Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
a. Definisi

Tukak peptik adalah suatu penyakit terkait asam lambung yang dapat
menyebabkan luka hingga bagian muskularis mukosa lambung atau
duodenum. Tukak lambung merupakan salah satu penyakit yang
mengganggu sistem gastrointestinal. Tukak lambung disebabkan oleh
adanya ketidak seimbangan antara mekanisme pertahanan dan perbaikan
mukosa lambung dengan asam lambung dan pepsin.

b. Epidemiologi

Sekitar 10 % orang Amerika mengalami tukak peptik kronis seumur


hidup mereka . Hal ini terjadi dengan variasi antar individu dengan jenis
ulkus , ras , pekerjaan , kecenderungan genetik , dan sosial usia, jenis
kelamin, dan lokasi geografis yang berbeda. Faktor – faktor ini lebih kecil
prevalensinya jika dibandingan adanya infeksi Helicobacter Pylori dan
penggunaan NSAID. Sejak tahun 1960 , kunjungan dokter terkait ulkus,
pada unit rawat inap, operasi, dan kematian telah menurun di Amerika
Serikat oleh lebih dari 50 % , terutama karena tingkat penurunan pasien
tukak peptik. Penurunan rawat inap di rumah sakit dapat dilihat dari
penurunan penerimaan pasien tukak duodenum. Namun, untuk rawat inap
orang dewasa untuk penyakit komplikasi terkait tukak (perdarahan dan
perforasi ) mengalami peningkatan. Meskipun angka kematian secara
keseluruhan dari tukak peptik menurun, angka kematian pada pasien yang
lebih tua dari 75 tahun mengalami peningkatan, yang kemungkinan besar
diakibatkan dari peningkatan konsumsi NSAID. Tukak peptik tetap menjadi
salah satu penyakit yang paling umum gastrointestinal, yang mengakibatkan
gangguan kualitas hidup, kehilangan pekerjaan, dan tingginya biaya
perawatan medis. Sampai saat ini, antagonis reseptor H2 (H2RAs), proton
pump inhibitor (PPI), dan obat penyakit mukosa tidak merubah tingkat
komplikasi tukak peptik (Dipiro,2005 : 630).

1
c. Etiologi
Ada beberapa penyebab terjadinya tukak peptik, yaitu:
1. Infeksi Helicobacter pylori (HP)
2. Penggunaan NSAID
3. Hipersekresi asam lambung
4. Kondisi Stress-Related Erosive Syndrome (SRES)
d. Patofisiologi

Tukak petik terjadi akibat ketidak seimbangan faktor penyerang


(asam lambung dan pepsin) dan mekanisme yang menjaga integritas mukosa
(pertahanan dan perbaikan mukosa).
Asam lambung (HCl) dihasilkan oleh sel-sel parietal. Sel ini
memiliki reseptor histamin, gastrin, dan asetilkolin (ACh). Sekresi asam
diukur dalam beberapa parameter: basal acid output (BAO), maximal acid
output (MAO), dan sekresi sebagai respon dari adanya makanan. Rasio
BAO : MAO merepresentasikan kelebihan sekresi asam lambung.
Pepsinogen, yang disekresi oleh chief cell, diaktifkan menjadi pepsin oleh
produksi asam (pH 1,8 – 3,5). Pepsin memiliki aktivitas proteolitik yang
dapat mengakibatkan tukak.
Pertahanan mukosa meliputi sekresi mukus dan bikarbonat,
pertahanan sel epitel intrinsik, dan mucosal blood flow. Mukosa mengalami
perbaikan setelah terjadi luka dengan cara regenerasi. Kedua proses tersebut
dibantu oleh prostaglandin (PG).
Helicobacter Pylori adalah bakteri aerofilik yang menempati ruang
antara lapisan mukus dan permukaan sel epitel. Helicobacter Pylori
memproduksi urease dalam jumlah besar, yang menghidrolisis urea menjadi
amonia dan CO2 dalam lambung. Infeksi Hpylori menigkatkan sekresi asam
lambung melalui mekanisme yang melibatkan sitokin (seperti TNF-α).
NSAID menyebabkan kerusakan mukosa saluran cerna melalui dua
mekanisme: iritasitopikal, dan inhibisi sistemik sintesis prostaglandin.
Siklooksigenase (COX) berperan dalam pembentukan Prostaglandin. COX
terdapat dalam dua bentuk: COX-1 dan COX-2. COX-1 menghasilkan
prostaglandin yang dapat melindungi mukosa saluran cerna, sedangkan

2
COX-2 merupakan enzim yang merespon stimulus inflamasi dan
menghasilkan prostaglandin yang berhubungan dengan inflamasi.
Penghambatan COX-1 dapat menyebabkan penurunan agregasi platelet dan
terjadinya pendarahan mukosa saluran cerna.
Komplikasi yang dapat terjadi dari tukak peptik adalah pendarahan
akibat erosi bagian ulkus hingga ke arteri, perforasi, penetrasi hingga
kestruktur sekitar saluran cerna (pankreas, empedu, hati), dan obstruksi
akibat luka atau udem.

e. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau
beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali,
sering tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu
mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau hemoragi
yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.
Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti
tertusuk atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal
ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan
duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang
terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam
merangsang mekanismerefleks lokal yang mamulai kontraksi otot halus
sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makan
menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali, namun bila lambung
telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri tekan
lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan lembut
pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan garis tengah. Beberapa gejala
menurun dengan memberikan tekanan local pada epigastrium.
Pirosis (nyeri ulu hati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka
bakar pada esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang
disertai eruktasi asam. Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung
pasien kosong.

3
Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi,
muntah dapat menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan
pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa
yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat
terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri berat yang
dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.
Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien
ulkus, kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat
juga datang dengan perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien yang
mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi
mereka menunjukkan gejala setelahnya.

f. Faktor Resiko
1. Pasien dengan sejarah penyakit tukak peptik, pendarahan GI bagian
atas, komplikasi akibat NSAID, atau penggunaan ulcerogenic
medications (seperti kortikosteroid) atau antikoagulan yang
meningkatkan risiko pendarahan (seperti warfarin dan clopidogrel)
berisiko besar menyebabkan tukak peptik.
2. Usia, kebiasaan merokok, alkohol, dan penyakit kardiovaskular
dapat meningkatkan risiko komplikasi GI dengan NSAID.
3. Beberapa makanan seperti kopi, teh, soda, minuman beralkohol,
susu, dan makanan rempah dapat menaikkan sekresi asam lambung
dan menyebabkan dispepsia.
4. Faktor genetik dapat berisiko menyebabkan tukak peptik, namun
belum diketahui secara jelas.
5. Penderita Zollinger-Ellison’s syndrome (ZES)

g. Tanda Klinik
Tanda-tanda dan gejala tukak peptik bervariasi, tergantung tingkat
keparahan dan komplikasi yang terjadi. Secara umum gejalanya berupa rasa
sakit epigastrik, dan dapat juga terjadi komplikasi akut pada saluran cerna
bagian atas. Pada tukak duodenal, rasa sakit dapat terjadi 1 hingga 3 jam

