terhadap


Interval Berkemih Wanita Lanjut Usia (Lansia) dengan Inkontinensia Urin
Kesimpulan :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan
kandung kemih (bladder training) terhadap interval berkemih pada lansia
yang mengalami inkontinensia urin di UPTD PSLU Tresna Werdha Bakti
Yuswa Provinsi Lampung.
Penelitian menggunakan desain quasi eksperimen pada 26 lansia
penderita inkontinensia urin. Teknik pengambilan sampel dengan cara
accidental sampling. Hasil penelitian didapat rata-rata interval berkemih
lansia sebelum latihan kandung kemih adalah 2,3154 jam dengan SD =
0,82580 sedangkan rata-rata interval berkemih lansia setelah latihan
kandung kemih yaitu 2,4615 jam dengan SD = 0,83992. Hasil uji statistic
didapat nilai P-value 0,000. Hal ini berarti ada perbedaan rata – rata
interval berkemih pada lansia sebelum dan setelah latihan kandung kemih.

2.5.4 EBNP 4 : Pengaruh Bladder Training Terhadap Inkontinensia Urin Pada


Lanjut Usia Di Posyandu Lansia Desa Sumberdem Kecamatan Wonosari
Malang.

Kesimpulan:
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh
bladder training terhadap inkontinensia urin pada lansia di Posyandu
Lansia RT 01 RW 02 Desa Sumberdem Kecamatan Wonosari Malang.
Metode penelitian menggunakan pre eksperimen one group pre-
post tes design, populasi dalam penelitian ini adalah 42 orang,
menggunakan teknik purposive sampling dengan sampel dalam penelitian
ini adalah 26 orang. Data terkumpul dianalisa dengan menggunakan uji
Paired Samples Test. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh bladder training terhadap inkontinensia urin pada
lansia. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar penelitian
selanjutnya. Memberikan bladder training terhadap inkontinensia urin,
pada lansia dianjurkan agar tetap rutin melakukan bladder training
sehingga tidak terjadi inkontinensia urin.
2.5.5 EBNP 5 : Efektifitas Inisiasi Bladder Training terhadap Inkontinensia Urin
pada Pasien Stroke non- Hemoragik yang Terpasang Kateter di Ruang
Neurologi RSUD Raden Mattaher Jambi
Kesimpulan :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui inkontinensia
urin yang terjadi pada pasien stroke non-Hemoragik di rumah sakit Raden
MattaherJambi.
Penelitian ini menggunakan metode pre-test dan post-test. Populasi
penelitian ini adalah seluruh pasien stroke non-Hemoragik yang
mengalami inkontinensia urin di ruang neurologi rumah sakit Raden
Mattaher Jambi.Instrumen menggunakan lembar observasi, dimana
peneliti melakukan pengukuran sebelum melakukan intervensi kemudian
memberikan intervensi dan melakukan penilaian kembali data variabel
independen (Bladder Trainning) dan dependen (Proses berkemih).
BAB III
CRITICAL APRAISAL

3.1 Artikel Penelitian1


Pengaruh Bladder Trainning Terhadap Kemampuan Berkemih pada Pasien
Pria dengan Retensi Urine.

1. Why was this study Done?


a) Pemaparan masalah penelitian pada penelitian ini sudah
dijelaskan pada pendahuluan, Retensi urin adalah suatu keadaan
emergency medis yang menuntut tindakan yang cepat. Bilamana
retensi urin tidak ditangani sebagaimana mestinya, akan
mengakibatkan terjadinya penyulit yang memperberat morbiditas
penderita yang bersangkutan salah satu tindakan yang dapat
dilakukan dalam mengatasi retensi urine adalah dengan
menggunakan metode bladder training.
b) Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
bladder training terhadap kemampuan berkemih pada pasien pria
dengan retensi urine
c) Peneliti sudah menuliskan dengan jelas tujuan dilakukan
penelitian

d) Kata kunci yang digunakan peneliti sudah sesuai

e) Fakta dan teori dituliskan kutipannya. Sehingga meningkatkan


nilai kebenarannya.

2. What is sampel size ?


Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 sampel yang sudah
mengalami proses seleksi dan memenuhi kriteria inkulsi.
Peneliti menggunakan teknik sampling Non probability sehingga hasilnya
bisa digeneralisasikan dan diharapkan dapat diterapkan sebagai terapi.
3. Are the measurements of major variables valid &reliable?

Intrumen yang digunakan untuk penilaian variabel sudah valid/tepat.


Instrumen yang digunakan reliable/mampu menampilkan/memberikan
makna yang sama ketika digunakan oleh semua responden.
4. How were the data analyzed?

Analisis statistik menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank Test dengan


tingkat kemaknaan (α) 0,05. Jenis uji statistik dengan desain penelitian
sudah sesuai sehingga meningkatkan nilai kebenarannya.
5. Were there any untoward events during the conduct of the study?

Persetujuan diperoleh dari komite etika Rumah Sakit / Instansi terkait


studi. Seorang peneliti menjelaskan penelitian ini kepada calon
peserta, dan informed consent tertulis telah diperoleh sebelumnya.
Identitas pribadi subjek dilindungi karena semua data diidentifikasi
hanya berdasarkan jumlah kasus, sehingga kerahasiaan terjamin.
Mereka diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, dan diberi
tahu bahwa mereka dapat menarik diri dari penelitian ini kapan pun
tanpa efek samping pada perawatan mereka selanjutnya. Semua hasil
untuk penelitian ini dilaporkan sebagai agregat. Selain itu, jika subjek
mendeteksi efek merugikan dari bladder training yang tidak
diinginkan atau tidak diantisipasi, maka intervensi segera dihentikan.
6. How do the results fit with previous research in the area?
Penelitian ini memiliki beberapa kekuatan metodologis.
a) Sampel Direkrut Langsung Dari Rumah Sakit. Tingkat Tindak
Lanjut Sangat Bagus, Dengan 100% Subjek Di semua responden
Memberikan Data Pada Intervensi 1Bulan.
b) Peneliti melakukan pengukuran sebelum melakukan intervensi
kemudian memberikan intervensi dan melakukan penilaian
kembali data variabel independen (Bladder Trainning) dan
dependen (Kemampuan berkemih). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pasien yang menggunakan kateter diruang
penyakit dalam RSUD Bitung
7. What does this research mean for clinical practice?

Dari semua komponen tersebut, terlihat bahwa Terapi Bladder


Training dapat bertindak sebagai intervensi efektif untuk
meningkatkan kemampuan berkemih dan meningkatkan
frekuensi berkemih pada pasien yang mengalami retensi urine.
Bagaimanapun, karena ukuran sampel yang kecil, kita bisa
menganggapnya sebagai studi pendahuluan, dan penelitian lanjutan
harus dilanjutkan dengan merekrut lebih banyak sampel penelitian.
Namun, temuan itu dapat membantu profesi perawat untuk mengatasi
masalah berkemih (pengosongan kandung kemih) pada pasien dengan
retensi urine dengan menggunakan Bladder Training.

3.2 Artikel Penelitian 2


Efektifitas Bladder Training Sejak Dini dan Sebelum Pelepasan Kateter
Urin Terhadap Terjadinya Inkontinensia Urine pada Pasien Pasca Operasi
di SMC RS Telogorejo.
1. Why was this study Done?
a) Pemaparan masalah penelitian pada penelitian ini sudah dijelaskan
pada pendahuluan, Pasien operasi diberikan anastesi yang dapat
mempengaruhi kebutuhan berkemih dan dapat mengakibatkan retensi
urin dan inkontinensia urine. Retensi urin adalah suatu keadaan
emergency medis yang menuntut tindakan yang cepat. Bilamana
retensi urin tidak ditangani sebagaimana mestinya, akan
mengakibatkan terjadinya penyulit yang memperberat morbiditas
penderita yang bersangkutan salah satu tindakan yang dapat
dilakukan dalam mengatasi retensi urine adalah dengan
menggunakan metode bladder training.
b) Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji efektivitas bladder
training sejak dini sebelum pelepasan kateter terhadap terjadinya
inkontinensia urine pada pasien pasca operasi.
c) Peneliti sudah menuliskan dengan jelas tujuan dilakukan penelitian
d) Kata kunci yang digunakan peneliti sudah sesuai

e) Fakta dan teori dituliskan kutipannya. Sehingga meningkatkan nilai


kebenarannya.

2. What is sample size ?


Responden dari penelitian ini berjumlah 30 orang pasien pasca
operasi yang telah diseleksi dan memenuhi syarat.
Penelitian ini menggunakan teknik quasi eksperimen dengan
rancangan post test only control group design, sehingga hasil penelitian
mendapatkan 2 hal yang dapat dibandingkan dan dapat dijadikan terapi.

3. Are the measurements of major variables valid &reliable?

Intrumen yang digunakan untuk penilaian variabel sudah valid/tepat.


Instrumen yang digunakan reliable/mampu menampilkan/memberikan
makna yang sama ketika digunakan oleh semua responden.

4. How were the data analyzed?

Analisis statistik menggunakan uji Mann Whitney dengan tingkat


kemaknaan (α) 0,05. Jenis uji statistik dengan desain penelitian sudah
sesuai sehingga meningkatkan nilai kebenarannya.
5. Were there any untoward events during the conduct of the study?

