PEMBAHASAN
4
2.1.2 Etiologi
Faktor-faktor yang telah diteliti sebagai factor resiko osteoarthritis lutut antara
lain usia lebih dari 50 tahun, jenis kelamin perempuan, ras/etnis, genetis,
kebiasaan merokok, konsumsi vitamin D, obesitas, osteoporosis, diabetes meitus,
hipertensi, hiperurisemi, histerektomi, manisektomi, riwayat trauma lutut,
kelainan anatomis, kebiasaan bekerja dengan beban berat, aktivitas fisik berat dan
kebiasaan olah raga (Wahyuningsih, 2009). Terjadi peningkatan dari angka
kejadian osteoarthritis selam atau segera setelah menopause karena factor
hormone seks (Sheikh, 2013).
1) Peningkatan Usia
Osteoarthritis biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai penderita
osteoarthritis yang berusia dibawah 40 tahun. Usia rata-rata laki yang
mendapat osteoarthritis sendi lutut yaitu pada umur 59 tahun dengan puncak
pada usia 55-64 yahun, sedangkan wanita 65,3 tahun dengan puncak pada
usia 65-74 tahun. Presentase pasien dengan osteoathritis berdasarkan usia
RSU dr. Soedarso menunjuk bahwa pada usia 43-48 tahun (13,30%), usia
49-54 tahun(16,06%), dan usia 55-60 tahun meningkat(27,98%)
2) Obesitas
Membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang bekerja
dengan lebih berat, diduga member andil pada terjadinya osteoathritis.
5
Setiap kilogram penambahan berat badan atau masa tubuh dapat
mengurangi resiko terjadinya osteoathritis atau memperarah keadaan
steoarthritis lutut.
4) Riwayat Trauma
Cedera sendi, terutama pada sendi-sendi penumpu berat tubuh seperti sendi
pada lutut berkaitan dengan resiko osteoathritis yang lebih tinggi. Trauma
lutut yang akut termasuk robekan terhadap ligamentum krusiatum dan
meniscus merupakan factor timbulnya osteoarthritis lutut (Wahyuningsih,
2009)
6) Faktor Genetik
Factor herediter juga berperan padsa timbulnya osteoathritis. Adanya mutasi
dalam gen prokologen atau gen-gen structural lain untuk unsur-unsur tulang
rawan sendi seperti kolagen dan proteoglikan berperan dalam timbulnya
kecenderungan familiar pada osteoarthritis (Wahyuningsih, 2009)
6
7) Kelainan Pertumbuhan Tulang
Pada kelainan kongenital atau pertumbuhan tulang paha seperti penyakit
perthes dan dislokasi kongenitas tulang paha dikaitkan dengan timbulnya
osteoarthritis paha pada usia muda.
2.1.3 Patofisiologi
Osteoartritis selama ini dipandang sebagai akibat dari suatu proses
penuaan yang tidak dapat dihindari. Namun, penelitian para pakar terbaru
menyatakan bahwa OA ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari
metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang
7
penyebabnya belum diketahui. Jejas mekanis dan kimiawi diduga merupakan
faktor penting yang merangsang terbentuknya molekul abnormal dan produk
degradasi kartilago di dalam cairan sinovial sendi yang mengakibatkan terjadi
inflamasi sendi, kerusakan kondrosit, dan nyeri. Jejas mekanik dan kimiawi pada
sinovial sendi yang terjadi multifaktorial antara lain karena faktor umur,
humoral, genetik, obesitas, stress mekanik atau penggunaan sendi yang
berlebihan, dan defek anatomic.
Kartilago sendi merupakan target utama perubahan degeneratif pada OA.
Kartilago sendi ini secara umum berfungsi untuk membuat gerakan sendi bebas
gesekan karena terendam dalam cairan sinovial dan sebagai “shock absorber”,
penahan beban dari tulang. Pada OA, terjadi gangguan homeostasis dari
metabolisme kartilago sehingga terjadi kerusakan struktur proteoglikan kartilago,
erosi tulang rawan, dan penurunan cairan sendi.Kartilago sendi merupakan target
utama perubahan degeneratif pada OA.
Tulang rawan (kartilago) sendi dibentuk oleh sel kondrosit dan matriks
ekstraseluler, yang terutama terdiri dari air (65%-80%), proteoglikan, dan
jaringan kolagen. Kondrosit berfungsi mensintesis jaringan lunak kolagen tipe II
untuk penguat sendi dan proteoglikan untuk membuat jaringan tersebut elastis,
serta memelihara matriks tulang rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi
tetap terjaga dengan baik. Kartilago tidak memiliki pembuluh darah sehingga
proses perbaikan pada kartilago berbeda dengan jaringan-jaringan lain. Di
kartilago, tahap perbaikannya sangat terbatas mengingat kurangnya vaskularisasi
dan respon inflamasi sebelumnya .
