AKP 5A
Akuntansi Pemerintahan 1
c. Asas tahunan, membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu;
d. Asas spesialitas, mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara
jelas peruntukannya.
Kemudian berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara terdapat lagi asas-asas yang bersifat baru dalam pengelolaan keuangan negara
sebagai berikut:
a. Asas akuntabilitas berorentasi pada hasil adalah asas yang menentukan bahwa
setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan pengelolaan keuangan negara harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
b. Asas proporsional adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban pengelola keuangan negara;
c. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian berdasarkan kode
etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. Asas keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara adalah asas yang membuka
diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan
tidak diskriminatif tentang pengelolaan keuangan negara dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara;
e. Asas pemeriksaan keuangan negara oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri
adalah asas yang memberikan kebebasan bagi Badan Pemeriksa Keuangan Negara
untuk melakukan pemeriksaan keuangan negara dengan tidak boleh dipengaruhi
oleh siapapun.
b. Menyimpan;
d. Menatausahakan; dan
1. Penerimaan Negara
Penerimaan negara merupakan seluruh sumber daya yang dapat dikumpulkan oleh
negara sebagai suatu organisasi publik. Sumber daya tersebut pada prinsipnya berupa
uang, namun juga bisa mencakup tanah, peralatan, fasilitas, dan tenaga kerja. Penerimaan
dikumpulkan terutama agar negara mampu melaksanakan kegiatannya karena tanpa
adanya penerimaan yang cukup tentu saja mustahil suatu negara dapat melaksanakan
aktivitasnya dalam memenuhi kewajiban untuk menjaga kedaulatan negara, menjaga
keutuhan wilayah negara, melindungi seluruh warga negara, maupun memberikan
kesejahteraan kepada warga negara.
Pada dasarnya penerimaan negara merupakan semua penerimaan yang diperoleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dari berbagai sumber yang sah, yang
menambah ekuitas dana dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi hak
pemerintah pusat atau daerah. Dalam arti yang lebih luas, penerimaan negara adalah
seluruh penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan barang-barang atau jasa-jasa yang
dimiliki atau dihasilkan oleh pemerintah, pencetakan uang, pinjaman pemerintah,
pungutan pajak maupun pungutan lainnya yang didasarkan pada undang-undang.34
Menurut Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara disebutkan bahwa penerimaan atau pendapatan negara adalah hak
pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Sehubungan
dengan pengertian penerimaan negara dalam arti yang luas, dalam kenyataannya tidak
dapat ditarik suatu batas yang tegas terhadap macam-macam sumber penerimaan negara,
tetapi dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Pajak
Pajak adalah pembayaran iuran oleh rakyat kepada negara yang dapat dipaksakan
dan tanpa balas jasa yang secara langsung bisa ditunjuk. Contoh pajak pusat adalah pajak
penjualan barang mewah (PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak pengahsilan
(PPh), pajak pertambahan nilai barang dan jasa (PPN), bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan (BPHTB), bea meterai, dan lain sebagainya. Adapun pajak daerah misalnya
pajak kendaraan bermotor (PKB), pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame, pajak
hiburan, dan lain-lain.
Menurut Endang Larasati, pajak bersifat hukum publik maka pemungutannya
paling sedikit memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Harus ditetapkan dengan undang-undang (peraturan lain yang sederajat dengan
undang-undang) terlebih dahulu.
2. Dapat dipaksakan, dalam arti bagi orang yang tidak atau belum mau membayar
dapat dikenakan upaya pemaksaan atau sanksi, seperti denda, penyitaan, dan
penyanderaan.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontra prestasi yang
secara langsung dapat diikuti oleh pembayaran pajak dan pemerintah.
b. Retribusi
Pemungutan retribusi merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah
kepada masyarakat yang didasarkan pada undang-undang atau peraturan pelaksanaan
tertentu sehubungan dengan jasa atau pelayanan tertentu yang diberikan oleh pemerintah.
