Anda di halaman 1dari 25

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

PORTOFOLIO
KASUS MEDIK

CARPAL TUNNEL SYNDROME

Oleh :
dr. Y Sigit Permana

Dokter Pendamping Internsip:


dr. Endah Woro Utami, MMRS

RSUD NGUDI WALUYO WLINGI


KABUPATEN BLITAR
2018

1
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pendahuluan
Carpal tunnel syndrome (CTS) merupakan bentuk neuropati kompresi fokal kronik
pada saraf perifer yang paling sering terjadi, yaitu sekitar 3.8 % dari populasi, dan
merupakan salah satu penyebab disabilitas. Insidens CTS meliputi 276: 100,000 per tahun.
CTS lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki, dan seringkali terjadi
bilateral (58% kasus bilateral, 42% kasus unilateral) dengan angka kejadian meningkat pada
usia 40-60 tahun (1).
Carpal Tunnel Syndrome merupakan neuropati tekanan(kompresi) atau cerutan
terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya
di bawah fleksor retinakulum/transverse carpal ligament. Dulu, sindroma ini juga disebut
dengan nama acroparesthesia , median thenar neuritis atau partial thenar atrophy. Carpal
Tunnel Syndrome pertama kali dikenali sebagai suatu sindroma klinik oleh Sir James Paget
pada kasus stadium lanjut fraktur radius bagian distal. Carpal Tunnel Syndrome spontan
pertama kali dilaporkan oleh Pierre Marie dan C.Foix pada taboo 1913. Istilah Carpal
Tunnel Syndrome diperkenalkan oleh Moersch pada tabun 1938 (2).
CTS disebabkan oleh kompresi nervus medianus akibat peningkatan tekanan pada
struktur anatomi yang tidak fleksibel didalam ruang carpal tunnel. Patofisiologi CTS
merupakan kombinasi trauma mekanik, peningkatan tekanan dan iskemik nervus medianus
didalam ruang carpal tunnel. Pergerakan pergelangan tangan yang repetitif (fleksi-ekstensi)
dapat menyebabkan peningkatan tekanan cairan dan penebalan jaringan sinovial yang
membungkus tendon pada ruang carpal tunnel yang menyebabkan kompresi nervus
medianus. Kompresi tersebut akan menyebabkan demielinasi nervus yang dapat menyebar
ke seluruh segmen internodal sehingga terjadi neuroapraxia. Jika kompresi terus berlanjut,
maka aliran darah ke sistem kapiler endoneural terganggu dan terjadi kerusakan pada sawar
darah-saraf sehingga menyebabkan edema endoneural. Degenerasi aksonal, aktivasi
makrofag, pelepasan sitokin inflamasi, nitric oxide, dan terjadinya ‘neuritis kimia’ yang
kronik menyebabkan fibrosis yang menghambat pergerakan saraf dan terjadinya skar
mesoneurium pada nervus medianus (1).

