Anda di halaman 1dari 9

MENINGKATKAN RESPONS PSIKOSOSIAL-SPIRITUAL PADA PASIEN

DIABETES MELITUS TIPE 2 MELALUI APLIKASI


MODUL SELF CARE MANAGEMENT
(Promoting Psycho-Social-Spiritual Response in Patients with Type 2
Diabetes Mellitus Through Aplication on Self Care Management Modul)

Kusnanto*
*Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Kampus C Mulyorejo Surabaya Telp/Fax. (031) 5913257
E-mail: kusnanto_ners@yahoo.com

ABSTRAK
Pendahuluan: DM adalah suatu penyakit kronis yang tidak bisa disembuhkan tetapi bisa
dikontrol kadar gula darahnya, prevalensi secara global cenderung meningkat hal ini disebabkan
ketidakmampuan penderita dalam mengelola penyakitnya secara mandiri dan berdampak pada
kondisi kesehatan yang semakin memburuk. Upaya untuk meningkatkan kualitas hidup penderita
DM telah dilakukan namun hasilnya belum optimal penderita DM masih banyak yang belum
menunjukkan adanya kemandirian dalam mengelola penyakitnya. Karena itu untuk dapat mengelola
penyakitnya secara efektif, penderita harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan keyakinan diri
dalam melakukan tindakan medis tertentu. Self-management penderita bergantung pada edukasi,
pemberdayaan dan self monitoring mereka dalam usaha mengevaluasi hasil dari self care yang telah
dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan terjadinya perbaikan kondisi psikologis, sosial
dan spiritual melalui aplikasi modul Self Care Management. Perbaikan pada kondisi psikologis,
sosial dan spiritual diharapkan akan memperbaiki kondisi gula darah dan HbA1C penderita DM.
Metode: Pasien yang baru didiagnosis DM Tipe 2 di Puskesmas Kebonsari diseleksi dengan
purposive sampling dan dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok berjumlah 25
penderita. Kelompok perlakuan diberikan modul Self Care Management. Sebelum dan sesudah
pemberian modul penderita diberikan kuesioner. Data dianalisis dengan Uji t, McNemar dan Chi-
Square. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa koping penderita lebih konstruktif, hubungan
interpersonal meningkat dan penderita lebih bertawakal dalam menghadapi penyakit yang sedang
diderita. Pembahasan: Modul Self Care Management dapat memperbaiki kondisi psikologis, sosial
dan spiritual penderita DM tipe 2 di masyarakat.

Kata kunci: modul Self Care Management, respons Psycho, social dan spiritual, DM tipe 2

ABSTRACT
Introduction: Diabetes mellitus was a kind of incurable chronic disease that actually manageable.
The global prevalence tends to increase due to less self management of the disease and the impact
of it was severe health condition. There were so many interventions implemented but failed to give
optimal improvement in patient’s condition and there are so many DM patients have insufficient
ability to manage their own disease. Patients need to have knowledge, skills, and self confident
to be able to manage their disease. Patient’s self-management depends on patient’s education,
empowerment, and self monitoring in evaluating their self-care management. The purpose of this
research was promoting patient’s psychological, social, and spiritual conditions through Self Care
Management. Improvement in psychological, social, and spiritual conditions in patients with DM will
lead to better level of blood glucose and HbA1C. Method: Patient newly diagnose with Type 2 DM
at Puskesmas Kebonsari was selected with purposive sampling and divided into two groups. Each
group contains 25 patients. Intervention group was given Self Diabetes Management Module. Before

47
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 47–55

and after intervention patient was given Questionnaire. The data then analyzed using Student-T test,
McNemar and Chi-Square. Result: The result of this research showed patient have constructive
coping, increase interpersonal relation. Patients also have better acceptance about the disease and
involve in its management. Discussion: Self Care Management Module promotes psychological,
social, and spiritual conditions in patients with type 2 DM.