4
setelah makan. Sedangkan pada tukak gastrik, rasa sakit langsung terasa
ketika makanan masuk. Dapat juga terjadi nyeri abdominal dan dyspepsia.
Untuk tukak peptik kronis, tanda dan gejalanya yaitu:
1. Penurunan berat badan disertai mual, muntah, dan anoreksia.
2. Komplikasi meliputi pendarahan, perforasi, penetrasi, atau obstruksi.
3. Sakit abdominal (umumnya epigastrik) disertai perasaan terbakar,
perut terasa penuh, kram.
4. Sakit nokturnal yang dapat membangunkan penderita sekitar pukul
24.00 – 03.00
5. Periode ketidaknyamanan biasanya terjadi selama seminggu hingga
beberapa minggu, diikuti dengan periode bebas sakit (dapat bertahan
berminggu-minggu hingga bertahun-tahun). Tingkat keparahan rasa
sakit tukak bervariasi pada setiap individu, dan dapat terjadi
musiman.
6. Perubahan karakteristik sakit yang dapat timbul akibat komplikasi.
7. Heartburn, sendawa, dan bloating saat sakit.

5
h. Algoritma Terapi

6
i. Diagnosis
Diagnosis tukak peptik terdiri atas uji endoskopik dan non-
endoskopik. Diagnosis infeksi HP dapat dilakukan dengan beberapa
pengujian, sedangkan untuk tukak peptik selain akibat infeksi HP lebih
sederhana.
 Pengujian untuk HP, dapat dilakukan secara endoskopik
maupun nonendoskopik.
Pada pengujian endoskopik, sampel jaringan diambil dari tiga lokasi
dari lambung untuk uji histologi, kultur, dan menganalisis aktivitas urease.
Uji histologi dilakukan untuk mengetahui klasifikasi keparahan gastritis,
sedangkan kultur dilakukan untuk menentukan terapi yang sesuai dan atau
adanya resistensi antibiotik, dan uji aktivitas urease dilakukan untuk
mendeteksi adanya HP.
Pengujian non endoskopik meliputi uji deteksi antibodi serologi,
urea breath test (UBT), dan stool antigen test. Uji serologi mendeteksi
antibodi yang dihasilkan akibat infeksi HP. UBT didasarkan pada aktivitas
urease dari HP, dimana pasien akan menghirup urea – yang kemudian
diuraikan menjadi amonia dan bikarbonat. Bikarbonat yang dihasilkan akan
terabsorpsi ke dalam darah dan diekskresikan melalui nafas. Jumlah
bikarbonat yang dihasilkan kemudian dihitung. Stool antigen test dilakukan
untuk mendeteksi antigen HP pada feses.
 Radiologi dan Endoskopi
Diagnosis tukak peptik dengan cara visualisasi luka tukak dapat
dilakukan dengan radiografi atau endoskopi. Radiografi digunakan sebagai
prosedur diagnostik awal pada pasien yang suspek tukak peptik karena
metode ini lebih murah dan lebih aman. Tetapi, jika terjadi komplikasi atau
jika diinginkan diagnosis yang akurat, dapat dilakukan endoskopi bagian
atas.
 Uji laboratorium
Uji laboratorium dapat mendukung diagnosis tukak peptik.
Pengujian ini antara lain studi sekresi asaml ambung, konsentrasi gastrin
serum puasa, nilai hematokritdan hemoglobin (umumnya rendah).

7
Sebelum dilakukan terapi penyembuhan tukak lambung maka perlu
ditentuka penatalaksanaan terapi yang meliputi sasaran terapi, tujuan terapi,
dan strategi terapi.

8
BAB II

TERAPI

2.1 Sasaran Terapi


Pada pasien dengan H. pylori positif
1. Membasmi bakteri H. pylori
2. Menyembuhkan ulkus
3. Mengobati penyakit
Pada pasien akibat penggunaan NSAID dengan menyembuhkan
ulkus sesegera mungkin.
2.2 Tujuan Terapi
1. Meredakan nyeri akibat ulkus pada lambung
2. Menyembuhkan ulkus
3. Mencegah kekambuhan ulkus
4. Mengurangi komplikasi terkait dengan ulkus
2.3 Strategi Terapi
2.3.1 Terapi Non Farmakologi
1. Mengurangi penggunaan NSAID ,jika tidak dapat dihindari pakai
dosis efektif minimum atau dapat di ganti dengan parasetamol jika
hanya untuk analgetik pada nyeri kepala dan antipiretik, atau ganti
NSAID yang selektif menghambat COX 2 seperti nabumeton, dan
etodolak atau yang lebih selektif lagi seperti celecosib dan refecosib.
Uji klinis dengan selektif COX-2 inhibitor telah melaporkan
penurunan risiko ulkus gejala dan komplikasi GI atas sebesar 50%
sampai 60% bila dibandingkan dengan NSAID nonselektif
2. Mengurangi merokok
3. Pasien harus hindari makanan dan minuman (misalnya, makanan
pedas, kafein, dan alkohol) yang menyebabkan dispepsia atau yang
memperburuk gejala maag.
4. Mengkonsumsi makanan yang mengandung Probiotik
Probiotik (misalnya, strain Lactobacillus dan Bifidobacterium) dan
bahan makanan (misalnya, jus cranberry dan beberapa protein susu)
dengan komponen bioaktif telah digunakan untuk secara proaktif

9
mengendalikan H. pylori kolonisasi pada individu yang berisiko dan
mungkin memiliki peran dalam mengurangi peradangan mukosa dan
menyembuhkan tukak lambung.

2.3.2 Terapi Farmakologi

A. Proton Pump Inhibitor


1. Omeprazole
 Indikasi : terapi Jangka pendek lukak doedenal dan yang tidak
memberi respon terhadap antagonis reseptor H2. Terapi janga pendek
tukak lambung. Refluk esofagitiserosif atau ulseratif. Terapi jangka
panjang sindromZollinger-Ellison
 Mekanisme : menekan sekresi asam lambung dengan menghambat
sistem enzim hidrogen/ kalium Adenosin Triphosphatase (H+/K+
ATPase), yang bekerja dalam ‘proton pump’ dari sel parietal
lambung.
 Interaksi Obat : Kalsium, Mereduksi absorpsi Ca2+ dalam CaCO3
hingga 9,1% ; Diazepam, phenytoin, dan warfarin dapat
memperpanjang eliminasi obat-obat tersebut : Dasatinib,

10
ketoconazole , dan itraconazole Mengurangi penyerapan obat-obat
tersebut ; Digoxin, Peningkatan absorpsi digoxin; Cyanocobalamin
dan vitamin C Mengurangi absorpsi cyanocobalamin dan vitamin C.
 Efek Samping : Sakit kepala , diare , dan ruam kulit, pruritus ,
pusing, kelelahan , sembelit , mual dan muntah , perut kembung ,
sakit perut , arthralgia , dan myalgia , urtikaria , dan mulut kering .
hipersensitivitas , mengantuk , dan vertigo , depresi.
 Pemberian obat : Berikan sebelum makan.
 Struktur Kimia

