Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 OSTEOARTRITIS (OA)

2.1.1 Pengertian Osteoartritis

Osteoarthritis (OA) (juga dikenal penyakit sendi degeneratif) merupakan


yang paling umum terjadi pada semua bentuk artritis, dan menyebabkan nyeri dan
disabilitas pada lansia (CDC, 2008). Penyakit ini ditandai dengan kehilangan
progresif kartilago sendi, sinovitis (inflamasi sinovium yang melapisi sendi), nyeri
sendi, kekakuan, dan kehilangan gerakan sendi (Porth & Matfin, 2009). OA
mungkin idiopatik (tanpa penyebab yang diketahui) atau sekunder (terkait dengan
faktor risiko yang diketahui), meskipun mungkin sulit untuk membedakan antara
OA primer dan sekunder. OA mengenai lebih dari 27 juta orang Amerika, tidak
umum pada orang dewasa yang berusia kurang dari 40 tahun dan umum pada
lansia, dengan setengah dari mereka berusia 65 tahun dan lebih tua melaporkan
artritis yang didiagnosis dokter (Artritis Foundation, 2008; CDC, 2008). Karena
hampir semua lansia memiliki hasil pemeriksaan sinar-X yang membuktikan OA,
banyak di antaranya yang tidak memiliki gejala gangguan (Fauci et al., 2008).
Pria terkena lebih sering terkena dari wanita pada usia awal, tetapi angka OA pada
wanita melebihi pria diusia dewasa tengah. Sendi yang paling sering terkena
adalah tangan, leher, punggung bawah, pinggul, dan lutut. Pria lebih cenderung
terkena OA pinggul daripada wanita, sedangkan wanita pascamenopause lebih
sering mengalami OA tangan. Ras dan etnis memengaruhi prevalensi dan efek OA
dilaporkan oleh CDC (2007) .
Karena sinar-X membuktikan OA pada tangan sangat prevalen, sebagian
besar pasien mengalami sedikit gejala. Lutut merupakan sendi yang paling sering
terkena akibat OA simtomatik, diikuti dengan tangan dan pinggul (Fauci et al.,
2008).

4
2.1.2 Etiologi

Berdasarkan etiopatogenesinya OA dibagi menjadi dua yaitu OA primer dan


OA sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yang mana penyebabnya
tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik, inflamasi
ataupun perubahan local pada sendi, sedangkan OA sekunder merupakan OA
penyebabnya karena factor-faktor seperti penggunaan sendi yang berlebihan
dalam aktivitas kerja, olahraga berat, adanya cedera sebelumnya, penyakit
sistemik, inflamasi. OA primer lebih banyak ditemukan daripada OA sekunder
(Davey,2006).

Faktor-faktor yang telah diteliti sebagai factor resiko osteoarthritis lutut antara
lain usia lebih dari 50 tahun, jenis kelamin perempuan, ras/etnis, genetis,
kebiasaan merokok, konsumsi vitamin D, obesitas, osteoporosis, diabetes meitus,
hipertensi, hiperurisemi, histerektomi, manisektomi, riwayat trauma lutut,
kelainan anatomis, kebiasaan bekerja dengan beban berat, aktivitas fisik berat dan
kebiasaan olah raga (Wahyuningsih, 2009). Terjadi peningkatan dari angka
kejadian osteoarthritis selam atau segera setelah menopause karena factor
hormone seks (Sheikh, 2013).

Menurut Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal yang disusun oleh Helmi


tahun 2012, terdapat beberapa factor resiko yang terdiri dari:

1) Peningkatan Usia
Osteoarthritis biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai penderita
osteoarthritis yang berusia dibawah 40 tahun. Usia rata-rata laki yang
mendapat osteoarthritis sendi lutut yaitu pada umur 59 tahun dengan puncak
pada usia 55-64 yahun, sedangkan wanita 65,3 tahun dengan puncak pada
usia 65-74 tahun. Presentase pasien dengan osteoathritis berdasarkan usia
RSU dr. Soedarso menunjuk bahwa pada usia 43-48 tahun (13,30%), usia
49-54 tahun(16,06%), dan usia 55-60 tahun meningkat(27,98%)

2) Obesitas
Membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang bekerja
dengan lebih berat, diduga member andil pada terjadinya osteoathritis.