Berbeda dengan pajak yang tidak mewajibkan pemerintah untuk memberikan balas jasa
secara langsung kepada pembayarnya, retribusi justru dipungut karena adanya pelayanan
langsung dari pemerintah kepada masyarakat. Dalam hal ini kita dapat melihat adanya
hubungan langsung antara pelayanan yang diberikan pemerintah dengan besarnya
pungutan yang dilakukan pemerintah atau yang harus dibayar oleh masyarakat. Meskipun
tidak tertutup kemungkinan bahwa pemerintah pusat memungut retribusi, pada umumnya
pungutan retribusi dilakukan oleh pemerintah daerah terhadap pelayanan langsung yang
diberikannya kepada masyarakat.37 Misalnya, retribusi pelayanan kesehatan di rumah
sakit pemerintah atau puskesmas, retribusi pelayanan kebersihan, retribusi parkir,
retribusi pasar, dan sebagainya.
c. Bagian Keuntungan dari Badan Usaha Milik Negara atau Daerah
Penerimaan ini merupakan penerimaan pemerintah yang berasal dari BUMN atau
BUMD. Pemerintah memiliki hak untuk memperoleh bagian keuntungan dari BUMN
atau BUMD karena pemerintah merupakan investor dari BUMN atau BUMD, yakni
dalam bentuk penyertaan modal. Atas penyertaan modal tersebutlah maka sebagian
keuntungan yang diperoleh dari BUMN atau BUMD harus disetorkan kepada pemerintah.
d. Denda dan Sita
Penerimaan ini merupakan penerimaan pemerintah yang berasal dari penegakan hukum
(law enforcement) terhadap berbagai ketentuanperaturan perundang-undangan.
Pemerintah di antaranya berhak untuk mengenakan denda kepada masyarakat pada setiap
pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat. Uang hasil denda tersebut kemudian masuk
ke kas negara menjadi penerimaan pemerintah. Misalnya, hasil penerimaan denda bagi
pelanggaran lalu lintas (tilang), denda atas pelanggaran atas ketentuan perpajakan, dan
sebagainya. Selain itu, pemerintah juga berhak untuk menyita barang-barang yang
dimasukan ke dalam wilayah negara tanpa izin atau tanpa dokumen yang sah. Barang
sitaan ini sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan kemudian dapat dijual dan
uang hasil penjualannya kemudian dimasukan ke kas negara sebagai penerimaan
pemerintah, misalnya hasil penjualan gula sitaan yang diselundupkan dari luar negeri.
e. Sumbangan Masyarakat
Sumbangan masyarakat ini biasanya untuk jasa-jasa yang didirikan oleh
pemerintah, seperti pembayaran biaya-biaya perizinan (lisensi). Sumbangan masyarakat
ini harus dibedakan dengan retribusi dan perbedaan ini terletak pada balas jasa yang dapat
ditunjuk secara langsung yang terdapat dalam retribusi. Di dalam sumbangan masyarakat,
balas jasa tidak selalu langsung diperoleh. Artinya, kita telah melakukan pembayaran
(menyumbang), namun perizinan yang kita ajukan belum tentu keluar pada saat kita
membayar.
f. Percetakan Uang Kertas
Berdasarkan sifat dan fungsinya, maka negara memiliki kekuasaan yang tidak
dimiliki oleh para individu dalam masyarakat. Negara mempunyai kekuasaan untuk
mencetak uang kertas sendiri yang biasanya dilakukan sebagai jalan terakhir untuk
menutup defisit anggaran negara setelah berbagai cara lain ternyata kurang efektif.
Namun percetakan uang harus dilakukan secara hati-hati karena apabila tidak
diperhitungkan secara cermat dapat memicu terjadinya inflasi. Inflasi mempunyai
pengaruh seperti halnya dengan pajak. Oleh karena itu, seringkali inflasi disebut sebagai
pajak yang tidak kentara (invisibletax), karena konsumen dengan jumlah uang yang sama
akan dapat memperoleh barang dan jasa yang semakin sedikit jumlahnya berhubung
dengan turunnya nilai uang.
g. Hasil dari Undian Negara
Dengan undian negara, maka negara akan mendapatkan dana yaitu perbedaan
antara jumlah penerimaan dari lembaran surat undian yang dapat dijual dengan semua
pengeluaran-pengeluarannya termasuk hadiah yang diberikan kepada pemenang dari
undian negara tersebut. Undian negara ini adalah baik sifatnya karena harga surat
undiannya adalah sangat murah, sehingga bagi masyarakat yang membelinya tidak begitu
merasakan rugi kalau tidak memperoleh kemenangan, tetapi sekedar menyumbang
kepada pemerintah, sedangkan yang menang akan sungguh merasa senang. Tetapi
seringkali usaha-usaha mengumpulkan dana melalui sistem undian ini membawa akibat
yang kurang baik terhadap kehidupan rakyat kecil karena berlomba dalam mencari
kemenangan, tanpa melihat kemampuannya serta kurang perhitungan. Hal ini memang
masuk akal karena bila menang, status sosialnya akan meningkat cepat sekali.