Gambar 1. Struktur Omeprazole

2. Lansoprazole
 Indikasi : Tukak Lambung, tukak duodenum, refluk esophagus
 Mekanisme : Menekan sekresi asam lambung dengan menghambat
sistem enzim hidrogen/ kalium Adenosin Triphosphatase (H+/K+
ATPase), yang bekerja dalam ‘proton pump’ dari sel parietal
lambung dan selanjutnya menghambat sekresi HCl
 Interaksi Obat : Antasida dan sukralfat, Mengurangi
bioavailabilitas lansoprazole
 Efek Samping : Trombositopenia, glositis, diare, eosinophilia
 Perhatian : Hamil dan laktasi
 Pemberian obat : Berikan sebelum makan

Gambar 2. Struktur Lansoprazole

11
3. Rabeprazole
 Indikasi : Tukak duodenum aktif, tukak lambung jinak
 Mekanisme : Menekan sekresi asam lambung dengan menghambat
sistem enzim hidrogen/ kalium Adenosin Triphosphatase (H+/K+
ATPase), yang bekerja dalam ‘proton pump’ dari sel parietal
lambung dan selanjutnya menghambat sekresi HCl.
 Interaksi Obat : Sama seperti Omeprazole namun interaksi klinis
yang signifikan dengan diazepam, fenitoin, teofilin, atau warfarin
belum ditemukan pada subyek sehat.
 Efek Samping : Sakit kepala, diare, mual, Nefritis, neuropsikiatri
 KI : Hipersensitif terhadap pengganti benzimidazol. Hamil dan
laktasi.
 Perhatian : Terapi jangka panjang harus dilakukan dibawah
pengawasan berkala.
 Pemberian obat : Telan utuh, jangan dikunyah atau dihancurkan.

Gambar 3. Struktur Rabeprazole


4. Pantoprazole
 Indikasi : Terapi jangka pendek gaster dan terapi intestinal
 Mekansme : Menekan sekresi asam lambung dengan menghambat
sistem enzim hidrogen/ kalium Adenosin Triphosphatase (H+/K+
ATPase), yang bekerja dalam ‘proton pump’ dari sel parietal
lambung dan selanjutnya menghambat sekresi HCl.

12
 Interkasi Obat : Warfarin Meningkatan waktu protrombin pada
pasien yang memakai pantoprazole dan menunjukkan kurangnya
efek pada warfarin. Dengan Methotrexate menyebabkan mialgia dan
nyeri tulang yang parah.
 KI : Kerusakan fungsi hati dan kehamilan
 Efek Samping : Gangguan fungsi hati, trombositopenia, nefritis,
reaksi sensitifitas kulit.
 Pemberian obat : Berikan sebelum atau saat makan pagi.

Gambar 4. Struktur Pantoprazole

5. Esomeprazole
 Indikasi : Terapi refluk esophagitis erosif, terapi simtomayik GERd,
kombinasi terapi dengan antibakteri yang cocok untuk penyembuhsn
H.pylori.
 Mekanisme : Menekan sekresi asam lambung dengan menghambat
sistem enzim hidrogen/ kalium Adenosin Triphosphatase (H+/K+
ATPase), yang bekerja dalam ‘proton pump’ dari sel parietal
lambung dan selanjutnya menghambat sekresi HCl.
 Interaksi : Kalsium, Mereduksi absorpsi Ca2+ dalam CaCO3 hingga
9,1% ; Diazepam, phenytoin, dan warfarin dapat memperpanjang
eliminasi obat-obat tersebut : Dasatinib, ketoconazole , dan
itraconazole Mengurangi penyerapan obat-obat tersebut ; Digoxin,
Peningkatan absorpsi digoxin; Cyanocobalamin dan vitamin C
Mengurangi absorpsi cyanocobalamin dan vitamin C.
 KI : Hipersensitifitas. Pemberian bersama atazanavir dan nelvinavir,
laktasi, anak < 12 tahun. Untuk tab saja, intoleransi fruktosa,
malabsorbsi glukosa dan galaktosa atau insufisiensi sukrase –
isomeltase.

13
 Efek samping : Nefritis, eksaserbasi vitiligo pada kulit.

Gambar 5. Struktur Esomeprazole

B. H2 Antagonis
1. Simetidine
 Indikasi: tukak lambung maag
 Interaksi : asetamizole,cisapride, dofetilide, lomatapide, pimozide,
terfernadine.
 Efek samping: pusing, sakit kepala, mual, muntah, diare,
mengantuk.
 Kontraindikasi : hipersnsitif dengan simetidin atau penggunaan H2
antagonis reseptor lainnya.
 Mekanisme : H2 reseptor antagonis memblok H2 reseptor dari sel
pariental gastrik/ lambung sehingga menghambat ekskresi lambung.
 Metabolisme: dimeatabolisme di liver, diekskresikan di urin dan
feces
 Sediaan : injeksi: 150 mg/ml
Oral solution (cairan) sirup : 300 mg/5ml
Oral tablet : 200, 300, 400, 800 mg/oral ; 400 mg per oral/ 12
hari ; gastrik 800 mg per oral; 300 mg per oral 6 hari.

Gambar 6. Struktur simetidine

14
2. Famotidine
 Indikasi: ulkus duodenum, terapi pemeliharaan ulkus duodenum
pada pasien yang baru sembuh dari ulkus aktif, sindroma zolliger
allison.
 Mekanisme: Memblokir reseptor H2 sel parietal lambung,
menyebabkan penghambatan sekresi lambung.
 Interaksi:
- Serius,gunakan alternatif: atazanavir, dapsone, dasatinib,
delvirdine, digoxin, indinavir, itraconazole, ketokonazole,
mefloquin, nimodipin, nisoldipin, nitrendipin, ponatinib.
- Signinifikan,monitor ketat: ampicilin, karbonil iron, sefdinir,
sefditoren, sefpodoxim, sefurosime, crizotinib.
- Minor : blessed thistle, cyanocobalamin, devil’s claw.
 Efek samping : sakit kepala, pusing, konstipasi, diare, artralgia,
trombositopenia, ruam kulit
 Sediaan : Injeksi solution : 10 mg/ml ; 0,4 mg/ml
Oral suspensi : 45 mg/5 ml
Oral tablet : 10 mg ;20 mg; 40 mg
Tablet kunyah: 10 mg; 20mg