Secara umum, kartilago akan mengalami replikasi dan memproduksi
matriks baru untuk memperbaiki diri akibat jejas mekanis maupun kimiawi. 15
Namun dalam hal ini, kondrosit gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan
memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler,
termasuk produksi kolagen tipe I, III, VI, dan X yang berlebihan dan sintesis
proteoglikan yang pendek. Akibatnya, terjadi perubahan pada diameter dan
orientasi serat kolagen yang mengubah biomekanik kartilago, sehingga kartilago
sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya.
8
Beberapa keadaan seperti trauma/jejas mekanik akan menginduksi
pelepasan enzim degradasi, seperti stromelysin dan Matrix Metalloproteinases
(MMP). Stromelysin mendegradasi proteoglikan, sedangkan MMP mendegradasi
proteoglikan dan kolagen matriks ekstraseluler. MMP diproduksi oleh kondrosit,
kemudian diaktifkan melalui kaskade yang melibatkan proteinase serin (aktivator
plasminogen), radikal bebas, dan beberapa MMP tipe membran. Kaskade
enzimatik ini dikontrol oleh berbagai inhibitor, termasuk TIMP dan inhibitor
aktivator plasminogen. Tissue inhibitor of metalloproteinases (TIMP) yang
umumnya berfungsi menghambat MMP tidak dapat bekerja optimal karena di
dalam rongga sendi ini cenderung bersifat asam oleh karena stromelysin (pH
5,5), sementara TIMP baru dapat bekerja optimal pada pH 7,5 (Maya Yanuarti,
2014).
Agrekanase akan memecah proteoglikan di dalam matriks rawan sendi
yang disebut agrekan. Ada dua tipe agrekanase yaitu agrekanase 1 (ADAMT-4)
dan agrekanase 2 (ADAMT-11). Enzim lain yang turut berperan merusak
kolagen tipe II dan proteoglikan adalah katepsin, yang bekerja pada pH rendah,
termasuk proteinase aspartat (katepsin D) dan proteinase sistein (katepsin B, H,
K, L dan 16 S) yang disimpan di dalam lisosom kondrosit. Hialuronidase tidak
terdapat di dalam rawan sendi, tetapi glikosidase lain turut berperan merusak
proteoglikan.
Pada osteoartritis, mediator-mediator inflamasi ikut berperan dalam
progresifitas penyakit. Selain pelepasan enzim-enzim degradasi, faktor-faktor
pro inflamasi juga terinduksi dan dilepaskan ke dalam rongga sendi, seperti
Nitric Oxide (NO), IL-1β, dan TNF-α. Sitokin-sitokin ini menginduksi kondrosit
untuk memproduksi protease, kemokin, dan eikosanoid seperti prostaglandin dan
leukotrien dengan cara menempel pada reseptor di permukaan kondrosit dan
menyebabkan transkripsi gen MMP sehingga produksi enzim tersebut
meningkat. Akibatnya sintesis matriks terhambat dan apoptosis sel meningkat.
Sitokin yang terpenting adalah IL-1. IL-1 berperan menurunkan sintesis
kolagen tipe II dan IX dan meningkatkan sintesis kolagen tipe I dan III, sehingga
menghasilkan matriks rawan sendi yang berkualitas buruk. Pada akhirnya tulang
9
subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan terangsang dan
menghasilkan enzim proteolitik.
Etiopatogenesis osteoarthritis (OA) dibagi menjadi 3 stage (tahap), yaitu
stage 1, stage 2, dan stage 3. Pada stage 1 terjadi kerusakan proteolitik pada
matrix cartilago. Stage 2 melibatkan fibrilasi dan erosi pada permukaan kartilago
dan pada stage 3 produk-produk yang dihasilkan oleh kerusakan kartilago
menyebabkan suatu respon inflamasi kronis. Setelah melalui tahap-tahap
tersebut, maka akan terjadi progressifitas lebih jauh dimana kejadian tersebut
akan menyebabkan tubuh melakukan kompensasi dengan cara terjadinya
pertumbuhan tulang baru dengan tujuan menstabilkan persendian, namun hal ini
akan merubah struktur persendian. Beberapa kelainan juga biasa dikategorikan
sebagai subsets of primary osteoarthritis yang terdiri dari primary generalized
osteoarthritis, erosive osteoarthritis, dan condromalacia patellae. Tingkat
keparahan osteoarthritis dapat diklasifikasikan berdasarkan gambaran radiologi
yang didapat. Metode pengklasifikasian yang digunakan secara universal saat ini
adalah Sistem Kellgren-Lawrence yang terdiri dari grade I, II, III, dan IV.