5
Setiap kilogram penambahan berat badan atau masa tubuh dapat
mengurangi resiko terjadinya osteoathritis atau memperarah keadaan
steoarthritis lutut.

3) Jenis Kelamin Wanita


Angka kejian osteoathritis berdasarkan jenis kelamin didaptkan lebih tinggi
pada perempuan dengan nilai presentase 68,67% yaitu sebanyak 149 pasien
disbandingkan dengan laki-laki yang memiliki nilai presentase sebesar
31,33% yaitu sebanyak 68 pasien.

4) Riwayat Trauma
Cedera sendi, terutama pada sendi-sendi penumpu berat tubuh seperti sendi
pada lutut berkaitan dengan resiko osteoathritis yang lebih tinggi. Trauma
lutut yang akut termasuk robekan terhadap ligamentum krusiatum dan
meniscus merupakan factor timbulnya osteoarthritis lutut (Wahyuningsih,
2009)

5) Riwayat Cedera Sendi


Pada cedera sendi perat dari beban benturan yang berulang dapat menjadi
factor penentu lokasi pada orang-orang yang mempunyai predisposisi
osteoarthritis dan berkaitan pula dengan perkembangan dan beratnya
osteoarthritis.

6) Faktor Genetik
Factor herediter juga berperan padsa timbulnya osteoathritis. Adanya mutasi
dalam gen prokologen atau gen-gen structural lain untuk unsur-unsur tulang
rawan sendi seperti kolagen dan proteoglikan berperan dalam timbulnya
kecenderungan familiar pada osteoarthritis (Wahyuningsih, 2009)

6
7) Kelainan Pertumbuhan Tulang
Pada kelainan kongenital atau pertumbuhan tulang paha seperti penyakit
perthes dan dislokasi kongenitas tulang paha dikaitkan dengan timbulnya
osteoarthritis paha pada usia muda.

8) Pekerjaan dengan beban berat


Bekerja dengan beban rata-rata 24,2 kg, lama kerja lebih dari 10 tahun dan
kondisi geografis berbukti-bukti merupakan factor resiko dari osteoarthritis
lutut. Dan orang yang mengangkat berat beban 25 kg pada usia 43 tahun,
mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadinya osteoarthritis dan akan
meningkatkan tajam pada usia setelah 50 tahun.

9) Tingginya kepadatan tulang


Tingginya kepadatan tulang merupakan salah satu factor yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya osteoarthritis, hal ini mungkin terjadi akibat
tulang yang lebih padat atau keras tak membantu mengurangi benturan
beban yang diterima oleh tulang rawan sendi.

10) Gangguan metabolic menyebabkan kegemukan


Berat badan yang berlebihan ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik
pada sendi penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan
osteoarthritis lutut. Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan
osteoarthritis pada sendi yang menanggung beban, tetapi juga dengan
osteoarthritis sendi lain, diduga terdapat factor lain (metabolik) yang
berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain penyakit jantung
koroner, diabetes mellitus dan hipertensi (Wahyuningsih, 2009)

2.1.3 Patofisiologi
Osteoartritis selama ini dipandang sebagai akibat dari suatu proses
penuaan yang tidak dapat dihindari. Namun, penelitian para pakar terbaru
menyatakan bahwa OA ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari
metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang

7
penyebabnya belum diketahui. Jejas mekanis dan kimiawi diduga merupakan
faktor penting yang merangsang terbentuknya molekul abnormal dan produk
degradasi kartilago di dalam cairan sinovial sendi yang mengakibatkan terjadi
inflamasi sendi, kerusakan kondrosit, dan nyeri. Jejas mekanik dan kimiawi pada
sinovial sendi yang terjadi multifaktorial antara lain karena faktor umur,
humoral, genetik, obesitas, stress mekanik atau penggunaan sendi yang
berlebihan, dan defek anatomic.
Kartilago sendi merupakan target utama perubahan degeneratif pada OA.
Kartilago sendi ini secara umum berfungsi untuk membuat gerakan sendi bebas
gesekan karena terendam dalam cairan sinovial dan sebagai “shock absorber”,
penahan beban dari tulang. Pada OA, terjadi gangguan homeostasis dari
metabolisme kartilago sehingga terjadi kerusakan struktur proteoglikan kartilago,
erosi tulang rawan, dan penurunan cairan sendi.Kartilago sendi merupakan target
utama perubahan degeneratif pada OA.
Tulang rawan (kartilago) sendi dibentuk oleh sel kondrosit dan matriks
ekstraseluler, yang terutama terdiri dari air (65%-80%), proteoglikan, dan
jaringan kolagen. Kondrosit berfungsi mensintesis jaringan lunak kolagen tipe II
untuk penguat sendi dan proteoglikan untuk membuat jaringan tersebut elastis,
serta memelihara matriks tulang rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi
tetap terjaga dengan baik. Kartilago tidak memiliki pembuluh darah sehingga
proses perbaikan pada kartilago berbeda dengan jaringan-jaringan lain. Di
kartilago, tahap perbaikannya sangat terbatas mengingat kurangnya vaskularisasi
dan respon inflamasi sebelumnya .
Secara umum, kartilago akan mengalami replikasi dan memproduksi
matriks baru untuk memperbaiki diri akibat jejas mekanis maupun kimiawi. 15
Namun dalam hal ini, kondrosit gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan
memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler,
termasuk produksi kolagen tipe I, III, VI, dan X yang berlebihan dan sintesis
proteoglikan yang pendek. Akibatnya, terjadi perubahan pada diameter dan
orientasi serat kolagen yang mengubah biomekanik kartilago, sehingga kartilago
sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya.

8
Beberapa keadaan seperti trauma/jejas mekanik akan menginduksi
pelepasan enzim degradasi, seperti stromelysin dan Matrix Metalloproteinases
(MMP). Stromelysin mendegradasi proteoglikan, sedangkan MMP mendegradasi
proteoglikan dan kolagen matriks ekstraseluler. MMP diproduksi oleh kondrosit,
kemudian diaktifkan melalui kaskade yang melibatkan proteinase serin (aktivator
plasminogen), radikal bebas, dan beberapa MMP tipe membran. Kaskade
enzimatik ini dikontrol oleh berbagai inhibitor, termasuk TIMP dan inhibitor
aktivator plasminogen. Tissue inhibitor of metalloproteinases (TIMP) yang
umumnya berfungsi menghambat MMP tidak dapat bekerja optimal karena di
dalam rongga sendi ini cenderung bersifat asam oleh karena stromelysin (pH
5,5), sementara TIMP baru dapat bekerja optimal pada pH 7,5 (Maya Yanuarti,
2014).
Agrekanase akan memecah proteoglikan di dalam matriks rawan sendi
yang disebut agrekan. Ada dua tipe agrekanase yaitu agrekanase 1 (ADAMT-4)
dan agrekanase 2 (ADAMT-11). Enzim lain yang turut berperan merusak
kolagen tipe II dan proteoglikan adalah katepsin, yang bekerja pada pH rendah,
termasuk proteinase aspartat (katepsin D) dan proteinase sistein (katepsin B, H,
K, L dan 16 S) yang disimpan di dalam lisosom kondrosit. Hialuronidase tidak
terdapat di dalam rawan sendi, tetapi glikosidase lain turut berperan merusak
proteoglikan.
Pada osteoartritis, mediator-mediator inflamasi ikut berperan dalam
progresifitas penyakit. Selain pelepasan enzim-enzim degradasi, faktor-faktor
pro inflamasi juga terinduksi dan dilepaskan ke dalam rongga sendi, seperti
Nitric Oxide (NO), IL-1β, dan TNF-α. Sitokin-sitokin ini menginduksi kondrosit
untuk memproduksi protease, kemokin, dan eikosanoid seperti prostaglandin dan
leukotrien dengan cara menempel pada reseptor di permukaan kondrosit dan
menyebabkan transkripsi gen MMP sehingga produksi enzim tersebut
meningkat. Akibatnya sintesis matriks terhambat dan apoptosis sel meningkat.
Sitokin yang terpenting adalah IL-1. IL-1 berperan menurunkan sintesis
kolagen tipe II dan IX dan meningkatkan sintesis kolagen tipe I dan III, sehingga
menghasilkan matriks rawan sendi yang berkualitas buruk. Pada akhirnya tulang