h. Hadiah
Sumber dana jenis ini dapat terjadi seperti pemerintah pusat memberikan hadiah
kepada pemerintah daerah, atau dari swasta kepada pemerintah dan dapat pula terjadi dari
pemerintah suatu negara kepada pemerintah negara lain. Penerimaan negara dari sumber
ini sifatnya adalah sukarela tanpa balas jasa langsung maupun tidak langsung.
2. Pengeluaran Negara
Pada umumnya pengeluaran negara dapat diartikan sebagai uang atau dana yang
keluar dari kas pemerintah untuk membiayai aktivitas pemerintah atau tujuan lain yang
menjadi kewenangan pemerintah. Pengeluaran negara dapat bersifat exhaustive, yaitu
pembelian barang-barang dan jasa-jasa di dalam perekonomian yang dapat langsung
dikonsumsi maupun dapat pula untuk menghasilkan barang lain lagi. Di samping itu,
pengeluaran negara itu dapat bersifat transfer saja, yaitu pemindahan uang kepada
individu-individu untuk kepentingan sosial, kepada perusahaan-perusahaan sebagai
subsidi atau mungkin pula kepada negara-negara lain sebagai grants (hadiah). Oleh
karena pengeluaran negara merupakan cerminan biaya yang harus dikeluarkan oleh
pemerintah untuk melaksanakan kebijakannya, maka pengeluaran negara akan cenderung
berbanding lurus terhadap kegiatan pemerintah. Semakin banyak kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah, semakin besar pulalah pengeluaran yang harus dilakukan oleh
pemerintah untuk membiayai kegiatan tersebut.
Sehubungan dengan meningkatnya kegiatan pemerintah yang mengakibatkan pula
meningkatnya pengeluaran negara, menurut Suparmoko terdapat beberapa penyebab
antara lain :
a. Adanya perang dan pergolakan dalam masyarakat; pengeluaran negara meningkat
bila terjadi perang dan pasca-perang, misalnya untuk tentara yang terlanjur
diangkat menjadi pegawai negeri sipil, dimana sebelumnya menganggur dan tidak
menjadi tanggungan pemerintah. Selain itu, pergolakan dalam masyarakat yang
menuntut keadilan, pemberantasan korupsi, pertentangan antar warga, antar
kampong, antar suku, dan antar agama, keadaan tersebut menuntut peningkatan
kegiatan dan pengeluaran pemerintah.
Jika dilihat perkembangan kegiatan pemerintahan dari tahun ke tahun, maka pada
dasarnya pengeluaran negara untuk membiayai kegiatan pemerintah terdiri atas 2 (dua)
jenis, yakni :
a. Pengeluaran Rutin
1. Belanja pegawai.
Yang dimaksud dengan pegawai adalah pegawai negeri sipil (PNS) dan TNI serta
POLRI termasuk pensiunan. Pengeluaran untuk belanja pegawai ini terdiri dari:
1.1 Gaji dan pensiun, pengeluaran untuk gaji maksudnya adalah gaji pokok
PNS dan TNI serta POLRI termasuk pensiunannya.
1.2 Tunjangan beras, diberikan kepada PNS dan TNI serta POLRI dengan
perhitungan 10 kg untuk setiap pegawai dengan maksimum 3 orang anak.
Tunjangan lainnya adalah berupa tunjangan keluarga, tunjangan jabatan
struktural dan fungsional, tunjangan pejabat negara dan pengeluaran untuk
belanja pegawai lainnya seperti belanja kemahalan, dan sebagainya.
1.3.Uang makan dan lauk pauk , Biaya uang makan dan lauk pauk diberikan
kepada:
1) PNS
5) Para narapidana
b. Pengeluaran transfer
Yang dimaksud pengeluaran transfer adalah pengeluaran dari dana APBN yang
diserahkan kepada daerah atau perusahaan sebagai penyertaan modal atau subsidi. Dana
semacam ini dipergunakan untuk hal-hal berikut ini:
2. Bantuan pembangunan daerah yaitu dana untuk menambah APBD untuk
membangun daerahnya, seperti Bantuan Pembangunan Desa, Bantuan Pembangunan
Kota/Kabupaten, Bantuan Pembangunan Provinsi, Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar,
Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan, Bantuan pembangunan Reboisasi, Bantuan
Pembangunan Sarana Pasar, Bantuan peningkatan Jalan Kota/Kabupaten, dan Bantuan
Pembangunan Jalan Provinsi.
