Anda di halaman 1dari 15

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Sejarah Pencak silat

Pencak Silat diperkirakan menyebar di kepulauan nusantara semenjak

abad ke-7 masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat dipastikan. Asal mula

ilmu bela diri di nusantara ini kemungkinan berkembang dari keterampilan suku-

suku asli Indonesia dalam berburu dan berperang dengan menggunakan parang,

perisai, dan tombak, misalnya seperti dalam tradisi suku Nias yang hingga abad

ke-20 relatif tidak tersentuh pengaruh luar.

Tradisi silat diturunkan secara lisan dan menyebar dari mulut ke mulut,

diajarkan dari guru ke murid, sehingga catatan tertulis mengenai asal mula silat

sulit ditemukan. Sejarah silat dikisahkan melalui legenda yang beragam dari satu

daerah ke daerah lain. Legenda Minangkabau, silat (bahasa Minangkabau: silek)

diciptakan oleh Datuk Suri Diraja dari Pariangan, Tanah Datar di kaki Gunung

Marapipada abad ke-11. Kemudian silek dibawa dan dikembangkan oleh para

perantau Minang ke seluruh Asia Tenggara.

Demikian pula cerita rakyat mengenai asal mula silat aliran Cimande, yang

mengisahkan seorang perempuan yang mencontoh gerakan pertarungan antara

harimau dan monyet. Setiap daerah umumnya memiliki tokoh persilatan

(pendekar) yang dibanggakan. Hal ini karena sejak awal kebudayaan Melayu telah

mendapat pengaruh dari kebudayaan yang dibawa oleh pedagang maupun

perantau dari India, Cina, dan mancanegara lainnya.

8
9

Perkembangan silat secara historis mulai tercatat ketika penyebarannya

banyak dipengaruhi oleh kaum penyebar agama pada abad ke-14 di nusantara.

Kala itu pencak silat diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di surau

atau pesantren. Silat menjadi bagian dari latihan spiritual. Silat lalu berkembang

dari ilmu beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara

untuk menghadapi penjajah asing.

Silat saat ini telah diakui sebagai budaya suku Melayu dalam pengertian

yang luas yaitu para penduduk daerah pesisir pulau Sumatera dan Semenanjung

Malaka, serta berbagai kelompok etnik lainnya yang menggunakan lingua

franca bahasa Melayu di berbagai daerah di Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi,

dan pulau-pulau lain-lainnya yang juga mengembangkan beladiri ini. Beberapa

organisasi silat nasional antara lain adalah Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) di

Indonesia.

Salah satu pendiri Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) di Indonesia

adalah Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) atau yang dikenal dengan SH

Terate adalah suatu persaudaraan "perguruan" silat yang bertujuan mendidik dan

membentuk manusia berbudi luhur,tahu benar dan salah, bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, mengajarkan kesetiaan pada hati sanubari sendiri serta

mengutamakan persaudaraan antar warga (anggota) dan berbentuk sebuah

organisasi yang merupakan rumpun/aliran Persaudaraan Setia Hati (PSH).

SH Terate termasuk salah satu 10 perguruan silat yang turut mendirikan

Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) pada konggres pencak silat tanggal 28 Mei

1948 di Surakarta. Cabang SH Terate tersebar di 200 kota/kabupaten di Indonesia

dan komisariat luar negeri di Malaysia, Belanda, Russia (Moskow), Timor Leste,
10

Hongkong, Korea Selatan, Jepang, Belgia dan Perancis, dengan keanggotaan

(disebut Warga) mencapai 8 juta orang.

Pada tahun 1917 Ki Ageng Soerodwirjo pindah ke Madiun dan

membangun dan mendirikan Persaudaraan "perguruan" Silat bernama

Persaudaraan Setia Hati di desa Winongo Madiun. Pada saat itu Persaudaraan

Setia Hati bukanlah/belum menjadi organisasi, Setia Hati adalah persaudaraan

(kadang) saja di antara siswa, karena pada saat itu organisasi Pencak Silat tidak

diizinkan oleh kolonialisme Belanda. "Setia Hati" berarti Setia pada Hati (diri)

sendiri".