9
subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan terangsang dan
menghasilkan enzim proteolitik.
Etiopatogenesis osteoarthritis (OA) dibagi menjadi 3 stage (tahap), yaitu
stage 1, stage 2, dan stage 3. Pada stage 1 terjadi kerusakan proteolitik pada
matrix cartilago. Stage 2 melibatkan fibrilasi dan erosi pada permukaan kartilago
dan pada stage 3 produk-produk yang dihasilkan oleh kerusakan kartilago
menyebabkan suatu respon inflamasi kronis. Setelah melalui tahap-tahap
tersebut, maka akan terjadi progressifitas lebih jauh dimana kejadian tersebut
akan menyebabkan tubuh melakukan kompensasi dengan cara terjadinya
pertumbuhan tulang baru dengan tujuan menstabilkan persendian, namun hal ini
akan merubah struktur persendian. Beberapa kelainan juga biasa dikategorikan
sebagai subsets of primary osteoarthritis yang terdiri dari primary generalized
osteoarthritis, erosive osteoarthritis, dan condromalacia patellae. Tingkat
keparahan osteoarthritis dapat diklasifikasikan berdasarkan gambaran radiologi
yang didapat. Metode pengklasifikasian yang digunakan secara universal saat ini
adalah Sistem Kellgren-Lawrence yang terdiri dari grade I, II, III, dan IV.

2.1.4 Manifestasi Klinis


Gejala-gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama
waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku,
kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang saat istirahat. Terdapat hambatan pada
pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi, dan perubahan gaya
berjalan. (Soeroso J. Et all, 2007). Nyeri merupakan keluhan utama tersering dari
pasien-pasien dengan OA yang ditimbulkan oleh keainan seperti tulang, membran
sinovial, kapsul fibrosa, dan spasme otot-otot di sekeliling sendi.
Karakteristik Nyeri pada osteoartritis dibedakan menjadi 2 Fase :
 Fase Nyeri Akut
Nyeri awalnya tumpul, kemudian semakin berat, hilang tibul, dan
diperberat oleh aktivitas gerak sendi. Nyeri biasanya menghilang dengan
istirahat.

10
 Fase Nyeri kronis
Kekakuan pada kapsul sendi dapat menyebabkan kontraktur
(tertariknya) sendi dan menyebabkan terbatasnya gerakan. Penderita 6
akan merasakan gerakan sendi tidak licin disertai bunyi gemeretak
(Krepitus). Sendi terasa lebih kaku setelah istrahat. Perlahan-lahan sendi
akan bertambah kaku.

Perbandingan sendi sehat dan sendi yang terkena Osteoartritis

Secara spesifik, beberapa manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan adalah


sebagai berikut :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan
tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain.
( Soeroso, 2006 ).
Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini ( secara
radiologis ). Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit
sampai sendi hanya bias digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak
dapat konsentris ( seluruh arah gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah
gerakan saja ) ( Soeroso, 2006 ).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada
sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa
nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago (Felson, 2008).Pada

