Anda di halaman 1dari 6

BAB IX

STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

9.1 Penatalaksanaan

Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan
penderita datang kepada dokter. Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi
untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut International Prostate Symptom Score
(IPSS). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi.
Reseksi transuretral prostat atau Transurethral Resection of the Prostate (TURP) adalah
gold standard dalam perawatan bedah untuk BPH dengan LUTS yang tidak berespon pada
pengobatan konservatif. TURP mengurangi LUTS juga mengurangi skor IPSS dalam 94,7%
kasus-kasus klinis BPH dan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan BPH.
Terdapat beberapa pilihan tindakan terapi didalam penatalaksanaan hiperplasia prostat
benigna yang dapat dibagi kedalam 4 macam golongan tindakan, yaitu observasi (watchful &
waiting), medikamentosa, tindakan operatif dan tindakan invasif minimal.

1. Observasi (Watchful waiting)


Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadang-
kadang mereka yang mengeluh pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) ringan dapat
sembuh sendiri dengan observasi ketat tanpa mendapatkan terapi apapun. Tetapi
diantara mereka akhirnya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan
medik yang lain karena keluhannya semakin parah (Presti et al, 2013).

2. Medikamentosa
a. Antagonis reseptor adrenergik-α
Pengobatan dengan antagonis adrenergik α bertujuan menghambat
kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher buli-buli
dan uretra.
b. Inhibitor 5 a-redukstase

Finasteride adalah obat inhibitor 5-α reduktase pertama yang dipakai untuk
mengobati BPH. Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan
dihidrotestosteron (DHT) dari testosteron, yang dikatalisis oleh enzim 5 αredukstase di
dalam sel-sel prostat. Beberapa uji klinik menunjukkan bahwa obat ini mampu
menurunkan ukuran prostat hingga 20-30%, meningkatkan skor gejala sampai 15%
atau skor AUA hingga 3 poin, dan meningkatkan pancaan urine. Efek maksimum
finasteride dapat terlihat setelah 6 bulan.
Finasteride digunakan bila volume prostat >40 cm3. Efek samping yang terjadi
pada pemberian finasteride ini minimal, di antaranya dapat terjadi impotensia,
penurunan libido, ginekomastia, atau timbul bercak-bercak kemerahan di kulit.
Finasteride dapat menurunkan kadar PSA sampai 50% dari harga yang semestinya
sehingga perlu diperhitungkan pada deteksi dini kanker prostat. Bila respon dari
pengobatan ini baik maka ini merupakan indikator untuk masuk kedalam tahap
perawatan “Watch and wait”.
c. Fitoterapi
Kelompok kemoterapi pada umumnya telah mempunyai informasi
farmakokinetik dan farmakodinamik terstandar secara konvensional dan universal.
Kelompok obat ini juga disebut dengan “obat modern”. Tidak semua penyakit dapat
diobati secara tuntas dengan kemoterapi ini. Sehingga diperlukan terapi
komplementer atau alternatif. Kelompok terapi ini disebut Fitoterapi dan disebut
demikian karena berasal dari tumbuhan (Presti et al, 2013).

3. Tindakan operatif
Tindakan operatif terbagi kepada dua iaitu, prostatektomi terbuka,
contohnya seperti Retropubic infravesica (Terence Millin), Suprapubic
Transvesica/TVP (Freeyer), dan Transperineal dan prostatektomi endourologi
seperti Transurethral resection (TURP), Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP),
dan Pembedahan dengan laser (Laser prostatectomy). Tujuan terapi pada pasien
hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada leher buli-buli.
a. Transurethral resection (TURP)
Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hamper
seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan
bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi
ejakulasi retrograd dan pada sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil
terbaik diperoleh pasien yang sungguh membutuhkan tindakan bedah. Untuk
keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna untuk membedakan pasien
dengan obstruksi dari pasien nonobstruksi (Rahardjo, 1999).