Soerodiwirjo lahir keluarga bangsawan di daerah Gresik (versi lain di

Madiun) Jawa Timur, Indonesia, pada kuartal terakhir abad ke-19. Dia dijuluki

sebagai "Ngabei" sebuah gelar bangsawan eksklusif yang diberikan oleh Sultan

dan hanya untuk mereka yang telah membuktikan dirinya layak secara rohani. Dia

tinggal dan bekerja di berbagai lokasi di pulau Jawa dan Sumatera dan belajar

gaya Pencak Silat dari berbagai aliran. Di Sumatera juga belajar kerokhanian

(kebatinan) pada seorang guru spiritual.

Kombinasi ajaran spiritual (kebatinan) dan gaya pencak silat yang terbaik

dari berbagai aliran ini yang menjadi dasar untuk silat Setia Hati. Ki Ageng Hadji

Soerodiwirjo meninggal pada 10 November 1944 di Madiun.

2. Pengertian Pencak Silat

Pencak adalah permainan atau sebuah keahlian untuk mempertahankan

diri dengan kepandaian menangkis, mengelak, dsb (Hasan Alwi dkk, 2008:1043).

Sedangkan silat adalah olahraga jenis permainan yang didasarkan pada


11

ketangkasan menyerang dan membela diri, dengan memakai atau tanpa senjata

apapun (Hasan Alwi dkk, 2008:1306). Jadi dapat disimpulkan bahwa pencak silat

merupakan suatu kepandaian berkelahi dan seni bela diri khas Indonesia dengan

ketangkasan membela diri serta menyerang untuk petandingan atau perkelahian.

Menurut Abdus Syukur (dalam Sucipto, 2001:26-28), pencak adalah

suatu gerakan langkah keindahan dengan menghindar yang disertai gerakan yang

mempunyai unsur komedi. Pencak dapat dipertontonkan sebagai sarana hiburan.

Silat adalah inti sari dari pencak, yakni kemahiran untuk perkelahian atau

membela diri yang tidak dapat dipertunjukan di depan umum. Pada akhirnya, PB

IPSI pada tahun 1975 (dalam Sucipto, 2001:26-28) mendefinisikan bahwa pencak

silat adalah hasil suatu budaya manusia Indonesia untuk membela diri,

mempertahankan eksistensi dan integritasnya terhadap lingkungan hidup untuk

mencapai keselarasan atau keseimbangan hidup untuk meningkatkan iman dan

taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

R. Kotot Slamet Hariyadi (2003:2) menjelaskan bahwa pencak silat

lebih berfungsi pada upaya mempertahankan diri dari berbagai ancaman,

khusus yang datang dari sesama manusia. Menurut Sucipto, (2007: 10) “pencak

silat merupakan ilmu bela diri warisan budaya nenek moyang bangsa Indonesia

untuk mempertahankan kehidupannya, manusia selalu membela diri dari

ancaman alam, binatang, maupun sesamanya yang dianggap mengancam

integritasnya”.

Menurut Johansyah Lubis, (2004: 1) “Pencak silat merupakan salah satu

budaya asli Indonesia, para pendekar dan para pakar silat meyakini bahwa

masyarakat melayu menciptakan dan menggunakan ilmu bela diri ini sejak masa
12

prasejarah”. Berdasarkan arti kata pencak silat dapat dirumuskan bahwa, pencak

silat merupakan gerak dasar beladiri yang didasarkan pada peraturan yang berlaku

yang bersumber dari kerohanian dan menghindari dari segala malapetaka.

Pencak silat merupakan olahraga asli bangsa Indonesia warisan nenek

moyang kita. Silat adalah sebuah gerak serang bela yang erat hubungannya

dengan rohani. Menurut Atok Iskandar dalam Khasanah Pencak Silat (1997:35)

bela diri Indonesia memiliki 3 tingkatan dengan urutan Pencak, Pencak silat dan

silat. Masing-masing berbeda-beda fungsi dan tujuanya. Berdasarkan paparan dari

para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pencak adalah gerak dasar bela diri

yang terikat pada aturan tertentu dan digunakan dalam belajar dan latihan atau

pertunjukan.

