PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memahami cara mencari Evidence Based Practice dan
menerapkannya untuk menyelesaikan masalah bladder training yang
ditemukan selama melakukan praktik keperawatan padapasien.
I : Bladder Training
O : Kemampuan Berkemih
2.4 Kata Kunci
2.4.1 EBNP 1 (Pengaruh Bladder Trainning Terhadap Kemampuan Berkemih
pada Pasien Pria dengan Retensi Urine)
2.4.2 EBNP 2 (Efektifitas Bladder Training Sejak Dini dan Sebelum Pelepasan
Kateter Urin Terhadap Terjadinya Inkontinensia Urine pada Pasien Pasca
Operasi di SMC RS Telogorejo )
Bladder Training, Kateter Urin, Inkontinensia
Kesimpulan:
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh
bladder training terhadap inkontinensia urin pada lansia di Posyandu
Lansia RT 01 RW 02 Desa Sumberdem Kecamatan Wonosari Malang.
Metode penelitian menggunakan pre eksperimen one group pre-
post tes design, populasi dalam penelitian ini adalah 42 orang,
menggunakan teknik purposive sampling dengan sampel dalam penelitian
ini adalah 26 orang. Data terkumpul dianalisa dengan menggunakan uji
Paired Samples Test. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh bladder training terhadap inkontinensia urin pada
lansia. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar penelitian
selanjutnya. Memberikan bladder training terhadap inkontinensia urin,
pada lansia dianjurkan agar tetap rutin melakukan bladder training
sehingga tidak terjadi inkontinensia urin.
2.5.5 EBNP 5 : Efektifitas Inisiasi Bladder Training terhadap Inkontinensia Urin
pada Pasien Stroke non- Hemoragik yang Terpasang Kateter di Ruang
Neurologi RSUD Raden Mattaher Jambi
Kesimpulan :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui inkontinensia
urin yang terjadi pada pasien stroke non-Hemoragik di rumah sakit Raden
MattaherJambi.
Penelitian ini menggunakan metode pre-test dan post-test. Populasi
penelitian ini adalah seluruh pasien stroke non-Hemoragik yang
mengalami inkontinensia urin di ruang neurologi rumah sakit Raden
Mattaher Jambi.Instrumen menggunakan lembar observasi, dimana
peneliti melakukan pengukuran sebelum melakukan intervensi kemudian
memberikan intervensi dan melakukan penilaian kembali data variabel
independen (Bladder Trainning) dan dependen (Proses berkemih).
BAB III
CRITICAL APRAISAL
5. Were there any untoward events during the conduct of the study?
Persetujuan diperoleh dari komite etika Rumah Sakit / Instansi terkait
studi. Seorang peneliti menjelaskan penelitian ini kepada calon
peserta, dan informed consent tertulis telah diperoleh sebelumnya.
Identitas pribadi subjek dilindungi karena semua data diidentifikasi
hanya berdasarkan jumlah kasus, sehingga kerahasiaan terjamin.
Mereka diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, dan diberi
tahu bahwa mereka dapat menarik diri dari penelitian ini kapan pun
tanpa efek samping pada perawatan mereka selanjutnya. Semua hasil
untuk penelitian ini dilaporkan sebagai agregat. Selain itu, jika subjek
mendeteksi efek merugikan dari bladder training yang tidak
diinginkan atau tidak diantisipasi, maka intervensi segera dihentikan.
6. How do the results fit with previous search in the area? Penelitian Ini
Memiliki Beberapa Kekuatan Metodologis
1. Sampel Direkrut Langsung Dari Rumah Sakit. Tingkat Tindak
Lanjut Sangat Bagus, Dengan 100% Subjek Di semua
responden Memberikan Data Pada Intervensi 1 Bulan.
2. Diketahui data sebelum dan sesudah pemberian bladder
training berdistribusi normal berarti analisa data bisa
dilanjutkan kelangkah selanjutnya yaitu uji t test. Hasil analisa
uji paired samples t test yang digunakan untuk mengetahui
hasil sebelum dan sesudah dilakukan pemberian bladder
training
7. What does this research mean for clinical practice?
2. What is samplesize
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.1 Saran
Setelah membaca makalah ini, penulis berharap agar mahasiswa
dalam melakukan tindakan keperawatan harus berdasarkan pada Evidence
Based Practice dan juga bagi mahasiswa yang akan menjadi perawat yang
kelak bekerja di rumah sakit maupun di Institusi kesehatan lainnya, agar
dapat menerapkan Bladder Training untuk kemampuan berkemih pada
pasien retensi urine. Sehingga kita sebagai calon perawat yang professional
dapat memberikan pelayanan yang terbaik dan dapat memberikan asuhan
keperawatan yang tepat dan bermanfaat kepada pasien.