10
Fase Nyeri kronis
Kekakuan pada kapsul sendi dapat menyebabkan kontraktur
(tertariknya) sendi dan menyebabkan terbatasnya gerakan. Penderita 6
akan merasakan gerakan sendi tidak licin disertai bunyi gemeretak
(Krepitus). Sendi terasa lebih kaku setelah istrahat. Perlahan-lahan sendi
akan bertambah kaku.
11
penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri yang
timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan edema
sumsum tulang ( Felson, 2008).Osteofit merupakan salah satu penyebab
timbulnya nyeri. Ketika osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi
bagian dasar 7 tulang hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang
berkembang Hal ini menimbulkan nyeri (Felson, 2008).Nyeri dapat timbul dari
bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi. Sumber nyeri yang umum di
lutut adalah aakibat dari anserine bursitis dan sindrom iliotibial band (Felson,
2008).
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri( Soeroso, 2006 ).
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak
melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang
cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari( Soeroso, 2006 ).
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala
ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan
akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang
memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar
hingga jarak tertentu (Soeroso, 2006 ).
e. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk
permukaan sendi berubah ( Soeroso, 2006 ).
f. Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan
gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA
karena adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan timbul
pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA
lutut ( Soeroso, 2006 ).
12
g. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut
usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri kastrena menjadi tumpuan
berat badan terutama pada OA lutut ( Soeroso, 2006 ).
2.1.5 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada OA untuk mengurangi tanda dan gejala OA,
meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kebebasan dalam pergerakan sendi,
serta memperlambat progresi osteoartritis. Spektrum terapi yang diberikan
meliputi fisioterapi, pertolongan ortopedi, farmakoterapi, pembedahan,
rehabilitasi.
a. Terapi konservatif
Terapi konservatif yang bisa dilakukan meliputi edukasi kepada pasien,
pengaturan gaya hidup, apabila pasien termasuk obesitas harus mengurangi berat
badan, jika memungkinkan tetap berolah raga (pilihan olah raga yang ringan
seperti bersepeda, berenang).
b. Fisioterapi
Fisioterapi untuk pasien OA termasuk traksi, stretching, akupuntur,
transverse friction (tehnik pemijatan khusus untuk penderita OA), latihan
stimulasi otot, elektroterapi.
c. Pertolongan ortopedi
Pertolongan ortopedi kadang-kadang penting dilakukan seperti sepatu
yang bagian dalam dan luar didesain khusus pasien OA, ortosis juga digunakan
untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi sendi.
d. Farmakoterapi
Analgesik / anti-inflammatory agents.
COX-2 memiliki efek anti inflamasi spesifik. Keamanan dan kemanjuran dari
obat anti inflamasi harus selalu dievaluasi agar tidak menyebabkan toksisitas.
Contoh: Ibuprofen : untuk efek antiinflamasi dibutuhkan dosis 1200-2400mg
sehari.
13
Naproksen : dosis untuk terapi penyakit sendi adalah 2x250-375mg sehari.
Bila perlu diberikan 2x500mg sehari.
Glucocorticoids Injeksi glukokortikoid intra artikular dapat menghilangkan
efusi sendi akibat inflamasi.
Contoh: Injeksi triamsinolon asetonid 40mg/ml suspensi hexacetonide 10 mg
atau 40 mg.
Asam hialuronat
Kondroitin sulfat
Injeksi steroid seharusnya digunakan pada pasien dengan diabetes yang telah
hiperglikemia.
Setelah injeksi kortikosteroid dibandingkan dengan plasebo, asam hialuronat,
lavage (pencucian sendi), injeksi kortikosteroid dipercaya secara signifikan
dapat menurunkan nyeri sekitar 2-3 minggu setelah penyuntikan
e. Pembedahan
Artroskopi merupakan prosedur minimal operasi dan menyebabkan rata
infeksi yang rendah (dibawah 0,1%). Pasien dimasukkan ke dalam kelompok
1 debridemen artroskopi, kelompok 2 lavage artroskopi, kelompok 3
merupakan kelompok plasebo hanya dengan incisi kulit. Setelah 24 bulan
melakukan prosedur tersebut didapatkan hasil yang signifikan pada kelompok
3 dari pada kelompok 1 dan 2. 18
Khondroplasti : menghilangkan fragmen kartilago. Prosedur ini digunakan
untuk mengurangi gejala osteofit pada kerusakan meniskus.
Autologous chondrocyte transplatation (ACT)
Autologous osteochondral transplantation (OCT)
14
murah, mudah diakses serta lebih aman dibanding sinar-X, CT-scan atau MRI
(Amoako dan Pujalte, 2014).