3. Gerak Dasar Pencak Silat

Rusli Lutan (dalam Herman Tarigan, 2003:23) membagi tiga gerakan

dasar yaitu, lokomotor, gerak non lokomotor serta gerak manipulatif. Pengertian

dari gerak dasar pencak silat adalah suatu gerak terencana, terarah, terkoordinasi

dan terkendali, yang mempunyai empat aspek sebagai satu kesatuan. Aspek yang

dimaksud adalah aspek mental dan spiritual, aspek bela diri,aspek olahraga, serta

aspek seni budaya. Pencak silat merupakan cabang olahraga yang cukup lengkap

untuk dipelajari karena memiliki empat aspek yang merupakan satu kesatuan yang

utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan (Johansyah Lubis, 2014: 17)

a. Kuda-kuda

Istilah kuda-kuda sangat akrab digunakan dalam bela diri pencak silat.

Posisi ini digambarkan seperti orang yang menunggang kuda agar mudah
13

mengingatnya. Kuda-kuda merupakan posisi dasar dalam melakukan teknik

pencak silat selanjutnya. Kuda-kuda adalah teknik yang memperlihatkan sikap

dari kedua kaki dalam keadaan statis. Teknik kuda-kuda juga digunkan sebagai

latihan dasar pencak silat dalam memperkuat otot kaki. Dalam melakukan kuda-

kuda, otot yang dominan adalah qudriseps femoris dan hamstring.

b. Sikap Pasang

Sikap pasang mempunyai pengertian sikap taktik untuk menghadapi lawan

yang berpola menyerang atau menyambut. Apabila ditinjau dari system bela diri,

sikap pasang berarti kondisi siap tempur yang optimal. Sikap pasang merupakan

kombinasi dari berbagai teknik seperti kuda-kuda, sikap tubuh serta sikap tangan.

Sikap pasang ditinjau dari taktik penggunaan terdiri dari sikap pasang terbuka,

yakni sikap pasang dengan sikap tangan dan lengan yang tidak melkindungi tubuh

dan sikap pasang tertutup, yakni sikap pasang dengan sikap tangan dan lengan

yang melindungi tubuh.

c. Belaan

Belaan adalah upaya untuk menggagalkan serangan dengan tangkisan atau

hindaran. Belaan terbagi dua, yakni tangkisan dan hindaran. Tangkisan adalah

suatu teknik belaan untuk menggagalkan serangan lawan dengan melakukan

tindakan menahan serangan lawan dengan tangan, kaki, dan tubuh.

d. Hindaran

Hindaran adalah suatu teknik menggagalkan serangan lawan yang

dilakukan tanpa menyentuh tubub lawan (alat serang).


14

e. Pukulan

Olahraga pencak silat terdapat istilah yang menyebutkan bahwa yang

dimaksud dengan pukulan adalah berbagai macam teknik serangan yang

dilakukan dengan mempergunakan tangan kosong sebagai komponennya. Dalam

pelaksanaan teknik pukulan pada pencak silat tidak semuanya dapat dilakukan

atau digunakan. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan efisiensi dan

efektivitas serta keselamatan dari seorang pesilat. Teknik pukulan yang sering

dipergunakan adalah pukulan depan, pukulan sangkal/bandul, pukulan samping,

dan pukulan melingkar.

f. Tendangan

Pengertian tendangan adalah teknik serangan yang digunakan untuk

serangan jarak jangkauan jauh serta sedang dengan menggunakan tungkai sebagai

komponen atau pusat penyerangan. Teknik-teknik tendangan yang terdapat dalam

pencak silat pada prinsipnya dapat dipergunakan untuk menyerang dalam

pertandingan olahraga pencak silat. Tidak semua teknik tendangan dalam olahraga

pencak silat digunakan dalam pertandingan. Hal tersebut dilakukan berdasarkan

efisiensi pelaksanaan teknik tendangan dan efektivitas untuk memperoleh angka

atau nilai dalam pertandingan. Teknik tendangan yang digunakan pada

pertandingan pencak silat olahraga antara lain tendangan lurus, sabit, ”T”,

belakang, jejag, dan gajul.

4. Media Pembelajaran

Media merupakan sarana pembelajaran yang digunakan untuk

menyampaikan informasi kepada siswa yang bertujuan untuk membuat siswa


15

mengerti. Media adalah pembawa pesan yang berasal dari suatu sumber pesan

(dapat berupa orang atau benda) kepada penerima pesan. Proses belajar mengajar

terdapat penerima pesan, penerima pesan itu adalah siswa. Media itu berinteraksi

dengan siswa melalui indera yang mereka gunakan. Siswa dirangsang dengan

media itu untuk menerima informasi. Kadang-kadang siswa dituntut untuk

menggunakan kombinasi dari beberapa indera supaya dapat menerima pesan itu

lebih lengkap.