Gambar 7. Struktur Famotidin

3. Ranitidine
 Dosis : Pengobatan: 300 mg/hari per oral Pemeliharaan: 150 mg/hari
per oral
 Indikasi: Gastroesophageal, peptik ulser, Kondisi hipersekresi asam
lambung, Esofagitis
 Mekanisme Kerja: Ranitidin bekerja sebagai histamin H2-
antagonis, yaitu menghambat sekresi histamin yang dimediasi oleh
reseptor H2 seperti sekresi asam lambung dan pepsin.
 Kontraindikasi: Hipersensitifitas terhadap ranitidine atau H2-
reseptor agonis yang lain
 Efek Samping Obat: sakit kepala, diare, pusing, reaksi
hipersensitivitas, mual, muntah,anemia, pankreatitis,
trombositopenia
 Interaksi Obat:

15
- Dasatinib : menurunkan efek dasatinib dengan meningkatkan pH
lambung, Digoxin: meningkatkan tingkat atau efek digoxin
dengan meningkatkan pH lambung,
- Itrakonazol: menurunkan tingkat atau efek itrakonazol dengan
meningkatkan pHlambung,
- Cimetidin: meningkatkan tingkat atau efek ranitidine dalam
kompetisi obat untuk pembersihan tubular ginjal.
- Tolbutamide: meningkatkan tingkat atau efek tolbutamide
dengan meningkatkan pH lambung.
 Sifat Fisikakimia:
- Warna: putih-putih kekuningan.
- Bentuk: serbuk kristal, polimorfisme
- Kelarutan: sangat larut dalam air, dan sangat sedikit larut dalam
diklorometana.

Gambar 8. Struktur Ranitidin

4. Nizatidine
 Dosis : Pengobatan: 300 mg/hari per oral, Pemeliharaan: 150
mg/hari per oral
 Indikasi: Duodenum ulser, Pemeliharaan duodenum ulkus
 Mekanisme Kerja: Nizatidine bekerja sebagai histamin H2-
antagonis, yaitu menghambat sekresi histamin yang dimediasi oleh
reseptor H2 seperti sekresi asam lambung dan pepsin.
 Interaksi Obat:
- Dasatinib: menurunkan tingkat atau efek dasatinib dengan
meningkatkan pH lambung.
- Itraconazole: menurunkan tingkat atau efek itraconazole dengan
meningkatkan pH lambung.

16
- Digoxin: meningkatkan tingkat atau efek digoxin dengan
meningkatkan pH lambung
- Ampisilin: menurunkan tingkat atau efek ampisilin dengan
meningkatkan pH lambung.
- Tolbutamide: meningkatkan tingkat atau efek tolbutamide
dengan meningkatkan pH lambung.
 Kontraindikasi: Hipersensitifitas terhadap nizatidine atau H2-
reseptor agonis yang lain
 Efek Samping Obat: Sakit kepala, Nyeri perut, Ansietas,
Constipation, Insomnia, Anemia, Mual / muntah
 Sifat Fisikakimia:
- Warna: Hampir putih atau agak kecoklatan
- Bentuk: bubuk kristal
- Kelarutan: Sedikit larut dalam air, dan larut dalam metil alkohol.

Gambar 9. Struktur Nizatidine

C. Chelate dan kompleks


1. Sukralfat
 Dosis : Dewasa :dosis awal untuk duodenal ulcer 1 g tiap 6 jam,
pemeliharaan 1 g tiap 12 jam
 Indikasi : Terapi jangka pendek pada ulkus duodenum dan
gaster,gastritis kronis
 Mekanisme Aksi : Sukralfat bekerja dengan cara melindungi
mukosa dari serangan asam pepsin pada tukak lambung dan
duodenal setelah membentuk kompleks dengan eksudat yang bersifat
protein seperti albumin dan fibrinogen pada lokasi tukak. Pada
kondisi yang lebih ringan, Sukralfat membentuk viscous sehingga
memberikan perlindungan pada permukaan mukosa lambung dan
duodenum.

17
 Interaksi Obat : Absorpsi obat berikut berkurang bila digunakan
bersamaan:;Utama : Ciprofloxacin, Cimetidine, Ranitidin, Digoxin,
Ketoconazole, Teofilin, Fenitoin, Tetrasiklin.;Sedang :
Moxifloxacin, Norfloxacin, Ofloxacin, Sparfloxacin,
Warfarin.;Penggunaan obat-obatan tersebut di atas sebaiknya
dilakukan pada 2 jam sebelum atau sesudah pemberian Sukralfat.
 Efek Samping : Konstipasi (paling sering, sekitar 2%). ; mual,
muntah, kembung, mulut kering, gatal-gatal, sakit kepala, insomnia,
diare (sangat jarang, < 1%)
 Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap produk sukralfat
 Sifat Fisikokimia
Merupakan garam aluminium dari sukrosa oktasulfat. Serbuk warna
putih, praktis tidak larut dalam air dan alkohol, larut dalam asam
kuat dan basa.

 Struktur Kimia
Gambar 10. Struktur sukralfat

 Farmakologi
Absorpsi : setelah pemberian oral, Sukralfat diabsorpsi dalam jumlah
kecil dari saluran cerna, kemungkinan disebabkan karena polaritas
yang tinggi dan kelarutan yang rendah dari Sukralfat pada saluran
cerna.2,7;Bioavailabilitas oral (lokal) : komponen disakarida 5%,
aluminium < 0.02%. (1);Distribusi (2) : distribusi ke dalam jaringan
dan cairan tubuh setelah absorpsi sistemik belum ditentukan. Studi
pada hewan, volume distribusi kurang lebih 20% dari berat

18
badan.;Ekskresi (1,2) : Sukralfat bereaksi dengan asam klorida
dalam saluran cerna, membentuk sukrosa sulfat yang tidak
dimetabolisme. ;Studi pada hewan menunjukkan 90% dosis oral
sukrosa sulfat diekskresi dalam bentuk tidak berubah melalui feses
dalam waktu 48 jam. ;Sejumlah kecil sukralfat (3-5%) diabsorpsi
sebagai sukrosa sulfat, diekskresi dalam bentuk tidak berubah
melalui urin dalam waktu 48 jam.
 Stabilitas Penyimpanan : tablet Sukralfat disimpan dalam wadah
tertutup rapat, pada suhu kamar dan stabil selama 2 tahun setelah
tanggal produksi. Suspensi Sukralfat disimpan pada suhu 15-300 C,
hindari penyimpanan yang terlalu dingin (beku).
 Parameter Monitoring : Berkurangnya rasa tidak nyaman pada
bagian perut/abdomen,perbaikan hasil endoskopik,CBC (Complete
Blood Count),;tanda-tanda dan gejala-gejala dari toksisitas
aluminium terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronis atau
pasien yang menjalani dialysis
 Bentuk Sediaan : Suspensi 500 mg/5 ml, Tablet 500 mg
 Peringatan : Antasida dapat digunakan sebagai tambahan pada
terapi dengan Sukralfat untuk mengurangi rasa sakit, tetapi
sebaiknya tidak diminum dalam waktu 30 menit sebelum atau
setelah pemberian sukralfat. ;Penderita gagal ginjal kronis dan
pasien dialisis dapat meningkatkan risiko akumulasi dan toksisitas
aluminium.
 Pengaruh Anak : Keamanan dan khasiat bagi anak-anak belum ada
informasi.
 Pengaruh Kehamilan : Kategori B, tidak ditemukan bukti bahwa
obat yang mengandung aluminium seperti sukralfat dapat
mempengaruhi janin.
 Pengaruh Menyusui : Sukralfat disekresi lewat ASI dalam jumlah
kecil, sehingga pemakaiannya perlu hati-hati. Tidak ditemukan data
pemakaian sukralfat pada manusia, dimungkinkan untuk bisa
digunakan.

