Anda di halaman 1dari 4

SEKBER ANTI-ASAP KALIMANTAN TENGAH

( SERUNI, BKC GMNI Palangka Raya, GMKI, SEPASI, AGRA, PROGRESS, LBH- Palangkaraya,
Kemitraan, Dayak Voice, JPIC, SOB, WALHI, SP, Retina Institute, PERUATI, PKBI, TCA
GreenPeace, PMK UPR, BEM FISIP UPR)

Pusat Informasi : Jl. RTA Milono km.3 Blok A-3 No. 128 Komplek Perum Bulog, kota Palangkaraya
Kontak : +62 81 332 259 371 (Kartika), +6281 352 704 704 (Dimas), +6285 252 960 916 (Aryo)

Pernyataan Sikap
Sekber Anti-Asap Kalimantan Tengah
atas Bencana Kabut Asap tahun 2019 di Kalimantan Tengah

“ Monopoli Tanah adalah Akar Soal Bencana Kabut Asap “

Penyebab Utama Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan Tengah


Dalam perkembangannya, kebakaran hutan dan lahan yang hampir setiap tahun terjadi di beberapa
wilayah di pulau Sumatera dan Kalimantan tidak sepenuhnya disebabkan oleh faktor alam melainkan
masifnya perusakan hutan dan lingkungan untuk pengerukan sumber daya alam dan manusia oleh
perusahaan besar (pertambangan, perkebunan, dan kayu).

Pembukaan lahan (land clearing) dengan cara membakar adalah pilihan terbaik bagi tuan tanah besar
penguasa perkebunan skala besar kelapa sawit dan hutan tanaman industri (HTI) demi menekan biaya
operasional. Dengan mengupah orang antara 500 ribu-1 juta untuk membakar maka ratusan bahkan
ribuan hektar dapat segera ditanami. Tentu saja ini jauh lebih ekonomis daripada harus mengeluarkan
5-6 juta untuk buka lahan memakai alat berat tiap hektarnya.

Monopoli tanah dan kekayaan alam oleh perusahaan besar (sawit, tambang, HTI/HPH) adalah dasar
lahirnya bencana kabut asap dan perubahan iklim dunia. Sebagai catatan, Kalimantan Tengah sebagai
provinsi terluas kedua di Indonesia dengan luas 15,3 juta hektar sebagian besar wilayahnya (87% atau
13,4 juta hektar) telah dikuasai sepenuhnya oleh perusahaan skala besar. Selanjutnya menurut
Bappenas, sejak 2010, Kalimantan Tengah juga tercatat sebagai provinsi dengan laju perusakan
hutan/deforestasi) tertinggi kedua di Indonesia setelah Riau dengan angka 128.648 hektar per tahun.
Perkebunan kelapa sawit skala besar menjadi aktor utama dalam perusakan hutan dan pemicu bencana
kabut asap paska tumbangnya industri kayu/logging di akhir 90-an hingga awal tahun 2000. Sebagai
tambahan catatan, menurut Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2007,
sedikitnya 816 ribu kawasan hutan di Kalteng telah dilepaskan untuk perkebunan kelapa sawit skala
besar dalam sepuluh tahun terakhir. Pada saat bencana kabut asap 2015 lalu, setidaknya terdapat 1.326
titik api di dalam 141 ijin konsesi perkebunan sawit selama Januari-Agustus 2015.

Lahan gambut sebagai salah satu pilar penting penyelamat kehidupan manusia karena fungsi
penampung air dan penyimpan karbonnya juga tidak lepas dari keserakahan pemilik kebun sawit skala
besar untuk meluaskan kebunnya. Kalimantan Tengah tercatat memiliki lahan gambut terluas kedua di
Indonesia dengan 3,1 juta hektar. Akan tetapi, hingga tahun 2011, setidaknya 774.000 hektar luasannya
telah berubah menjadi kebun sawit dan tambang.