Keywords: Self Care Management Module, Psychological, social and spiritual, type 2 DM

PENDAHULUAN berlebihan, hidup santai dan kurang gerak


badan), faktor demografi (jumlah penduduk
Diabetes mellitus (DM) merupakan
meningkat, urbanisasi, penduduk berumur
suatu kelompok penyakit metabolik dengan
diatas 40 tahun meningkat), dan berkurangnya
karakteristik hiperglikemia yang terjadi
penyakit infeksi dan kurang gizi.
karena kelainan sekresi insulin, kerja
Upaya untuk meningkatkan kualitas
insulin atau kedua-duanya (ADA, 2012).
hidup penderita DM telah dilakukan baik
Penelitian epidemiologi menunjukkan adanya
berupa Diabetes Mellitus Self Care (Guthrie
kecenderungan peningkatan angka insidensi
& Guthrie, 2002) maupun Diabetes Self
dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru
Management Education (Funnel, 2010),
dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan
masih banyak penderita DM yang belum
jumlah penderita diabetes yang cukup
mandiri dalam mengelola penyakitnya. Lorig
besar pada tahun-tahun mendatang. WHO
dan Holman (2000) menyatakan bahwa pada
memprediksi kenaikan jumlah penyandang
dasarnya penderita bertanggung jawab atas
DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun
pengelolaan day-to-day care atas penyakitnya.
2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun
Penderita harus memiliki pengetahuan,
2030 dan komposisinya lebih banyak pada usia
keterampilan dan keyakinan diri dalam
muda dan usia yang produktif (WHO, 2012).
melakukan tindakan medis tertentu seperti tes
International Diabetes Federation (IDF) pada
gula darah, serta pemahaman akan pengelolaan
tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah
emosi untuk dapat mengelola penyakitnya
penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009
secara efektif (Atak, 2007). Hal utama dalam
menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Laporan
mengelola penyakit DM selalu berkenaan
keduanya menunjukkan adanya peningkatan
dengan manajemen gaya hidup antara lain
jumlah penyandang DM sebanyak 2–3 kali
perencanaan makan, latihan jasmani,
lipat pada tahun 2030 (PERKENI, 2011).
pengunaan obat hipoglikemik secara teratur,
Kasus DM yang terbanyak dijumpai
pengontrolan berat badan, pemantauan kadar
adalah DM tipe 2, yang umumnya mempunyai
glukosa darah atau urin serta pengontrolan
latar belakang kelainan berupa resistensi
kondisi emosi dan psikis penderita (Anderson,
insulin. Kasus DM tipe 1 yang mempunyai
1999).
latar belakang kelainan berupa kurangnya
Self management penderita bergantung
insulin secara absolut akibat proses autoimun
pada edukasi, pemberdayaan dan self
tidak begitu banyak ditemukan di Indonesia
monitoring mereka dalam usaha mengevaluasi
(Waspadji, 2009). Menyatakan bahwa Suyono
hasil dari self care yang telah dilakukan
(2009) 90% dari semua populasi diabetes
(Pasavic, 1980). Memberdayakan penderita
adalah DM tipe 2, bahkan dalam kurun
secara mandiri sangat penting, untuk
waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang
meningkatkan pengetahuan, memperbaiki
kekerapan DM tipe 2 di Indonesia akan
sikap serta mengubah perilaku. Modul
meningkat dengan drastis, yang disebabkan
self care management dapat memfasilitasi
oleh faktor keturunan (genetik, faktor
p e n i ng k at a n p e nget a hu a n p e nde r it a
kegemukan/ obesitas (perubahan gaya hidup
tentang DM dan pengelolaannya secara
dari tradisional ke gaya hidup barat, makan

48
Meningkatkan Respons Psikososial-spiritual pada Pasien Diabetes Melitus (Kusnanto)

komprehensif, membentuk sikap yang utuh controlled group pretest-posttest design.