2) Penyertaan modal pemerintah yaitu pengeluaran APBN yang dipergunakan untuk
menambah modal (equity) perusahaan, terutama perusahaan negara yang memerlukan
dalam rangka mengembangkan perusahaan yang bersangkutan. Pengelola dana untuk
penyertaan modal pemerintah ini adalah Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan.
3) Subsidi; bertujuan untuk melindungi konsumen dan produsen serta pengendalian
harga umum. Subsidi dapat diberikan melalui BUMN maupun perbankan, seperti
pengeluaran APBN untuk subsidi pupuk, dan subsidi benih. Subsidi semacam ini dapat
dikategorikan sebagai subsidi harga. Di samping subsidi harga ada juga subsidi bunga,
yang bertujuan untuk melindungi para peminjam yang umumnya masyarakat atau
pengusaha kecil, yang hasil pinjamannya dipergunakan untuk mengembangkan usaha,
seperti Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), dan Kredit Investasi Kecil (KIK). Selain
itu, ada juga subsidi biaya operasi, yaitu subsidi yang diberikan untuk membantu
meringankan biaya operasi pada perusahaan yang mengoperasikan sarana umum, seperti
bus, kereta api, dan sebagainya. Pemberian subsidi kepada perusahaan harus disetujui
oleh Menteri Keuangan melalui Dirjen Lembaga Keuangan setelah mendapat
rekomendasi dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
3. Piutang
Piutang negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah pusat
dan/atau hak pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian
atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat
lainnya yang sah. Timbulnya piutang negara pada umumnya disebabkan pemerintah pusat
memberikan pinjaman atau hibah kepada pemerintah daerah, badan usaha milik negara,
badan usaha milik daerah sesuai yang tercantum atau ditetapkan dalam anggaran negara.
Demikian pula pemerintah pusat memberikan pinjaman atau hibah kepada lembaga asing
sesuai yang tercantum dalam dalam anggaran negara. Sekalipun pemerintah pusat dapat
memberikan pinjaman atau hibah, ketika tidak tercantum dalam anggaran negara atau
dana yang tidak tersedia tidak cukup berarti pemerintah pusat tidak boleh melakukannya.
Tatkala pemerintah pusat melakukannya walaupun telah diketahui bahwa tidak tercantum
dalam anggaran negara atau dana yang tersedia tidak cukup berarti telah melakukan
perbuatan melanggar hukum.
Tata cara pemberian pinjaman atau hibah oleh pemerintah pusat wajib
berpedoman pada peraturan pemerintah. Dalam arti pemerintah pusat tidak boleh
memberikan pinjaman atau hibah kepada pemerintah daerah, badan usaha milik negara,
badan usaha milik daerah, atau lembaga asing, bila peraturan pemerintah tidak mengatur
tata caranya. Hal ini dapat menimbulkan kerugian negara akibat dari perbuatan
pemerintah pusat, sebaliknya menguntungkan pihak yang menerima pinjaman.
Selain itu, pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja, dan
kekayaan negara wajib mengusahakan agar setiap piutang negara diselesaikan seluruhnya
dan tepat waktu. Jika piutang negara tidak dapat diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu,
diupayakan penyelesaiannya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap piutang
negara yang berada pada pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, atau lembaga asing.
Piutang negara jenis tertentu mempunyai hak mendahulu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Piutang negara jenis tertentu, antara lain
piutang pajak dan piutang yang diatur dalam undang-undang tersendiri. Terhadap piutang
negara jenis tertentu, penagihan dan pembayarannya harus didahulukan daripada piutang
yang bersifat keperdataan.