2
1.2 Anatomi Nervus Medianus
Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar pergelangan
tangan. Sembilan ruas tendon fleksor dan N. Medianus berjalan di dalam canalis carpi yang
dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang – tulang carpal. Nervus dan tendon
memberikan fungsi sensibilitas dan pergerakan pada jari – jari tangan. Jari tangan dan otot
– otot fleksor pada pergelangan tangan beserta tendon – tendonnya berorigo pada
epicondilus medial pada regio cubiti dan berinsersi pada tulang – tulang metaphalangeal,
interphalangeal proksimal dan interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan
jempol. Canalis carpi berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian distal
lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah di regio cubiti
sekitar 3 cm. (3)
Pada terowongan carpal, N. Medianus mungkin bercabang menjadi komponen radial
dan ulnar. Komponen radial dari N. Medianus akan menjadi cabang sensorik pada
permukaan palmar jari-jari pertama dan kedua dan cabang motorik m. abductor pollicis
brevis, m. opponens pollicis, dan bagian atas dari m. flexor pollicis brevis. Pada 33 % dari
individu, seluruh fleksor polisis brevis menerima persarafan dari N. Medianus. Sebanyak 2
% dari penduduk, m. policis adduktor juga menerima persarafan N. Medianus . Komponen
ulnaris dari N. Medianus memberikan cabang sensorik ke permukaan jari kedua, ketiga, dan
sisi radial jari keempat. Selain itu, saraf median dapat mempersarafi permukaan dorsal jari
kedua, ketiga, dan keempat bagian distal sendi interphalangeal proksimal.(3)
Tertekannya N. Medianus dapat disebabkan oleh berkurangnya ukuran canalis carpi,
membesarnya ukuran alat yang masuk di dalamnya (pembengkakan jaringan lubrikasi pada
tendon – tendon fleksor) atau keduanya. Gerakan fleksi dengan sudut 90 derajat dapat
mengecilkan ukuran canalis. Penekanan terhadap N. Medianus yang menyebabkannya
semakin masuk di dalam ligamentum carpi transversum dapat menyebabkan atrofi
eminensia thenar, kelemahan pada otot fleksor pollicis brevis, otot opponens pollicis dan
otot abductor pollicis brevis yang diikuti dengan hilangnya kemampuan sensorik ligametum
carpi transversum yang dipersarafi oleh bagian distal N. Medianus. Cabang sensorik
superfisial dari N. Medianus yang mempercabangkan persarafan proksimal ligamentum
carpi transversum yang berlanjut mempersarafi bagian telapak tangan dan jari jempol (3).
N. Medianus terdiri dari serat sensorik 94% dan hanya 6% serat motorik pada
terowongan karpal. Namun, cabang motorik menyajikan banyak variasi anatomi, yang
menciptakan variabilitas yang besar patologi dalam kasus Capal Tunnel Syndrome (4).

3
Gambar Struktur Anatomi N. Medianus

1.3 Etiologi Carpal Tunnel Syndrome


Kawasan sensorik N. Medianus bervariasi terutama pada permukaan volar. Dan pola
itu sesuai dengan variasi antara jari ketiga sampai jari keempat sisi radial telapak tangan.
Pada permukaan dorsum manus, kawasan sensorik N. Medianus bervariasi antara dua
sampai tiga palang distal jari kedua, ketiga dan keempat. Di terowongan karpal N. Medianus
sering terjepit. N. Medianus adalah saraf yang paling sering mengalami cedera oleh trauma
langsung, sering disertai dengan luka di pergelangan tangan. Tekanan dari n. median
sehingga menghasilkan rasa kesemutan yang menyakiti juga. Itulah parestesia atau
hipestesia dari “Carpal Tunnel Sydrome” (5).
Terdapat beberapa kunci co-morbiditas atau human factor yang berpotensi
meningkatkan risiko CTS. Pertimbangan utama meliputi usia lanjut, jenis kelamin
perempuan, dan adanya diabetes dan obesitas. Faktor risiko lain termasuk kehamilan,
pekerjaan yang spesifik, cedera karena gerakan berulang dan kumulatif, sejarah keluarga
yang kuat, gangguan medis tertentu seperti hipotiroidisme, penyakit autoimun, penyakit
rematologi, arthritis, penyakit ginjal, trauma, predisposisi anatomi di pergelangan tangan

4
dan tangan, penyakit menular, dan penyalahgunaan zat. Orang yang terlibat dalam kerja
manual di beberapa pekerjaan memiliki insiden dan tingkat keparahan yang lebih besar (4).
Beberapa penyebab dan factor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian carpal
tunnel syndrome antara lain (3,6):
1. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy, misalnya
HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III.
2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan
dan tangan .Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap pergelangan
tangan.
3. Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang
berulang-ulang. Seorang sekretaris yang sering mengetik, pekerja kasar yang sering
mengangkat beban berat dan pemain musik terutama pemain piano dan pemain
gitar yang banyak menggunakan tangannya juga merupakan etiologi dari carpal
turner syndrome.
4. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.
5. Metabolik: amiloidosis, gout, hipotiroid - Neuropati fokal tekan, khususnya
sindrom carpal tunnel juga terjadi karena penebalan ligamen, dan tendon dari
simpanan zat yang disebut mukopolisakarida.
6. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus,
hipotiroidi, kehamilan.
7. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma.
8. Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia reumatika,
skleroderma, lupus eritematosus sistemik.
9. Degeneratif: osteoartritis.
10. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis,
hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.