Persetujuan diperoleh dari komite etika Rumah Sakit / Instansi terkait


studi. Seorang peneliti menjelaskan penelitian ini kepada calon
peserta, dan informed consent tertulis telah diperoleh sebelumnya.
Identitas pribadi subjek dilindungi karena semua data diidentifikasi
hanya berdasarkan jumlah kasus, sehingga kerahasiaan terjamin.
Mereka diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, dan diberi
tahu bahwa mereka dapat menarik diri dari penelitian ini kapan pun
tanpa efek samping pada perawatan mereka selanjutnya. Semua hasil
untuk penelitian ini dilaporkan sebagai agregat. Selain itu, jika subjek
mendeteksi efek merugikan dari bladder training yang tidak
diinginkan atau tidak diantisipasi, maka intervensi segera dihentikan.

6. How do the results fit with previous research in the area?


Penelitian ini memiliki beberapa kekuatan metodologis.
a) Sampel direkrut langsung dari rumah sakit. Tingkat tindak lanjut
sangat bagus, dengan 100% subjek di semua responden
memberikan data pada intervensi 1bulan.
b) Pada penelitian ini dilakukan dua analisis, yaitu analisis
univariat dan bivariat. Analisis univariat yaitu umur jenis
kelamin, pekerjaan. Hasil analisis berupa data numerik dimana
berdistribusi tidak normal disajikan dalam bentuk median, nilai
minimum dan nilai maksimum. Selain itu data kategorik
disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi berupa jumlah
(frekuensi) dan persentase (%) yang terdiri dari jenis kelamin
dan tingkat inkontinensi.Analisis bivariat yaitu analisis yang
dilakukan untuk melihat perbedaan antara bladder training
terhadap inkontinensia pada kelompok kontrol dan perlakuan.
Sebelum dilakukan uji statistik pada variabel bebas dan variable
terikat dilakukan uji kenormalan data dengan menggunakan uji
Shapiro-Wilk karena jumlah responden sebanyak 30 orang.

7. What does this research mean for clinical practice?


Dari semua komponen tersebut, terlihat bahwa Terapi Bladder
Training sejak dini lebih baik daripada dengan bladder training
sebelum pelepasan terhadap terjadinya inkontinensia urine.
Bagaimanapun, karena ukuran sampel yang kecil, kita bisa
menganggapnya sebagai studi pendahuluan, dan penelitian lanjutan
harus dilanjutkan dengan merekrut lebih banyak sampel penelitian.
Namun, temuan itu dapat membantu profesi perawat untuk mengatasi
masalah berkemih (pengosongan kandung kemih) pada pasien dengan
retensi urine dengan menggunakan Bladder Training.
3.3 Artikel Penelitian 3
Pengaruh Latihan Kandung Kemih (Bladder Training) Terhadap Interval
Berkemih Wanita Lanjut Usia (Lansia) dengan Inkontinensia Urin

1. Why was this study Done?


a) Pemaparan masalah penelitian pada penelitian ini sudah dijelaskan
pada pendahuluan, bahwa lansia dapat terkena gangguan perkemihan
seperti inkontinensia urine. Inkontinensia urin ialah kehilangan
kontrol berkemih yang bersifat sementara atau menetap. Inkontinensia
urin bukan merupakan penyakit, tetapi keluhan yang mempunyai
dampak medik, psikososial dan ekonomi serta dapat menurunkan
kualitas hidup. Bilamana inkontinensia urin tidak ditangani
sebagaimana mestinya, akan mengakibatkan terjadinya penyulit yang
memperberat morbiditas penderita yang bersangkutan salah satu
tindakan yang dapat dilakukan dalam mengatasi retensi urine adalah
dengan menggunakan metode bladder training.
b) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan kandung
kemih (bladder training) terhadap interval berkemih pada lansia yang
mengalami inkontinensia urin Peneliti sudah menuliskan dengan jelas
tujuan dilakukan penelitian

c) Kata kunci yang digunakan peneliti sudah sesuai

d) Fakta dan teori dituliskan kutipannya. Sehingga meningkatkan nilai


kebenarannya.
2. What is sample size ?
Penelitian menggunakan desain quasi eksperimen pada 26 lansia
penderita inkontinensia urin. Teknik pengambilan sampel dengan cara
accidental sampling.

3. Are the measurements of major variables valid &reliable?

Intrumen yang digunakan untuk penilaian variabel sudah valid/tepat.


Instrumen yang digunakan reliable/mampu menampilkan/memberikan
makna yang sama ketika digunakan oleh semua responden.
4. How were the data analyzed?
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer,
dan dianalisis secara univariat untuk melihat interval berkemih lansia
sebelum dan sesudah bladder training, sedangkan untuk melihat
pengaruh bladder training terhadap interval berkemih lansia uji statistik
yang digunakan adalah uji T dependen atau berpasangan.

5. Were there any untoward events during the conduct of the study?
Persetujuan diperoleh dari komite etika Rumah Sakit / Instansi terkait
studi. Seorang peneliti menjelaskan penelitian ini kepada calon
peserta, dan informed consent tertulis telah diperoleh sebelumnya.
Identitas pribadi subjek dilindungi karena semua data diidentifikasi
hanya berdasarkan jumlah kasus, sehingga kerahasiaan terjamin.
Mereka diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, dan diberi
tahu bahwa mereka dapat menarik diri dari penelitian ini kapan pun
tanpa efek samping pada perawatan mereka selanjutnya. Semua hasil
untuk penelitian ini dilaporkan sebagai agregat. Selain itu, jika subjek
mendeteksi efek merugikan dari bladder training yang tidak
diinginkan atau tidak diantisipasi, maka intervensi segera dihentikan.

6. How do the results fit with previous research in the area?


Penelitian ini memiliki beberapa kekuatan metodologis.
a) Sampel direkrut langsung dari rumah sakit. Tingkat tindak lanjut
sangat bagus, dengan 100% subjek di semua responden
memberikan data pada intervensi 1minggu.
b) Penelitian ini menggunakan rancangan desain pra eksperimen
dengan metode pengambilan data Pre and Post Test One Group,
yaitu desain penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
bagaimana interval berkemih lansia penderita inkontinensia urin
sebelum dan sesudah bladder training. Pengolahan data
dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer, dan
dianalisis secara univariat untuk melihat interval berkemih lansia
sebelum dan sesudah bladder training, sedangkan untuk melihat
pengaruh bladder training terhadap interval berkemih lansia uji
statistik yang digunakan adalah uji T dependen atau
berpasangan. Dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan
0.05 dan CI 95 %,

7. What does this research mean for clinical practice?


Dari semua komponen tersebut, terlihat bahwa Terapi Bladder
Training dengan metode delay urination (menunda berkemih) dan
scheduled bathroom trips sebagai salah satu intervensi non
farmakologis pada lansia dalam penelitian ini terbukti dapat
memperpanjang interval berkemih lansia . Bagaimanapun, karena
ukuran sampel yang kecil, kita bisa menganggapnya sebagai studi
pendahuluan, dan penelitian lanjutan harus dilanjutkan dengan merekrut
lebih banyak sampel penelitian. Namun, temuan itu dapat membantu
profesi perawat untuk mengatasi masalah berkemih (pengosongan
kandung kemih) pada pasien dengan retensi urine dengan menggunakan
Bladder Training.

3.4 Artikel Penelitian 4


Pengaruh Bladder Training Terhadap Inkontinensia Urin Pada Lanjut Usia Di
Posyandu Lansia Desa Sumberdem Kecamatan Wonosari Malang.

1. Why was this study Done?

 Pemaparan masalah penelitian pada penelitian ini sudah


dijelaskan pada pendahuluan, Retensi urin adalah suatu keadaan
emergency medis yang menuntut tindakan yang cepat. Bilamana
retensi urin tidak ditangani sebagaimana mestinya, akan
mengakibatkan terjadinya penyulit yang memperberat morbiditas
penderita yang bersangkutan salah satu tindakan yang dapat
dilakukan dalam mengatasi retensi urine adalah dengan
menggunakan metode bladder trainning.
 Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh latihan
bladder training terhadap inkontinensia urin pada lanjut usia.
 Peneliti sudah menuliskan dengan jelas tujuan dilakukan
penelitian

 Kata kunci yang digunakan peneliti sudah sesuai

 Fakta dan teori dituliskan Kutipan-nya. Sehingga meningkatkan


nilai kebenarannya
2. What is sample size
Sampel dalam penelitian ini adalah lanjut usia di Desa sumberdem
yang mengalami inkontinensia urin dengan jumlah 26 orang
berdasarkan kriteria inklusi dalam penelitian ini.
Teknik Sampling dalam penelitian ini adalah purposive sampling.

3. Are the measurements of major variables valid & reliable?

Instrumen yang digunakan untuk penilaian variable sudah valid/tepat.


Instrumen yang digunakan reliable/mampu menampilkan/memberikan
makna yang sama ketika digunakan oleh semua responden.
4. How were the data analyzed ?

Analisa data pengaruh bladder training terhadap inkontinensia urin


pada lansia merupakan data kualitatif yang berskala nominal. Dalam
pelaksanaannya, pengolahan data kualitatif dan data kuantitatif ini
sering berhubungan. Untuk memudahkan dalam analisis statistik yang
diuji signifikansinya maka peneliti mengubah data kualitatif menjadi
data kuantitatif.
5. Were there any untoward events during the conduct of the study?
Persetujuan diperoleh dari komite etika Rumah Sakit / Instansi terkait
studi. Seorang peneliti menjelaskan penelitian ini kepada calon peserta,
dan informed consent tertulis telah diperoleh sebelumnya. Identitas
pribadi subjek dilindungi karena semua data diidentifikasi hanya
berdasarkan jumlah kasus, sehingga kerahasiaan terjamin. Mereka
diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, dan diberi tahu
bahwa mereka dapat menarik diri dari penelitian ini kapan pun tanpa
efek samping pada perawatan mereka selanjutnya. Semua hasil untuk
penelitian ini dilaporkan sebagai agregat. Selain itu, jika subjek
mendeteksi efek merugikan dari bladder training yang tidak diinginkan
atau tidak diantisipasi, maka intervensi segera dihentikan.