(total attitude), dan merubah perilaku sesuai Besar sampel dihitung dengan adequacy
dengan pengetahuan yang dimilikinya dalam of sample size for health research (rumus
menghadapi penyakit kronis sehingga akan S.K. Lwanga and S Lemeshow dalam WHO
berpengaruh pada perbaikan kondisi kesehatan Genewa, 1996) kemudian dibagi secara acak
secara optimal. Pengaruh pemberian modul pada kelompok perlakuan dan kontrol masing-
self care management terhadap perbaikan masing 28 orang. Semua sampel dilakukan pre
aspek psikososial dan spiritual penderita DM test, meliputi pengukuran kondisi psikologis
sampai saat ini masih belum jelas. (perilaku koping), kondisi sosial (hubungan
interpersonal) dan kondisi spiritual (tawakal).
Kelompok perlakuan diberikan modul
BAHAN DAN METODE
Self Care Management untuk dipelajari
I nst r u men penelit ia n denga n dan diaplikasikan, sedangkan kelompok
menggunakan kuesioner pertanyaan tertutup pembanding tidak berikan perlakuan apa-apa.
yang terdiri atas kondisi psikologis (koping), Setelah 3 bulan dilakukan evaluasi (post test).
kondisi sosial (hubungan interpersonal) dan Analisis data menggunakan uji t berpasangan,
kondisi spiritual (bertawakal). Kuesioner yang dimulai dari uji normalitas (distribusi
pengukuran kondisi psikologis (koping) data) dengan one-sample kolmogorov-smirnov
ber fok u s emosi: i nd iv idu ber u sa ha test dan paired T-test.
mengurangi reaksi emosi negatif (menghindar,
melepaskan emosi, rileks, menyalahkan diri
HASIL
sendiri). Kuesioner pengukuran kondisi sosial
(hubungan interpersonal) mengacu pada Pada saat kegiatan penelitian
dimensi sosial yang dikembangkan oleh WHO berlangsung, terdapat 8 penderita yang
(WHO QoL) berfokus masalah: individu dapat dikeluarkan dari penelitian, yaitu pada
memecahkan masalah, mencari informasi, kelompok perlakuan ada 3 penderita yang
melakukan tindakan langsung, mengubah dikeluarkan karena tidak dapat mengikuti
pola pikir dan motivasi, membuat rencana kegiatan secara penuh dan 1 penderita
baru. Kuesioner pengukuran kondisi spiritual mengundurkan diri tanpa alasan. Sedangkan
berfokus religi atau spiritual: mengatasi pada kelompok pembanding terdapat 5
masalah dengan tindakan ritual, berdoa, penderita yang dikeluarkan dari penelitian
sembahyang, dzikir, meditasi dan relaksasi. karena 2 penderita pindah rumah dan
Uji va l id it a s d a n r el i a bi l it a s 1 penderita mengundurkan diri karena
menunjukkan ketiga kuesioner tersebut valid kondisi kesehatan menurun dan 2 penderita
dan reliable. Uji validitas kuesioner perilaku mengundurkan diri dengan alasan ingin segera
koping dengan rumus korelasi product moment mendapatkan pengobatan. Dengan demikian
didapatkan nilai r di atas 0,658>0,228 (p<0,05) total sampel yang ada adalah 50 penderita
dan uji reliabilitas dengan uji alpha, didapatkan yang dapat dilakukan pemeriksaan post test.
hasil cronbach’s alpha 0.929 jauh diatas Hasil uji McNemar untuk kondisi
nilai 0,80 (p<0,05). Uji validitas kuesioner psikologis (koping) pada kelompok perlakuan
kondisi sosial menunjukkan nilai r diatas menunjukkan bahwa angka signifikansi
0,658>0,228 (p<0,05) dan hasil cronbach’s tidak bisa dihitung karena salah satu variabel
alpha 0.960 jauh diatas nilai 0.80 (p<0,05). Uji bernilai konstan. Pada kelompok pembanding
validitas kuesioner kondisi spiritual (tawakal) hasil uji McNemar didapatkan angka
didapatkan nilai r diatas 0,658>0,228 (p<0,05) signifikansi 1,000 (p>0,05) yang berarti tidak
dan hasil cronbach’s alpha 0,975 jauh diatas ada perbedaan yang bermakna antara koping
nilai 0.80 (p<0,05). pretest dan posttest. Hubungan interpersonal
Penelitian ini mer upakan quasy pada kelompok perlakuan antara sebelum
experiment, menggunakan non randomized dan sesudah tiga bulan pemberian modul Self