1.4 Gambaran klinis Carpal Tunnel Syndrome


Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Gangguan motorik
hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa parestesia, kurang
merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari 1-3 dan
setengah sisi radial jari 4 sesuai dengan distribusi sensorik nervus medianus walaupun
kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari (7).
5
Komar dan Ford membahas dua bentuk carpal tunnel syndrome: akut dan kronis.
Bentuk akut mempunyai gejala dengan nyeri parah, bengkak pergelangan tangan atau
tangan, tangan dingin, atau gerak jari menurun. Kehilangan gerak jari disebabkan oleh
kombinasi dari rasa sakit dan paresis. Bentuk kronis mempunyai gejala baik disfungsi
sensorik yang mendominasi atau kehilangan motorik dengan perubahan trofik. Nyeri
proksimal mungkin ada dalam carpal tunnel syndrome (3).
Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya adalah
nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering
membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila
penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya
pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak
mengistirahatkan tangannya (8).
Apabila tidak segera ditagani dengan baik maka jari-jari menjadi kurang terampil
misalnya saat memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan
dengan keluhan adanya kesulitan yang penderita sewaktu menggenggam. Pada tahap lanjut
dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar (oppones pollicis dan abductor pollicis brevis) dan
otot-otot lainya yang diinervasi oleh nervus medianus (9).

Gejala dan Tanda Carpal Tunnel Syndrome

6
1.5 Diagnosis Carpal Tunnel Syndrome
Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-klinis seperti di atas dan perkuat
dengan pemeriksaan yaitu :
1) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan
perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa
pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa CTS
adalah (10):
a) Phalen's test : Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila
dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan
diagnosa CTS.
b) Torniquet test : Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan tomiquet dengan
menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik.
Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
c) Tinel's sign : Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada
daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada terowongan karpal
dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
d) Flick's sign : Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan
jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa
CTS. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.
e) Thenar wasting : Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot
thenar.
f) Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan
alat dynamometer
g) Wrist extension test : Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara maksimal,
sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila
dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes ini menyokong diagnosa
CTS.
h) Pressure test : Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan
ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini
menyokong diagnosa.

7
i) Luthy's sign (bottle's sign) : Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari
telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita idak dapat menyentuh
dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnose
j) Pemeriksaan sensibilitas : Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-
point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes
dianggap positif dan menyokong diagnose
k) Pemeriksaan fungsi otonom : Pada penderita diperhatikan apakah ada perbedaan
keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus
medianus. Bila ada akan mendukung diagnose CTS.

Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel test adalah test yang
patognomonis untuk CTS (4).

2) Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)


a.) Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang
positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa
kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31%
kasus CTS.
b.) Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada
yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang,
menunjukkan adanya gangguan pada konduksi saraf di pergelangan tangan. Masa
laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik (11).
3) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah
ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto polos leher berguna untuk
menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT-scan dan MRI
dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi. USG dilakukan
untuk mengukur luas penampang dari saraf median di carpal tunnel proksimal yang
sensitif dan spesifik untuk carpal tunnel syndrome. (8, 11, 12).
4) Pemeriksaan Laboratorium
Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya
gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar
gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap (8).

8
1.6 Diagnosis Banding
Diagnosis dari CTS antara lain (8):
1. Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang bila leher diistirahatkan
dan bertambah hila leher bergerak. Distribusi gangguan sensorik sesuai
dermatomnya.
2. Thoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-otot
thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah.
3. Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak
tangan daripada CTS karena cabang nervus medianus ke kulit telapak tangan tidak
melalui terowongan karpal.
4. de Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abductor pollicis
longus dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan tangan yang repetitif.
Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan tangan di dekat ibu
jari. KHS normal. Finkelstein's test : palpasi otot abduktor ibu jari pada saat abduksi
pasif ibu jari, positif bila nyeri bertambah.

