Anda di halaman 1dari 11

Nama Peserta : dr.

Indah Puspita Hasibuan


Nama Wahana: RSUD Rantau Prapat
Topik : Dengue Hemoragic Fever (DHF)
Tanggal (kasus) :
Nama Pasien : Tn. D No. RM :
Nama Pendamping : dr H. Nauli Asdam
Tanggal Presentasi :
Simbolon/ dr. Eka Julianti
Tempat Presentasi : RSUD Rantau Prapat
Obyektif Presentasi :
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil
Deskripsi : Laki – laki 25 tahun, datang dengan keluhan demam. Hal ini dialami os sejak
4 hari yang lalu bersifat naik turun, mengigil (-), riwayat pergi ke daerah endemis
malaria (-), mual (+) muntah (+) nyeri ulu hati (+) , sakit kepala (+) nyeri pada
sendi, belakang kelopak mata (+) BAK/BAB (+) N. pendarahan periogenasi dialami
os sejak 1 hari yang lalu.
Tujuan :  memahami definisi dan etiologi DHF
 mengetahui gejala klinis DHF
 Mengetahui klasifikasi DHF
 Menegakkan diagnosis DHF
 Mengetahui penatalaksanaan DHF

Bahan bahasan :  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit


Cara membahas :  Diskusi  Presentasi dan Diskusi  Email  Pos

Data Pasien : Nama : Tn. R No Registrasi :


Data Utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
• DHF

2. Riwayat Pengobatan:
 Tidak ada konsumsi obat-obatan
3. Riwayat kesehatan/Penyakit:
- Tidak ada

1
4. Riwayat Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal yang sama
5. Riwayat Pekerjaan:
Tidak jelas

6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (Rumah, Lingkungan, Pekerjaan)


Interaksi dengan lingkungan sekitar baik. Pasien kebanyakan menghabiskan waktu di rumah.
7. Lain – lain : (pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium sesuai fasilitas wahana)
PemeriksaanFisik :
KU : Kesadaran : CM BB: 50 kg
TTV : TD: 110 / 70 mmHg N : 90 x/menit RR : 20x/menit Temp: 38oC
Pemeriksaan Fisik
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Paru : ----
Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Soepel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : petechie (+) Akral hangat, sianosis (-), CRT <2 detik

Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium:
 Darah rutin
Hemoglobin : 13,7 mg/dl
Leukosit : 5100 mg/dl
Trombosit : 98.000 mg/dl
Hematokrit : 39,6 %
• Gula Darah Sewaktu : 112 mg/dl
Urinalisa : dalam batas normal

Terapi yang diberikan di IGD :


 IVFD RL 30 tetes/menit
 Inj ceftriaxone 1 gr/12 jam
 Inj ranitidine 1 amp/12 jam
 Inj norages 1 amp/12 jam,(k/p) jika T > 38
 Paracetamol tab 3x500 mg

Follow Up //2019
S: demam (+), gusi berdarah (-)
2
O:
 Sens: CM, TD: 110/70, HR: 90x/i, RR: 20x/i, T: 38°C
 PD : ekstremitas superior : pethechie (+)

A:
 DHF grade II
P:
 Tirah baring
 Diet MB
 IVFD RL 30 gtt macro/menit
 IVFD NaCL 0,9 % 20 gtt macro/menit
 Inj kalnex 1 amp/8 jam
 Inj ranitidine 1 amp /12 jam
 Inj norages 1 amp/12 jam, (k/p,jika T > 38 C)
 Paracetamol tab 3 x 500 mg
 Rencana pemeriksaan : IgM/IgG anti Dengue

Follow Up //2019
S: demam (+), gusi berdarah (-)
O:
 Sens: CM, TD: 120/80, HR: 88 x/i, RR: 20x/i, T: 37,8°C
 PD : ekstremitas superior : pethechie (+)

A:
 DHF grade II
P:
 Tirah baring
 Diet MB
 IVFD RL 20 gtt macro/menit
 IVFD NaCL 0,9 % 20 gtt macro/menit
 Inj kalnex 1 amp/8 jam
 Inj ranitidine 1 amp /12 jam
 Inj norages 1 amp/12 jam, >> aff
 Paracetamol tab 3 x 500 mg
3
 Hasil pemeriksaan imunologi :
- IgM anti Dengue : Negative
- IgG anti Dengue : Positive

Hasil Pembelajaran
 Mengetahui klasifikasi DHF
 Menegakkan diagnosis DHF
 Mengetahui tatalaksana DHF

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:


1. Subyektif:
Laki – laki 25 tahun, datang dengan keluhan demam. Hal ini dialami os sejak 4 hari yang lalu
bersifat naik turun, mengigil (-), riwayat pergi ke daerah endemis malaria (-), mual (+) muntah (+)
nyeri ulu hati (+) , sakit kepala (+) nyeri pada sendi, belakang kelopak mata (+) BAK/BAB (+) N.
pendarahan periogenasi dialami os sejak 1 hari yang lalu.

2. Objektif:

KU : Kesadaran : CM BB: 50 kg
TTV : TD: 110 / 70 mmHg N : 90 x/menit RR : 20x/menit Temp: 38oC
Pemeriksaan Fisik
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : dbn
Thorax :
Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Soepel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : petechie (+) Akral hangat, sianosis (-), CRT <2 detik

Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium:
 Darah rutin
Hemoglobin : 13,7 mg/dl
Leukosit : 5100 mg/dl

4
Trombosit : 98.000 mg/dl
Hematokrit : 39,6 %
• Gula Darah Sewaktu : 112 mg/dl
Urinalisa : dalam batas normal

3. Assesment:

1. DEFINISI

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi
perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2000; 419).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn
virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995 ; 341).

2. Etiologi

A. Virus dengue

Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropodborn
virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue
tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue
yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik
pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby
Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).