6. How do the results fit with previous search in the area? Penelitian Ini
Memiliki Beberapa Kekuatan Metodologis
1. Sampel Direkrut Langsung Dari Rumah Sakit. Tingkat Tindak
Lanjut Sangat Bagus, Dengan 100% Subjek Di semua
responden Memberikan Data Pada Intervensi 1 Bulan.
2. Diketahui data sebelum dan sesudah pemberian bladder
training berdistribusi normal berarti analisa data bisa
dilanjutkan kelangkah selanjutnya yaitu uji t test. Hasil analisa
uji paired samples t test yang digunakan untuk mengetahui
hasil sebelum dan sesudah dilakukan pemberian bladder
training
7. What does this research mean for clinical practice?

Dari semua komponen tersebut, terlihat bahwa Terapy Bladder


Training Dapat Bertindak Sebagai Intervensi Efektif Untuk
Meningkatkan Kemampuan berkemih dan Meningkatkan
frekuensi berkemih Terhadap Inkontinensia Urin Pada Lanjut
Usia. Bagaimana pun, karena ukuran sampel yang kecil, kita bisa
menganggapnya sebagai studi pendahuluan, dan penelitian lanjutan
harus dilanjutkan dengan merekrut lebih banyak sample penelitian.
Namun, temuan itu dapat membantu Profesi Perawat untuk mengatasi
masalah Berkemih (Pengosongan Kandung Kemih) pada Pasien
dengan Retensi Urine dengan menggunakan Bladder Training
3.5 Artikel Penelitian 5

Efektifitas Inisiasi Bladder Training terhadap Inkontinensia Urin pada Pasien


Stroke non-Hemoragik yang Terpasang Kateter di Ruang Neurologi RSUD
Raden Mattaher Jambi

1. Why was this studyDone?

Pemaparan masalah penelitian pada penelitian ini sudah dijelaskan


pada pendahuluan, Retensi urin adalah suatu keadaan emergency
medis yang menuntut tindakan yang cepat. Bilamana retensi urin tidak
ditangani sebagaimana mestinya, akan mengakibatkan terjadinya
penyulit yang memperberat morbiditas penderita yang bersangkutan
salah satu tindakan yang dapat dilakukan dalam mengatasi retensi
urine adalah dengan menggunakan metode bladdertrainning.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bladder


training pada pasieninkontinensia urin yang terjadi pada pasien stroke
yang terpasang kateter.

Peneliti sudah menuliskan dengan jelas tujuan dilakukanpenelitian

Kata kunci yang digunakan peneliti sudahsesuai

Fakta dan teori dituliskan Kutipan-nya. Sehingga meningkatkan nilai


kebenarannya.

2. What is samplesize

Jumlah sample dalam penelitian ini adalah 20 sample yang sudah


mengalami proses seleksi dan memenuhi kriteria inkulsi. Peneliti
menggunakan teknik proposive sampling sehinggapermasalahan pada
penelitian dapat terjawab dengan baiki.

3. Are the measurements of major variables valid &reliable?

Intrumen yang digunakan untuk penilaian variable sudah valid/tepat.


Instrumen yang digunakan reliable/mampu
menampilkan/memberikan makna yang sama ketika digunakan oleh
semua responden.

4. How were the data analyzed?


Analisis statistik menggunakan uji T-test. Jenis uji statistic dengan
desain penilitian sudah sesuai, sehingga meningkatkan nilai
kebenarannya.

5. Were there any untoward events during the conduct of thestudy?

Persetujuan diperoleh dari komite etika Rumah Sakit / Instansi terkait


studi. Seorang peneliti menjelaskan penelitian ini kepada calon
peserta, dan informed consent tertulis telah diperoleh sebelumnya.
Identitas pribadi subjek dilindungi karena semua data diidentifikasi
hanya berdasarkan jumlah kasus, sehingga kerahasiaan terjamin.
Mereka diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, dan diberi
tahu bahwa mereka dapat menarik diri dari penelitian ini kapan pun
tanpa efek samping pada perawatan mereka selanjutnya. Semua hasil
untuk penelitian ini dilaporkan sebagai agregat. Selain itu, jika subjek
mendeteksi efek merugikan dari bladder training yang tidak
diinginkan atau tidak diantisipasi, maka intervensi segera dihentikan.

6. How do the results fit withprevious research in the area?

Penelitian Ini Memiliki Beberapa Kekuatan Metodologis. Penelitian


ini merupakan penelitian ekperimen dengan menggunakan Pre
eksperiment One group pretest-postest,). Dimana dalam penelitian ini
tidak dilakukan pre - test sebelum responden diberikan perlakuan
(Treatment).

Kelompok perlakuan dalam penelitian ini mendapatkan perlakuan


(pretest) berupa inisiasi bladder training yang dilakukan sejak pasien
melewati fase akut, sedangkan mendapat perlakuan inisiasi bladder
training yang biasa dilakukan perawat, yaitu sejak satu hari sebelum
kateter dilepas. Setelah inisiasi bladder training selesai dilakukan dan
kateter urin dilepas, responden pada kelompok treatment dan
kontrolakan dievaluasi residu urin didalam kandung kemihnya
(Notoatmodjo, 2010).

7. What does this research mean for clinicalpractice?


Dari semua komponen tersebut, terlihat bahwa Terapy Bladder
Training DapatBertindak Sebagai Intervensi Efektif Untuk
mengurangi rasa ingin berkemih pada pasien inkontinensia urin,
sehingga jumlah pengeluaran urin sama dengan jumlah cairan yang
masuk ke dalam tubuh.Bagaimana pun, karena ukuran sampel yang
kecil, kita bisa menganggapnya sebagaistudipendahuluan, dan
penelitian lanjutan harus dilanjutkan dengan merekrut lebih banyak
sample penelitian. Namun, temuan itu dapat membantu Profesi
Perawat untuk mengatasi masalah Berkemihpada Pasien dengan
Inkontinensia Urine dengan menggunakan Bladder Training
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Hasil evaluasi dari artikel penelitian, dapat disimpulkan bahwa bladder


training efektif dan efisien untuk meningkatkan pengosongan kandung kemih
(kemampuan berkemih) pasien dengan retensi urine. Dibuktikan hasil
penelitian yang menujukkan bahwa Bladder Training secara signifikan
meningkatkan frekuensi berkemih pada pasien pria dengan retensi urine di
Ruang Penyakit dalam RSUD Bitung. Kemampuan Pengosongan kandung
kemih pada pasien pria retensi urine setelah diberikan Bladder Training
menjadi Lebih Baik dibandingkan dengan sebelum diberikan tindakan.
Terjadi peningkatan adalah 5 (3-6) atau termasuk dalam kategori baik.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Bladder Training memberikan


pengaruh pada kemampuan berkemih.

4.1 Saran
Setelah membaca makalah ini, penulis berharap agar mahasiswa
dalam melakukan tindakan keperawatan harus berdasarkan pada Evidence
Based Practice dan juga bagi mahasiswa yang akan menjadi perawat yang
kelak bekerja di rumah sakit maupun di Institusi kesehatan lainnya, agar
dapat menerapkan Bladder Training untuk kemampuan berkemih pada
pasien retensi urine. Sehingga kita sebagai calon perawat yang professional
dapat memberikan pelayanan yang terbaik dan dapat memberikan asuhan
keperawatan yang tepat dan bermanfaat kepada pasien.

21
DAFTAR PUSTAKA

Potter and Perry . (2005). Buku ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4 vol 2.

Jakarta : EGC.

Wartonah Tarwoto (2006). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses

Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Capernito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Kavin G, Jonna B, et al (2003)


Incidence and Treatmen of urniary retention postpartum. Int Urogynecol
of Journal.

