Kusnanto*
*Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Kampus C Mulyorejo Surabaya Telp/Fax. (031) 5913257
E-mail: kusnanto_ners@yahoo.com
ABSTRAK
Pendahuluan: DM adalah suatu penyakit kronis yang tidak bisa disembuhkan tetapi bisa
dikontrol kadar gula darahnya, prevalensi secara global cenderung meningkat hal ini disebabkan
ketidakmampuan penderita dalam mengelola penyakitnya secara mandiri dan berdampak pada
kondisi kesehatan yang semakin memburuk. Upaya untuk meningkatkan kualitas hidup penderita
DM telah dilakukan namun hasilnya belum optimal penderita DM masih banyak yang belum
menunjukkan adanya kemandirian dalam mengelola penyakitnya. Karena itu untuk dapat mengelola
penyakitnya secara efektif, penderita harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan keyakinan diri
dalam melakukan tindakan medis tertentu. Self-management penderita bergantung pada edukasi,
pemberdayaan dan self monitoring mereka dalam usaha mengevaluasi hasil dari self care yang telah
dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan terjadinya perbaikan kondisi psikologis, sosial
dan spiritual melalui aplikasi modul Self Care Management. Perbaikan pada kondisi psikologis,
sosial dan spiritual diharapkan akan memperbaiki kondisi gula darah dan HbA1C penderita DM.
Metode: Pasien yang baru didiagnosis DM Tipe 2 di Puskesmas Kebonsari diseleksi dengan
purposive sampling dan dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok berjumlah 25
penderita. Kelompok perlakuan diberikan modul Self Care Management. Sebelum dan sesudah
pemberian modul penderita diberikan kuesioner. Data dianalisis dengan Uji t, McNemar dan Chi-
Square. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa koping penderita lebih konstruktif, hubungan
interpersonal meningkat dan penderita lebih bertawakal dalam menghadapi penyakit yang sedang
diderita. Pembahasan: Modul Self Care Management dapat memperbaiki kondisi psikologis, sosial
dan spiritual penderita DM tipe 2 di masyarakat.
Kata kunci: modul Self Care Management, respons Psycho, social dan spiritual, DM tipe 2
ABSTRACT
Introduction: Diabetes mellitus was a kind of incurable chronic disease that actually manageable.
The global prevalence tends to increase due to less self management of the disease and the impact
of it was severe health condition. There were so many interventions implemented but failed to give
optimal improvement in patient’s condition and there are so many DM patients have insufficient
ability to manage their own disease. Patients need to have knowledge, skills, and self confident
to be able to manage their disease. Patient’s self-management depends on patient’s education,
empowerment, and self monitoring in evaluating their self-care management. The purpose of this
research was promoting patient’s psychological, social, and spiritual conditions through Self Care
Management. Improvement in psychological, social, and spiritual conditions in patients with DM will
lead to better level of blood glucose and HbA1C. Method: Patient newly diagnose with Type 2 DM
at Puskesmas Kebonsari was selected with purposive sampling and divided into two groups. Each
group contains 25 patients. Intervention group was given Self Diabetes Management Module. Before
47
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 47–55
and after intervention patient was given Questionnaire. The data then analyzed using Student-T test,
McNemar and Chi-Square. Result: The result of this research showed patient have constructive
coping, increase interpersonal relation. Patients also have better acceptance about the disease and
involve in its management. Discussion: Self Care Management Module promotes psychological,
social, and spiritual conditions in patients with type 2 DM.
Keywords: Self Care Management Module, Psychological, social and spiritual, type 2 DM
48
Meningkatkan Respons Psikososial-spiritual pada Pasien Diabetes Melitus (Kusnanto)
49
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 47–55
Tabel 1. Kondisi Psikologis (Koping) Sesudah Perlakuan pada Kelompok Perlakuan dan
Pembanding
Kelompok
Variabel Total p
Perlakuan Pembanding
Perilaku Koping sesudah Destruktif 2 24 26
0.000
perlakuan Konstruktif 23 1 24
Total 25 25 50
Tabel 2. Kondisi Sosial (Hubungan Interpersonal) Sesudah Perlakuan pada Kelompok Perlakuan dan
Pembanding
Kelompok
Variabel Total p
Perlakuan Pembanding
Hubungan Kurang 1 21 22
Interpersonal sesudah Baik 24 4 28 0.000
perlakuan
Total 25 25 50
Tabel 3. Kondisi Spiritual (Tawakal) Sesudah Perlakuan pada Kelompok Perlakuan dan
Pembanding
Kelompok
Variabel Total p
Perlakuan Pembanding
Tawakal sesudah Kurang 2 21 23
0.000
perlakuan Baik 23 4 27
Total 25 25 50
50
Meningkatkan Respons Psikososial-spiritual pada Pasien Diabetes Melitus (Kusnanto)
Pemberian Modul Self Care Management untuk berteman, makan sesuka hati, memilih
untuk memandirikan penderita dalam aktivitas yang disenangi, merasa terus diawasi
mengembangkan koping yang konstruktif. dan lain sebagainya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Ketiga reaksi di atas bisa berlangsung
kelompok perlakuan sebelum dilakukan hanya sebentar, tetapi ada pula orang yang
diberikan modul Self Care Management mengalaminya dalam waktu lama sebelum
semua responden dalam kategori koping yang akhirnya menerima kondisinya. Masalah
destruktif dan setelah diberikan perlakuan yang dihadapi oleh penderita DM bukanlah
hanya ada 2 penderita dari 25 penderita bagaimana ia sampai terkena DM atau tipe
yang dalam kategori koping yang destruktif. DM apa yang dia derita, melainkan bagaimana
Dengan hasil tersebut setelah dilakukan uji ia dapat mengubah gaya hidup untuk memiliki
McNemar kelompok perlakuan, menunjukkan kehidupan yang sehat dan lebih aktif. Penderita
angka Significancy tidak bisa dihitung karena DM dituntut untuk melakukan perubahan
salah satu variable nilainya konstan, yaitu gaya hidup, baik yang meliputi pengaturan
dari 25 penderita hanya ada 2 penderita pola makan, tuntutan untuk aktif berolah raga,
yang masih memiliki koping yang destruktif pengontrolan kadar gula darah, bahkan pada
sedangkan 23 penderita telah memiliki koping kondisi tertentu menuntut adanya konsistensi
yang konstruktif. Hasil uji Chi-Square, dalam penyuntikan insulin. Kondisi ini
menunjukkan nilai Significancy-nya adalah tentunya menimbulkan rasa tidak nyaman,
0.000. Karena nilai p<0,05, berarti terdapat terganggu hingga malu dan marah akan
perbedaan yang bermakna, perilaku koping kondisinya (Tandra, 2008).