11
penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri yang
timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan edema
sumsum tulang ( Felson, 2008).Osteofit merupakan salah satu penyebab
timbulnya nyeri. Ketika osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi
bagian dasar 7 tulang hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang
berkembang Hal ini menimbulkan nyeri (Felson, 2008).Nyeri dapat timbul dari
bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi. Sumber nyeri yang umum di
lutut adalah aakibat dari anserine bursitis dan sindrom iliotibial band (Felson,
2008).
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri( Soeroso, 2006 ).
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak
melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang
cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari( Soeroso, 2006 ).
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala
ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan
akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang
memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar
hingga jarak tertentu (Soeroso, 2006 ).
e. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk
permukaan sendi berubah ( Soeroso, 2006 ).
f. Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan
gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA
karena adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan timbul
pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA
lutut ( Soeroso, 2006 ).

12
g. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut
usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri kastrena menjadi tumpuan
berat badan terutama pada OA lutut ( Soeroso, 2006 ).

2.1.5 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada OA untuk mengurangi tanda dan gejala OA,
meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kebebasan dalam pergerakan sendi,
serta memperlambat progresi osteoartritis. Spektrum terapi yang diberikan
meliputi fisioterapi, pertolongan ortopedi, farmakoterapi, pembedahan,
rehabilitasi.

a. Terapi konservatif
Terapi konservatif yang bisa dilakukan meliputi edukasi kepada pasien,
pengaturan gaya hidup, apabila pasien termasuk obesitas harus mengurangi berat
badan, jika memungkinkan tetap berolah raga (pilihan olah raga yang ringan
seperti bersepeda, berenang).
b. Fisioterapi
Fisioterapi untuk pasien OA termasuk traksi, stretching, akupuntur,
transverse friction (tehnik pemijatan khusus untuk penderita OA), latihan
stimulasi otot, elektroterapi.
c. Pertolongan ortopedi
Pertolongan ortopedi kadang-kadang penting dilakukan seperti sepatu
yang bagian dalam dan luar didesain khusus pasien OA, ortosis juga digunakan
untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi sendi.
d. Farmakoterapi
 Analgesik / anti-inflammatory agents.
COX-2 memiliki efek anti inflamasi spesifik. Keamanan dan kemanjuran dari
obat anti inflamasi harus selalu dievaluasi agar tidak menyebabkan toksisitas.
Contoh: Ibuprofen : untuk efek antiinflamasi dibutuhkan dosis 1200-2400mg
sehari.

13
Naproksen : dosis untuk terapi penyakit sendi adalah 2x250-375mg sehari.
Bila perlu diberikan 2x500mg sehari.
 Glucocorticoids Injeksi glukokortikoid intra artikular dapat menghilangkan
efusi sendi akibat inflamasi.
Contoh: Injeksi triamsinolon asetonid 40mg/ml suspensi hexacetonide 10 mg
atau 40 mg.
 Asam hialuronat
 Kondroitin sulfat
 Injeksi steroid seharusnya digunakan pada pasien dengan diabetes yang telah
hiperglikemia.
Setelah injeksi kortikosteroid dibandingkan dengan plasebo, asam hialuronat,
lavage (pencucian sendi), injeksi kortikosteroid dipercaya secara signifikan
dapat menurunkan nyeri sekitar 2-3 minggu setelah penyuntikan

e. Pembedahan
 Artroskopi merupakan prosedur minimal operasi dan menyebabkan rata
infeksi yang rendah (dibawah 0,1%). Pasien dimasukkan ke dalam kelompok
1 debridemen artroskopi, kelompok 2 lavage artroskopi, kelompok 3
merupakan kelompok plasebo hanya dengan incisi kulit. Setelah 24 bulan
melakukan prosedur tersebut didapatkan hasil yang signifikan pada kelompok
3 dari pada kelompok 1 dan 2. 18
 Khondroplasti : menghilangkan fragmen kartilago. Prosedur ini digunakan
untuk mengurangi gejala osteofit pada kerusakan meniskus.
 Autologous chondrocyte transplatation (ACT)
 Autologous osteochondral transplantation (OCT)