21
DAFTAR PUSTAKA
Potter and Perry . (2005). Buku ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4 vol 2.
Jakarta : EGC.
22
LAMPIRAN JURNAL
ABSTRAK
Latar belakang. Retensi urin adalah suatu keadaan emergenci medis yang
menuntut tindakan yang cepat. Bilamana retensi urin tidak ditangani
sebagaimana mestinya, akan mengakibatkan terjadinya penyulit yang
memperberat morbiditas penderita yang bersangkutan salah satu tindakan
yang dapat dilakukan dalam mengatasi retensi urine adalah dengan
menggunakan metode bladder trainning. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh bladder trainning terhadap kemampuan
berkemih pada pasien pria dengan retensi urine. Metode. Desain penelitian
menggunakan Non Equivalent control group design Pretest-Posttest.
Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien pria yang menggunakan
kateter. Instrumen menggunakan lembar observasi. Hasil penelitian
menunjukan bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata sebelum dan
setelahiberikan tindakan dimana pada pra nilai mean 3,35 menjadi
meningkat pada post yaitu mean =5,00 . Uji statistik Wilcoxon Sign Rank
Test menunjukan nilai p= 0,001 atau lebih kecil dari α = 0,05, sehingga Ha
(Hipotesis alternatif) diterima atau ada pengaruh bladder training terhadap
kemamppuan berkemih pada pasien retensi urinedi
RSUD Bitung. Kesimpulan. Bladder training dapat meningkatkan
kemampuan berkemih pada pasien retensi urine yang terpasang kateter.
Saran. bagi perawat agar dapat meningkatkan pemahaman pasien tentang
pentingnya latihan bladder training bagi peningkatan kemampuan
berkemihpasien
23
ABSTRACT
24
PENDAHULUAN dengan keinginan untuk berkemih yang hebat
dan mungkin dengan meneteskan jumlah yang
Eliminasi merupakan sedikit dariurin.
proses pembuangan Retensi urin akut adalah suatu keadaan
sisa-sisa metabolismetubuh. emergenci medis yang menuntut tindakan yang
Pembuangan dapat melalui urine ataupun cepat. Bilamana retensi urin tidak ditangani
bowel (Wartonah, 2006). Pembuangan sebagaimana mestinya, akan mengakibatkan
normal urine merupakan suatu fungsi dasar terjadinya penyulit yang
yang sering dianggap enteng oleh
kebanyakan orang, apabila sistem
perkemihan tidak dapat berfungsi dengan
baik, semua sistem organ pada akhirnya
akan terpengaruh. Klien yang mengalami
perubahan eliminasi urine juga dapat
menderita secara emosional akibat
perubahan citra tubuhnya (Potter danPerry,
2005).
Insiden terjadinya retensi urin,
menurut hasil penelitian Saultz et al berkisar
1,7% sampai 17,9%. Penelitian yang
dilakukan oleh Yip et al (1997) menemukan
insidensi retensi urin sebesar 4,9 % dengan
volume residu urin 150 cc sebagai volume
normal paska berkemih spontan. Penelitian
lainoleh
Andolf et al (1993) menunjukkan insidensi
retensi urin sebanyak 1,5%, dan hasil
penelitian dari Kavin et al (2003) sebesar
0,7% (Kavin G. Jonna B, et al, 2003).
Berdasarkan survei awal yang dilakukan
peneliti di Ruang Perawatan Rumah Sakit
Umum Daerah jumlah kasus sejak bulan
Januari sampai Desember 2012 sebanyak
52 kasus retensi urine dari total 630 pasien
atau sekitar (8,25%).
Membuang urine dan alvi (eliminasi)
merupakan salah satu aktivitas pokok yang
harus dilakukan oleh setiap manusia.