49
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 47–55

Care Management berbeda secara bermakna (hubungan interpersonal) antara kelompok


yang ditunjukkan oleh hasil uji McNemar perlakuan dan pembanding juga menunjukkan
p=0,000, pada kelompok pembanding angka perbedaan yang signifikan yaitu 0,000 (p<0,05)
signifikansi adalah 0.250 (p>0,05), maka dapat (Tabel 2). Kondisi spiritual (tawakal) pada
disimpulkan bahwa hubungan interpersonal saat post-test antara kelompok perlakuan dan
tidak berbeda secara bermakna antara pre test pembanding menunjukkan perbedaan yang
dan post test. Angka signifikansi uji McNemar signifikan yaitu 0,000 (p<0,05) (Tabel 3).
kondisi spiritual (tawakal) pada kelompok
perlakuan tidak dapat dihitung karena salah
PEMBAHASAN
satu variabel bernilai konstan, sedangkan
pada kelompok pembanding didapatkan nilai Diagnosis sebagai penderita DM
1,000 (p>0,05) yang berarti kondisi spiritual merupakan suatu kondisi yang menimbulkan
(tawakal) antara pretest dan post-test tidak tekanan stres yang cukup besar pada
berbeda secara bermakna. penderita DM yang bersangkutan. Terkena
Pengaruh pemberian modul self care DM kadang membuat seseorang menjadi
management dapat dilihat berdasarkan hasil uji cemas, panik, takut hingga merasa marah.
chi square yang membandingkan nilai posttest Seseorang yang mengalami stres/ketegangan
antara kelompok perlakuan dan pembanding. psikologik memerlukan kemampuan pribadi
Perbandingan kondisi psikologis (koping) maupun dukungan dari lingkungan agar dapat
antara kelompok perlakuan dan pembanding mengurangi stres, cara yang digunakan oleh
didapatkan nilai signifikansi 0,000 (p<0,05), individu untuk mengurangi stres itulah yang
berarti terdapat perbedaan yang bermakna disebut dengan koping (Rasmun, 2004).
(Tabel 1). Nilai post test kondisi sosial

Tabel 1. Kondisi Psikologis (Koping) Sesudah Perlakuan pada Kelompok Perlakuan dan
Pembanding
Kelompok
Variabel Total p
Perlakuan Pembanding
Perilaku Koping sesudah Destruktif 2 24 26
0.000
perlakuan Konstruktif 23 1 24
Total 25 25 50

Tabel 2. Kondisi Sosial (Hubungan Interpersonal) Sesudah Perlakuan pada Kelompok Perlakuan dan
Pembanding
Kelompok
Variabel Total p
Perlakuan Pembanding
Hubungan Kurang 1 21 22
Interpersonal sesudah Baik 24 4 28 0.000
perlakuan
Total 25 25 50

Tabel 3. Kondisi Spiritual (Tawakal) Sesudah Perlakuan pada Kelompok Perlakuan dan
Pembanding
Kelompok
Variabel Total p
Perlakuan Pembanding
Tawakal sesudah Kurang 2 21 23
0.000
perlakuan Baik 23 4 27
Total 25 25 50