22
LAMPIRAN JURNAL

Buletin Sariputra. Oktober, 2014 Vol.1 (1)

PENGARUH BLADDER TRAINING


TERHADAP KEMAMPUAN
BERKEMIH PADA PASIEN PRIA
DENGAN RETENSI URINE

Influence Of Bladder Training On Capability To Urination In Male


With Urine Retention

Friska Hinora1 , Joice Laoh2 , Don R.G Kabo3)

ABSTRAK

Latar belakang. Retensi urin adalah suatu keadaan emergenci medis yang
menuntut tindakan yang cepat. Bilamana retensi urin tidak ditangani
sebagaimana mestinya, akan mengakibatkan terjadinya penyulit yang
memperberat morbiditas penderita yang bersangkutan salah satu tindakan
yang dapat dilakukan dalam mengatasi retensi urine adalah dengan
menggunakan metode bladder trainning. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh bladder trainning terhadap kemampuan
berkemih pada pasien pria dengan retensi urine. Metode. Desain penelitian
menggunakan Non Equivalent control group design Pretest-Posttest.
Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien pria yang menggunakan
kateter. Instrumen menggunakan lembar observasi. Hasil penelitian
menunjukan bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata sebelum dan
setelahiberikan tindakan dimana pada pra nilai mean 3,35 menjadi
meningkat pada post yaitu mean =5,00 . Uji statistik Wilcoxon Sign Rank
Test menunjukan nilai p= 0,001 atau lebih kecil dari α = 0,05, sehingga Ha
(Hipotesis alternatif) diterima atau ada pengaruh bladder training terhadap
kemamppuan berkemih pada pasien retensi urinedi
RSUD Bitung. Kesimpulan. Bladder training dapat meningkatkan
kemampuan berkemih pada pasien retensi urine yang terpasang kateter.
Saran. bagi perawat agar dapat meningkatkan pemahaman pasien tentang
pentingnya latihan bladder training bagi peningkatan kemampuan
berkemihpasien

Kata kunci : Bladder trainning, retensi urine

23
ABSTRACT

Background. Urinary retention is a condition that requires medical emergency


quick action. When
urinary retention not handled properly, will result in patient morbidity
complications aggravate one of the acts in question do to overcome urinary
retention is by using bladder training. The purpose of this study was to
determine the effect of bladder training on the ability of micturition in male
patients with urinary retention. Method. Research design using Non
Equivalent control group pretest-posttest design. The study population was
all male patients who use catheters. Instrument using the observation sheet.
The results showed that there are differences in the average value before
and after a given action in which the mean value of 3.35 pre to post increases
in the mean = 5.00. Test Wilcoxon Sign Rank Test statistics show the value of
p = 0.001 or smaller than α = 0.05, so that Ha (alternative hypothesis) is
received or there are influence on the ability of urinary bladder training in
patients with urinary retention in hospitals Bitung. Conclusion. Bladder
training can improve the patient's ability to urinate urinary retention
catheter attached. Suggestions. for nurses in order to improve patient
understanding of the importance of bladder training exercises to increase the
ability of the patient tourinate

Keywords: Bladder training, retention of urine

24
PENDAHULUAN dengan keinginan untuk berkemih yang hebat
dan mungkin dengan meneteskan jumlah yang
Eliminasi merupakan sedikit dariurin.
proses pembuangan Retensi urin akut adalah suatu keadaan
sisa-sisa metabolismetubuh. emergenci medis yang menuntut tindakan yang
Pembuangan dapat melalui urine ataupun cepat. Bilamana retensi urin tidak ditangani
bowel (Wartonah, 2006). Pembuangan sebagaimana mestinya, akan mengakibatkan
normal urine merupakan suatu fungsi dasar terjadinya penyulit yang
yang sering dianggap enteng oleh
kebanyakan orang, apabila sistem
perkemihan tidak dapat berfungsi dengan
baik, semua sistem organ pada akhirnya
akan terpengaruh. Klien yang mengalami
perubahan eliminasi urine juga dapat
menderita secara emosional akibat
perubahan citra tubuhnya (Potter danPerry,
2005).
Insiden terjadinya retensi urin,
menurut hasil penelitian Saultz et al berkisar
1,7% sampai 17,9%. Penelitian yang
dilakukan oleh Yip et al (1997) menemukan
insidensi retensi urin sebesar 4,9 % dengan
volume residu urin 150 cc sebagai volume
normal paska berkemih spontan. Penelitian
lainoleh
Andolf et al (1993) menunjukkan insidensi
retensi urin sebanyak 1,5%, dan hasil
penelitian dari Kavin et al (2003) sebesar
0,7% (Kavin G. Jonna B, et al, 2003).
Berdasarkan survei awal yang dilakukan
peneliti di Ruang Perawatan Rumah Sakit
Umum Daerah jumlah kasus sejak bulan
Januari sampai Desember 2012 sebanyak
52 kasus retensi urine dari total 630 pasien
atau sekitar (8,25%).
Membuang urine dan alvi (eliminasi)
merupakan salah satu aktivitas pokok yang
harus dilakukan oleh setiap manusia.
Apabila eliminasi tidak dilakukan setiap
manusia akan menimbulkan berbagai
macam gangguan seperti retensi urine,
inkontinensia urine, enuresis, perubahan
pola eliminasi urine, konstipasi, diare dan
kembung, berbagai macam gangguan yang
telah disebutkan di atas akan menimbulkan
dampak pada system organ lainnya seperti:
system pencernaan, ekskresi (Pradana,2011)
Retensi urine akut tidak dapat
berkemih sama sekali, walaupun kandung
kemihnya sudah penuh. Pasien tersebut
mengalami peningkatan rasa nyeri
suprapubik yang terus menerus bersama
15
Ginjal. Jumlah kehilangan cairan berkurang
memperberat morbiditas penderita yang sebesar 54% (Puspasari, 2011).
bersangkutan (Sulli, 2011)
Berdasarkan masalah di atas
Tidak diperlukan peralatan maupun
maka peneliti merasa tertarik
ketrampilan yang khusus untuk
untuk melakukan penelitian
mendeteksi dan menangani penderita
dengan retensi urin, apapun yang tentang pengaruh bladder trainning terhadap
menyebabkan terjadinya kemampuan berkemih pada pasien retnsi
urine di ruang penyakit dalam RSUD
kelainan tersebut (Potter dan Perry, Bitung.
2005). Salah satu tindakan yang dapat
dilakukan dalam mengatasi retensi urine
adalah dengan menggunakan metode
bladder trainning. Bladder training adalah
salah upaya untuk mengembalikan fungsi
kandung kencing yang mengalami
gangguan ke keadaan normal atau ke
fungsi optimal neurogenik. Bladder
training merupakan salah satu terapi yang
efektif diantara terapi
nonfarmakologis(Syafar,
2011).
Penelitian oleh Hasmita Maya
(2011), Tentang Efektivitas Bladder
Training yang dilakukan pada ibu post
partum menunjukan bahwa Waktu
terjadinya fungsi eliminasi berkemih
spontan pada ibu post partum spontan
yang mendapat intervensi bladder training
Sitz bath lebih cepat yaitu terjadi pada
waktu 149,68
+ 30,32 menit post partum dibandingkan
dengan fungsi eliminasi
berkemih spontan pada ibu post partum
spontan tanpa bladder training Sitz bath
yaitu pada waktu 255,23 + 71,65 menit
post partum spontan. Sehingga hipotesis
pertama pada penelitan ini diterima. (Uji-t
independen, nilai p = 0,005; p<0,05 ; CI
95%). Volume urin dari fungsi eliminasi
berkemih spontan pertama kali pada ibu
post partum spontan yang mendapat
intervensi bladder training Sitz bath lebih
banyak (227,95 + 28,97 ml) dibandingkan
dengan kelompok kontrol tanpaintervensi
(219,32 + 90,70 ml).
The journal of the American
Medical Association (1991), Efektivitas
latihan kandung kemih pada 123 wanita
yang berusia 55 tahun dengan
inkontinensia urin, Pelatihan kandung
kemih mengurangi jumlahepisode
inkontinensia sebesar 57%, efeknya sama
untuk kedua kelompok diagnostikFungsi
16
METODOLOGI PENELITIAN (Kemampuan berkemih). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien yang
Penelitian ini dilaksanakan di ruangan menggunakan kateter diruang penyakit
penyakit dalam RSUD Bitung dari tanggal dalam RSUD Bitung. Analisis statistik
25 April sampai dengan 6 Mei 2013. menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank Test
Penelitian ini menggunakan metode dengan ting[kat kemaknaan (α) 0,05. Penulis
penelitian Non Equivalent control group menggunakan instrumen dalam penelitian ini
design Pretest- adalah lembar observasi yang mengacu pada
Posttest, dimana peneliti melakukan kerangka konsep dan definisi operasional
pengukuran sebelum melakukan intervensi yang berisi pernyataan tentang variabel
kemudian memberikan intervensi dan penelitian
melakukan penilaian kembali data variabel
independen (Bladder Trainning)
dandependen

HASIL DANPEMBAHASAN

Data demografiResponden

Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

No Karakteristik Responden n Presentase (%)

1 Jenis Kelamin
Laki-laki 20 54.5
2 Umur
a. <50 Thn 3 15,0
b. >50 Thn 17 85,0
3 Pendidikan
a. Pendidikan Rendah 13 65,0
b. Pendidikan Tinggi 7 35,0
4 Pekerjaan
a. Tidak bekerja 8 36.4
b. Bekerja 3 13.6
Total 20 100

dalam penelitian ini di bagi dalam 2 kategori


Dari tabel di atas menunjukan bahwa yaitu tamat pendidikan rendah (SD, SMP,dan
seluruh responden adalah laki-laki yaitu 20
responden (100%). Kategori umur dalam
penelitian ini di bagi dalam 2 kategori yaitu
umur kurang dari 50 tahun dan umur di atas
50 tahun . Dari tabel di atas menujukan
bahwa responden yang paling banyak
adalah responden dengan umur diatas 50
tahunyaitu
17 responden (85,0%). Tingkat pendidikan
17
tidak sekolah) dan pendidikan tinggi
(SLTA dan perguruan tinggi). Dari tabel
di atas menunjukan bahwa sebagian besar
responden dengan tingkat pendidikan
rendah yaitu 13 responden (65,0%).
Pekerjaan responden dalam penelitian ini
di bagi dalam 2 kategori yaitu tidak
bekerja, dan bekerja. Dari tabel di atas
menunjukan bahwa sebagian besar
responden tidak bekerja yaitu
17responden
(85,0%).

18
Analisa Univariat

Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan kemampuan berkemih

Variabel n Mean Media SD (Min-Max)


n
Sebelum 20 3,35 3,00 5,00 2-6
Sesudah 20 5,00 5,00 5,00 3-6

Nilai rata-rata kemampuan berkemih intervensi adalah 5 (3-6). Terdapat


sebelum intervensi adalah 3 (2-6) atau yang perbedaan sebelum dan setelah diberikan
termasuk dalam kategori kurang. Sedangkan intervensi pada kemampuan berkemih
nilai rata-rata kemapuan berkemih pada post pasien retensi urine.