Apabila eliminasi tidak dilakukan setiap
manusia akan menimbulkan berbagai
macam gangguan seperti retensi urine,
inkontinensia urine, enuresis, perubahan
pola eliminasi urine, konstipasi, diare dan
kembung, berbagai macam gangguan yang
telah disebutkan di atas akan menimbulkan
dampak pada system organ lainnya seperti:
system pencernaan, ekskresi (Pradana,2011)
Retensi urine akut tidak dapat
berkemih sama sekali, walaupun kandung
kemihnya sudah penuh. Pasien tersebut
mengalami peningkatan rasa nyeri
suprapubik yang terus menerus bersama
15
Ginjal. Jumlah kehilangan cairan berkurang
memperberat morbiditas penderita yang sebesar 54% (Puspasari, 2011).
bersangkutan (Sulli, 2011)
Berdasarkan masalah di atas
Tidak diperlukan peralatan maupun
maka peneliti merasa tertarik
ketrampilan yang khusus untuk
untuk melakukan penelitian
mendeteksi dan menangani penderita
dengan retensi urin, apapun yang tentang pengaruh bladder trainning terhadap
menyebabkan terjadinya kemampuan berkemih pada pasien retnsi
urine di ruang penyakit dalam RSUD
kelainan tersebut (Potter dan Perry, Bitung.
2005). Salah satu tindakan yang dapat
dilakukan dalam mengatasi retensi urine
adalah dengan menggunakan metode
bladder trainning. Bladder training adalah
salah upaya untuk mengembalikan fungsi
kandung kencing yang mengalami
gangguan ke keadaan normal atau ke
fungsi optimal neurogenik. Bladder
training merupakan salah satu terapi yang
efektif diantara terapi
nonfarmakologis(Syafar,
2011).
Penelitian oleh Hasmita Maya
(2011), Tentang Efektivitas Bladder
Training yang dilakukan pada ibu post
partum menunjukan bahwa Waktu
terjadinya fungsi eliminasi berkemih
spontan pada ibu post partum spontan
yang mendapat intervensi bladder training
Sitz bath lebih cepat yaitu terjadi pada
waktu 149,68
+ 30,32 menit post partum dibandingkan
dengan fungsi eliminasi
berkemih spontan pada ibu post partum
spontan tanpa bladder training Sitz bath
yaitu pada waktu 255,23 + 71,65 menit
post partum spontan. Sehingga hipotesis
pertama pada penelitan ini diterima. (Uji-t
independen, nilai p = 0,005; p<0,05 ; CI
95%). Volume urin dari fungsi eliminasi
berkemih spontan pertama kali pada ibu
post partum spontan yang mendapat
intervensi bladder training Sitz bath lebih
banyak (227,95 + 28,97 ml) dibandingkan
dengan kelompok kontrol tanpaintervensi
(219,32 + 90,70 ml).
The journal of the American
Medical Association (1991), Efektivitas
latihan kandung kemih pada 123 wanita
yang berusia 55 tahun dengan
inkontinensia urin, Pelatihan kandung
kemih mengurangi jumlahepisode
inkontinensia sebesar 57%, efeknya sama
untuk kedua kelompok diagnostikFungsi
16
METODOLOGI PENELITIAN (Kemampuan berkemih). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien yang
Penelitian ini dilaksanakan di ruangan menggunakan kateter diruang penyakit
penyakit dalam RSUD Bitung dari tanggal dalam RSUD Bitung. Analisis statistik
25 April sampai dengan 6 Mei 2013. menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank Test
Penelitian ini menggunakan metode dengan ting[kat kemaknaan (α) 0,05. Penulis
penelitian Non Equivalent control group menggunakan instrumen dalam penelitian ini
design Pretest- adalah lembar observasi yang mengacu pada
Posttest, dimana peneliti melakukan kerangka konsep dan definisi operasional
pengukuran sebelum melakukan intervensi yang berisi pernyataan tentang variabel
kemudian memberikan intervensi dan penelitian
melakukan penilaian kembali data variabel
independen (Bladder Trainning)
dandependen
HASIL DANPEMBAHASAN
Data demografiResponden
1 Jenis Kelamin
Laki-laki 20 54.5
2 Umur
a. <50 Thn 3 15,0
b. >50 Thn 17 85,0
3 Pendidikan
a. Pendidikan Rendah 13 65,0
b. Pendidikan Tinggi 7 35,0
4 Pekerjaan
a. Tidak bekerja 8 36.4
b. Bekerja 3 13.6
Total 20 100
18
Analisa Univariat
Analisa Bivariat
Tabel 3. Analisis pengaruh bladder trainning terhadap kemampuan berkemih padapasie npria
dengan retensi urine
Dari tabel di atas dapat dijelaskan menjadi meningkat pada post yaitu mean
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan =5,00 . Uji statistik Wilcoxon Sign Rank
kemampuan berkemih setelah diberikan Test menunjukan nilai p= 0,001 atau lebih
intervensi bladder training. Dari tabel di atas kecil dari
menujukan bahwa terdapat perbedaan nilai α = 0,05, sehingga Ha (Hipotesis alternatif)
rata- rata sebelum dan setelahiberikan diterima atau ada pengaruh bladder training
tindakan dimana pada pra nilai mean3,35 terhadap kemamppuan berkemih pada
pasien retensi urine di RSUD Bitung.