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Penunjang Untuk menentukan diagnostik OA selain melalui
pemeriksaan fisik juga diperlukan pemeriksaan penunjang seperti radiologis dan
pemeriksaan laboratorium. Foto polos dapat digunakan untuk membantu
penegakan diagnosis OA walaupun sensivitasnya rendah terutama pada OA tahap
awal. USG juga menjadi pilihan untuk menegakkan diagnosis OA karena selain

14
murah, mudah diakses serta lebih aman dibanding sinar-X, CT-scan atau MRI
(Amoako dan Pujalte, 2014).
 Radiologi
Setiap sendi yang menyangga berat badan dapat terkena osteoartritis, seperti
panggul, lutut, selain itu bahu, tangan, pergelangan tangan, dan tulang
belakang juga sering terkena. Gambaran radiologi OA sebagai berikut:
Pembentukan osteofit: pertumbuhan tulang baru (semacam taji) yang
terbentuk di tepi sendi.
Penyempitan rongga sendi : hilangnya kartilago akan menyebabkan
penyempitan rongga sendi yang tidak sama.
Badan yang longgar : badan yang longgar terjadi akibat terpisahnya kartilago
dengan osteofit.
Kista subkondral dan sklerosis: peningkatan densitas tulang di sekitar sendi
yang terkena dengan pembentukan kista degeneratif
Bagian yang sering terkena OA:
Lutut :
a. Sering terjadi hilangnya kompartemen femorotibial pada rongga sendi.
b. Kompartemen bagian medial merupakan penyangga tubuh yang utama,
tekanannya lebih besar sehingga hampir selalu menunjukkan
penyempitan paling dini.

Tulang belakang :
a. Terjadi penyempitan rongga diskus.
b. Pembentukan tulang baru (spuring/pembentukan taji) antara vertebra
yang berdekatan sehingga dapat menyebabkan keterlibatan pada akar
syaraf atau kompresi medula spinalis.
c. Sklerosis dan osteofit pada sendi-sendi apofiseal invertebrata.

Panggul :
a. Penyempitan pada sendi disebabkan karena menyangga berat badan yang
terlalu berat, sehingga disertai pembentukan osteofit femoral dan
asetabular.

15
b. Sklerosis dan pembentukan kista subkondral.
c. Penggantian total sendi panggul menunjukkan OA panggul yang sudah
berat.

Tangan :
a. Biasanya mengenai bagian basal metakarpal pertama.
b. Sendi-sendi interfalang proksimal ( nodus Bouchard ).
c. Sendi-sendi interfalang distal ( nodus Heberden)

2.2 ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOARTHRITIS


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian osteoarthritis biasanya pada anamnesis yaitu riwayat penyakit,
gambaran klinis dari pemeriksaan fisik dan hasil dari pemeriksaan radiologis.
Anamnesa terhadap pasien osteoarthritis lutut umumnya mengungkapkan
keluhan-keluhan yang sudah lama, tetapi berkembang secara perlahan-lahan
(Koentjoro, 2010). Nyeri sendi merupakan keluhan utama yang dirasakan setelah
istirahat. Bila progresifitas OA terus berlangsung terutama setelah terjadi reaksi
radang (sinoritis) nyeri akan terasa saat istirahat. Sedangkan istirahat ataupun
immobilisasi yang lama dapat menimbulkan efek-efek pada jaringan ikat dan
kekuatan penunjang sendi. Bila akut dapat ditemukan tanda-tanda radang:
rubor(merah), tumor(membengkak), calor(terasa panas), dolor(terasa nyeri), dan
fuctio laesa(gangguan fungsi) yang jelas(Pranata, 2011).

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan tulang rawan sendi
(terjadinya osteofit dan fibrilasi pada kaligo).
2. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan faktor usia yang sudah
lanjut yang mengakibatkan penurunan fungsi tulang dan sendi.
3. Perubahan pola tidur berhubungan dengan nyeri
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas
skeletal, nyeri, ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot

16
5. Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran berhubungan
dengan perubahan kemampuan melakukan tugas-tugas umum,
peningkatan penggunaan energy, ketidak seimbangan mobilitas.
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
auskuloskeletal: penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada
waktu bergerak, depresi.