Penyelesaian piutang negara yang timbul sebagai akibat hubungan keperdataan dapat
dilakukan melalui perdamaian, kecuali mengenai piutang negara yang penyelesaiannya
diatur tersendiri dalam undang-undang. Penyelesain piutang negara sebagai bagian
piutang yang tidak disepakati adalah selisih antara jumlah tagihan piutang menurut
pemerintah dengan jumlah kewajiban yang diakui oleh debitur ditetapkan oleh :
1) Menteri keuangan, bila bagian piutang negara tidak disepakati tidak lebih dari sepuluh
miliar rupiah;
2) Presiden, bila bagian piutang negara yang tidak disepakati lebih dari sepuluh miliar
rupiah sampai dengan seratus miliar rupiah;
2) Presiden, bila bagian piutang negara yang tidak disepakati lebih dari sepuluh miliar
rupiah sampai dengan seratus milar rupiah;
Mengenai tata cara penyelesaian dan penghapusan piutang negara diatur dengan
peraturan pemerintah. Dalam arti pemerintah berwenang mengatur tata cara penyelesaian
dan penghapusan piutang negara yang menjadi pedoman untuk itu. Peraturan pemerintah
merupakan bentuk peraturan perundang-undangan yang digunakan oleh pemerintah untuk
melakukan penyelesaian dan penghapusan piutang negara. Hal ini menunjukan adanya
pendelegasian wewenang dari pembuat undang-undang kepada pemerintah untuk
mengatur penyelesaian dan penghapusan piutang negara.
4. Utang
Utang negara yang merupakan salah satu bagian dari pengelolaan keuangan
negara dapat diartikan sebagai jumlah uang yang wajib dibayar pemerintah pusatyang
dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, atau
berdasarkan sebab yang lain.48 Terdapat beberapa jenis utang negara di antaranya adalah
utang dalam negeri dan utang luar negeri.
Utang dalam negeri adalah utang yang berasal dari orang-orang atau lembaga-
lembaga sebagai penduduk negara itu sendiri atau dalam lingkungan negara itu sendiri,
sedangkan utang luar negeri adalah utang yang berasal dari orang-orang atau lembaga-
lembaga negara lain. Adapun utang dalam negeri itu dapat bersifat paksa maupun bersifat
sukarela, hal mana berbeda dengan utang luar negeri yang biasanya bersifat sukarela,
terkecuali bila ada suatu kekuasaan dari suatu negara atas negara lain. Baik utang dalam
negeri maupun utang luar negeri, pada dasarnya asal atau sumber utang negara dapat
dikelompokan menjadi 4 (empat) sumber, yakni:49
a. Para individu sebagai kreditur
Pemberian utang oleh para individu di antaranya dengan cara pembelian obligasi
negara. Ini dapat mempengaruhi pola konsumsi dan pola tabungan para individu yang
bersangkutan. Pada umumnya orang tidak akan mengurangi konsumsi sekedar untuk
membeli obligasi negara, tetapi mereka akan mengurangi tabungan untuk membeli
obligasi.
b. Lembaga keuangan bukan bank sebagai kreditur
Negara dapat pula menjual surat obligasi negara kepada perusahaan asuransi dan
sebagainya yang bukan bank. Pembelian obligasi oleh perusahaan jenis ini dilakukan
dengan menggunakan dana yang mengganggur dan dapat pula dipakai untuk membeli
surat-surat saham dan lain sebagainya.
c. Bank-bank umum sebagai kreditur
Bank umum karena kemampuannya memberikan kredit berbeda dengan lembaga
keuangan lain, maka perkreditan dari bank umum dapat menciptakan tenaga beli baru
dengan mendasarkan pada deking (reserved atau deking) dana utang yang dipunyai bank.
Bank Sentral (Bank Indonesia) memberikan pedoman bahwa untuk memberikan kredit,
bank umum harus mempunyai deking misalnya setinggi 5%.
d. Bank Sentral (Bank Indonesia) sebagai kreditur
Negara dapat menjual obligasi kepada Bank Sentral. Tindakan ini juga
menciptakan tenaga beli seperti halnya bila negara menjual obligasi kepada bank umum.
Bank sentral membuka rekening negara dan seolah-olah negara mempunyai simpanan di
Bank Sentral.
Menteri keuangan dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa atas nama menteri
keuangan untuk mengadakan utang negara yang berasal dari dalam negeri maupun dari
luar negeri sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam anggaran negara. Kuasa
yang oleh pejabat dari menteri keuangan adalah mandat karena tetap mengatasnamakan
menteri keuangan bukan atas nama penerima wewenang. Di samping itu, harus terikat
pada persyaratan sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam anggaran negara agar
perbuatan hukum yang dilakukan berada dalam kategori perbuatan hukum yang sah.