PEMBAHASAN
Uji statistik Wilcoxon Sign Rank Test normal klien yang mengalami inkontensia
menunjukan nilai p= 0,001 atau lebih kecil retentiourine
dari (Perry & Potter, 2005). Dari hasil penelitian
α = 0,05, sehingga Ha (Hipotesis alternatif) yang dilakukan pada 20 responden menujukan
diterima atau ada pengaruh bladder training bahwa terdapat 9 responden yang mengalami
terhadap kemamppuan berkemih pada peningkatan kemampuan berkemih setelah
pasien retensi urine di RSUD Bitung. diberikan bladdertraining.
Bladder trianing adalah latihan yang
dilakukan untuk mengembalikan tonus otot
kandung kemih agar fungsinya kembali
Dengan adanya latihan Blader pengeluaran cairan dan hal ini sangat
Training maka pasien akan terlatih bergantung pada fungsi-fungsi organ
untuk meingkatkan kemampuan dalam eliminasi urine seperti ginjal, ureter, bladder
eliminasi urine karena latihan ini dapat dan uretra. Ginjal
mengembalikan pola normal perkemihan memindahkan air dari darah dalam bentuk
dengan menghambat atau menstimulasi urine. Ureter mengalirkan urine ke bladder,
pengeluaran airkemih. dalam bladder urine ditampung sampai
Berdasarkan teori bahwa proses mencapai batas tertentu yang kemudian
eliminasi urine merupakan proses dikeluarkan melalui uretra (Wartonah,
2006).
17
Namun pada keadaan retensi urine Diakses dari
terjadai ketidakmampuan mengosongkan http://repository.usu.ac.id/handle/1234567
kandung kemih secara keseluruhan. Kondisi 89/27637
ini dapat disebabkan oleh penyumbatan
pada saluran kemih karena pembesaran Krisnawati Beti (2009). Efektifitas
kelenjar prostat, batu ginjal dan batu Pelaksanaan Bladder Training Secara
kandung kemih atau akibat penyebab non- Dini Pada Pasien Yang Terpasang
obstruktif, seperti lemahnya otot kandung Douwer Kateter Terhadap Kejadian
kemih dan masalah persarafan yang Inkontinensia Urine di Ruang Umar dan
menyebabkan terganggunya sinyal saraf Ruang Khotijah Rumah Sakit Roemani
antara otak dan kandungkemih. Muhammadiyah Semarang. Abstrak.
http://eprints.undip.ac.id/8751/1/Abstrak.
Ada dua tipe retensi urin: Retensi Urin Akut
pdf
dan Retensi Urin Kronis. Retensi urin akut
ditandai dengan ketidakmampuan untuk
berkemih sama sekali. Hal ini merupakan
suatu kedaruratan medis yang memerlukan
perawatan yang secepatnya. Pada retensi
urin kronis, individu masih dapat berkemih
tetapi memiliki kesulitan untuk memulai
atau mengosongkan kandung kemih secara
keseluruhan. Namun dalam penelitian ini
tidak
KESIMPULAN
1. Frekuensi berkemih pada pasien pria
dengan retensi urine di Ruang Penyakit
dalam RSUD Bitung pada hampir
sebagian besar responden menunjukan
dengan skor 3 (2-6) atau yang termasuk
dalam kategori kurang.