50
Meningkatkan Respons Psikososial-spiritual pada Pasien Diabetes Melitus (Kusnanto)

Pemberian Modul Self Care Management untuk berteman, makan sesuka hati, memilih
untuk memandirikan penderita dalam aktivitas yang disenangi, merasa terus diawasi
mengembangkan koping yang konstruktif. dan lain sebagainya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Ketiga reaksi di atas bisa berlangsung
kelompok perlakuan sebelum dilakukan hanya sebentar, tetapi ada pula orang yang
diberikan modul Self Care Management mengalaminya dalam waktu lama sebelum
semua responden dalam kategori koping yang akhirnya menerima kondisinya. Masalah
destruktif dan setelah diberikan perlakuan yang dihadapi oleh penderita DM bukanlah
hanya ada 2 penderita dari 25 penderita bagaimana ia sampai terkena DM atau tipe
yang dalam kategori koping yang destruktif. DM apa yang dia derita, melainkan bagaimana
Dengan hasil tersebut setelah dilakukan uji ia dapat mengubah gaya hidup untuk memiliki
McNemar kelompok perlakuan, menunjukkan kehidupan yang sehat dan lebih aktif. Penderita
angka Significancy tidak bisa dihitung karena DM dituntut untuk melakukan perubahan
salah satu variable nilainya konstan, yaitu gaya hidup, baik yang meliputi pengaturan
dari 25 penderita hanya ada 2 penderita pola makan, tuntutan untuk aktif berolah raga,
yang masih memiliki koping yang destruktif pengontrolan kadar gula darah, bahkan pada
sedangkan 23 penderita telah memiliki koping kondisi tertentu menuntut adanya konsistensi
yang konstruktif. Hasil uji Chi-Square, dalam penyuntikan insulin. Kondisi ini
menunjukkan nilai Significancy-nya adalah tentunya menimbulkan rasa tidak nyaman,
0.000. Karena nilai p<0,05, berarti terdapat terganggu hingga malu dan marah akan
perbedaan yang bermakna, perilaku koping kondisinya (Tandra, 2008).
sebelum dan sesudah tiga bulan pemberian Stres pada penderita DM tidak hanya
modul Self Care Management. berasal dari respons terhadap penyakit yang
Koping adalah proses yang dilalui oleh dihadapinya, namun penderita DM juga
individu dalam menyelesaikan situasi stresfull. harus berhadapan dengan stres kehidupan
Koping tersebut adalah merupakan respons sehari-hari. Oleh sebab itu, amat penting
individu terhadap situasi yang mengancam bagi penderita DM untuk dapat melakukan
dirinya baik fisik maupun psikologik. Koping pengelolaan stress. Pada penelitian ini melalui
diartikan sebagai usaha perubahan kognitif dan modul DM Mandiri penderita diajari mengelola
perilaku secara konstan untuk menyelesaikan stres yang efektif dan mengembangkan
stres yang dihadapi. koping yang konstruktif. Koping yang efektif
Pada saat seseorang mangalami stres akan menghasilkan adaptasi (Keliat, 1999).
ada yang menghadapinya dengan berdiam Menurut Rasmun (2004) koping yang efektif
diri, ada pula yang bersikap memberontak menghasilkan adaptasi yang menetap dan
Menurut Tandra (2007), ada tiga fase emosi merupakan kebiasaan baru dan perbaikan
yang umum dialami oleh mereka yang baru dari situasi yang lama, sedangkan koping yang
mendapat informasi bahwa dirinya menderita tidak efektif berakhir dengan maladaptif yaitu
DM (1) Reaksi penolakan; tidak bisa menerima perilaku yang menyimpang dari keinginan
kenyataan bahwa dirinya mengidap DM atau yang normatif dan dapat merugikan diri
menyalahkan hasil laboratorium, (2) Reaksi sendiri maupun orang lain atau lingkungan
marah; marah kepada orang di sekitarnya, (Keliat, 2004).
kadang timbul rasa bersalah karena marah Implementasi yang dilakukan untuk
kepada istri atau suami atau anak, dan memperbaiki kondisi sosial (hubungan
semuanya ini tidak akan memberikan hasil interpersonal) pada penelitian ini adalah
pengobatan DM yang baik, dan (3) Reaksi dengan membentuk peer group support atau
depresi; dikatakan bahwa orang yang membentuk kelompok paguyuban penderita
menderita DM akan mengalami reaksi depresi Diabet di Puskesmas Kebonsari. Paguyuban
3–4 kali lebih banyak daripada orang biasa. (gameinschaft) menurut Horton dan Hunt (1993)
Penderita umumnya merasa tidak bebas lagi merupakan bagian dari bentuk kelompok,