Utang negara dapat dipinjamkan kepada pemerintah daerah, badan usaha milik negara,
atau badan usaha milik daerah takala dibutuhkan pada saat itu. Bila penggunaanya tidak
secara langsung digunakan, utang negara dimasukan ke rekening kas umum negara. Hal
ini bertujuan agar tidak terjadi suatu perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan
kerugian terhadap keuangan negara
(3) Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka desentralisasi dicatat
dan dikelola dalam APBD. Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah yang tidak
berkaitan dengan pelaksanaan dekonsentrasi atau tugas pembantuan merupakan
penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
(4) APBD, Perubahan APBD, dan perhitungan APBD ditetapkan dengan peraturan
daerah dan merupakan dokumen daerah.
(5) APBD disusun dengan pendekatan kinerja. Anggaran dengan pendekatan kinerja
adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapain hasil kerja atau
output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan.
(6) Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya
kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Ketentuan pasal ini berarti
daerah tidak boleh menganggarkan pengeluaran tanpa kepastian terlebih dahulu mengenai
ketersediaan sumber pembiayaannya dan mendorong daerah untuk meningkatkan
efisiensi pengeluaran.
(7) Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang
terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan.
(8) Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk
setiap jenis belanja.
(9) Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban
APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai
pengeluaran tersebut.
(10) Perkiraan sisa lebih perhitungan APBD tahun lalu dicatat sebagai saldo awal pada
APBD tahun berikutnya, sedangkan realisasi sisa lebih perhitungan APBD tahun lalu
dicatat sebagai saldo awal perubahan APBD.
(11) Semua transaksi keuangan daerah baik penerimaan daerah maupun pengeluaran
daerah dilaksanakan melalui kas daerah.
(12) Anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya tidak tersangka disediakan
dalam bagian anggaran tersendiri. Anggaran pengeluaran tidak tersangka tersebut
dikelola oleh Bendahara Umum Daerah.
(13) Pengeluaran yang dibebankan pada pengeluaran tidak tersangka adalah untuk
penanganan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak tersangka lainnya yang
sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah daerah.
(14) Daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai kebutuhan dana yang
tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran.
(15) Dana cadangan dibentuk dengan kontribusi tahunan dari penerimaan APBD, kecuali
dari Dana Alokasi Khusus, Pinjaman Daerah, dan Dana Darurat. Dana cadangan tersebut
digunakan untuk membiayai kebutuhan seperti rehabilitasi prasarana, keindahan kota,
atau pelaksanaan lingkungan hidup, sehingga biaya rehabilitasi tersebut dibebankan
dalam beberapa tahun anggaran.
Sementara itu, Mardiasmo menjelaskan asas-asas pengelolaan keuangan daerah
yaitu:
(1) Value for money; indikasi keberhasilan otonomi daerah dan desentralisasi adalah
terjadinya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat (social welfare) yang
semakin baik, kehidupan demokrasi yang semakin maju, keadilan, pemerataan, serta
adanya hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah. Keadaan
tersebut hanya akan tercapai apabila lembaga serta sektor publik dikelola dengan
memerhatikan konsep value for money.
Dalam konteks otonomi daerah, value for money merupakan jembatan untuk
menghantarkan pemerintah daerah mencapai good governance. Value for money tersebut
harus dioperasionalkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Untuk
mendukung dilakukannya pengelolaan dana publik (public money) yang mendasarkan
pada konsep value for money, maka diperlukan sistem pengelolaan keuangan daerah dan
anggaran daerah yang baik. Hal tersebut dapat tercapai apabila pemerintah daerah
memiliki sistem akuntansi yang baik.
(2) Akuntabilitas; mensyaratkan bahwa pengambilan keputusan berperilaku sesuai
dengan mandat yang diterimanya. Untuk ini, perumusan kebijakan, bersama-sama dengan
cara dan hasil kebijakan tersebut harus dapat diakses dan dikomunikasikan, baik secara
vertikal maupun horizontal dengan baik.
(3) Kejujuran; Pengelolaan keuangan daerah harus dipercayakan kepada staf yang
memiliki integritas dan kejujuran yang tinggi sehingga kesempatan untuk korupsi dapat
diminimalkan.