Media pembelajaran adalah suatu alat bantu yang digunakan oleh guru

agar kegiatan belajar berlangsung secara efektif. Sadiman (2006:7) media adalah

segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke

penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta

perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Trianto

(2010:199) berpendapat bahwa media merupakan komponen strategi

pembelajaran yang memuat materi yang ingin disampaikan, tujuan yang ingin

dicapai adalah terjadinya proses belajar.

Menurut Hamalik (1994:12) media pembelajaran merupakan alat, metode

dan teknik yang digunakan untuk mengefektifkan interaksi dan komunikasi antar

guru dan siswa dalam proses pembelajaran di sekolah. Berdasarkan beberapa

pendapat para ahli di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa media

pembelajaran adalah suatu alat bantu yang digunakan oleh guru untuk menunjang

keberhasilan proses pembelajarn serta merangsang siswa untuk bergairah dalam

belajar.

Menurut Anitah (2008:11) media pembelajaran dapat diartikan sebagai

sesuatu yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada


16

penerima pesan. Media yang ada sekarang ini memiliki ragam yang bervariasi.

Terdapat tiga klasifikasi media pembelajaran yaitu, media visual, media audio dan

media audio visual. Menurut Anitah (2008:12) media visual juga disebut media

pandang, karena seseorang dapat menghayati media tersebut melalui

penglihatannya. Anitah (2008:44) berpendapat bahwa media audio merupakan

suatu media untuk menyampaikan pesan dari pengirim ke penerima pesan melalui

indera pendengaran. Pengertian dari media audio visual adalah media yang tidak

hanya dapat melihat atau mengamati sesuatu melainkan sekaligus dapat

mendengar (Anitah, 2008:52).

Menurut Siahaan (2007:93) berpendapat bahwa tujuan adanya media

pembelajaran adalah agar kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik dan

variatif sehingga para siswa dapat belajar dari berbagai sumber belajar yang tidak

hanya terbatas pada guru dan buku paket atau buku teks. Menurut Zulkarnain

(2010:84) menyatakan bahwa media mempunyai peran yang besar dalam

mengefektifkan komunikasi dan mempermudah siswauntuk menerima materi

pelajaran. Pendapat yang sama disampaikan oleh Susilana dan Cepi (2008:5) yang

mengungkapkan bahwa kata media berasal dari kata latin yang merupakan bentuk

jamak dari kata medium, yang mempunyai arti perantara atau pengantar.

Scharamm (dalam Susilana dan Cepi, 2008:6) memberikan pengertian

mengenai media pembelajaran yaitu, teknologi pembawa pesan yang dapat

dimanfaatkan untuk keperluaan pembelajaran. Pendapat lain dikemukakan para

ahli Assosiasi Pendidikan Nasional (National Education Association/NEA),

(dalam Susilana dan Cepi, 2008:6) memberikan pengertian yang berbeda


17

mengenai media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak

maupun pandang dengar, termasuk perangkat kerasnya.

Media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan

untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang

pikiran, perasaan, perhatian, minat serta perhatian siswa sehingga proses belajar

terlaksana dengan baik (Sadiman, 2002:6). Menurut Azhar Arsyad (2005:7) media

pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar baik di dalam

maupun di luar kelas. Menurut EACT yang dikutip oleh Rohani (1997:2) media

adalah segala sesuatu atau bentuk yang digunakan dan dimanfaatkan dalam proses

penyampaian informasi.

5. Jenis Media Pembelajaran

Media meliputi semua sumber belajar yang dibutuhkan oleh siswa untuk

meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran

mempunyai banyak jenisnya, yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan guru

dan diperlukan saat kegiatan belajar berlangsung. Rudi & Breatz (dalam Trianto,

2010:201) mengklasifikasikan media kedalam tujuh komponen media, yaitu: a)

media audio visual gerak, b) media audio visul diam, c) media audio semi gerak,

d) media visual gerak, e) media visual diam, f) media audio, dan g) media cetak.