Peran Pemerintah dalam Penanganan Bencana Kabut Asap


Bencana kabut asap tahun 2015 di Kalimantan Tengah merupakan salah satu bencana terburuk di dunia
setelah kebakaran hutan 1997-1998. Kabut asap pekat (berwarna jingga) yang menyelimuti langit sejak
Agustus-Oktober 2015 telah mengakibatkan 34 orang meninggal dunia, 52.142 (mayoritas anak-anak)
kena ISPA; 5.178 orang diare; dan 146 korban kecelakaan akibat minimnya jarak pandang. Secara

#Stop Asap #Stop Monopoli Tanah | 1


SEKBER ANTI-ASAP KALIMANTAN TENGAH
( SERUNI, BKC GMNI Palangka Raya, GMKI, SEPASI, AGRA, PROGRESS, LBH- Palangkaraya,
Kemitraan, Dayak Voice, JPIC, SOB, WALHI, SP, Retina Institute, PERUATI, PKBI, TCA
GreenPeace, PMK UPR, BEM FISIP UPR)

Pusat Informasi : Jl. RTA Milono km.3 Blok A-3 No. 128 Komplek Perum Bulog, kota Palangkaraya
Kontak : +62 81 332 259 371 (Kartika), +6281 352 704 704 (Dimas), +6285 252 960 916 (Aryo)

ekonomi, sedikitnya 34 Trilyun pendapatan daerah menguap akibat lumpuhnya perdagangan,


ditutupnya bandara, dan rusaknya lahan pertanian.

Sementara dampak bencana kabut asap yang terus memburuk sejak sebulan terakhir bagi masyarakat,
diantaranya: penderita ISPA tercatat 11.758 jiwa dengan pasien terbanyak di kota Palangkaraya;
sekolah diliburkan; pembatalan penerbangan. Angka kualitas udara (Indeks Standart Pencemaran
Udara/ISPU atau Air Pollution Index/API) juga terus berada di level berbahaya (>500). Mengacu pada
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 289 tahun 2003 tentang Prosedur Pengendalian Dampak
Pencemaran Udara Akibat Kebakaran Hutan terhadap Kesehatan, jika ISPU mencapai angka 300-500,
maka tindakan yang harus dilakukan oleh Dinas Kesehatan dengan instansi terkait adalah segera
melakukan evakuasi selektif bagi balita, ibu hamil, orang tua ke tempat/ruang bebas pencemaran udara.

Dalam perjalanannya, Pemerintah terkesan lamban dan abai dalam menanggulangi bencana kabut asap
dan menangani korban kabut asap tahun ini. Mulai dari proses pencegahan, saat tanggap darurat, hingga
paska bencana. Proses pencegahan yang hanya menitikberatkan pada sosialisasi dan pembuatan sumur
bor tanpa mencabut semua ijin konsesi di atas lahan gambut sebagai penyebab utama kabut asap adalah
tindakan tidak serius pemerintah. Soal keterbatasan tenaga, biaya, alat dan fasilitas untuk pemadaman
dan pemeriksaan kesehatan masih saja disampaikan ketika status tanggap bencana terjadi meski
bencana tiap tahun terjadi.

Penegakan hukum bagi pelaku Karhutla yang sebagian besar menangkap warga/petani-peladang skala
kecil/masyarakat adat tidaklah bisa selesaikan soal pokok penyebab Karhutla yaitu rusaknya lahan
gambut akibat monopoli tanah untuk perluasan kebun sawit skala besar. Saat ini, tercatat 65 orang
warga dan 17 korporasi menjadi tersangka di Kalimantan Tengah.

Secara khusus, kami menilai bahwa petani/peladang skala kecil dan masyarakat adat bukanlah pelaku
utama Karhutla. Pembukaan ladang skala kecil (kurang dari 1-2 ha) bagi petani dan masyarakat adat
ditujukan sepenuhnya untuk bertahan hidup di saat hilang dan rusaknya sebagian besar tanah dan
sumber kekayaan alam yang dirampas korporasi (sawit, tambang, kayu/HPH). Sebagai catatan,
masyarakat adat Dayak telah memiliki sistem pembakaran ladang (nyucul huma) warisan leluhur yang
dijalankan puluhan tahun dan tidak terbukti sebabkan kebakaran hutan. Bahwa pemerintah harus
mengutamakan pemenuhan hak dasar rakyat atas kesehatan, pendidikan, dan perlindungan hukum
dalam penanganan bencana kabut asap tahun ini.