Analisa Bivariat

Tabel 3. Analisis pengaruh bladder trainning terhadap kemampuan berkemih padapasie npria
dengan retensi urine

Variabel n Mean Median SD JenisUji P-Value

Sebelum 20 3,35 3,00 5,00 WilcoxonSign

Sesudah 20 5,00 5,00 5,00 RankTest 0,001

Dari tabel di atas dapat dijelaskan menjadi meningkat pada post yaitu mean
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan =5,00 . Uji statistik Wilcoxon Sign Rank
kemampuan berkemih setelah diberikan Test menunjukan nilai p= 0,001 atau lebih
intervensi bladder training. Dari tabel di atas kecil dari
menujukan bahwa terdapat perbedaan nilai α = 0,05, sehingga Ha (Hipotesis alternatif)
rata- rata sebelum dan setelahiberikan diterima atau ada pengaruh bladder training
tindakan dimana pada pra nilai mean3,35 terhadap kemamppuan berkemih pada
pasien retensi urine di RSUD Bitung.

PEMBAHASAN

Pengaruh penelitian pengaruh bladder trainning terhadap kemampuan berkemih


pada pasien pria retensi urine

Uji statistik Wilcoxon Sign Rank Test normal klien yang mengalami inkontensia
menunjukan nilai p= 0,001 atau lebih kecil retentiourine
dari (Perry & Potter, 2005). Dari hasil penelitian
α = 0,05, sehingga Ha (Hipotesis alternatif) yang dilakukan pada 20 responden menujukan
diterima atau ada pengaruh bladder training bahwa terdapat 9 responden yang mengalami
terhadap kemamppuan berkemih pada peningkatan kemampuan berkemih setelah
pasien retensi urine di RSUD Bitung. diberikan bladdertraining.
Bladder trianing adalah latihan yang
dilakukan untuk mengembalikan tonus otot
kandung kemih agar fungsinya kembali
Dengan adanya latihan Blader pengeluaran cairan dan hal ini sangat
Training maka pasien akan terlatih bergantung pada fungsi-fungsi organ
untuk meingkatkan kemampuan dalam eliminasi urine seperti ginjal, ureter, bladder
eliminasi urine karena latihan ini dapat dan uretra. Ginjal
mengembalikan pola normal perkemihan memindahkan air dari darah dalam bentuk
dengan menghambat atau menstimulasi urine. Ureter mengalirkan urine ke bladder,
pengeluaran airkemih. dalam bladder urine ditampung sampai
Berdasarkan teori bahwa proses mencapai batas tertentu yang kemudian
eliminasi urine merupakan proses dikeluarkan melalui uretra (Wartonah,
2006).

17
Namun pada keadaan retensi urine Diakses dari
terjadai ketidakmampuan mengosongkan http://repository.usu.ac.id/handle/1234567
kandung kemih secara keseluruhan. Kondisi 89/27637
ini dapat disebabkan oleh penyumbatan
pada saluran kemih karena pembesaran Krisnawati Beti (2009). Efektifitas
kelenjar prostat, batu ginjal dan batu Pelaksanaan Bladder Training Secara
kandung kemih atau akibat penyebab non- Dini Pada Pasien Yang Terpasang
obstruktif, seperti lemahnya otot kandung Douwer Kateter Terhadap Kejadian
kemih dan masalah persarafan yang Inkontinensia Urine di Ruang Umar dan
menyebabkan terganggunya sinyal saraf Ruang Khotijah Rumah Sakit Roemani
antara otak dan kandungkemih. Muhammadiyah Semarang. Abstrak.
http://eprints.undip.ac.id/8751/1/Abstrak.
Ada dua tipe retensi urin: Retensi Urin Akut
pdf
dan Retensi Urin Kronis. Retensi urin akut
ditandai dengan ketidakmampuan untuk
berkemih sama sekali. Hal ini merupakan
suatu kedaruratan medis yang memerlukan
perawatan yang secepatnya. Pada retensi
urin kronis, individu masih dapat berkemih
tetapi memiliki kesulitan untuk memulai
atau mengosongkan kandung kemih secara
keseluruhan. Namun dalam penelitian ini
tidak

KESIMPULAN
1. Frekuensi berkemih pada pasien pria
dengan retensi urine di Ruang Penyakit
dalam RSUD Bitung pada hampir
sebagian besar responden menunjukan
dengan skor 3 (2-6) atau yang termasuk
dalam kategori kurang.
2. Kemampuan pengosongan urine pada
pasien pria retensi urine setelah
diberikan bladder training menjadi
lebihbaik

DAFTAR PUSTAKA

Capernito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku


Kavin G, Jonna B, et al (2003)
Incidence and Treatmen of urniary
retention postpartum. Int Urogynecol
ofJournal

Hasmita Maya (2011). Efektivitas


Bladder Training Sitz
Bath Terhadap
Fungsi Eliminasi Berkemih
Spontan Pada Ibu Post Partum Spontan
Di RSUP. H. Adam Malik – RSUD. Dr.
Pirngadi Medan Dan RS. Jejaring.
18
di klasifikasikan jenis retensi urine pada disparenia dan kesulitas orgasme pada
responden, dan hanya di lihat ada perempuan pasca terapi kanker serviks.
tidaknya pengaruh bladder training Tesis. Program Magister Ilmu
terhadap Keperawatan Universitas
kemampuan berkemih pada pasien. Indonesia.
Hasil penelitian ini juga di dukung
dengan hasil penelitian yang serupa Sulli Nova (2011). Retensi Urine. Diakses
oleh Kristanawati (2009)tentang dari http://www.scribd.com/novasuli
EfektifitasPelaksanaan
Bladder Training Secara Dini Pada Syafar (2011). Bladder Trainning.
Pasien Yang Terpasang Douwer Diakses
Kateter Terhadap Kejadian darihttp://odesyafar.wordpress.com/
Inkontinensia Urine di RuangUmar
dan Ruang Khotijah Rumah Sakit Roemani Wartonah Tarwoto (2006). Kebutuhan
Muhammadiyah Semarang, dengan hasil dasar manusia dan proses
bahwa hasi penelitian menunjukkan bahwa keperawatan Edisi, 3. Salemba
sebanyak Medika, Jakarta
11 orang (26,2%) responden mengalami
inkontinensia urin dan sebanyak 31 orang
(73,8%) responden tidak mengalami
inkontinensia urin. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa bladder training
memberikan pengaruh pada kemampuan
berkemih

dibandingkan dengan sebelum diberikan


tindakan. Terjadi peningkatan adalah 5
(3-6) atau termasuk dalam kategori baik
3. Ada pengaruh bladder trainning
terhadap kemampuan berkemih
pada pasien pria retensi urine
dimana jika pasien mampu untuk
melatih kandung kemihnya maka
akan meningkatkan kemampuan
berkemihnya.

Potter dan Perry (2005). Buku ajar


Fundamental Keperawatan edisi 4
vol2.
EGC, Jakarta

Pradana Adryan (2011).


KebutuhanEliminasi.
Diakses dari
http://ardyanpradana007.blogspot.com/

Puspasari Dewi (2011). Efektvitas


latihan Kegel dalam mengatasi
keluhan
19
Nursing News Pengaruh Bladder Training terhadap
Volume 2, Nomor 2, Inkontinensia Urin Pada Lanjut Usia di
2017 Posyandu Lansia Desa Sumberdem
Kecamatan Wonosari Malang

PENGARUH BLADDER TRAINING TERHADAP


INKONTINENSIA URIN PADA LANJUT USIA DI POSYANDU
LANSIA DESA SUMBERDEM KECAMATAN WONOSARI
MALANG

Hilarius Mariyanto Moa1), Susi Milwati2), Sulasmini3)

1) Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas


Ilmu Kesehatan Universitas Tribhuwana
Tunggadewi Malang
2) Dosen Program Studi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Malang
3) Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Tribhuwana
Tunggadewi Malang
Email : mariyanto.hilarius@gmail.com

ABSTRAK

Pada lanjut usia sering terjadi masalah Inkontinensia urin yang memerlukan perawatan
segera. Pemicu terjadinya inkontinensia adalah kondisi yang sering terjadi pada lanjut usia
yang dikombinasikan dengan perubahan terkait usia dalam sistem urinaria. Beberapa cara
yang dapat dilakukan untuk mengurangi inkontinensia urin antara lain dengan latihan
bladder training. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh bladder
training terhadap inkontinensia urin pada lansia di Posyandu Lansia RT 01 RW 02 Desa
Sumberdem Kecamatan Wonosari Malang.Metode penelitian menggunakan pre
eksperimen one group pre-post tes design, populasi dalam penelitian ini adalah 42 orang,
menggunakan teknik purposive sampling dengan sampel dalam penelitian ini adalah 26
orang. Data terkumpul dianalisa dengan menggunakan uji Paired Samples Test.Hasil
penelitian sebelum pemberian intervensi terbanyak frekuensi berkemih 2 orang (7,7%),
berkemih lancar 13 orang (50%), berkemih tuntas 13 orang (50%). Setelah pemberian
intervensi terbanyak frekuensi berkemih 23 orang (88,5%), berkemih lancar 20 orang
(76,9%), berkemih tuntas 20 orang (76,9%). Hasil analisis uji Paired Samples Test
menunjukan nilai sig 2 tailed 0,006 < α (0,05) artinya H1diterima, ada pengaruh bladder
training terhadap inkontinensia urin pada lansia di Posyandu Lansia RT 01 RW 02 Desa
Sumberdem Kecamatan Wonosari Malang. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh bladder training terhadap inkontinensia urin pada
lansia. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar penelitian selanjutnya.
Memberikan bladder training terhadap inkontinensia urin, pada lansia dianjurkan agar
Nursing News Pengaruh Bladder Training terhadap
Volume 2, Nomor 2, Inkontinensia Urin Pada Lanjut Usia di
2017 Posyandu Lansia Desa Sumberdem
Kecamatan Wonosari Malang

tetap rutin melakukan bladder training sehingga tidak terjadi inkontinensia urin.