2.2.1 Tujuan Keperawatan dan kriteria hasil, Intervensi


Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan Dan
Kriteria Hasil
1. kaji intersitas, 1. untuk keefektifan
1. Nyeri kronis Nyeri berkurang
lokasi radiasi, dalam
berhubungan sampai denagn
durasi dan penanganan nyeri
dengan kerusakan hilang dengan
faktor penyebab pasien
tulang rawan kriteria hasil:
nyeri muncul
sendi(terjadinya 1. Skala nyeri
dan hilang
ostefit dan fibrilasi berkurang dari 2. menghilangkann
2. ajarkan teknik
pada karligo) skala 4 perhatian pasien
relaksasi dan
menjadi 2(dari dari rasa nyeri
distraksi seperti
rentang 1-
deep breathing
10)dalam 1
exercise
hari. 3. untuk
3. berikan posisi
2. Wajah pasien memberikan rasa
yang nyaman
menunjukkan nyaman pada
kepada pasien
ekspresi rileks pasien
seperti posisi
3. Pasien tidak 4. untuk memantau
supine, semi
mengeluh adanya
fowler pada
nyeri perubahan
klien
4. TTV dalam 5. untuk meredakan
4. monitor TTV
rentang rasa nyeri
5. kolaborasi
normal
berikan obat
pereda nyeri

17
2. resiko tinggi cidera Klien dapat 1. pasang bedrail 1.Menjaga
berhungan dengan mempertahankan pada tempat keselamatan fisik
faktor usia yang keselamatan fisik, tidur pasien klien
sudah lanjut yang dengan kriteria 2. Kendalikan 2.Lingkungan yang
mengakibatkan hasil: lingkungan bebas bahaya
penurunan fungsi 1. klien bebas dari dengan akan mengurangi
tulang dan sendi cidera jaringan mengingkirkan resiko cidera
lunak atau bahaya yang 3. Berdiri maupun
fraktur ada, sepreti berjalan perlahan
2. berkurangnya menghindari akan menurunkan
resiko cidera lantai yang licin, resiko
jangan menaruh
keset kaki licin
sembarangan 4. Penggunaan alat
3. Anjurkan kalien bantu seperti
untuk bangkit tongkat akan
berdiri dari mengurangi
tempat duduk resiko cidera
atau tempat pada klien
tidur dengan
perlahan
4. Anjurkan alat
bantu yang
diperlukan
seperti
tongkat(apabila
diperlukan)
5. Anjurkan
keluarga klien
atau teman

18
dekat klien
untuk
membantu

3. Perubahan pola tidur dengan kriteria 1.Tentukan 1.Mengkaji


berhubungan hasil: klien dapat kebiasaan tidur perlunya dan
dengan nyeri memenuhi biasanya dan mengidentifikasi
kebutuhan perubahan yang intervensi yang
istirahat atau tidur terjadi tepat
2.Berikan tempat 2.Meningkatkan
tidur yang kenyamanan tidur
nyaman serta dukungan
3.Buat rutinitas fisiologi/psikolog
tidur baru yang i
dimasukkan 3.Bila rutinitas
dalam pola baru mengandung
lama dan aspek sebanyak
lingkungan kebiasaan lama,
baru stress dan
4.Instruksikan ansietas yang
tindakan berhubungan
relaksasi dapat berkurang
5.Tingkatkan 4.Membantu
regimen menginduksi
kenyaman tidur
waktu meningkatkan
tidur,misalnya efek ralaksasi
mandi hangat 5.Dapat merasakan
dan massage takut jatuh karena
6.Gunakan pagar perubahan ukuran
tempat tidur dan tinggi tempat
sesuai tidur,pagar