2. Kemampuan pengosongan urine pada
pasien pria retensi urine setelah
diberikan bladder training menjadi
lebihbaik
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
Pada lanjut usia sering terjadi masalah Inkontinensia urin yang memerlukan perawatan
segera. Pemicu terjadinya inkontinensia adalah kondisi yang sering terjadi pada lanjut usia
yang dikombinasikan dengan perubahan terkait usia dalam sistem urinaria. Beberapa cara
yang dapat dilakukan untuk mengurangi inkontinensia urin antara lain dengan latihan
bladder training. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh bladder
training terhadap inkontinensia urin pada lansia di Posyandu Lansia RT 01 RW 02 Desa
Sumberdem Kecamatan Wonosari Malang.Metode penelitian menggunakan pre
eksperimen one group pre-post tes design, populasi dalam penelitian ini adalah 42 orang,
menggunakan teknik purposive sampling dengan sampel dalam penelitian ini adalah 26
orang. Data terkumpul dianalisa dengan menggunakan uji Paired Samples Test.Hasil
penelitian sebelum pemberian intervensi terbanyak frekuensi berkemih 2 orang (7,7%),
berkemih lancar 13 orang (50%), berkemih tuntas 13 orang (50%). Setelah pemberian
intervensi terbanyak frekuensi berkemih 23 orang (88,5%), berkemih lancar 20 orang
(76,9%), berkemih tuntas 20 orang (76,9%). Hasil analisis uji Paired Samples Test
menunjukan nilai sig 2 tailed 0,006 < α (0,05) artinya H1diterima, ada pengaruh bladder
training terhadap inkontinensia urin pada lansia di Posyandu Lansia RT 01 RW 02 Desa
Sumberdem Kecamatan Wonosari Malang. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh bladder training terhadap inkontinensia urin pada
lansia. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar penelitian selanjutnya.
Memberikan bladder training terhadap inkontinensia urin, pada lansia dianjurkan agar
Nursing News Pengaruh Bladder Training terhadap
Volume 2, Nomor 2, Inkontinensia Urin Pada Lanjut Usia di
2017 Posyandu Lansia Desa Sumberdem
Kecamatan Wonosari Malang
tetap rutin melakukan bladder training sehingga tidak terjadi inkontinensia urin.
ABSTRACT
In the elderly Urinary incontinence often occur problems that need immediate treatment.
Trigger incontinence is a condition that often occurs in the elderly combined with age-
related changes in the urinary system. Some of the ways that can be done to reduce urinary
incontinence include bladder training exercises. The purpose of this study was to analyze
the effect of bladder training on urinary incontinence in the elderly in Posyandu Elderly
RT 01 RW 02, Desa Sumberdem Wonosari Subdistrict Malang. The research method using
pre experiment one group pre-post test design, the population in this study were 42 people,
using purposive sampling with a sample in this study was 26. The data was analyzed using
Paired Samples Test. Results of the largest intervention study before granting urination 2
(7.7%), urinary smooth 13 people (50%), urinary completed 13 people (50%). After giving
the highest intervention urination 23 people (88.5%), urinary smooth 20 people (76.9%),
urinary completed 20 (76.9%). The analysis result of Paired Samples Test shows two tailed
sig 0.006 <α (0.05) means that H1 is accepted, there is the effect of bladder training on
urinary incontinence in the elderly Elderly diPosyandu RT 01 RW 02, Desa Sumberdem
Wonosari Subdistrict Malang. Based on these results it can be concluded that there are
significant bladder training on urinary incontinence in the elderly. The results of this study
can be used as a basis for further research. Providing bladder training on urinary
incontinence in the elderly it is recommended to keep doing bladder training routine so it
does not happen urinary incontinence.
tahun) akan menjadi lebih tinggi proporsi lansia yang sudah mencapai
daripada penduduk berusia < 15 tahun di diatas 7%. Hasil survey kesehatan
tahun 2040. nasional yang dilakukan tahun 2013
Berdasarkan hasil Sensus mengindikasikan terjadinya peningkatan
Penduduk 2010, secara umum jumlah pada penduduk lansia di indonesia.
penduduk lansia di Indonesia sebanyak Sebesar 8,05% dari total keseluruhan
18,04 juta orang atau 7,59 persen dari penduduk indonesia atau sekitar 20,4
keseluruhan penduduk. Jumlah juta orang merupakan penduduk yang
penduduk lansia perempuan (9,75 juta tergolong lansia. Provinsi dengan
orang) lebih banyak dari jumlah proporsi lansia tertinggi di indonesia
penduduk lansia laki-laki (8,29 juta adalah yogyakarta yaitu 30,20%, disusul
orang). Sebarannya jauh lebih banyak di dengan jawa tengah (11,11%), kemudian
daerah perdesaan (10,36 juta orang) jawa timur (10,96%). Bali merupakan
dibandingkan di daerah perkotaan (7,69 salah satu provinsi dengan proporsi
juta orang). Jika dilihat menurut lansia diatas 7% dan merupakan provinsi
kelompok umur, jumlah penduduk lansia keempat diindonesia dengan proporsi
terbagi menjadi lansia muda (60-69 lansia tertinggi yaitu sebesar 10,07%
tahun) sebanyak 10,75 juta orang, lansia (BPS, 2014).