19
 Informasi Pasien : Diminum dalam keadaan perut kosong, 1 jam
sebelum makan atau 2 jam setelah makan dan sebelum tidur malam.

D. Analog Prostaglandin
1. Misoprostol
 Dosis dewasa : oral untuk pelindung gastrointestinal selama terapi
NSAID 200 μg 4x sehari diminum bersama makanan.
 Indikasi : untuk pencegahan dan pengobatan ulkus lambung akibat
pemakaian antiinflamasi non steroid
 Mekanisme aksi : Misoprostol bersifat antisekretori dan
sitoprotektif yang dapat mencegah ulcer karena penggunaan NSAID
 Efek Samping : diare yang tergantung dosis dan biasanya akan
sembuh dengan sendiri jika terapi terus berlangsung. Obat ini
dikontraindikasikan pada wanita hamil karena dapat merangsang
kontraksi uterus. Sakit kepala, dyspepsia, mual, muntah.
 Kontraindikasi : ibu hamil
 Interaksi: dapat meningkatkan efek oksitosin
 Sediaan : Tablet 100 μg, 200μg
 Peringatan : Untuk pasien yang menerima kortikosteroid atau
antikoagulan melaporkan perdarahan, muntah, sakit perut yang
parah, dan diare. Untuk perlindungan pada gastrointestinal, bahaya
terapi misoprostol dan risiko kegagalan kontrasepsi.
 Pengaruh kehamilan : Kategori Resiko X
 Pengaruh ibu menyusui : tereksresi dalam ASI
 Struktur Kimia

Gambar 11. Struktur misoprostol

20
PENGOBATAN INFEKSI HELICOBACTER PYLORI .
H. pylori merupakan bakteri gram negatif yang telah dikaitkan
dengan gastritis. Selanjutnya dari grastritis akan mengalami perkembangan
ulkus lambung dan ulkus duodenum, adenokarsinoma lambung sertagastric
B-cell lymphoma(Suerbaum dan Michetti,2002). Karena H. pylori berperan
penting dalam patogenesis tukak lambung maka untuk membasmi infeksi ini
dilakukan perawatan standar pada pasien dengan ulkus lambung atau
duodenum. Pada pasien yang tidak menerima NSAID, standar perawatan ini
hampir sepenuhnya menghilangkan resiko kekambuhan ulkus.
Pemberantasan H.pylori juga diindikasikan dalam pengobatan limfoma
jaringan limfoid mukosa pada perut yang bisa terjadi secara signifikan
setelah dilakukan pengobatan.
Table 1. Therapy of Helicobacter pylori Infection
Triple therapy × 14 days: [Proton pump inhibitor + clarithromycin 500 mg
+ (metronidazole 500 mg or amoxicillin 1 g)] twice a day. (Tetracycline 500
mg can be substituted for amoxicillin or metronidazole.)
Quadruple therapy × 14 days: Proton pump inhibitor twice a day +
metronidazole 500 mg three times daily + (bismuth subsalicylate 525 mg +
tetracycline 500 mg four times daily)
Or
H2-receptor antagonist twice a day + (bismuth subsalicylate 525 mg +
metronidazole 250 mg + tetracycline 500 mg) four times daily
Dosages:
Proton pump inhibitors: H2-receptor antagonists:
Omeprazole: 20 mg Cimetidine: 400 mg
Lansoprazole: 30 mg Famotidine: 20 mg
Rabeprazole: 20 mg Nizatidine: 150 mg
Pantoprazole: 40 mg Ranitidine: 150 mg
Esomeprazole: 40 mg
See Howden and Hunt, 1998.

21
Berdasarkan tinjauan literatur, banyak rejimen yang telah diusulkan
dan menujukan rejimen yang ideal. Lima pertimbangan penting sangat
mempengaruhi pemilihan rejimen untuk mengatasi peptic ulcer dapat dilihat
dalam tabel 1 (Graham, 2000). Ketika memilih lini pertama pemberantasan
rejimen, kombinasi antibiotik harus digunakan yang memungkinkan
pengobatan lini kedua (jika perlu) dengan antibiotik yang berbeda.
Antibiotik yang paling ekstensif dipelajari dan ditemukan efektif dalam
berbagai kombinasi termasuk klaritromisin, amoxicillin, metronidazol dan
tetrasiklin. Meskipun antibiotik lain mungkin efektif, mereka tidak boleh
digunakan sebagai bagian dari awal rejimen H.pylori. Karena data yang
kurang, ampicillin tidak boleh menggantikan amoxicillin, dosisiklin serta
tidak boleh menggantikan tetrasiklin, azitromisin ataupun eritromisin tidak
harus diganti untuk klaritromisin. Rejimen terapi kedua adalah pompa pump
inhibitor (PPI) atau antagonis reseptor H2 yang secara signifikan
meningkatkan efektivitas dari rejimen antibiotik yang mengandung
amoxicillin atau klaritromisin. Rejimen ketiga dilakukan 10 sampai 14 hari.
E. Amoxicillin
 Dosis Amoxicillin
- Dewasa, remaja, dan anak-anak (berat > = 40 kg): 500 mg setiap
12 jam atau 250 mg setiap 8 jam.
- Anak-anak dan bayi > 3 bulan (berat <40 kg): 20 mg / kg / hari,
diberikan dalam dosis sama setiap 8 jam atau 25 mg / kg / hari
diberikan dalam dosis sama setiap 12 jam.

 Dosis Treatment H.Pylori


- Terapi tiga : 1 g PO per 12 jam selama 14 hari dengan
Lansoprazole (30 mg) dan Klaritromisin (500 mg)
- Terapi ganda : 1 g PO per 8 jam selama 14 hari dengan
Lansoprazole (30 mg) pada pasien resisten terhadap
Klaritromisin.
 Farmakologi
- Absorbsi : cepat dan hampir sempurna, tidak dipengaruhi oleh
makanan.