Kata Kunci : Bladder Training, inkontinensia urin.


Nursing News Pengaruh Bladder Training terhadap
Volume 2, Nomor 2, Inkontinensia Urin Pada Lanjut Usia di
2017 Posyandu Lansia Desa Sumberdem
Kecamatan Wonosari Malang

EFFECT ON BLADDER TRAINING URINARY INCONTINENCE IN ELDERLY


IN THE VILLAGE ELDERLY POSYANDU SUMBERDEM
DISTRICT WONOSARI MALANG

ABSTRACT

In the elderly Urinary incontinence often occur problems that need immediate treatment.
Trigger incontinence is a condition that often occurs in the elderly combined with age-
related changes in the urinary system. Some of the ways that can be done to reduce urinary
incontinence include bladder training exercises. The purpose of this study was to analyze
the effect of bladder training on urinary incontinence in the elderly in Posyandu Elderly
RT 01 RW 02, Desa Sumberdem Wonosari Subdistrict Malang. The research method using
pre experiment one group pre-post test design, the population in this study were 42 people,
using purposive sampling with a sample in this study was 26. The data was analyzed using
Paired Samples Test. Results of the largest intervention study before granting urination 2
(7.7%), urinary smooth 13 people (50%), urinary completed 13 people (50%). After giving
the highest intervention urination 23 people (88.5%), urinary smooth 20 people (76.9%),
urinary completed 20 (76.9%). The analysis result of Paired Samples Test shows two tailed
sig 0.006 <α (0.05) means that H1 is accepted, there is the effect of bladder training on
urinary incontinence in the elderly Elderly diPosyandu RT 01 RW 02, Desa Sumberdem
Wonosari Subdistrict Malang. Based on these results it can be concluded that there are
significant bladder training on urinary incontinence in the elderly. The results of this study
can be used as a basis for further research. Providing bladder training on urinary
incontinence in the elderly it is recommended to keep doing bladder training routine so it
does not happen urinary incontinence.

Keywords: Training Bladder, Urinary Incontinence

PENDAHULUAN penduduk juga berimbas pada semakin


tingginya harapan hidup manusia. Hal
Di era ini sebagian besar negara ini berakibat pada peningkatan jumlah
di dunia mengalami transisi demografi lansia dari tahun ke tahun (Kemenkes
yang ditandai dengan penurunan tingkat RI, 2013). Bahkan diprediksikan pada
kelahiran maupun tingkat kematian. tahun 2050 proporsi penduduk lansia ( >
Selain itu, perubahan penting juga terjadi 60 tahun) secara global akan mengalami
pada komposisi umur penduduk. peningkatan hingga 100% (WHO, 2014).
Peningkatan derajat serta kesejahteraan Hingga jumlah penduduk lansia (60 +
Nursing News Pengaruh Bladder Training terhadap
Volume 2, Nomor 2, Inkontinensia Urin Pada Lanjut Usia di
2017 Posyandu Lansia Desa Sumberdem
Kecamatan Wonosari Malang

tahun) akan menjadi lebih tinggi proporsi lansia yang sudah mencapai
daripada penduduk berusia < 15 tahun di diatas 7%. Hasil survey kesehatan
tahun 2040. nasional yang dilakukan tahun 2013
Berdasarkan hasil Sensus mengindikasikan terjadinya peningkatan
Penduduk 2010, secara umum jumlah pada penduduk lansia di indonesia.
penduduk lansia di Indonesia sebanyak Sebesar 8,05% dari total keseluruhan
18,04 juta orang atau 7,59 persen dari penduduk indonesia atau sekitar 20,4
keseluruhan penduduk. Jumlah juta orang merupakan penduduk yang
penduduk lansia perempuan (9,75 juta tergolong lansia. Provinsi dengan
orang) lebih banyak dari jumlah proporsi lansia tertinggi di indonesia
penduduk lansia laki-laki (8,29 juta adalah yogyakarta yaitu 30,20%, disusul
orang). Sebarannya jauh lebih banyak di dengan jawa tengah (11,11%), kemudian
daerah perdesaan (10,36 juta orang) jawa timur (10,96%). Bali merupakan
dibandingkan di daerah perkotaan (7,69 salah satu provinsi dengan proporsi
juta orang). Jika dilihat menurut lansia diatas 7% dan merupakan provinsi
kelompok umur, jumlah penduduk lansia keempat diindonesia dengan proporsi
terbagi menjadi lansia muda (60-69 lansia tertinggi yaitu sebesar 10,07%
tahun) sebanyak 10,75 juta orang, lansia (BPS, 2014).
menengah (70-79 tahun) sebanyak 5,43 Pada saat lanjut usia seseorang
juta orang, dan lansia tua (80 tahun ke akan cenderung mengalami berbagai
atas) sebanyak 1,86 juta orang (BPS, masalah kesehatan karena mengalami
2013). penurunan fungsi organ tubuh yang salah
Indonesia termasuk negara yang satunya adalah disabilitas atau kecacatan
memasuki era penduduk berstruktur (Wandera et al, 2014). Pada tahun 2013,
lanjut usia (aging structured population) penduduk indonesia yang berusia 45-59
karena jumlah penduduk berusia 60 tahun (pralansia) yang mengalami
tahun keatas sekitar 7,18%. Jumlah keluhan kesehatan mencapai 35,18% dan
penduduk lanjut usia (lansia) di hal ini meningkat pada kelompok lansia
indonesia pada tahun 2006 sebesar mudah (60-69 tahun) yaitu sebesar
kurang dari 19 juta, dengan usia harapan 46,71%. Dan hingga usia 80 ke atas,
hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010 keluhan kesehatan sudah mencapai
mengalami peningkatan menjadi 23,9 61,04%. Sedangkan angka kesakitan
jiwa (9,77%) dan pada tahun 2020 pada lansia pada tahun 2013 mencapai
diperkirakan sebesar 28,8 juta (11,34%), 24,80 %. Semakin tinggi usia lansia,
dengan usia harapan hidup 71,1 tahun keluhan kesehatan yang dialami juga
(Depkes, 2012). semakin banyak. Keluhan kesehatan
Indonesia dikatakan sebagai yang dialami lansia tersebut juga
negara berstruktur umur tua dikarenakan cenderung lebih sulit untuk disembuhkan
Nursing News Pengaruh Bladder Training terhadap
Volume 2, Nomor 2, Inkontinensia Urin Pada Lanjut Usia di
2017 Posyandu Lansia Desa Sumberdem
Kecamatan Wonosari Malang

seiring peningkatan usianya (BPS, permasalahan, antara lain : masalah


2014). medik, sosial, maupun ekonomi.
Masih ada banyak lansia yang Masalah medik berupa iritasi dan
mampu hidup secara produktif dalam kerusakan kulit disekitar kemaluan
kehidupannya, meskipun begitu karena akibat urin, masalah sosial berupa
faktor usia lansia akan menghadapi perasaan malu, mengisolasi diri dari
berbagai keterbatasan. Keterbatasan pergaulannya dan mengurung diri di
yang kerap dihadapi lansia tentu akan rumah.Pemakaian diapers atau
membuat lansia bergantung pada orang perlengkapan lain guna menjaga supaya
lain untuk meningkatkan tidak selalu basah oleh urin, memerlukan
kesejahteraannya. Lansia cenderung biaya yang tidak sedikit (Purnomo,
kehilangan kemampuan mereka untuk 2012).
hidup mandiri dikarenakan keterbatasan Data di Amerika Serikat
mobilitas yang mereka hadapi dan diperkirakan sekitar 10-12 juta orang
melemahnya fisik serta mentalnya dewasa mengalami inkontinesia urin.
(WHO, 2014). Tingkat keparahannya meningkat seiring
Menurut International bertambahnya usia dan paritas. Pada usia
Continence Society inkontinensia urin 15 tahun atau lebih didapatkan kejadian
didefinisikan sebagai keluarnya urin 10%, sedamgkan pada usia 35-65 tahun
secara involunter yang menimbulkan mencapai 12 %. Prevalensi akan
masalah sosial seperti rasa malu untuk meningkat sampai 16% pada wanita usia
bersosialisasi dengan para lansia lain lebih dari 65 tahun. Pada multipara
karena adanya masalah inkontinesia didapatkan kejadian 5%, pada wanita
yang diderita lansia dan masalah higiene dengan anak satu mencapai 10% dan
yang berdampak pada komplikasi seperti meningkat sampai 20% pada wanita
penyakit kulit yang secara objektif dengan 5 anak (Collein, I. 2012).
tampak nyata. Inkontinensia urin Di Indonesia jumlah penderita
merupakan keluarnya urin yang tidak inkontinensia urin sangat signifikan.
terkontrol yang mengakibatkan Pada tahun 2005 diperkirakan sekitar
gangguan hygiene dan sosial dan dapat 5,8% dari jumlah penduduk mengalami
dibuktikan secara objektif dalam inkontinensia urin, tetapi penanganannya
(Angellita, 2012). Inkontinesia urin yang masih sangat kurang. Hal ini disebabkan
lama secara langsung juga dapat karena masyarakat belum mengetahui
berdampak pada penurunan kualitas tempat yang tepat untuk berobat disertai
hidup lansia. Inkontinensia urin adalah kurangnya pemahaman tenaga kesehatan
ketidakmampuan seseorang untuk tentang inkontinensia urin.
menahan keluarnya urin. Keadaan ini Pada tahun 2008 survey
dapat menimbulkan berbagai inkontinensia urin yang dilakukan oleh
Nursing News Pengaruh Bladder Training terhadap
Volume 2, Nomor 2, Inkontinensia Urin Pada Lanjut Usia di
2017 Posyandu Lansia Desa Sumberdem
Kecamatan Wonosari Malang