Menurut Asyhar (2012: 44) ada empat jenis media pembelajaran, yaitu: a)

Media visual, b) Media audio, c) Media audio-visual, d) Multimedia. Susilana

(2009:209) yang mengelompokkan media berdasarkan bentuk penyajian dan cara

penyajiannya membagi media dalam tujuh kelompok yaitu (a) media grafis, bahan

cetak, dan gambar diam; (b) media proyeksi diam; (c) media audio; (d) media
18

audio visual; (e) media gambar hidup/film; (f) media televisi; (g) multi media.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa jenis-jenis

media yang dapat diterapkan dalam pembelajaran dikelas sangatlah beragam.

Guru dapat mempergunakan media tersebut sesuai dengan kebutuhannya.

6. Media Audio Visual

Menurut Basuki Wibana dan Farida Mukti (2001:67) menyatakan bahwa,

dengan karakteristik yang lebih lengkap, media audio visual memiliki kemampuan

untuk dapat mengatasi kekurangan dari media audio atau media visual semata.

Misalnya film bingkai dan film rangkaian yang dilengkapi dengan suara. Media

ini menjadi lebih efektif penggunannya bila dibandingkan dengan media pesan

visual saja (seperti gambar cetak yang disusun berurutan).

Media audio visual dapat merangsang peserta didik lebih berkonsentrasi

dan lebih memahami materi yang diajarkan karena penyampaian materi dengan

media audio visual bisa lebih menarik perhatian daripada penyampaian materi

melalui ceramah. Selain itu, media audio visual memberikan kesan positif karena

lebih menarik, lebih menyenangkan, dan memberikan memori yang kuat pada

peserta didik. Media audio visual menstimulasi indera pendengaran dan

penglihat-an siswa sehingga siswa dapat lebih memahami dan meresapi makna

yang terkandung dalam tayangan media tersebut. Hal tersebut diharapkan

mempermudah siswa dalam menerima pesan.

Media audio visual adalah media yang menyajikan materi dengan

memanfaatkan indera pendengaran dan pengelihatan sebagai alat penyerapan

informasi (Arsyad, 2011:148). Menurut Djamarah (2002: 136), media audio-


19

visual yaitu media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Menurut

Djamarah dan Zain (2006:124), media audio visual adalah media yang

mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Sedangkan menurut Basuki Wibawa

dan Farida Mukti (2001:72) media audio-visual seperti film ataupun video,

dapat membantu mengatasi hambatan yang ada dalam pembelajaran.

7. Penelitian dan Pengembangan Borg and Gall

Kebutuhan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran

dirasakan terus meningkat, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Ilmuwan, peneliti, mahasiswa, bahkan guru sudah banyak mencari

solusi masalah pembelajaran lewat penelitian dan pengembangan (Adelina,

2016:41). Kegiatan research dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan

kebutuhan pengguna (needs assesment), sedangkan kegiatan development

dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan perangkat/produk yang dapat

digunakan dalam proses pembelajaran (Adelina, 2016:41).

Pemahaman ini tidak tidak terlalu tepat. Karena kigiatan research tidak

hanya dilakukan pada tahap needs assessment, tapi juga pada proses

pengembangan produk. Pada tahap pengembangan, penelitian dilakukan melalui

kegiatan pengumpulan data, analisis data, validasi ahli, dan validasi empiris atau

uji-coba. Kata pengembangan (development) mengacu pada produk yang

dihasilkan dalam proyek penelitian (Adelina, 2016:41-42). Penelitian dan

pengembangan atau research and development (R&D) bertujuan untuk

mengembangkan, menguji kemanfaatan dan efektivitas produk yang


20

dikembnagkan, berupa produk teknologi, material, organisasi, metode, strategi,

model, alat bantu belajar dan sebagainya (Adelina, 2016:42).

Borg and Gall (1983:772) mengungkapkan bahwa penelitian

pengembangan merupakan proses yang digunakan untuk mengembangkan serta

memvalidasi produk pendidikan. Pendapat lain dikemukakan oleh Sukmadinata

(2007:164) bahwa, ”penelitian pengembangan atau Research and Development

adalah sebuah strategi atau metode penelitian yang cukup ampuh untuk

memperbaiki praktik.” Pada dasarnya Model Borg dan Gall bagian dari penelitian

pengembangan (R&D) yang memiliki kelebihan: 1) Mampu mengatasi

kebutuhan nyata dan mendesak (real needs in the here-and-now) melalui

pengembangan solusi atas suatu masalah sembari menghasilkan pengetahuan yang

bisa digunakan di masa mendatang. 2) Mampu menghasilkan produk ataupun

model pembelajaran yang memiliki nilai validasi tinggi. 3) Mendorong proses

inovasi produk atau model pembelajaran yang tiada henti sehingga diharapkan

akan selalu ditemukan produk atau model pembelajaran yang selalu aktual dengan

tuntutan kekinian. 4) Merupakan penghubung antara penelitian yang bersifat

teoritis dan penelitian yang bersifat lapangan.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Siti