22
- Distribusi : secara luas terdistribusi dalam seluruh cairan tubuh
serta tulang, penetrasi lemah kedalam sel mata dan menembus
selaput otak, konsentrasi tinggi dalam urin, mampu menembus
placenta, konsentrasi rendah dalam air susu ibu. Ikatan protein :
17-20%
- Metabolisme : secara parsial melalui hepar. T½ eliminasi : Bayi
lahir sempurna: 3,7 jam; Anak-anak : 1-2 jam; Dewasa: fungsi
ginjal normal 0.7-1,4 jam; ClCr <10 mL/menit: 7-12 jam; Time
Peak : kapsul 2 jam; suspensi 1 jam. Eksresi: urin (80% bentuk
utuh); pada neonates eksresi lebih rendah.
 Mekanisme Aksi
Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau
lebih pada ikatan penisilin-protein sehingga menyebabkan
penghambatan pada tahapan akhir transpeptidase sintesis
peptidoglikan ; dalam dinding sel bakteri, akibatnya biosintesis
dinding sel terhambat, dan sel bakteri menjadi pecah (lisis).
 Efek Samping
Susunan Saraf Pusat : Hiperaktif, agitasi, ansietas, insomnia,
konfusi, kejang, perubahan perilaku, pening.
Kulit : Acute exanthematous pustulosis, rash, erytema multiform,
sindrom stevens-johnson, dermatitis, tixic ephidermal necrolisis,
hypersensitif vasculitis, urticaria. Gastrointestinal : Mual, muntah,
diare, hemorrhagic colitis, pseudomembranous colitis, hilangnya
warna gigi.
Hematologi : Anemia, anemia hemolitik, trombisitopenia,
trombositopenia purpura, eosinophilia, leukopenia, agranulositosis
Hepatic : AST (SGOT) dan ALT (SGPT) meningkat, cholestatic
joundice, hepatic cholestatis, acute cytolitic hepatitis
Renal : Cristalluria
 Kontraindikasi
Kontraindikasi untuk pasien yang hipersensitif terhadap amoksisilin,
penisilin, atau komponen lain dalam obat.

23
 Interaksi Obat
Meningkatkan efek toksik: Disulfiram dan probenezid kemungkinan
meningkatkan kadar amoksisilin, warfarin kemungkinan dapat
meningkatkan kadar amoksisilin, secara teori jika diberikan dengan
allopurinol dapat meningkatkan efek ruam kulit.
Menurunkan efek : Kloramfenikol dan tetrasiklin secara efektif dapat
menurunkan kadar amoksisilin, dicurigai amoksisilin juga dapat
menurunkan efek obat kontrasepsi oral.
 Peringatan
Pernah dilaporkan: Reaksi hipersensitifitas, meliputi reaksi
anaphilaksis dapat mengakibatkan efek yang fatal (kematian).
Penggunaan jangka panjang, kemungkinan dapat mengakibatkan
terjadinya suprainfeksi termasuk Pseudomembranous collitis. Pada
pasien gagal ginjal, perla penyesuaian dosis. Kasus diare merupakan
kasus terbanyak jika amoksisilin digunakan sendiri.
 Pengaruh Menyusui
Karena amoksisilin terdistribusi kedalam ASI (air susu ibu) maka
dikhawatirkan amoksisilin dapat menyebabkan respon hipersensitif
untuk bayi, sehingga monitoring perlu dilakukan selama
menggunakan obat ini pada ibu menyusui.
 Parameter Monitoring
Pengamatan rutin terhadap: Fungsi ginjal (ClCr); Fungsi Hepar
(SGPT, SGOT); Hematologi (Hb); Indikator infeksi : Suhu badan,
kultur
 Stabilitas Penyimpanan
Stabilitas obat : amoksilin 125 dan 250 mg kapsul, chewable tablet,
dan serbuk suspensi oral harus disimpan dalam suhu 20°C atau lebih
rendah. Amosisilin 200 dan 400 mg chewable tablet dan salut tipis
disimpan pada suhu 25°C atau lebih rendah
 Sifat Fisikokimia
Mengandung tidak kurang dari 90.0% C16H19N3O5S.3H2O dihitung
sebagai anhidrat. Amoksisilin berwarna putih, praktis tidak berbau.

24
Sukar larut dalam air dan methanol; tidak larut dalam benzena,
dalam karbon tetraklorida dan dalam kloroform. Secara komersial,
sediaan amoksisilin tersedia dalam bentuk trihidrat, serbuk hablur,
dan larut dalam air. Ketika dilarutkan dalam air secara langsung,
akan berbentuk amoksisilin suspensi oral dengan pH antara 5 - 7.5
 Bentuk Sediaan
Kapsul, Serbuk Kering Suspensi Oral, Tablet Salut Film, Tablet
Kunyah
Informasi Pasien
Untuk menghindari timbulnya resistensi, maka sebaiknya amoksisilin
digunakan dalam dosis dan rentang waktu yang telah ditetapkan. Amati jika
ada timbul gejala ESO obat, seperti mual, diare atau respon
hipersensitivitas. Jika masih belum memahami tentang penggunaan obat,
harap menghubungi apoteker. Jika keadaan klinis belum ada perubahan
setelah menggunakan obat, maka harap menghubungi dokter

Gambar 12. Struktur Kimia Amoxicillin

F. Clarithromysin
 Indikasi : Untuk pengobatan ulkus duodenum karena Helicobacter
pylori atau ulkus gastric
 Dosis Pemberian Obat
Dosis oral: Dewasa: FDA menyarankan rejimen yang mengandung
clarithromycin 500 mg PO dua kali sehari dikombinasi dengan
amoxicillin 1000 mg PO dua kali sehari dan lansoprazole 30 mg PO
dua kali sehari selama 10-14 hari.
Bila dikombinasi dengan amoxicillin dan omeprazole: Dosis oral:
Dewasa: clarithromycin 500 mg PO dua kali sehari dikombinasi

25
dengan amoxicillin 1000 mg PO dua kali sehari dan omeprazole 20
mg PO dua kali sehari selama 10 hari.
Anak-anak†: Clarithromycin 15 mg/kg/day PO (maksimal 500 mg
PO dua kali sehari), diberikan bersama kombinasi dengan golongan
penghambat pompa proton dan antibiotika lain yang efektif terhadap
Helicobacter pylori, misalnya: amoxicillin (25 mg/kg dua kali sehari
PO hingga 1 g PO dua kali sehari), clarithromycin (7.5 mg/kg dua
kali sehari PO hingga 500 mg dua kali sehari), atau metronidazole
(20 mg/kg/day PO hingga 500 mg PO dua kali sehari).
dikombinasikan dengan ranitidine bismuth citrate:
Dosis oral: Dewasa: CATATAN: lebih efektif dalam bentuk
kombinasi 3 obat. Pada dua kombinasi obat, rejimen yang
disarankan adalah clarithromycin 500 mg PO dua kali sehari pada 14
hari pertama dikombinasi dengan ranitidine bismuth citrate 400 mg
(dua kali sehari); kemudian 14 hari berikutnya dilanjutkan dengan
monoterapi ranitidine citrate untuk melengkapi 28 hari terapi
 Sifat Fisikokimia
Serbuk kristal putih/hampir, praktis tidak larut dalam air, larut dalam
aseton dan diklorometan, agak sukar larut dalam metil alkohol (DIH,
Lexicomp)
 Farmakologi
Absorpsi: cepat; makanan akan menunda kecepatan, namun tidak
mengubah jumlah yang diabsorpsi.
Distribusi: sebagian besar jaringan, kecuali susunan saraf pusat
Protein binding: 42% to 50% ;
Metabolisme: melaluiCYP3A4; Bioavailabilitas: 50% ;
Waktu paro eliminasi : Immediate release: Clarithromycin: 3-7 jam;
14-OH-clarithromycin: 5-9 jam;Waktu mencapai puncak :
Immediate release: 2-3 jam Ekskresi: urin (20% - 40%) sebagai obat
tidak berubah; 10% - 15% sebagai metabolit
 Stabilitas Penyimpanan
Simpan tablet dan granul untuk suspensi pada suhu ruang. Setelah