(5) Pengendalian; penerimaan dan pengeluaran daerah (APBD) harus sering dimonitor,
yaitu dibandingkan antara yang dianggarkan dan dicapai. Untuk itu, perlu dilakukan
analisis varians (selisih) terhadap penerimaan dan pengeluaran daerah agar dapat
sesegera mungkin dicari penyebab timbulnya varians dan tindakan antisipasi ke depan.
Ruang Lingkup Keuangan Daerah
Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di
dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah
tersebut, dalam kerangka anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Pendekatan
yang diambil dari rumusan pengertian keuangan daerah tersebut adalah dari sisi obyek,
subyek, proses, dan tujuan.
i. Dari sisi obyek; yang dimaksud dengan keuangan daerah meliputi semua hak dan
kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang, dan pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, serta sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan
milik daerah berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, tetapi tidak
termasuk bidang fiskal dan moneter.
ii. Dari sisi subyek; yang dimaksud dengan keuangan daerah meliputi seluruh obyek
sebagaimana tersebut sebelumnya yang dimiliki oleh daerah, dan/atau dikuasai oleh
pemerintah daerah, perusahaan daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan
keuangan daerah.
iii. Dari sisi proses; keuangan daerah mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang
berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana dijelaskan pada bagian obyek mulai
dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan
pertanggungjawaban.
iv. Dari sisi tujuan; keuangan daerah meliputi seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan
hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana
tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Berdasarkan 4 (empat) pendekatan keuangan daerah tersebut, ruang lingkup
keuangan daerah terdiri atas :
(1) Keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan;
(2) Keuangan daerah yang dikelola langsung adalah anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD), dan barang-barang inventaris milik daerah;
(3) Kekayaan daerah yang dipisahkan adalah dana daerah yang terdapat pada Badan
Usaha Milik Daerah; dan
(5) Bendaharawan Penerimaan bagi SKPD yang juga mengelola anggaran pendapatan
daerah
(6) Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah.
(7) Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah.
(8) Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan
memerintahkan pembayarannya.
(5) Tugas-tugas pejabat perencana daerah, PPKD, dan pejabat pengawas keuangan
daerah; dan
(6) Melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah;
(4) Memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas
daerah;
(6) Memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau
lembaga keuangan lainnya yang telah ditunjuk;
(7) Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD;
(12) Menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama pemerintah
daerah;
(3) Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;
(4) Melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
(7) Mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran
yang telah ditetapkan;
(8) Mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya;
(9) Mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD
yang dipimpinnya;
(12) Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah melalui
sekretaris daerah.
Pejabat pengguna anggaran dalam melaksanakan tugasnya dapat melimpahkan
sebagian kewenangannya kepada kepala unit kerja pada SKPD selaku kuasa pengguna
anggaran/pengguna barang. Pelimpahan wewenang ditetapkan oleh kepala daerah atas
usul kepala SKPD. Penetapan kepala unit kerja pada SKPD berdasarkan pertimbangan
tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi,
kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya. Kuasa pengguna
anggaran bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada pengguna
anggaran/pengguna barang.
Selain itu, pejabat pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dalam
melaksanakan program dan kegiatan dapat menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD
selaku PPTK. Penunjukan PPTK berdasarkan pertimbangan kompetensi jabatan,
anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan
objektif lainnya. Adapun PPTK mempunyai tugas mencakup : (1) mengendalikan
pelaksanaan kegiatan; (2) melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan; dan (3)
menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan. PPTK
bertanggung jawab kepada pejabat pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.
Dalam rangka melaksanakan wewenang atas penggunaan anggaran yang dimuat
dalam Dokumen Pelaksanaan Aanggaran (DPA)-SKPD, kepala SKPD menetapkan
pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD sebagai pejabat
penatausahaan keuangan SKPD. Pejabat penatausahaan keuangan SKPD mempunyai
tugas :
(1) Meneliti kelengkapan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) langsung (LS) yang
diajukan oleh PPTK;
(2) Meneliti kelengkapan SPP Uang Persediaan (UP), SPP Ganti Uang Persediaan (GU)
dan SPP Tambahan Uang Persediaan (TU) yang diajukan oleh bendahara pengeluaran;
Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah suatu rencana keuangan
tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah. Oleh karena itu,
APBD mempunyai arti penting yakni:
(1) Sebagai alat bagi pemerintah daerah untuk mengarahkan dan menjamin
kesinambungan pembangunan serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
(2) APBD diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang
tidak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada terbatas.