Radiologi
Setiap sendi yang menyangga berat badan dapat terkena osteoartritis, seperti
panggul, lutut, selain itu bahu, tangan, pergelangan tangan, dan tulang
belakang juga sering terkena. Gambaran radiologi OA sebagai berikut:
Pembentukan osteofit: pertumbuhan tulang baru (semacam taji) yang
terbentuk di tepi sendi.
Penyempitan rongga sendi : hilangnya kartilago akan menyebabkan
penyempitan rongga sendi yang tidak sama.
Badan yang longgar : badan yang longgar terjadi akibat terpisahnya kartilago
dengan osteofit.
Kista subkondral dan sklerosis: peningkatan densitas tulang di sekitar sendi
yang terkena dengan pembentukan kista degeneratif
Bagian yang sering terkena OA:
Lutut :
a. Sering terjadi hilangnya kompartemen femorotibial pada rongga sendi.
b. Kompartemen bagian medial merupakan penyangga tubuh yang utama,
tekanannya lebih besar sehingga hampir selalu menunjukkan
penyempitan paling dini.
Tulang belakang :
a. Terjadi penyempitan rongga diskus.
b. Pembentukan tulang baru (spuring/pembentukan taji) antara vertebra
yang berdekatan sehingga dapat menyebabkan keterlibatan pada akar
syaraf atau kompresi medula spinalis.
c. Sklerosis dan osteofit pada sendi-sendi apofiseal invertebrata.
Panggul :
a. Penyempitan pada sendi disebabkan karena menyangga berat badan yang
terlalu berat, sehingga disertai pembentukan osteofit femoral dan
asetabular.
15
b. Sklerosis dan pembentukan kista subkondral.
c. Penggantian total sendi panggul menunjukkan OA panggul yang sudah
berat.
Tangan :
a. Biasanya mengenai bagian basal metakarpal pertama.
b. Sendi-sendi interfalang proksimal ( nodus Bouchard ).
c. Sendi-sendi interfalang distal ( nodus Heberden)
16
5. Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran berhubungan
dengan perubahan kemampuan melakukan tugas-tugas umum,
peningkatan penggunaan energy, ketidak seimbangan mobilitas.
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
auskuloskeletal: penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada
waktu bergerak, depresi.
17
2. resiko tinggi cidera Klien dapat 1. pasang bedrail 1.Menjaga
berhungan dengan mempertahankan pada tempat keselamatan fisik
faktor usia yang keselamatan fisik, tidur pasien klien
sudah lanjut yang dengan kriteria 2. Kendalikan 2.Lingkungan yang
mengakibatkan hasil: lingkungan bebas bahaya
penurunan fungsi 1. klien bebas dari dengan akan mengurangi
tulang dan sendi cidera jaringan mengingkirkan resiko cidera
lunak atau bahaya yang 3. Berdiri maupun
fraktur ada, sepreti berjalan perlahan
2. berkurangnya menghindari akan menurunkan
resiko cidera lantai yang licin, resiko
jangan menaruh
keset kaki licin
sembarangan 4. Penggunaan alat
3. Anjurkan kalien bantu seperti
untuk bangkit tongkat akan
berdiri dari mengurangi
tempat duduk resiko cidera
atau tempat pada klien
tidur dengan
perlahan
4. Anjurkan alat
bantu yang
diperlukan
seperti
tongkat(apabila
diperlukan)
5. Anjurkan
keluarga klien
atau teman
18
dekat klien
untuk
membantu
19
indikasi: tempat untuk
rendahkan membantu
tempat tidur mengubah posisi
bila mungkin 6.Tidur tanpa
7.Hindari gangguan lebih
mengganggui menimbulkan
bila rasa segar dank
mungkin,misal pasien mungkin
nya tidak mampu
membangunka kembali tidur bila
n untuk obat terbangun
20
berdiri, dan berjalan
6. berikan lingkungan yang
aman, misalnya
menaikkan kursi/kloset,
menggunakan pegangan
tinggi dan bak dan toilet,
penggunaan alat bantu
mobilitas/kursi roda
penyelamat
7. kolaborasi dengan ahli
terapi fisik/okuppasi dan
spesialis visional.
21
menarik diri, penggunaan
menyangkat atau terlalu
memperhatikan
tubuh/perubahan
5. Susun batasan pada
perilaku maladaptive,
bantu klien untuk
mengidentifikasi perilaku
positif yang dapat
membantu koping.
6. Bantu kebutuhan
perawatan yang
diperlukan klien
7. Ikutsertakan klien dalam
merencanakan dan
membuat jadwal aktivitas
22
dapat memenuhi untuk memodifikasi
kebutuhan lingkungan
4. Kolaborasi untuk
mencapai terapi okupasi
23