19
indikasi: tempat untuk
rendahkan membantu
tempat tidur mengubah posisi
bila mungkin 6.Tidur tanpa
7.Hindari gangguan lebih
mengganggui menimbulkan
bila rasa segar dank
mungkin,misal pasien mungkin
nya tidak mampu
membangunka kembali tidur bila
n untuk obat terbangun

4. Kerusakan mobilitas Dengan kriteria hasil: Intervensi:


fisik berhubungan 1. Mempertahankan 1. pantau tingkat
dengan deformitas fungsi posisi dengan inflamasi/rasa sakit pada
skeletal, nyeri, baik tidak sendi
ketidaknyamanan, hadirnya/pembatasan 2. pertahankan tirah
penurunan kekuatan kontraktor baring/duduk jika
otot 2. Mempertahankan diperlukan
ataupun meningkatkan 3. jadwal aktivitas untuk
kekuatan dan fungsi memberikan periode
dari kompenasasi istirahat yang terus-
bagian tubuh menerus dan tidur malam
3. Mendemonstrasikan hari tidak terganggu
teknik/perilaku yang 4. bantu klien dengan
memungkinkan rentang gerak aktif/pasif
melakukan aktivitas dan latihan resistif dan
isometric jika
memungkinkan
5. dorongkan untuk
mempertahankan posisi
tegak dan duduk tinggi,

20
berdiri, dan berjalan
6. berikan lingkungan yang
aman, misalnya
menaikkan kursi/kloset,
menggunakan pegangan
tinggi dan bak dan toilet,
penggunaan alat bantu
mobilitas/kursi roda
penyelamat
7. kolaborasi dengan ahli
terapi fisik/okuppasi dan
spesialis visional.

5. Gangguan citra tubuh/ Dengan kriteria hasil: Intervensi:


perubahan penampilan 1. Mengungkapkan 1. Dorong klien untuk
peran berhubungan peningkatan percaya mengungkapkan mengenai
dengan perubahan diri dalam kemampuan masalah tentang proses
kemampuan untuk menghadapi penyakit, harapan masa
melakukan tugas-tugas penyakit, perubahan depan
umum, peningkatan pada gaya hidup dan 2. Diskusikan dari arti
penggunaan energy, kemungkinan kehilangan/perubahan
ketidak seimbangan keterbatasan pada seseorang.
mobilitas. 2. Menyusun tujuan atau Memastikan bagaimana
rencana realistis untuk pandangan pribadi klien
masa mendatang dalam memfungsikan gaya
hidup sehari-hari termasuk
aspek-aspek seksual
3. Akui dan terima perasaan
berduka, bermusuhan,
ketergantungan
4. Perhatikan perilaku

21
menarik diri, penggunaan
menyangkat atau terlalu
memperhatikan
tubuh/perubahan
5. Susun batasan pada
perilaku maladaptive,
bantu klien untuk
mengidentifikasi perilaku
positif yang dapat
membantu koping.
6. Bantu kebutuhan
perawatan yang
diperlukan klien
7. Ikutsertakan klien dalam
merencanakan dan
membuat jadwal aktivitas

6. Kurang perawatan diri Dengan kriteria hasil: Intervensi:


berhubungan dengan 1. Melaksanakan 1. Diskusikan tingkat
kerusakan aktivitas perawatan fungsi umum, sebelum
auskuloskeletal: diri pada tingkat yang timbul eksaserbasi
penurunan kekuatan, konsisten pada penyakit dan potensial
daya tahan, nyeri pada kemampuan klien perubahan yang sekarang
waktu bergerak, 2. Mendemonstrasikan diantisipasi
depresi. perubahan teknik/gaya 2. Pertahankan mobilitas,
hidup untuk memenuhi control terhadap nyeri
kebutuhan perawatan dan program latihan
diri 3. Kaji hambatan terhadap
3. Mengidentifikasikan partisipasi dalam
sumber-sumber perawatan diri.
pribadi/kominitas yang Identifikasi rencana

22
dapat memenuhi untuk memodifikasi
kebutuhan lingkungan
4. Kolaborasi untuk
mencapai terapi okupasi

23

Anda mungkin juga menyukai