1.7 Penatalaksanaan Carpal Tunnel Syndrome


Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome tergantung pada etiologi, durasi gejala, dan
intensitas kompresi saraf. Jika sindrom adalah suatu penyakit sekunder untuk penyakit
endokrin, hematologi, atau penyakit sistemik lain, penyakit primer harus diobati. Kasus
ringan bisa diobati dengan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan menggunakan
penjepit pergelangan tangan yang mempertahankan tangan dalam posisi netral selama
minimal 2 bulan, terutama pada malam hari atau selama gerakan berulang. Kasus lebih
lanjut dapat diterapi dengan injeksi steroid lokal yang mengurangi peradangan. Jika tidak
efektif, dan gejala yang cukup mengganggu, operasi sering dianjurkan untuk meringankan
kompresi. (3,6).
Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu (10):
1) Terapi langsung terhadap CTS
a) Terapi konservatif
1. Istirahatkan pergelangan tangan.
2. Obat anti inflamasi non steroid.
3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang
terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu.
9
4. Nerve Gliding, yaitu latihan terdiri dari berbagai gerakan (ROM) latihan dari
ekstremitas atas dan leher yang menghasilkan ketegangan dan gerakan membujur
sepanjang saraf median dan lain dari ekstremitas atas. Latihan-latihan ini didasarkan
pada prinsip bahwa jaringan dari sistem saraf perifer dirancang untuk gerakan, dan
bahwa ketegangan dan meluncur saraf mungkin memiliki efek pada neurofisiologi
melalui perubahan dalam aliran pembuluh darah dan axoplasmic. Latihan dilakukan
sederhana dan dapat dilakukan oleh pasien setelah instruksi singkat.
5. Injeksi steroid. Deksametason 1-4 mg, hidrokortison 10-25 mg, atau
metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal
dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat
pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Sementara
suntikan dapat diulang dalam 7 sampai 10 hari untuk total tiga atau empat suntikan,.
Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah
diberi 3 kali suntikan. Suntikan harus digunakan dengan hati-hati untuk pasien di
bawah usia 30 tahun.
6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab
CTS adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian
piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya
berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat
menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar. Namun pemberian dapat
berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri.
7. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.

b) Terapi operatif
Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi
konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot
thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang paling
nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa
tindakan operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot
thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang
persisten (8).
Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal,
tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik
memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi
10
karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi
operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa penyebab CTS seperti adanya massa atau
anomaly maupun tenosinovitis pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka
(8).

2) Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari CTS


Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus ditanggulangi, sebab
bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS kembali. Pada keadaan di mana CTS terjadi
akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya CTS atau mencegah
kekambuhannya antara lain (13):
a. Mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan repetitif, getaran peralatan
tangan pada saat bekerja.
b. Desain peralatan kerja supaya tangan dalam posisi natural saat kerja.
c. Modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan variasi gerakan.
d. Mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta mengupayakan rotasi
kerja.
e. Meningkatkan pengetahuan pekerja tentang gejala-gejala dini CTS sehingga pekerja
dapat mengenali gejala-gejala CTS lebih dini.

Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering mendasari
terjadinya CTS seperti : trauma akut maupun kronik pada pergelangan tangan dan daerah
sekitarnya, gagal ginjal, penderita yang sering dihemodialisa, myxedema akibat hipotiroidi,
akromegali akibat tumor hipofise, kehamilan atau penggunaan pil kontrasepsi, penyakit
kolagen vaskular, artritis, tenosinovitis, infeksi pergelangan tangan, obesitas dan penyakit
lain yang dapat menyebabkan retensi cairan atau menyebabkan bertambahnya isi
terowongan karpal (13).