menengah (70-79 tahun) sebanyak 5,43 Pada saat lanjut usia seseorang
juta orang, dan lansia tua (80 tahun ke akan cenderung mengalami berbagai
atas) sebanyak 1,86 juta orang (BPS, masalah kesehatan karena mengalami
2013). penurunan fungsi organ tubuh yang salah
Indonesia termasuk negara yang satunya adalah disabilitas atau kecacatan
memasuki era penduduk berstruktur (Wandera et al, 2014). Pada tahun 2013,
lanjut usia (aging structured population) penduduk indonesia yang berusia 45-59
karena jumlah penduduk berusia 60 tahun (pralansia) yang mengalami
tahun keatas sekitar 7,18%. Jumlah keluhan kesehatan mencapai 35,18% dan
penduduk lanjut usia (lansia) di hal ini meningkat pada kelompok lansia
indonesia pada tahun 2006 sebesar mudah (60-69 tahun) yaitu sebesar
kurang dari 19 juta, dengan usia harapan 46,71%. Dan hingga usia 80 ke atas,
hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010 keluhan kesehatan sudah mencapai
mengalami peningkatan menjadi 23,9 61,04%. Sedangkan angka kesakitan
jiwa (9,77%) dan pada tahun 2020 pada lansia pada tahun 2013 mencapai
diperkirakan sebesar 28,8 juta (11,34%), 24,80 %. Semakin tinggi usia lansia,
dengan usia harapan hidup 71,1 tahun keluhan kesehatan yang dialami juga
(Depkes, 2012). semakin banyak. Keluhan kesehatan
Indonesia dikatakan sebagai yang dialami lansia tersebut juga
negara berstruktur umur tua dikarenakan cenderung lebih sulit untuk disembuhkan
Nursing News Pengaruh Bladder Training terhadap
Volume 2, Nomor 2, Inkontinensia Urin Pada Lanjut Usia di
2017 Posyandu Lansia Desa Sumberdem
Kecamatan Wonosari Malang
Departemen Urologi Unair RSU Dr. kali lebih sering pada wanita
Soetomo terhadap 793 penderita, dibandingkan pria. Inkontinensia urin
didapatkan hasil angka kejadian merupakan gangguan dari fungsi
inkontinesia urin pada pria 3,02% kandung kemih, yang memberikan
sedangkan pada wanita 6,79% (Angelita, masalah gangguan tidur, masalah pada
2012). Di provinsi Gorontalo kulit, masalah fisik, isolasi sosial dan
berdasarkan data dinas kesehatan masalah psikologis. Sejumlah studi telah
Provinsi tahun 2013 tercatat sebanyak meneliti efek dari inkontinensia urin
2,371 lansia pernah berobat ke rumah pada lanjut usia. Dikomunitas wanita
sakit dengan masalah inkontinensia urin. dan pria lanjut usia masalah
Secara umum inkontinesia urin inkontinensia urin ini berhubungan
disebabkan oleh perubahan pada anatomi dengan depresi, menurunnya aktivitas
dan fungsi organ kemih lansia, obesitas, fisik, menjauh dari pergaulan sosial dan
menopause, usia lanjut. penambahan kualitas hidup (Onat, Et al 2014).
berat dan tekanan selama hamil dapat Berdasarkan hasil studi
menyebakan melemahnya otot dasar pendahuluan yang dilakukan peneliti
panggul karena ditekan selama sembilan pada tanggal 08 April 2016 di
bulan. Proses persalinan juga dapat didapatkan data jumlah lansia di Desa
membuat otot-otot dasar panggul rusak Sumberdem Kecamatan Wonosari
akibat regangan otot dan jaringan Kabupaten Malang adalah 70 orang.