26
dilarutkan, suspensi jangan disimpan dalam refrigerator karena akan
berbentuk gel.
 Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap klaritromisin atau beberapa antibiotik
makrolida, penggunaan bersama dengan derivat ergot, pimozide,
cisapride.
 Efek Samping
1% to 10%: Susunan saraf pusat: Sakit kepala (dewasa dan anak )
Dermatologik: Rash Gastrointestinal: Gangguan pengecap (dewasa
3% hingga 7%), diare (dewasa 3% hingga 6%; anak-anak 6%),
muntah (anak-anak 6%), mual (dewasa 3%), nyeri perut (dewasa
2%; anak-anak 3%), dispepsia 2% Hepatik: peningkatan waktu
Prothrombin (1%) Renal: Peningkatan ureum (4%) ; <1%,
peningkatan alkaline phosphatase, anafilaksis, tidak nafsu makan,
kecemasan, perubahan perilaku, peningkatan bilirubin, bingung,
disorientasi, peningkatan GGT, glositis, halusinasi, gangguan
pendengaran (reversible), disfungsi hepatik, gagal hepar, hepatitis,
hipoglikemia, insomnia, nefritis interstitial, jaundice, leukopenia,
neutropenia, pankreatitis, psikosis, perpanjangan QT, kejang,
peningkatan serum kreatinin, sindroma Stevens-Johnson, stomatitis,
telinga berdenging, lidah lebih gelap, pewarnaan gigi, torsade de
pointes, nekrolisis epidermal toksik, peningkatan transaminases,
tremor, urticaria, takikardi ventrikuler, aritmia ventrikuler, vertigo
 Interaksi Makanan
Makanan akan meningkatkan konsentrasi puncak (Cmax) bentuk
tablet dan suspensi sebesar masing-masing 23% dan 56%, namun
AUC-nya tidak berubah. Meskipun demikian, tablet maupun
suspensi dapat diberikan dengan ataupun tanpa makanan
 Interaksi Obat
Dapat mempengaruhi irama jantung ( perpanjangan QT ) , termasuk
amiodarone , dofetilide , pimozide , procainamide , quinidine ,
sotalol , antara lain. Dapat mempengaruhi penghapusan klaritromisin

27
dalam tubuh yang dapat mempengaruhi kerja klaritromisin
contohnya rifamycins( seperti rifabutin ) , efavirenz , nevirapine
 Bentuk Sediaan
Tablet: 250 mg dan 500 mg, suspense
 Peringatan
Karena potensial terjadi interaksi, amati adanya aritmia bila obat
diberikan bersama cisapride. Clarithromycin juga dapat
meningkatkan kadar theophylline, beberapa golongan statin, digoxin,
warfarin, dan cyclosporine. Clarithromycin dapat diberikan pada
pasien yang alergi terhadap penisilin untuk mencegah endocarditis
 Mekanisme Aksi
Seperti obat golongan makrolida lain, klaritromisin mengikat
ribosom subunit 50 S subunit pada ribosom 70 S, hal ini akan
menghambat RNA sehingga sintesa protein bakteri akan terganggu.
Clarithromycin dapat bersifat bakteriostatik ataupun bakterisidal,
tergantung pada konsentrasinya. ;Pada kondisi alkali, akan
mempermudah masuk ke sel bakteri, yang pada kondisi ini
clarithromycin ada dalam bentuk tak terionkan. Clarithromycin juga
dapat masuk sel fagosit dan makrofag, sehingga efektif terhadap
organisme yang menginfeksi saluran napas.

Gambar 13. Struktur Kimia Clarithromycin

G. Tetrasiklin
 Indikasi
Tetrasiklin merupakan kelompok antibiotik spektrum luas sebagai
obat pilihan untuk infeksi yang disebabkan oleh klamidia (trakoma,
psitakosis, salpingitis, uretritis dan limfogranuloma venerum-LGV,

28
riketsia, brucella, dan spirokaeta. Golongan tetrasiklin juga
digunakan untuk infeksi saluran napas dan genital oleh micoplasma,
pada akne (jerawat), penyakit jaringan penyangga gigi yang
destruktif (periodontal), bronkitis kronik yang kambuh kembali dan
leptospirosis (sebagai alternatif eritromisin bagi penderita yang
hipersensitif dengan penisilin.
 Dosis
- Dewasa: 4 kali sehari 250 mg - 500 mg.
Lama pemakaian:
Kecuali apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, pengobatan
dengan Tetracycline kapsul hendaknya paling sedikit berlangsung
selama 3 hari, agar kuman-kuman penyebab penyakit dapat
terberantas seluruhnya dan untuk mencegah terjadinya resistansi
bakteri terhadap tetrasiklin.
- Anak-anak di atas 8 tahun: sehari 25 - 50 mg/kg berat badan dibagi
dalam 4 dosis, maksimum 1 g.
Diberikan 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan.
 Sifat Fisikokimia
Pemerian: serbuk hablur, kuning, tidak berbau, agak higroskopis,
stabil di udara tetapi pada pemaparan terhadap cahaya matahari yang
kuat dan udara lembab akan menjadi gelap. Dalam larutan dengan
pH lebih kecil dari 2, potensi berkurang dan cepat rusak dalam
larutan alkali hidroksida.
Kelarutan: larut dalam air, dalam larutan alkali hidroksida dan dalam
larutan karbonat, sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam
kloroform dan dalam eter.
 Interaksi Obat
- Golongan tetrasiklin dengan antasida ( termasuk garan
alimunium, kalsium, atau magnsium), garam besi, garan zink.
Menyababkan absorpsi dan kadar serum tetrasiklin turun.
Pengatasan : tetrasiklin diberikan 1 jam sebalum atau 2 jam
setelah antasida.