Fatmawati Utami yang dilakukan pada tahun 2013. Judul dari penelitian tersebut

adalah Pengembangan Media Audio Visual untuk Menunjang Pembelajaran

Membaca Indah Tembang Dolanan pada Siswa Kelas 2 Sekolah Dasar. Hasil dari

penelitian tersebut menyebutkan bahwa media audio visual sangat efektif


21

digunakan dalam pembelajaran siswa sekolah dasar, khususnya pada kelas 2

sekolah dasar. Penelitian ini dilakukan di kelas 2 SD Unggulan Muslimat NU

Kudus.

Tabel 2.1 Analisis Penelitian yang Relevan


Aspek Penelitian oleh Siti Fatmawati Penelitian yang akan dilakukan
Penelitian Utami saat ini.
Jenis Penelitian Pengembangan Penelitian Pengembangan
Penelitian
Produk Media Audio visual Media Audio Visual

Model Model Penelitian R&D Model Penelitian R&D


Penelitian
Fokus Materi Membaca Indah Tembang Materi Gerak Dasar Pencak Silat,
Penelitian Dolanan, Bahasa Jawa. Penjasorkes.
Tempat SD Unggulan Muslimat NU Kudus SDN 5 Nglebeng Trengggalek
Penelitian
Subjek Siswa kelas 2 sekolah dasar Siswa kelas V sekolah dasar
Penelitian
Tujuan Pengembangan Media Audio Visual Pengembangan Media Pembelajaran
Penelitian untuk Menunjang Pembelajaran Audio Visual Gerak Dasar Pencak
Membaca Indah Tembang Dolanan Silat Sekolah Dasar.
pada Siswa Kelas 2 Sekolah Dasar.

Tabel 2.2 Analisis Penelitian yang Relevan


Aspek Penelitian oleh Muhammad Penelitian yang akan dilakukan
Penelitian Arinalhaq dan Danang saat ini.
Tandyonomanu
Jenis Penelitian Pengembangan Penelitian Pengembangan
Penelitian
Produk Media Audio visual Media Audio Visual

Model Model Penelitian 4-D Model Penelitian R&D


Penelitian
Fokus Materi Mengidentifikasi Unsur Cerita Materi Gerak Dasar Pencak Silat,
Penelitian Rakyat, Bahasa Indonesia Penjasorkes.
Tempat SD NU Trate Gresik SDN 5 Nglebeng Trengggalek
Penelitian
Subjek Siswa kelas 5 sekolah dasar Siswa kelas V sekolah dasar
Penelitian
Tujuan Pengembangan Media Audio Visual Pengembangan Media Pembelajaran
Penelitian pada Mata Pelajaran Bahasa Audio Visual Gerak Dasar Pencak
Indonesia Kompetensi Dasar Silat Sekolah Dasar.
Mengidentifikasi Unsur Cerita
Rakyat Kelas 5 di SD NU Trate
Gresik
22

C. Kerangka Pikir

Penggunaan media dalam pembelajaran belum


maksimal, kurangnya motivasi siswa dalam
pembelajaran gerak dasar pencak silat.

Perencanaan produk dan desain Media


pembelajaran audio visual

Pengembangan produk media


pembelajaran audio visual gerak dasar
pencak silat

Uji coba media pembelajaran audio visual


gerak dasar pencak silat pada kelompok kecil
yang melibatkan 4 orang siswa

Revisi produk audio visual gerak dasar


pencak silat

Uji coba media pembelajaran audio visual


gerak dasar pencak silat pada kelompok besar
yang melibatkan 12 orang siswa

Media Pembelajaran Audio Visual Gerak


Dasar Pencak Silat Sekolah Dasar

Gambar 2.1. Bagan kerangka berpikir

Anda mungkin juga menyukai