penunjang serta robekan jalan lahir, Berdasarkan hasil wawancara yang
sehinnga dapat meningkatkan resiko dilakukan peneliti terdapat 60% (42)
terjadinya inkontinensia urin. Faktor orang mengalami inkontinensia urin, dan
jenis kelamin berperan terjadinya 40% (28) orang tidak mengalami
inkontinesia urin khususnya pada wanita inkontinensia urin.Semua lanjut usia di
karena menurunnya kadar hormon posyandu lansia desa Sumberdem
estrogen pada usia menopause akan mengatakan bahwa selama ini mereka
terjadi penurunan tonus otot vagina dan belum mengetahui terapi untuk
otot pintu saluran kemih sehingga mengatasi inkontinensia urin dan belum
menyebabkan terjadinya inkontinesia mengetahui apa yang dimaksudkan
urin. Gejala inkontinensia yang biasanya dengan bladder training. Berdasarkan
terjadi adalah kencing sewaktu batuk, uraian diatas maka penulis tertarik dan
mengedan, tertawa, bersin, berlari, serta ingin mengetahui lebih lanjut tentang
perasaan ingin kencing yang mendadak, “Pengaruh Latihan Bladder Training
kencing berulang kali, dan kencing di Terhadap Inkontinensia Urin Pada
malam hari. Lanjut Usia di posyandu lansia Desa
Menurut studi epidemologi Sumberdem Kecamatan Wonosari
dilaporkan bahwa inkontinensia urin 2-5 Malang”.
Nursing News Pengaruh Bladder Training terhadap
Volume 2, Nomor 2, Inkontinensia Urin Pada Lanjut Usia di
2017 Posyandu Lansia Desa Sumberdem
Kecamatan Wonosari Malang
lain dapat disimpulkan :Ho ditolak jika Tabel 2. Inkontinensia urin pada lanjut
nilai p < 0,05, dan Ho diterima jika nilai usia setelah melakukan latihan
p > 0,05. bladder training (post test 4).
Y1 Y2 Y3
f f f
HASIL DAN PEMBAHASAN 0.00 3 6 6
Tidak 11,5% 23,1% 23,1%
Tabel 1. Inkontinensia pada lanjut usia 1.00 23 20 20
Ya 88,5% 76,9% 76,9%
sebelum diberikan latihan
Total 26 26 26
bladder trainig ( pada pre test) 100% 100% 100%
Y1 Y2 Y3
f f f Keterangan :
0.00 24 13 13 Y1 : Frekuensi Berkemih
Tidak 92,3% 50% 50%
Y2 : Berkemih Lancar
1.00 2 13 13
Ya 7,7% 50% 50% Y3 : Berkemih Tuntas
Total 26 26 26 0.00 : belum ada perubahan pada
100% 100% 100% inkontinensia urin
1.00 : ada perubahan pada inkontinensia
Keterangan :
urin.
Y1 : Frekuensi Berkemih
Y2 : Berkemih Lancar Berdasarkan Tabel 2, diketahui
Y3 : Berkemih Tuntas bahwa, pada post test 4 terdapat
0.00 : belum ada perubahan pada perubahan pada inkontinensia urin, hal
inkontinensia urin ini terlihat ada 23 orang lanjut usia
1.00 : ada perubahan pada mengalami penurunan pada frekuensi
inkontinensia urin. berkemih, peningkatan kelancaran
proses berkemih lanjut usia mengalami
Berdasarkan Tabel 1, diketahui
perubahan yaitu 76,9%. peningkatan
bahwa, pada pre test belum ada
ketuntasan proses berkemih lanjut usia
penurunan pada inkontinensia urin, hal
mengalami perubahan yaitu 79,9%.
itu terlihat bahwa masih ada 24 orang
Karena lanjut usia sudah melakukan
lanjut usia yang frekuensi berkemih nya
bladder training dengan baik dan teratur.
masih belum mengalami perubahan,
Berdasarkan Tabel 3 diatas bisa dilihat
karena lanjut usia belum melakukan
bahwa: Skor perkembangan
bladder training, kelancaran pada proses
inkontinensia urin sebelum diberikan
berkemih dan ketuntasan pada saat
bladder training adalah rata-rata 1.0769
berkemih belum terlihat, hal ini karena
sedangkan sesudah pemberian bladder
lanjut usia belum melakukan bladder
training adalah rata-rata 2.4231, Jumlah
training.
responden yang mengikuti pre-test dan
52
0
Nursing News Pengaruh Bladder Training terhadap
Volume 2, Nomor 2, Inkontinensia Urin Pada Lanjut Usia di
2017 Posyandu Lansia Desa Sumberdem
Kecamatan Wonosari Malang
KESIMPULAN