1.8 Prognosis Carpal Tunnel Syndrome


Pada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosa baik. Bila
keadaan tidak membaik dengan terapi konservatif maka tindakan operasi harus dilakukan.
Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya dilakukan pada
penderita yang sudah lama menderita CTS penyembuhan post operatifnya bertahap (13).
11
Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka
dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini (13):
1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap nervus
medianus terletak di tempat yang lebih proksimal.
2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
3. Terjadi CTS yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema,
perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik. Sekalipun
prognosa CTS dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi resiko
untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi
baik konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.

12
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. S
Jenis kelamin : Wanita
Umur : 59 tahun
Alamat : Selopuro, Blitar
Suku/Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pemeriksaan : 18 September 2018

2.2 Keluhan Utama


Tangan kanan kesemutan.

2.3 Anamnesis
2.3.1 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik saraf RSUD Ngudi Waluyo untuk kontrol rutin terkait
keluhan tangan kanannya yang kesemutan dan nyeri. Pasien sudah rutin berobat
ke poliklinik saraf selama beberapa bulan (sejak bulan Februari). Pada awalnya
pasien mengeluh jari-jari pada tangan kanan kesemutan dan seringkali terasa
nyeri juga (di dari bagian jempol sampai dengan jari tengah), terutama pada saat
beraktifitas.
Pasien mengaku pada awalnya pekerjaannya adalah sebagai TKW diluar negri
dan bekerja di sebuah panti jompo merawat orang-orang lansia. Sekarang pasien
sudah pulang ke Indonesia dan aktifitas sehari-hari sebagai ibu rumah tangga.
Pada saat awal periksa ke poliklinik saraf, tangan kanannya nyeri dan kesemutan,
pasien rutin menjalani pengobatan dan kontrol setiap bulan sekali. Sekarang
keluhan nyeri sudah berkurang tapi masih terasa kesemutan.

2.3.2 Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien ada riwayat darah tinggi.

13
Riwayat trauma disangkal.
Riwayat kencing manis disangkal.
2.3.3 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan seperti pasien.
Tidak ada keluarga yang memiliki penyakit kencing manis.
Ayah pasien ada riwayat darah tinggi.
2.3.4 Riwayat Sosial
Kegiatan pasien sehari-hari sebagai ibu rumah tangga, riwayat trauma pada
tangan disangkal.

2.4 Pemeriksaan Fisik


2.4.1 Keadaan Umum
Keadaan : cukup
Kesadaran : compos mentis, GCS 456
Tek.darah : 150/70 mmHg
Nadi : 78 kali per menit
Pernafasan : 18 kali per menit
2.4.2 Kepala Leher
Anemia -, icterus -, cyanosis -, dyspnea -
Kel.limfe : tidak didapatkan pembesaran
2.4.3 Thorax
Bentuk : simetris
Axilla : tidak ditemukan kelainan, pembesaran kelenjar –
Paru : vesikuler/vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : S1 S2 tunggal, murmur -, gallop –
2.4.4 Abdomen
Kesan soepl, BU+ normal
2.4.5 Ekstrimitas
Akral hangat kering merah, CRT < 2 detik

2.5 Pemeriksaan Neurologis


2.5.1 Kepala
Bentuk : Normocephali
Nyeri tekan : -
14
2.5.2 Leher
Pergerakan : Normal
Nyeri :-
Valsava :-
Kaku kuduk :-
Brudzinski I :-
Brudzinski II : -
Brudzinski III : -
Brudzinski IV : -
Kernig sign :-

A. Pemeriksaan Nervus Kranialis


1. N. Olfaktorius
Kanan Kiri

Subjektif Normal Normal

Objektif (dengan bahan) Tidak dilakukan

2. N. Opticus
Kanan Kiri

Subjektif Normal Normal

Lapangan pandang Normal Normal

Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Fundus Oculi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