Transurethral resection of prostate (TURP), Loughlin et al (2011)

Evaluasi ini berperan selektif dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TURP.
Suatu penelitian menyebutkan bahwa hasil obyektif TURP meningkat dari 72%
menjadi 88% dengan mengikutsertakan evaluasi urodinamik pada penilaian pra-
bedah dari 152 pasien. Mortalitas TURP sekitar 1% dan morbiditas sekitar 8%. Saat
ini tindakan TURP merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di
seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan
mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan direseksi
tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa
larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat
operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah adalah H2O steril
(aquades) (Rahardjo, 1999; Presti et al, 2013).
b. Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)
Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran
prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan
pada pasien yang umurnya masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau
incisi leher buli-buli atau bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini
juga dilakukan secara endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti
yang dipakai pada TURP tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai alat
penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai dekat ke verumontanum
dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat (Presti et al, 2013).
Pembedahan dengan laser (Laser prostatectomy) Oleh karena cara operatif
(operasi terbuka atau TURP) untuk mengangkat prostat yang membesar merupakan
operasi yang berdarah, sedang pengobatan dengan TUMT dan TURF belum dapat
memberikan hasil yang sebaik dengan operasi maka dicoba cara operasi yang dapat
dilakukan hampir tanpa perdarahan. Penggunaan laser untuk operasi prostat
pertamakali diusulkan oleh Sander (1984). Untuk mengobati carcinoma prostat
yang masih lokal dengan memakai Nd.

4. Tindakan Invasif Minimal


a. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)
Cara memanaskan prostat sampai 44,5°C – 47°C ini mulai diperkenalkan
dalam tiga tahun terakhir ini. Dikatakan dengan memanaskan kelenjar periuretral
yang membesar ini dengan gelombang mikro (microwave) yaitu dengan gelombang
ultarasonik atau gelombang radio kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis
jaringan prostat, selain itu juga akan menurunkan tonus otot polos dan kapsul
prostat sehingga tekanan uretra menurun sehingga obstruksi berkurang.
b. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)
Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan
dengan jalan melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan
melalui operasi terbuka (transvesikal). Konsep dilatasi dengan balon ini ialah
mengusahakan agar uretra pars prostatika menjadi lebar melalui mekanisme prostat
di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar, kapsul prostat
diregangkan, tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut dan
reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika dirusak
(Presti et al,2013; Loughlin et al,2011).

c. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)


Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk
menghasilkan ablasi termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang baik
guna mencapai tujuan untuk menghasilkan prosedur dengan perdarahan minimal,
tidak invasif dan mekanisme ejakulasi dapat dipertahankan (Muruve et al, 2012).

d. Stent Urethra
Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja
kateter tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang spiral
dibuat dari logam bercampur emas yang dipasang diujung kateter (Prostacath).
Stents ini digunakan sebagai protesis indwelling permanen yang ditempatkan
dengan bantuan endoskopi atau bimbingan pencitraan. Untuk memasangnya,
panjang uretra pars prostatika diukur dengan USG dan kemudian dipilih alat yang
panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan dengan kateter pendorong dan bila
letak sudah benar di uretra pars prostatika maka spiral tersebut dapat dilepas dari
kateter pendorong. Pemasangan stent ini merupakan cara mengatasi obstruksi
infravesikal yang juga kurang invasif, yang merupakan alternatif sementara apabila
kondisi penderita belum memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang lebih
invasif. Bentuk lain ialah adanya mesh dari logam yang juga dipasang di uretra pars
prostatika dengan kateter pendorong dan kemudian didilatasi dengan balon sampai
mesh logam tersebut melekat pada dinding uretra (Presti et al,2013).
9.2 Prinsip Tindakan Medis
Rencana pengobatan tergantung pada penyebab, keparahan obstruksi, dan kondisi pasien.
Jika pasien masuk RS dengan kondisi darurat karena ia tidak dapat berkemih maka kateterisasi
segera dilakukan. Pada kasus yang berat mungkin digunakan kateter logam dengan tonjolan kurva
prostatik. Kadang suatu insisi dibuat ke dalam kandung kemih (sitostomi supra pubik) untuk
drainase yang ade kuat.

Loughlin, K. R., et al., 2011. Benign Prostate Hyperplasia. Available from:


http://www.harvardprostateknowledge.org/harvard-experts-discuss-surgicaloptions-for-benign-prostatic-
hyperplasia
Muruve, N. A., et al., 2012. Transurethral Needle Ablation of the Prostate (TUNA), Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/449477-overview
Presti, JC. et al.,2013. Kane CJ, Shinohara K, Carroll PR. Neoplasms of the prostate gland. Dalam:Smiths’s General
Urology.

Anda mungkin juga menyukai