Gugatan warga negara atau Citizen Law Suit (CLS) dilayangkan oleh 7 orang warga korban asap di
Kalimantan Tengah pada 16 Agustus 2016 terhadap pemerintah karena kelalaiannya dalam
penanggulangan bencana kabut asap 2015 sehingga banyak menimbulkan korban jiwa, kerugian secara
sosial dan ekonomi. Pihak tergugat (pemerintah) dalam hal ini adalah Presiden Republik Indonesia,
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional, Menteri Kesehatan, Gubernur Kalimantan Tengah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Provinsi Kalimantan Tengah.

#Stop Asap #Stop Monopoli Tanah | 2


SEKBER ANTI-ASAP KALIMANTAN TENGAH
( SERUNI, BKC GMNI Palangka Raya, GMKI, SEPASI, AGRA, PROGRESS, LBH- Palangkaraya,
Kemitraan, Dayak Voice, JPIC, SOB, WALHI, SP, Retina Institute, PERUATI, PKBI, TCA
GreenPeace, PMK UPR, BEM FISIP UPR)

Pusat Informasi : Jl. RTA Milono km.3 Blok A-3 No. 128 Komplek Perum Bulog, kota Palangkaraya
Kontak : +62 81 332 259 371 (Kartika), +6281 352 704 704 (Dimas), +6285 252 960 916 (Aryo)

Gugatan ini bertujuan untuk mendesak pemerintah agar menjalankan kewajibannya untuk memberikan
hak-hak dasar dan keadilan kepada masyarakat berdasar aturan perundangan yang berlaku. Gugatan
ini seharusnya dilihat sebagai hal baik dan seharusnya dilakukan sejak awal oleh pemerintah jika
memang memiliki kepedulian sepenuhnya untuk mengutamakan kepentingan rakyatnya. Akan tetapi,
tindakan berbeda justru ditunjukkan oleh pemerintah dengan cara mengajukan banding atau keberatan
mulai tingkat pengadilan negeri hingga Mahkamah Agung.

Keputusan MA Nomor 3555 K/PDT/2018 tertanggal 19 Juli 2019 dikeluarkan untuk menguatkan
Putusan Pengadilan Negeri Palangkaraya Nomor 118/Pdt.G/2016/PN.Plk tertanggal 6 Maret 2017 dan
Putusan Pengadilan Tinggi Palangkaraya Nomor 36/PDT/2017/PT/PLK tertanggal 7 September 2017.
Dalam putusan tersebut dinyatakan bahwa pemerintah terbukti lalai dan tidak optimal melakukan
upaya pencegahan dan penanggulangan Karhutla yang sebabkan kabut asap. Pemerintah juga telah
melakukan pelanggaran hukum karena tidak menjalankan kewajibannya sebagaimana diatur dalam
undang-undang terkait penanganan kebakaran hutan dan lahan. Pemerintah justru abai dan lepas
tanggung jawab dengan melakukan banding melawan Gugatan warga Negara.

Simpulan Pandangan dan Sikap Sekber Anti-Asap Kalimantan Tengah


Berdasar kenyataan yang secara singkat kami paparkan, kami berpandangan bahwa akar soal bencana
asap terletak pada masih dipertahankannya sistem monopoli tanah oleh Tuan Tanah Besar di Indonesia
baik perusahaan atau negara. Sehingga, menghapuskan sistem monopoli tanah menjadi hal mendasar
untuk selesaikan bencana kabut asap yang selam ini terjadi. Untuk itu, kami Sekber Anti-Asap
Kalimantan Tengah mengusung slogan kampanye “Stop Asap, Stop Monopoli Tanah !” dalam
menyikapi bencana asap pada tahun ini.