15
3. N. Oculomotorius
Kanan Kiri

Sela mata Normal Normal

Ptosis - -

Pergerakan bulbus Normal Normal

Strabismus - -

Nistagmus - -

Eksoftalmus - -

Bentuk pupil Isokor Isokor

Ukuran pupil 3mm 3mm

Refleks cahaya Normal Normal

Diplopia - -

4. N. Throclearis
Kanan Kiri

Pergerakan mata ke Normal Normal


bawah
Diplopia - -

5. N. Trigeminus
Kanan Kiri

Membuka mulut Normal Normal

Mengunyah Normal Normal

Menggigit Normal Normal

Refleks kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Sensibilitas muka Normal Normal

16
6. N. Abduscent
Kanan Kiri

Pergerakan mata ke lateral Normal Normal

Sikap bulbus Normal Normal

Diplopia - -

7. N. Fascialis
Kanan Kiri

Mengerutkan dahi Normal Normal

Menutup mata Normal Normal

Memperlihatkan gigi Normal Normal

Bersiul Normal Normal

8. N. Vestibulokoklearis
Kanan Kiri

Detik arloji Normal Normal

Suara berbisik Normal Normal

Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

9. N. Glossofaringeus
Kanan Kiri

Perasaan lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan


belakang
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Faring Normal Normal

17
10. N. Vagus
Arkus faring Normal

Bicara Normal

Menelan Normal

Refleks muntah Tidak dilakukan

Nadi Reguler

11. N. Accessorius
Kanan Kiri

Mengangkat bahu Normal Normal

Memalingkan wajah Normal Normal

12. N. Hypoglosus
Pergerakan lidah Normal

Tremor lidah -

Artikulasi Jelas

B. Badan
Refleks Kanan Kiri

Refleks kulit perut atas + +

Refleks kulit perut tengah + +

Refleks kulit perut + +

Refleks cremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Sensibilitas Kanan Kiri

Sensibilitas taktil + +

Perasaan nyeri + +

Perasaan thermos + +

Perasaan discrim + +

18
Perasaan lokalis + +

C. Anggota gerak atas


Motorik Kanan Kiri

Pergerakkan Normal Normal

Kekuatan 5 5

Tonus + +

Clonus - -

Sensibilitas taktil + +

Perasaan nyeri + +

Perasaan thermos + +

Perasaan discrim + +

Perasaan lokalis + +

Refleks Kanan Kiri

Bisep + +

Trisep + +

Radius + +

Ulna + +

Mayer - -

Hofman – tromner - -

D. Anggota gerak bawah


Motorik Kanan Kiri

Pergerakkan Normal Normal

Kekuatan 5 5

Tonus + +

Clonus + +

19
Sensibilitas taktil + +

Perasaan nyeri + +

Perasaan thermos + +

Perasaan lokalis + +

E. Reflek Fisiologis dan Patologis


Refleks Kanan Kiri

Patella + +

Achiles + +

Babinski - -
Chaddok - -

Gordon - -
Scheffer - -

Oppenheim - -
Gonda - -

Bing - -
Mendel - -

Rossolimo - -

F. Pemeriksaan Vertebrae (Provokasi Nyeri)


Pemeriksaan Kanan Kiri

Laseque - -

O’ connel - -

Patrick (FABER) - -

Kontra Patrick (FADIR) - -

G. Pemeriksaan Lokalis (Provokasi Nyeri di Tangan)


Pemeriksaan Kanan Kiri

Thinnel + -

20
Phalen + -

Flicks’s sign + -

Thenar wasting - -

Wrist extension test + -

Torniquet test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Pressure test + -

Luthy's sign (bottle's sign) Tidak dilakukan Tidak dilakukan

H. Tes Koordinasi
Romberg test : Tidak Dilakukan
Ataxia : Tidak Dilakukan
Disdiadokokinesis
Kanan : Normal
Kiri : Normal
Past pointing test
Kanan : Normal
Kiri : Normal