51
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 47–55

Ferdinan Tonnies mengembangkan istilah penderita dengan orang lain (tetangga) dan
ini yang secara umum dapat diterjemahkan saudara meningkat, penderita lebih terbuka
sebagai komunitas (community). dalam mengungkapkan permasalahan yang
Modu l Self Ca re Management dihadapi khususnya berkaitan dengan penyakit
memfasilitasi penderita untuk bergabung yang sedang dialaminya, kegiatan keagamaan
dalam sebuah kelompok penderita diabetes. dan kegiatan sosial lebih meningkat, serta
Menur ut Ostalo (2007) kegiatan peer rasa persaudaraan di antara penderita diabetes
group support dapat berlangsung aktif lebih meningkat.
apabila dilakukan dengan langkah-langkah; Dalam paradigma keperawatan sudah
(1) checking in, (2) presentasi masalah, jelas bahwa profesi perawat memandang klien
(3) klarifi kasi masalah, (4) berbagi usulan, sebagai makhluk bio-psiko-sosio-kultural
(5) perencanaan tindakan, dan (6) checking dan spiritual yang berespons secara holistik
out. Semua informasi tentang pelaksanaan dan unik terhadap perubahan kesehatan atau
peer group support dijelaskan dalam modul pada keadaan krisis dan asuhan keperawatan
tersebut. Hasil penelitian pada kelompok ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia
perlakuan menunjukkan bahwa sebelum diberi secara holistik (Yani, 2000). Watson (1988)
modul semua penderita mengalami hubungan dalam George (1990) mendefinisikan caring
interpersonal yang kurang dan setelah diberi lebih dari sebuah exisestensial philosophy, ia
perlakuan 24 penderita dari 25 penderita memandang sebagai dasar spiritual, baginya
mengalami hubungan interpersonal yang caring adalah ideal moral dari keperawatan.
baik. Hasil uji McNemar kelompok perlakuan, Manusia akan eksistensi bila dimensi
nilai Significancy adalah 0,000. Karena nilai spiritualnya meningkat ditunjukkan dengan
p<0.05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa penerimaan diri, tingkat kesadaran diri yang
hubungan interpersonal antara sebelum dan tinggi, kekuatan dari dalam diri, intuitif.
sesudah tiga bulan diberi modul Self Care Menurut Hutchison (1998) manusia
Management berbeda secara bermakna. digambarkan dari tiga dimensi yaitu (1) fisik
Hasil uji Chi-Square juga menunjukkan nilai atau biologis dimensi yang berkaitan dengan
Significancy-nya adalah 0,000. Karena nilai dunia di sekitar kita melalui lima indera kita.
p<0,05, berarti terdapat perbedaan yang (2) Dimensi psikososial yang berkaitan dengan
bermakna, hubungan interpersonal sebelum diri sendiri dan orang lain, melibatkan emosi,
dan diberi modul Self Care Management. moral, akal. (3) Rohani yang melebihi dimensi
Menurut Robert Weiss (1974) dalam fisik dan dimensi psikososial dan memiliki
Peplau (1992), individu yang bergabung kemampuan untuk berhubungan dengan yang
dengan suatu kelompok berkesempatan lebih tinggi.
untuk mendapatkan hal-hal penting seperti I mplement asi modul Self Care
kasih saying, interaksi sosial, harga diri, Management memfasilitasi untuk kebutuhan
rasa persatuan yang dapat diandalkan spiritual penderita DM, hal ini didasarkan pada
dan bimbingan serta kesempatan untuk perkembangan konsep psikoterapi dan terapi
mengasuh. religius yang saat ini sedang berkembang.
Menur ut Gail (2010) inter vensi Dalam penelitian ini psikoterapi ditekankan
peer group dapat menurunkan depresi, pada aspek psychocare, dengan psychocare
meningkatkan aspek psikososial meliputi dimaksudkan untuk memberikan motivasi,
kualitas hidup dan self efficacy. Keberhasilan semangat dan dorongan agar penderita diabetes
dari peer group support berkaitan dengan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan
adanya rasa kebersamaan dan berbagi serta percaya diri (self confidence) bahwa
pengalaman hidup dengan sesama penderita ia mampu mengatasi stressor yang sedang
diabetes (Heisler, 2010). Hasil penelitian dihadapinya. Sedangkan dalam aplikasi terapi
menunjukkan bahwa hubungan antara penderita religius lebih ditekankan pada aspek spiritual
satu dengan penderita yang lain lebih baik dan care, dengan memberikan rambu-rambu
penderita tidak banyak menyendiri, hubungan bimbingan spiritual untuk meningkatkan