Pemerintah harus sepenuhnya mengutamakan kepentingan rakyat dan berani melawan segala bentuk
ketidakadilan dan keserakahan yang secara terang dilakukan perusahaan/korporasi besar dalam
mengeruk sumber daya alam. Untuk itu, kami Sekber Anti-Asap Kalimantan Tengah secara tegas
meminta pertanggungjawaban pemerintah Jokowi-JK untuk segera melakukan tindakan :

1. Jalankan segera Keputusan MA Nomor 3555 K/PDT/2018 tertanggal 19 Juli 2019 yang
menyatakan kepada Pemerintah Republik Indonesia yaitu :
a. Presiden RI segera menerbitkan Peraturan Pelaksana dari UU Nomor 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Terutama bagi pencegahan
dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan dengan melibatkan peran serta
masyarakat;
b. Presiden RI segera mengeluarkan PP tentang Tim Gabungan Pencegahan dan
Penanggulangan Karhutla;
c. Menteri LHK, Menteri Pertanian, Menteri ATR/BPN, dan Gubernur Kalimantan Tengah
segera melakukan penegakan hukum secara tegas terhadap perusahaan - perusahaan
yang terbukti membakar;
d. Presiden RI bersama Menteri LHK, Menteri Kesehatan dan Gubernur Kalimantan Tengah
segera mendirikan Rumah Sakit khusus paru dan penyakit lain akibat pencemaran asap
yang dapat di akses secara gratis; membuat tempat ruang bebas pencemaran yang dapat

#Stop Asap #Stop Monopoli Tanah | 3


SEKBER ANTI-ASAP KALIMANTAN TENGAH
( SERUNI, BKC GMNI Palangka Raya, GMKI, SEPASI, AGRA, PROGRESS, LBH- Palangkaraya,
Kemitraan, Dayak Voice, JPIC, SOB, WALHI, SP, Retina Institute, PERUATI, PKBI, TCA
GreenPeace, PMK UPR, BEM FISIP UPR)

Pusat Informasi : Jl. RTA Milono km.3 Blok A-3 No. 128 Komplek Perum Bulog, kota Palangkaraya
Kontak : +62 81 332 259 371 (Kartika), +6281 352 704 704 (Dimas), +6285 252 960 916 (Aryo)

di akses yang mudah terutama di daerah-daerah; serta menyiapkan petunjuk teknis


evakuasi dan memastikan evakuasi berjalan secara lancar;
e. Presiden RI bersama Menteri LHK dan Gubernur Kalimantan Tengah diminta untuk
membuat peta kerawanan kebakaran hutan, lahan dan perkebunan serta membuat
kebijakan standat peralatan pengendalian Karhutla;
f. Menteri LHK segera merevisi Rencana Kehutanan Tingkat Nasional yang tercantum
dalam Permenhut No.41 tahun 2011 tentang Standar Fasilitas Sarana dan Prasarana
Kesatuan pengelolaan Hutan Lindung Model dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
Model;
g. Gubernur Kalimantan Tengah segera mengumumkan kepada publik tentang lahan-lahan
yang terbakar dan perusahaan pemegang ijinnya.
h. Gubernur Kalimantan Tengah segera membuat tim khusus pencegahan dini Karhutla di
seluruh wilayah yang berbasis pada wilayah Desa yang beranggotakan masyarakat lokal;
i. Gubernur Kalimantan Tengah dan DPRD Provinsi Kalimantan Tengah segera menyusun
dan mengesahkan Perda yang mengatur tentang perlindungan kawasan lindung seperti
yang diamanatkan dalam Kepres No.32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
lindung;

2. Cabut semua ijin perusahaan yang berada di areal gambut dan perusahaan yang terbukti
melakukan pembakaran. Pemilik perusahaan/korporasi harus bertanggungjawab secara
pidana dan perdata dengan mengganti kerugian akibat bencana dan biaya pemulihan
lingkungan

3. Bebaskan dan berikan perlindungan hukum kepada peladang/petani skala kecil dan
masyarakat adat yang membuka lahan dengan cara membakar untuk mempertahankan
kehidupannya;

4. Kembalikan tanah-tanah milik petani dan masyarakat adat yang telah di rampas oleh
Perusahaan Besar (sawit, tambang, kayu)

Demikian sikap kami dari Sekber Anti-Asap Kalimantan Tengah dalam menyikapi bencana kabut asap
tahun 2019 ini.

Stop Asap ! Stop Monopoli Tanah !

Palangkaraya, 20 September 2019

Janang Firman P
Koordinator Lapangan

#Stop Asap #Stop Monopoli Tanah | 4

Anda mungkin juga menyukai