I. Gerakan abnormal
Tremor :-
Athetose :-
Myoclonik :-
Gerakan chorea :-

2.6 Pemeriksaan Penunjang


-

2.7 Diagnosis Klinis


Carpal Tunnel Syndrome Dextra

21
2.8 Rencana
2.8.1 Rencana Terapi
 Metil Prednisolon 3x8 mg
 Neurodex 1x1
 Gabapentin 1x300 mg
 Istirahatkan pergelangan tangan
2.8.2 Rencana Monitoring
Monitoring keluhan, efek samping obat
2.8.3 Rencana KIE
- Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit pasien, pemeriksaan yang dilakukan,
tatalaksana, dan prognosis penyakit.
- Menjelaskan faktor resiko dan penyebab dari penyakit pasien.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa dengan pengobatan dan terapi penyakit ini bisa
disembuhan, menjelaskan juga untuk membatasi aktifitas agar keluhan tidak
semakin memburuk dan bisa cepat sembuh.
- Menjelaskan kepada pasien untuk rutin meminum obat dan kontrol pada waktunya.

2.9 Prognosis
Vitam : bonam
Functionam : bonam
Sanationam : dubia ad bonam

22
BAB 3
PEMBAHASAN

Teori Kasus
Tanda dan Gejala
• Parestesia/kesemutan
• mati rasa (numbness)
• tangan kanan kesemutan dan nyeri
• nyeri (terutama pada saat beraktifitas
(pada jari jempol sampai jari tengah)
atau pada malam hari)
• nyeri ketika beraktifitas
• kekuatan tangan menurun
• kaku
• atrofi thenar
Pemeriksaan Fisik dan Tes Provokasi
• Flick’s sign (+)
• Thenar wasting • Flick’s sign (+)
• Wrist extension test • Phalen’s test (+)
• Phalen’s test • Tinel’s sign (+)
• Torniquet sign • Wrist extension test (+)
• Tinel’s sign

Penunjang
• Elektrodiagnostik
• Elektromiografi (EMG) • Tidak dilakukan
• Pemeriksaan Laboratorium
• Pencitraan (X-ray, CT, MRI, USG)

23
Teori Kasus
Terapi
• Konservatif Terapi konservatif :
a. Istirahatkan pergelangan tangan • Metil Prednisolon 3x8 mg
b. Obat anti inflamasi • Neurodex 1x1
c. Pemasangan bidai • Gabapentin 1x300 mg
d. Injeksi steroid • Istirahatkan pergelangan tangan
e. Fisioterapi
• Operatif

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Ibrahim et al. Carpal Tunnel Syndrome: A Review of the Recent Literature. The Open
Orthopaedics Journal. 2012

2. Campbell, William W. DeJong's The Neurologic Examination, 6th Edition. Philadelpia:


Lippincott Williams & Wilkins. 2005.

3. Pecina, Marko M. Markiewitz, Andrew D. Tunnel Syndromes: Peripheral Nerve


Compression Syndromes Third Edition. New York: CRC PRESS. 2001.

4. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Clinical Practice Guideline on the


Treatment of Carpal Tunnel Syndrome. 2008.

5. Mardjono M dan Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: PT Dian Rakyat. 2009

6. Latov, Norman. Peripheral Neuropathy. New York: Demos Medical Publishing. 2007.

7. Salter RB. 1993. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 2nd
ed. Baltimore: Williams&Wilkins Co

8. Rambe, Aldi S. Sindroma Terowongan Karpal. Bagian Neurologi FK USU. 2004.

9. Mumenthaler, Mark. Et al. Fundamentals of Neurologic Disease. Stuttgard: Thieme.2006.

10. Jeffrey n. Katz, et al. Carpal Tunnel Syndrome. N Engl J Med, 2002. Vol. 346, No. 23.

11. Wilkinson, Maureen. Ultrasound of the Carpal Tunnel and Median Nerve: A
Reproducibility Study. Journal of Diagnostic Medical Sonography. 2001 Vol. 17, No.
6.

12. Cartwright, michael s. Et al. Evidence-based Guideline: Neuromuscular Ultrasound for


The Diagnosis of Carpal Tunnel Syndrome. American Association of Neuromuscular
and Electrodiagnostic Medicine. 2012.

13. Bachrodin, Moch. Carpal Tunnel Syndrome. Malang: FK UMM. 2011. Vol.7 No. 14.

25

Anda mungkin juga menyukai