Departemen Urologi Unair RSU Dr. kali lebih sering pada wanita
Soetomo terhadap 793 penderita, dibandingkan pria. Inkontinensia urin
didapatkan hasil angka kejadian merupakan gangguan dari fungsi
inkontinesia urin pada pria 3,02% kandung kemih, yang memberikan
sedangkan pada wanita 6,79% (Angelita, masalah gangguan tidur, masalah pada
2012). Di provinsi Gorontalo kulit, masalah fisik, isolasi sosial dan
berdasarkan data dinas kesehatan masalah psikologis. Sejumlah studi telah
Provinsi tahun 2013 tercatat sebanyak meneliti efek dari inkontinensia urin
2,371 lansia pernah berobat ke rumah pada lanjut usia. Dikomunitas wanita
sakit dengan masalah inkontinensia urin. dan pria lanjut usia masalah
Secara umum inkontinesia urin inkontinensia urin ini berhubungan
disebabkan oleh perubahan pada anatomi dengan depresi, menurunnya aktivitas
dan fungsi organ kemih lansia, obesitas, fisik, menjauh dari pergaulan sosial dan
menopause, usia lanjut. penambahan kualitas hidup (Onat, Et al 2014).
berat dan tekanan selama hamil dapat Berdasarkan hasil studi
menyebakan melemahnya otot dasar pendahuluan yang dilakukan peneliti
panggul karena ditekan selama sembilan pada tanggal 08 April 2016 di
bulan. Proses persalinan juga dapat didapatkan data jumlah lansia di Desa
membuat otot-otot dasar panggul rusak Sumberdem Kecamatan Wonosari
akibat regangan otot dan jaringan Kabupaten Malang adalah 70 orang.
penunjang serta robekan jalan lahir, Berdasarkan hasil wawancara yang
sehinnga dapat meningkatkan resiko dilakukan peneliti terdapat 60% (42)
terjadinya inkontinensia urin. Faktor orang mengalami inkontinensia urin, dan
jenis kelamin berperan terjadinya 40% (28) orang tidak mengalami
inkontinesia urin khususnya pada wanita inkontinensia urin.Semua lanjut usia di
karena menurunnya kadar hormon posyandu lansia desa Sumberdem
estrogen pada usia menopause akan mengatakan bahwa selama ini mereka
terjadi penurunan tonus otot vagina dan belum mengetahui terapi untuk
otot pintu saluran kemih sehingga mengatasi inkontinensia urin dan belum
menyebabkan terjadinya inkontinesia mengetahui apa yang dimaksudkan
urin. Gejala inkontinensia yang biasanya dengan bladder training. Berdasarkan
terjadi adalah kencing sewaktu batuk, uraian diatas maka penulis tertarik dan
mengedan, tertawa, bersin, berlari, serta ingin mengetahui lebih lanjut tentang
perasaan ingin kencing yang mendadak, “Pengaruh Latihan Bladder Training
kencing berulang kali, dan kencing di Terhadap Inkontinensia Urin Pada
malam hari. Lanjut Usia di posyandu lansia Desa
Menurut studi epidemologi Sumberdem Kecamatan Wonosari
dilaporkan bahwa inkontinensia urin 2-5 Malang”.
Nursing News Pengaruh Bladder Training terhadap
Volume 2, Nomor 2, Inkontinensia Urin Pada Lanjut Usia di
2017 Posyandu Lansia Desa Sumberdem
Kecamatan Wonosari Malang

Tujuan penelitian adalah adalah Inkontinensia urin. Teknik


mengetahui pengaruh latihan bladder pengumpulan data yang dilakukan
training terhadap inkontinensia urin pada adalah menggunakan kuesioner dimana
lanjut usia di Posyandu lansia Desa peneliti melakukan wawancara pada
Sumberdem Kecamatan Wonosari. responden. Proses pengolahan data ini
melalui beberapa tahap sebagai berikut :
Editing, Coding, Scoring, Tabulating,
METODE PENELITIAN Prosesing atau memasukan data,
Pembersihan Data (Cleaning).
Desain penelitian yang digunakan
Analisa data pengaruh bladder
adalah pre experimental design dengan
training terhadap inkontinensia urin
rancangan one group pre-Post Test
pada lansia merupakan data kualitatif
Design. Pada penelitian ini peneliti
yang berskala nominal. Dalam
mempelajari seberapa besar pengaruh
pelaksanaannya, pengolahan data
antara variabel bebas (pemberian latihan
kualitatif dan data kuantitatif ini sering
bladder training) dengan variabel
berhubungan. Untuk memudahkan
tergantung (inkontinensia urin).
dalam analisis statistik yang diuji
Populasi dalam penelitian ini
signifikansinya maka peneliti mengubah
adalah lanjut usia di Desa Sumberdem
data kualitatif menjadi data kuantitatif.
dengan jumlah 42 orang. Sampel dalam
Pada penelitian kuantitatif, analisa
penelitian ini adalah lanjut usia di Desa
data merupakan kegiatan setelah data
sumberdem yang mengalami
dari seluruh responden atau sumber data
inkontinensia urin dengan jumlah 26
lain terkumpul. Data yang telah
orang berdasarkan kriteria inklusi dalam
diperoleh akan dianalisa menggunakan
penelitian ini adalah:
paired sample t test berguna untuk
1. Usia diatas 65 tahun
melakukan pengujian terhadap dua
2. Faktor penyakit (tidak ada riwayat
sampel yang saling berhubungan.
DM, ISK)
Dengan demikian uji ini dimaksudkan
3. Tidak memakai keteter
uji beda antara sebelum dan sesudah
4. Bersedia menjadi responden
diberikan treatment tertentu. Untuk
Teknik Sampling dalam penelitian
mengetahui dari dua uji yang digunakan
ini adalah purposive sampling. Tempat
sebelum dan sesudah diberikan latihan
penelitian dilakukan di posyandu lansia
bladder training, peneliti menggunakan
RT 01 RW 02 Desa Sumberdem
SPSS 16 for windows dengan tingkat
Kecamatan Wonosari, Malang. Pada
kepercayaan 95%, p < 0,05.Apabila
tanggal 20 Agustus – 20 September
diperoleh hasil p <0,05 maka terdapat
2016. Variabel Independen adalah
pengaruh latihan bladder training
bladder training. Variabel Dependen
terhadap inkontinensia urin. Dengan kata
Nursing News Pengaruh Bladder Training terhadap
Volume 2, Nomor 2, Inkontinensia Urin Pada Lanjut Usia di
2017 Posyandu Lansia Desa Sumberdem
Kecamatan Wonosari Malang

lain dapat disimpulkan :Ho ditolak jika Tabel 2. Inkontinensia urin pada lanjut
nilai p < 0,05, dan Ho diterima jika nilai usia setelah melakukan latihan
p > 0,05. bladder training (post test 4).
Y1 Y2 Y3
f f f
HASIL DAN PEMBAHASAN 0.00 3 6 6
Tidak 11,5% 23,1% 23,1%
Tabel 1. Inkontinensia pada lanjut usia 1.00 23 20 20
Ya 88,5% 76,9% 76,9%
sebelum diberikan latihan
Total 26 26 26
bladder trainig ( pada pre test) 100% 100% 100%
Y1 Y2 Y3
f f f Keterangan :
0.00 24 13 13 Y1 : Frekuensi Berkemih
Tidak 92,3% 50% 50%
Y2 : Berkemih Lancar
1.00 2 13 13
Ya 7,7% 50% 50% Y3 : Berkemih Tuntas
Total 26 26 26 0.00 : belum ada perubahan pada
100% 100% 100% inkontinensia urin
1.00 : ada perubahan pada inkontinensia
Keterangan :
urin.
Y1 : Frekuensi Berkemih
Y2 : Berkemih Lancar Berdasarkan Tabel 2, diketahui
Y3 : Berkemih Tuntas bahwa, pada post test 4 terdapat
0.00 : belum ada perubahan pada perubahan pada inkontinensia urin, hal
inkontinensia urin ini terlihat ada 23 orang lanjut usia
1.00 : ada perubahan pada mengalami penurunan pada frekuensi
inkontinensia urin. berkemih, peningkatan kelancaran
proses berkemih lanjut usia mengalami
Berdasarkan Tabel 1, diketahui
perubahan yaitu 76,9%. peningkatan
bahwa, pada pre test belum ada
ketuntasan proses berkemih lanjut usia
penurunan pada inkontinensia urin, hal
mengalami perubahan yaitu 79,9%.
itu terlihat bahwa masih ada 24 orang
Karena lanjut usia sudah melakukan
lanjut usia yang frekuensi berkemih nya
bladder training dengan baik dan teratur.
masih belum mengalami perubahan,
Berdasarkan Tabel 3 diatas bisa dilihat
karena lanjut usia belum melakukan
bahwa: Skor perkembangan
bladder training, kelancaran pada proses
inkontinensia urin sebelum diberikan
berkemih dan ketuntasan pada saat
bladder training adalah rata-rata 1.0769
berkemih belum terlihat, hal ini karena
sedangkan sesudah pemberian bladder
lanjut usia belum melakukan bladder
training adalah rata-rata 2.4231, Jumlah
training.
responden yang mengikuti pre-test dan
52
0
Nursing News Pengaruh Bladder Training terhadap
Volume 2, Nomor 2, Inkontinensia Urin Pada Lanjut Usia di
2017 Posyandu Lansia Desa Sumberdem
Kecamatan Wonosari Malang