Selain itu, APBD merupakan salah satu bentuk instrumen kebijakan ekonomi di daerah,
sehingga dengan sendirinya mempunyai fungsi yaitu:
(1) Otorisasi Mengandung arti bahwa anggaran menjadi dasar untuk melaksanakan
pendapatandan belanja pada tahun yang bersangkutan.
(2) Perencanaan Mengandung arti bahwa anggaran menjadi pedoman bagi manajemen
dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
(4) Alokasi Mengandung arti bahwa anggaran harus diarahkan untuk mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian.
(5) Distribusi Mengandung arti bahwa kebijakan anggaran harus memerhatikan rasa
keadilan dan kepatutan.
(6) Stabilisasi Mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
a. Merumuskan tujuan dan sasaran kebijakan sesuai dengan visi dan misi yang
ditetapkan
b. Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi
serta merencanakan alternatif sumber pembiayaannya
a. Mengendalikan efisiensi
b. Membatasi kekuasaan atau kewenangan pemerintah
(3) Alat kebijakan fiskal yang digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan
mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemberian fasilitas, dorongan, dan koordinasi
kegiatan ekonomi masyarakat sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi.
(4) Alat politik yang digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan
keuangan terhadap prioritas tersebut. APBD sebagai dokumen politik merupakan bentuk
komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik untuk
kepentingan tertentu. Oleh karena itu, penyusunan APBD membutuhkan political skill,
coalition building, keahlian bernegosiasi, dan pemahaman tentang prinsip pengelolaan
keuangan publik.
(5) Alat koordinasi unit kerja dalam organisasi pemerintah daerah yang terlibat
dalam proses penyusunan anggaran. APBD yang disusun dengan baik akan mampu
mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan
organisasi. Di samping itu, APBD juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit
kerja.
(6) Alat evaluasi kinerja. APBD pada dasarnya merupakan wujud komitmen
pemerintah daerah kepada pemberi wewenang (masyarakat) untuk melaksanakan
kegiatan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Kinerja pemerintah daerah dapat
dinilai berdasarkan target anggaran yang dapat direalisasikan.
(7) Alat untuk memotivasi manajemen untuk bekerja secara ekonomis, efektif, dan
efisien dalam mengejar target kinerja. Dalam hal ini target kinerja hendaknya
ditetapkan dalam batas rasional yang dapat dicapai (tidak terlalu tinggi dan tidak
terlalu rendah).
(8) Alat untuk menciptakan ruang publik, dalam arti bahwa proses
penyusunan APBD harus melibatkan seluas mungkin masyarakat. Keterlibatan
masyarakat tersebut dapat dilakukan melalui proses penjaringan aspirasi masyarakat
yang hasilnya digunakan sebagai dasar penyusunan arah dan kebijakan umum
anggaran.
B. Struktur APBD
C. TAHAPAN APBD
1. Penyusunan APBD
2. Penetapan APBD
Belanja yang bersifat mengikat adalah belanja yang dibutuhkan secara terus
menerus dan harus dialokasikan oleh pemerintah daerah dengan jumlah yang cukup
untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran bersangkutan, seperti belanja
pegawai, belanja barang dan jasa. Belanja yang bersifat wajib adalah belanja untuk
terjaminnya kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara
lain: pendidikan dan kesehatan, dan/atau melaksanakan kewajiban kepada pihak
ketiga. Pengeluaran ini dapat dilaksanakan berdasarkan rancangan Peraturan Kepala
Daerah tentang APBD yang telah disahkan oleh Menteri Dalam Negeri bagi provinsi,
dan gubernur bagi kabupaten/kota. Pengesahan dimaksud dilakukan selambat-lambatnya
15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan Peraturan Kepala Daerah
tersebut ditetapkan menjadi Peraturan Kepala Daerah tentang APBD.
3. PELAKSANAAN APBD
4. PERUBAHAN APBD
(a) Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA dapat berupa
terjadinya pelampauan atau tidak tercapainya proyeksi pendapatan daerah,
alokasi belanja daerah, sumber, dan penggunaan pembiayaan yang semula
ditetapkan dalam KUA. Rancangan kebijakan umum perubahan APBD
dan PPAS perubahan APBD disampaikan kepada DPRD paling lambat
minggu pertama bulan Agustus dalam tahun anggaran berjalan.
(c) Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus
digunakan dalam tahun berjalan.
bagi hasil.
d. Persediaan;
f. Aset tetap;