B. Vektor

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypt,
nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang
berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap
serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2000; 420).

Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari
penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di
daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang
terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di
dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk
betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan

5
senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).

C. Host

Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi
yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang
sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika
seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan
untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue
huntuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
(Soedarto, 1990 ; 38).

3. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal tersebut
menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi – virus pengaktifan
tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan
merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan
meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan
peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya
komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi
trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika
berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis
metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan
sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan.

Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup dalam sel yang
hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan
tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1)
aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan
permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2)
agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit
sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang dan (3) kerusakan sel
endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan.

Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas kapiler; (2) kelainan
hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2000; 419).

4. Manifestasi KLINIS infeksi virus dengue

A. Demam

Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu
normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik
misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat

6
menyetainya. (Soedarto, 1990 ; 39).

B. Perdarahan

Perdaran biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan
dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan
purpura. ( Soedarto, 1990 ; 39). Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian
atas hingga menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan gastrointestinat biasanya di
dahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995 ; 349).

C. Hepatomegali

Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati
juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan
kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita . (Soederita, 1995 ; 39).

D. Renjatan (Syok)

Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda –
tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis
disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk.
(soedarto ; 39).

5. KLASIFIKASI DHF

Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4 derajat (WHO,
1997) yaitu :

A. Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif.

B. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.

C. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/ hipotensi
disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah.

D. Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.

6. TANDA DAN GEJALA

Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah :

- Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.

- Asites

- Cairan dalam rongga pleura ( kanan )

- Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.

- Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah – muntah, diare maupun obstipasi dan kejang – kejang.

7
(Soedarto, 1995 ; 39).

7. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSA

Untuk mendiagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) dapat dilakukan pemeriksaan dan didapatkan
gejala seperti yang telah dijelaskan sebelumnya juga dapat ditegakan dengan pemeriksaan laboratorium yakni :

Trombositopenia (< 100.000 / mm3) , Hb dan PCV meningkat (> 20%) leukopenia (mungkin normal atau
leukositosis), isolasi virus, serologis (UPF IKA, 1994).

Pemeriksaan serologik yaitu titer CF (complement fixation) dan anti bodi HI (Haemaglutination
ingibition) (Who, 1998 ; 69), yang hasilnya adalah

Pada infeksi pertama dalam fase akut titer antibodi HI adalah kurang dari 1/20 dan akan meningkat
sampai < 1/1280 pada stadium rekovalensensi pada infeksi kedua atau selanjutnya, titer antibodi HI dalam fase
akut > 1/20 dan akan meningkat dalam stadium rekovalensi sampai lebih dari pada 1/2560.

Apabila titer HI pada fase akut > 1/1280 maka kadang titernya dalam stadium rekonvalensi tidak naik
lagi. (UPF IKA, 1994 ; 202)

Pada renjatan yang berat maka diperiksa : Hb, PCV berulangkali (setiap jam atau 4-6 jam apabila sudah
menunjukan tanda perbaikan) faal haemostasis x-foto dada, elektro kardio gram, kreatinin serum.

Dasar diagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF)WHO tahun 1997:

Klinis:

- Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.

- Menifestasi perdarahan petikie, melena, hematemesis (test rumple leed).

- Pembesaran hepar.

- Syock yang ditandai dengan nadi lemah, cepat, tekanan darah menurun, akral dingin dan sianosis, dan
gelisah.
- Laboratorium:

Trombositopenia (< 100.000/ uL) dan terjadi hemokonsentrasi lebih dari 20%.

8. DIAGNOSA BANDING

 Belum / tanpa renjatan :


Campak

Infeksi bakteri / virus lain (tonsilo faringitis, demam dari kelompok pnyakit exanthem, hepatitis,
chikungunya)

 Dengan renjatan
Demam tipoid

Renjatan septik oleh kuman gram negatif lain

 Dengan perdarahan
8
Leukimia

Anemia aplastik

 Dengan kejang
Ensefalitis

meningitis

9. PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat simtomatis dan suportif
(Ngastiyah, 12995 ; 344)

Dengue Haemoragic Fever (DHF) ringan tidak perlu dirawat, Dengue Haemoragic Fever (DHF) sedang
kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan
penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit
( Purnawan dkk, 1995 ; 571)

Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue (UPF IKA, 1994 ; 203) yaitu: Panas 1-2 hari
disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan kurang) atau kejang–kejang.

Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati uji torniquet positif/negatif, kesakitan, Hb dan
Ht/PCV meningkat, Panas disertai perdarahan, Panas disertai renjatan.

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 ; 203 – 206
adalah.

1. Belum atau tanpa renjatan:

Grade I dan II

Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”. Antipiretik yang
dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan

 Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari


 Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari
 Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari
 Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari

Terapi cairan

1. Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml / kg
BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan minuman oralit, air bauh susu
secukupnya

2. Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak – banyaknya dan sesering
mungkin.

3. Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus diberikan sesuai
dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :

 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg


9
 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg
 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg
 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg
Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti panas, darah 15
cc/kgBB/hari perdarahan hebat.

2. Dengan Renjatan ;

Grade III

1. Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam

Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba dengan frekuensi
kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan
tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan
dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam
dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm
diperhitungkan sebagai berikut :

 100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg


 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
 60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.
 50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.
2. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi masih terukur kurang dari 80
mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30
mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL sebanyk
kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat
mengatasi renjatan.

3. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan tensi menurun lagi,
tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus
memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan
dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. (terjemahan). Penerbit
buku Kedokteran EGC. Jakarata.

Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC.
Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku

10
Kedokteran EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Jakarta.

Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.

Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Suharso Darto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga. Surabaya.

4. Plan :

11

Anda mungkin juga menyukai