29
- Golongan tetrasiklin dengan garam bismuth menyebabkan kadar
serum tetrasiklin turun.
Pengatasan : bismuth diberikan 2 jam setelah tetrasiklin
- Golongan tetrasiklin dengan cholestyramine atau colestipol
menyebabkan absorpsi tetrasiklin turun sehingga kadar
serumnya juga turun.
Pengatasan : bila perlu dilakukan penyesuaian dosis
tetrasiklin.
- Golongan tetrasiklin dengan pengalkali urin (contoh: Na. Laktat,
K. Sitrat) menyababkan terjadi peningkatan ekskresi dan
penurunan kadar serum tetrasiklin.
Pengatasan : pemisahan waktu pemakaian 3-4 jam atau bila
perlu dilakukan peningkatan dosis tetrasiklin ( jika pH urin naik
signifikan)
- Golongan tetrasiklin dengan anti koagulan oral. Efek
antikoagualan meningkat karena berkurangnya vitamin K yang
diproduksi bakteri dalam usus akibat pemakaian tetrasiklin.
Pengatasan : monitor parameter anti koagualan dan bila perlu
dosis anti koagualan disesuaikan.
- Golongan tetrasiklin dengan kontrasepsi oral. Tetrasiklin
mempengaruhi resirkulasi enterohepatik kontrasepsi steroid,
sehingga menurunkan efeknya.
- Golongan tetrasiklin denga digoxin. Dapat terjadi peningkatan
kadar serum digoxin pada sejumlah kecil pasien ( sekitar 10%).
Pengatasan : monitor kadar digoxin dan tanda-tanda toksisitasnya.
 Mekanisme kerja
Menghambat sintesis protein bakteri dengan berikatan pada 30s dan
mungkin juga 50s ribosom sub unit pada bakteri yang sensitif,
kemungkinan juga menghasilkan perubahan pada membran
sitoplasma bakteri.

30
 Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap tetrasiklin atau terhadap komposisi formulasi
yang terdapat dalam obat; jangan diberikan pada anak < 8 tahun,
wanita hamil (kategori d) dan menyusui.
 Efek samping obat
Anoreksia, mual, muntah, diare, gossitis, disfagia, enterokolitis, lesi
inflamasi, ruam makulopapular dan eritematosa, fotosensitif.

Gambar 14. Struktur Kimia Tetracyclin

H. BISMUT SUBSALISILAT
 Indikasi
Ulkus peptik yang disebabkan oleh bakteri (H.Pylori). Biasanya
dikombinasikan dengan PPI, metronidazol, dan tetrasiklin.
Efektivitas regimen tersebut mencapai 93%.
 Kontra indikasi : Gangguan ginjal berat
 Efek Samping : Mual, muntah, diare, nyeri perut, anoreksia
 Dosis
Dewasa : 525 mg (2 regular-strength tablets or 1 extra-strength
tablet) + 250 mg metronidazole + 500 mg tetracycline PO q6hr for
14 days, plus an H2 antagonist (Helidac Therapy pack).
 Mekanisme Aksi
Penghambatan aktivitas pepsin, merangsang produksi mukosa, dan
meningkatkan sintesis prostaglandin. Bismut mempunyai efek
antimikroba dan salisilat mempunyai efek antisekretori.

31
Gambar 15. Struktur Kimia Bismut Subsalisilat

I. METRONIDAZOLE
 Indikasi
Metronidazole efektif untuk pengobatan :
1. Trikomoniasis, seperti vaginitis dan uretritis yang disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis.
2. Amebiasis, seperti amebiasis intestinal dan amebiasis hepatic yang
disebabkan oleh E. histolytica.
3. Sebagai obat pilihan untuk giardiasis.
 Dosis
Dewasa
Untuk pengobatan 1 hari: 2 g 1 kali atau 1 gram 2 kali sehari.
Untuk pengobatan 7 hari: 250 mg 3 kali sehari selama 7 hari
berturut-turut
 Kontra Indikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap metronidazole atau derivat
nitroimidazol lainnya dan kehamilan trimester pertama.
 Efek Samping
Mual, sakit kepala, anoreksia, diare, nyeri epigastrum dan konstlpasi.
 Mekanisme Kerja
Dalam sel atau mikroorganisme metronidazol mengalami reduksi
menjadi produk polar. Hasil reduksi ini mempunyai aksi antibakteri
dengan jalan menghambat sintesa asam nukleat.
 Sifat Fisikakimia
Berbentuk kristal kuning muda dan sedikit larut dalam air atau
alkohol. Metronidazole merupakan obat antibakteri dan anti

32
protozoa sintetik derivat nitroimidazole yang mempunyai aktivitas
bakterisid
 Sediaan
Tiap tablet mengandung metronidazol 250 mg.
tablet salut selaput mengandung metronldazol 500 mg.
 Interaksi Obat
Metronidazole menghambat metabolisme warfarin dan dosis
antikoagulan kumarin lainnya harus dikurangi.
Pemberian alkohol selama terapi dengan metronidazole dapat
menimbulkan gejala seperti pada disulfiram yaitu mual, muntah,
sakit perut dan sakit kepala.
Dengan obat-obat yang menekan aktivitas enzim mikrosomal hati
seperti simetidina, akan memperpanjang waktu paruh metronidazole.
 Perhatian
Metronidazole tidak dianjurkan untuk penderita dengan gangguan
pada susunan saraf pusat, diskrasia darah, kerusakan hati, ibu
menyusui dan dalam masa kehamilan trimester II dan III. Pada terapi
ulang atau pemakaian lebih dari 7 hari diperlukan pemeriksaan sel
darah putih.

Gambar 16. Struktur Kimia Metronidazol

33
BAB III

Monitoring dan KIE

3.1 Monitoring

 Monitoring objektif :
1. Cek rutin kultur H.pylori
2. Monitoring kecenderungan kolonisasi dan penyakit gastrointerstinal
bagian atas pada berbagai populasi dapat memberikan gambaran
kecenderungan terjadinya infeksi H.pylori.
3. Monitoring penggunaan NSAID jika pasien mengkonsumsi NSAID
 Monitoring subjektif :
1. Monitoring kondisi pasien dan rasa nyeri
2. Monitoring gaya hidup dan pola makan pasien
3. Monitoring keparahan penyakit

3.2 KIE
1. Hindari atau kurangi stress, merokok, dan penggunaan NSAID
(termasuk piroksikam). Jika piroksikam masih digunakan, diberi
jeda 1-2 jam setelah makan.
2. Hindari makanan dan minuman (seperti : makanan pedas, kopi,
alkohol) karena dapat menyebabkan dispepsia atau memunculkan
gejala tukak.
3. Penggunaan obat yang rutin dapat mengurangi/menyembuhkan
penyakit

34
Daftar Pustaka
Suerbaum, S., and Michetti, P. Helicobacter pylori infection. N. Engl. J.
Med., 2002,347:1175-1186. Pubmed

Graham, D.Y. Therapy of Helicobacter pylori: current status and issues.


Gastroenterology,2000,118:S2-S8.

Howden, C.W., and Hunt, R.H. Guidelines for the management of


Helicobacter pylori infection. Ad Hoc Committee on the Practice
Parameters of the American College of Gastroenterology. Am. J.
Gastroenterol., 1998,93:2330-2338. Pubmed

www.medscape.com (diakses tanggal 12 april 2014)

35

Anda mungkin juga menyukai