52
Meningkatkan Respons Psikososial-spiritual pada Pasien Diabetes Melitus (Kusnanto)

keyakinan tentang makna sakit yang sedang SEFT (Spiritual Emotional Freedom
diderita dan melakukan Spiritual Emotional Technique) merupakan salah satu varian
Freedom Technique (SEFT). dari satu cabang ilmu baru yang dinamai
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan energy psychology. SEFT adalah kombinasi
untuk mempertahankan atau mengembalikan kekuatan antara spiritual power dengan
keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, energy psychology. Energy psychology adalah
serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau seperangkat prinsip dan teknik memanfaatkan
pengampunan, mencintai, menjalin hubungan system energy tubuh untuk memperbaiki
penuh rasa percaya dengan Tuhan (Yani, kondisi pikiran emosi dan perilaku. SEFT
2000). Menurut Dorsey (1996), do’a termasuk bekerja dengan prinsip yang kurang lebih
kepasrahan atau penyerahan diri terhadap sama dengan akupuntur dan akupresur,
Tuhan, merupakan faktor yang penting dalam ketiganya berusaha merangsang titik-titik
perjalanan penyakit. Ia melakukan meta kunci di sepanjang 12 jalur energy (energy
analisis terhadap berbagai kasus dan penelitian meridian) tubuh yang sangat berpengaruh
kuantitatif untuk membuktikan pendapatnya pada kesehatan kita. Perbedaannya SEFT
tersebut. Serupa dengan pendapat ini, pada menggunakan cara yang lebih aman, lebih
abad ke-10, pakar kedokteran Ibnu Sina mudah, lebih cepat dan lebih sederhana.
(980–1037) juga telah mengatakan pentingnya Ada empat hal yang harus diperhatikan
pikiran atau daya kejiwaan seseorang dalam agar SEFT yang dilakukan efektif, empat hal
setiap penyakit. tersebut merupakan kunci keberhasil SEFT,
Pada penelitian ini melalui modul yaitu Khusyu’. Ikhlas, pasrah dan syukur.
pengelolaan diabetes mandiri bimbingan
spiritual diarahkan pada mengembangkan
SIMPULAN DAN SARAN
sikap yang baik pada saat sakit. Sebelum
pemberian perlakuan, semua penderita pada Simpulan
kelompok perlakuan kurang tawakal dalam Modul Self Care Management
menghadapi sakitnya dan setelah perlakuan merupakan media yang dapat digunakan oleh
menunjukkan 23 penderita tingkat tawakalnya penderita DM dalam mengelola penyakitnya
membaik dan hanya 2 penderita yang masih secara mandiri untuk memperbaiki kondisi
menunjukkan kurang tawakal. psikologis sehingga koping menjadi lebih
Banyak orang yang datang mencari konstruktif, memperbaiki kondisi sosial
penyembuhan kepada para dokter atau para sehingga hubungan interpersonal meningkat
imam, namun, setiap orang sebenarnya dan memperbaiki kondisi spiritual, sehingga
memiliki potensi untuk menyembuhkan penderita lebih bertawakal, dapat menerima
diri sendiri. Penerapan konsep berserah diri keadaannya dan selalu berupaya untuk
dalam awal langkah teknik terapi juga telah melakukan perawatan dan pengobatan yang
dibakukan dalam memulihkan seseorang. optimal demi mencapai kesembuhan.
Penerapan konsep tawakal tidak berarti/
menghapuskan usaha pengobatan melalui Saran
teknologi kedokteran. Pada umumnya imam
Penderita DM di komunitas dapat
berbagai agama dan kepercayaan masih
menggunakan Modul Self Care Management
menganjurkan untuk mengikuti pemanfaatan
sebagai acuhan untuk mengelola penyakitnya
teknologi kedokteran, baik untuk diagnosis
secara mandiri di rumah, perawat komunitas
maupun untuk pengobatan. Nabi Muhammad
(puskesmas) dapat menjadikan modul Self
SAW, misalnya dengan jelas menyatakan
Care Management sebagai media intervensi
keharusan untuk mencari pengobatan ketika
memandirikan penderita Diabetes melitus
seseorang menderita penyakit, tawakal harus
Tipe 2 di masyarakat, dan modul Self
disertai dengan ikhtiar agar berhasil mencapai
Care Management dapat dijadikan sebagai
tujuan. Pada modul penelitian ini penderita
strategi pemberdayaan para diabetisi untuk
juga dibantu melakukan SEFT.

53
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 47–55

meningkatkan derajat kesehatan secara Diabetes mellitus Terpadu. Jakarta:


optimal sehingga penderita DM bermanfaat Fakultas Kedokteran Universitas
bagi masyarakat luas. Indonesia.
Benjamin, GC., et al., 2008. Diabetes Self
Management Education, Establishing a
KEPUSTAKAAN Community-Based DSME Program for
Atak N., Gurkan T., Kose K., 2010. The Adults with Type 2 Diabetes to Improve
Effect of Education on Knowledge, Self Glicemic Control, an Actiont Guide.
Management and Self Efficacy with Atlanta: Centers for Disease Control
Type 2 Diabetes. Australian Journal of and Prevention.
Advanced Nursing. Vol. 26. (2) (Online), Clerah, MG., 2008. Stress, Coping, and
(http://australian journal of advanced Spiritual Wellbeing of a Sample
nursing. Org; tanggal 10 Februari of Nurses. School of Psychology.
2011). Universitas of KwaZulu-Natal.
Amelie, N., 2010. The Role of Peer Patients Dahlan, M,S., 2011. Statistik Untuk Kedokteran
in Chronic Disease Management. dan Kesehatan. Jakarta: Penerbit
American College of Physician. (Online) Salemba Medika.
(http://www.annal.org. tanggal Akses Daniel, WW., 1983. Biostatistics: A Foundation
14 Februari 2011 pukul 11.12). for Analysis in the Health Science.
American Diabetes Association (ADA), Canada: John Wiley 5 Sons Inc.,
2012. Standards of Medical Care in Dods RF., 1996. Diabetes Mellitus, In:
Diabetes 2012. Journal of Diabetes Clinical Chemistry: Theory, Analysis,
Care. 35(1) (Online), (http://care. Correlation, Eds, Kaplan L.A, Pesce
diabetesjournals.org/tanggal akses A.J, 3rd Edition. USA: Mosby Inc.
18 April 2012). Dorsey, L., 1996. Healing Words; Kata-
American Diabetes Association (ADA), kata yang menyembuhkan. Jakarta:
2012. Diagnosis and Classification of PT Gramedia Utama.
Diabetes Mellitus. Journal of Diabetes Drivsholm, T., et al., 2001. Increasing
Care, 35(1), (Online) (http://care. Prevalence of Diabetes mellitus and
diabetesjournals.org/ diakses tanggal Inpaired Glucose Tolerance among 60-
18 April 2012). year-old Danes. Diabetic Medicine, 18,
A nder son , R., 20 0 0. T he Diabetes 126–132.
Empowerment Scale: A measure of Fishbein, M. and Ajzen, I., 1975. Beliefs,
psychosocial self-efficacy. Diabetes Attitude, Intention and Behavior: An
Care, 23(6) 739–743. Introduction to Theory and Research,
Atak N., Gurkan T., Kose K., 2010. The Philippines: Addison-Wesley Publishing
Effect of Education on Knowledge, Self Company, INC.
Management and Self Efficacy with Fryback, et al., 2001. Spirituality and People
Type 2 Diabetes. Australian Journal with Potentially Fatal Diagnoses.
of Advanced Nursing. 26(2) (http:// Nursing Forum Journal. 34(1).
australian journal of advanced nursing. Funnel M., et al., 2010. National Standards for
Org/diakses tanggal 10 Februari 2011). Diabetes Self Management Education.
Baranowski, Cheryl IP., Guy S Parcel, 1997. Diabetes Care. 33(1), 89–96.
How individual, environment, and Gail, F., 2010. The effect of a. web-Based
Health Behavior Interact, Social Intervention on Psychososial Weel-
Cognitive Theory in Text Book Health Being Among Adults Aged 60 and
Behavior and Health Education. Editor: Older with Diabetes, (Online), (http://
Karen Glanz, Frances ML, Barbara tde.sagepub.com., diakses tanggal 17
K Rimerl 2nd edition. San Francisco: Maret 2011).
Jossey - Bass Inc. Publishes. George, Julia B., 1990. Nursing Theories:The
Basuki, E., 1995. Teknik Penyuluhan Diabetes Base for Professional Nursing Practice.
Mellitus dalam Penatalaksanaan 3rd ed. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

54
Meningkatkan Respons Psikososial-spiritual pada Pasien Diabetes Melitus (Kusnanto)

Keliat BA., 1999. Penatalaksanaan Stres. Diabetes Melitus Terpadu (ed 7),
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran Jakarta: FKUI.
EGC. Waspadji, S., 2009 ‘Diabetes Melitus:
Ostalo, P., 2007. Peer Support Group, (Online), Mekanisme Dasar dan Pengelolaannya
(http://www.dadalos.org., diakses tanggal yang Rasional’, dalam Soegondo
28 Desember 2010). et al (Eds), Penatalaksanaan Diabetes
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Melitus Terpadu (ed 7), Jakarta:
( PE R K E N I ), 2011. Ko n s e n s u s FKUI.
Pengelolaan dan pencegahan Diabetes World Health Organization, 2006. Definition,
Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Diagnosis and Classification of Diabetes
PB PERKENI. Mellitus and its Complications. Report
Rasmun, 2004. Stres, Koping dan Adaptasi: a WHO Consultation. Geneva: WHO.
Teori dan Pohon Masalah Keperawatan. World Health Organization, 2012. Health
Jakarta. CV Sagung Seto. Topics: Diabetes, (Online), (http://
Tandra, H., 2008. Segala Sesuatu yang www.who.int/topics/diabetes_mellitus,
Harus Diketahui tentang Diabetes. diakses tanggal 26 Februari 2012).
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Yani, A., 2000. Buku Ajar: Aspek Spiritual
Suyono, S., 2009 ‘Kecenderungan Peningkatan dalam Keperawatan, Jakarta: Widya
jumlah Penyandang Diabetes’, dalam Medika.
Soegondo et al (Eds), Penatalaksanaan

55

Anda mungkin juga menyukai