post-test 26 orang, Standar deviasi Lansia RT 01 RW 02 Desa Sumberdem


sebelum diberikan bladder training Kecamatan Wonosari Malang, diketahui
adalah 0.62757 dan sesudah diberikan bahwa berdasarkan hasil penelitian
bladder training adalah 0.64331 Berarti bladder training memberikan dampak
perbedaan nilai diantara lanjut usia yang sangat besar bagi orang yang
sesudah lebih baik daripada sebelum mengalami masalah inkontinensia urin.di
diberikan bladder training.Standar Error lihat dari pre test belum mengalami
Mean sebelum diberikan bladder training perubahan dari frekuensi berkemih,
adalah 0.12308 dan sesudah diberikan kelancaran proses berkemih, dan
bladder training adalah 0.12616 ketuntasan dalam proses berkemih.
Tabel 3. Paired Samples Statistik Setelah diberikan latihan bladder
sebelum dan sesudah training terdapat penurunan
pemberian bladder training inkontinensia urin, dilihat dari post test
Mean N Std. Std.Eror 4.
Deviation Mean Pada tahun 2008, survey
Pair 1: inkontinensia urin yang dilakukan oleh
Pretest 1.0769 26 .62757 .12308 Departemen Urologi Unair RSU Dr.
Pair 4: Soetomo terhadap 793 penderita,
Posttest 2.4231 26 .64331 .12616 didapatkan hasil angka kejadian
Pengaruh Bladder Training Terhadap inkontinesia urin pada pria 3,02%
Inkontinensia Urin Pada Lansia sedangkan pada wanita 6,79% (Angelita,
di Posyandu Lansia RT 01RW 02 2012). Di provinsi Gorontalo
Desa Sumberdem Kecamatan berdasarkan data dinas kesehatan
Wonosari Kabupaten Malang Provinsi tahun 2013 tercatat sebanyak
Analisa Statistik 2,371 lansia pernah berobat ke rumah
Diketahui data sebelum dan sakit dengan masalah inkontinensia urin.
sesudah pemberian bladder training Di Indonesia jumlah penderita
berdistribusi normal berarti analisa data inkontinensia urin sangat signifikan.
bisa dilanjutkan kelangkah selanjutnya Pada tahun 2005 diperkirakan sekitar
yaitu uji t test. Hasil analisa uji paired 5,8% dari jumlah penduduk mengalami
samples t test yang digunakan untuk inkontinensia urin, tetapi penanganannya
mengetahui hasil sebelum dan sesudah masih sangat kurang. Hal ini disebabkan
dilakukan pemberian bladder training karena masyarakat belum mengetahui
adalah sebagai berikut : tempat yang tepat untuk berobat disertai
Setelah dilakukan analisa data kurangnya pemahaman tentang
dan melihat hasil yang diperoleh tentang inkontinensia urin (Angelita, 2012).
pengaruh bladder training pada lansia Bladder Training yaitu latihan
terhadap inkontinensia urin diPosyandu yang dilakukan untuk mengembalikan
Nursing News Pengaruh Bladder Training terhadap
Volume 2, Nomor 2, Inkontinensia Urin Pada Lanjut Usia di
2017 Posyandu Lansia Desa Sumberdem
Kecamatan Wonosari Malang

fungsi berkemih secara normal. Latihan inkontinensia urin yang dikarenakan


ini sangat efektif bagi usila yang
menderita inkontinensia urin tipe
urgensi. Bladder training dilakukan
dengan cara memberikananjuran kepada
penderita untuk menahan urin sampai
waktu yang ditentukan (Roach, 2007).
Latihan kandung kemih akan berhasil
jika motivasi dari lanjut usia tinggi dan
dukungan dari orang lain disekitar cukup
baik (Syarif, 2008 dalam Prasetyawan,
2011).

Pengaruh Bladder Training Terhadap


Inkontinensia Urin Pada
Lansiadi Posyandu Lansia RT 01
RW 02 Desa Sumberdem
Kecamatan Wonosari
Kabupaten Malang
Berdasarkan hasil penelitian
terdapat pengaruh yang signifikan yaitu
sig (p) = 0,006 < 0,05 antara
perkembangan lansia sebelum dan
setelah diberikan bladder training.
Sebelum diberikan bladder training,
yang mengalami perubahan frekuensi
berkemih 2 orang , yang mengalami
kelancaran berkemih 13 orang, yang
mengalami ketuntasan dalam berkemih
13 orang dan setelah diberikan bladder
training perkembangan inkontinensia
pada lansia yaitu yang mengalami
perubahan frekuensi berkemih 23 orang,
yang mengalami kelancaran berkemih 20
orang, yang mengalami ketuntasan
dalam berkemih 20 orang.
Terdapat peningkatan setelah
diberikan bladder training terhadap
Nursing News Pengaruh Bladder Training terhadap
Volume 2, Nomor 2, Inkontinensia Urin Pada Lanjut Usia di
2017 Posyandu Lansia Desa Sumberdem
Kecamatan Wonosari Malang

responden mengikuti langkah-langkah


yang diberikan waktu diberikan latihan
bladder training. Lansia melakukan
secara rutin di rumah. Penelitian yang
dilakukan oleh Sri Wulandari (2012)
yang berjudul Pegaruh Latihan Bladder
Training Terhadap Penurunan
Inkontinensia Pada Lanjut Usia di Panti
Wreda Dharma Bakti Surakarta, hasil
penelitian menunjukan, bahwa lanjut
usia yang mendapatkan latihan bladder
training mengalami penurunan frekuensi
berkemih dari rata-rata 8,25 kali
menjadi 4,92 kali per 12 jam.
Pemberian bladder training melatih
lanjut usia dalam meningkatkan
kemampuan menahan kandung kemih
selama mugkin, sehingga frekuensi
berkemih dapat berkurang. Hal tersebut
sebagaimana dikemukakan oleh Burgio
(2004) dalam penelitiannya yang
menyatakan bahwa pemberian latihan
bladder training sangat efektif dalam
meningkatkan kemampuan menahan
kemih (urge incontinence), sehingga
kemampuan tersebut akan
mengakibatkan frrekuensi berkemih
lanjut usia menurun.

KESIMPULAN

1) Sebelum diberikan bladder


training pada lansia di desa
Sumberdem terjadi masalah
inkontinensia urin.
2) Setelah diberikan bladder training,
frekuensi berkemih 6-7 x/hari
dengan interval waktu 3-4 jam,
Nursing News Pengaruh Bladder Training terhadap
Volume 2, Nomor 2, Inkontinensia Urin Pada Lanjut Usia di
2017 Posyandu Lansia Desa Sumberdem
Kecamatan Wonosari Malang

keluarnya urin lancar dan pasien Inkontinensia Pada Lansia. Skripsi


merasakan BAK tuntas. Strata Satu. Surakarta: Universitas
3) Hasil analisis uji Paired Samples Muhammadiyah Surakarta.
Test menunjukan nilai sig 2 tailed
α 0,006< 0,05. Artinya H1 Maryam, Siti. 2008. Mengenal Usia
diterima, ada pengaruh bladder Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
training terhadap inkontinensia Salemba Medika.
urin pada lansia di Posyandu
Lansia RT 01 RW 02 Desa Notoatmodjo, S. 2012. Metode
Sumberdem Kecamatan Wonosari Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Malang. Rineka Cipta.

Nurwidiyanti, Erika. 2008. Pengaruh


SARAN Kegel Exercise Terhadap
Pemenuhan Kebutuhan Elminasi
Peneliti yang ingin melakukan Urin Pada Lansia.Skripsi Strata
penelitian dengan subyek sejenis, Satu. Yogyakarta, Universitas
hendaknya menambah jumlah faktor- Muhammadiyah Yogyakarta.
faktor yang berhubungan dengan
frekuensi berkemih pada lanjut usia yang Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan
mengalami inkontinensia, sehingga Pada Pasien Dengan Gangguan
diketahui faktor apakah yang paling Sistem Perkemihan. Jakarta:
dominan yang berhubungan dengan Salemba Medika.
frekuensi berkemih pada lansia.
Nugroho, Wahjudi. 2012. Keperawatan
Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC.
DAFTAR PUSTAKA
Onat, dkk. 2014. Relationship Between
Badan Pusat Statistik.2013.Data Urinary Incontinence and Quality
Perkembangan Lansia. Jakarta: of Life in Elderly
BPS.

Departemen Kesehatan, RI. 2012. Riset


Kesehatan Dasar Tahun 2012.
Jakarta: Depkes RI.

Wulandari. 2012. Pengaruh Bladder


Training Terhadap Penurunan

Anda mungkin juga menyukai