sebelum dan sesudah tiga bulan pemberian Stres pada penderita DM tidak hanya
modul Self Care Management. berasal dari respons terhadap penyakit yang
Koping adalah proses yang dilalui oleh dihadapinya, namun penderita DM juga
individu dalam menyelesaikan situasi stresfull. harus berhadapan dengan stres kehidupan
Koping tersebut adalah merupakan respons sehari-hari. Oleh sebab itu, amat penting
individu terhadap situasi yang mengancam bagi penderita DM untuk dapat melakukan
dirinya baik fisik maupun psikologik. Koping pengelolaan stress. Pada penelitian ini melalui
diartikan sebagai usaha perubahan kognitif dan modul DM Mandiri penderita diajari mengelola
perilaku secara konstan untuk menyelesaikan stres yang efektif dan mengembangkan
stres yang dihadapi. koping yang konstruktif. Koping yang efektif
Pada saat seseorang mangalami stres akan menghasilkan adaptasi (Keliat, 1999).
ada yang menghadapinya dengan berdiam Menurut Rasmun (2004) koping yang efektif
diri, ada pula yang bersikap memberontak menghasilkan adaptasi yang menetap dan
Menurut Tandra (2007), ada tiga fase emosi merupakan kebiasaan baru dan perbaikan
yang umum dialami oleh mereka yang baru dari situasi yang lama, sedangkan koping yang
mendapat informasi bahwa dirinya menderita tidak efektif berakhir dengan maladaptif yaitu
DM (1) Reaksi penolakan; tidak bisa menerima perilaku yang menyimpang dari keinginan
kenyataan bahwa dirinya mengidap DM atau yang normatif dan dapat merugikan diri
menyalahkan hasil laboratorium, (2) Reaksi sendiri maupun orang lain atau lingkungan
marah; marah kepada orang di sekitarnya, (Keliat, 2004).
kadang timbul rasa bersalah karena marah Implementasi yang dilakukan untuk
kepada istri atau suami atau anak, dan memperbaiki kondisi sosial (hubungan
semuanya ini tidak akan memberikan hasil interpersonal) pada penelitian ini adalah
pengobatan DM yang baik, dan (3) Reaksi dengan membentuk peer group support atau
depresi; dikatakan bahwa orang yang membentuk kelompok paguyuban penderita
menderita DM akan mengalami reaksi depresi Diabet di Puskesmas Kebonsari. Paguyuban
3–4 kali lebih banyak daripada orang biasa. (gameinschaft) menurut Horton dan Hunt (1993)
Penderita umumnya merasa tidak bebas lagi merupakan bagian dari bentuk kelompok,
51
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 47–55
Ferdinan Tonnies mengembangkan istilah penderita dengan orang lain (tetangga) dan
ini yang secara umum dapat diterjemahkan saudara meningkat, penderita lebih terbuka
sebagai komunitas (community). dalam mengungkapkan permasalahan yang
Modu l Self Ca re Management dihadapi khususnya berkaitan dengan penyakit
memfasilitasi penderita untuk bergabung yang sedang dialaminya, kegiatan keagamaan
dalam sebuah kelompok penderita diabetes. dan kegiatan sosial lebih meningkat, serta
Menur ut Ostalo (2007) kegiatan peer rasa persaudaraan di antara penderita diabetes
group support dapat berlangsung aktif lebih meningkat.
apabila dilakukan dengan langkah-langkah; Dalam paradigma keperawatan sudah
(1) checking in, (2) presentasi masalah, jelas bahwa profesi perawat memandang klien
(3) klarifi kasi masalah, (4) berbagi usulan, sebagai makhluk bio-psiko-sosio-kultural
(5) perencanaan tindakan, dan (6) checking dan spiritual yang berespons secara holistik
out. Semua informasi tentang pelaksanaan dan unik terhadap perubahan kesehatan atau
peer group support dijelaskan dalam modul pada keadaan krisis dan asuhan keperawatan
tersebut. Hasil penelitian pada kelompok ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia
perlakuan menunjukkan bahwa sebelum diberi secara holistik (Yani, 2000). Watson (1988)
modul semua penderita mengalami hubungan dalam George (1990) mendefinisikan caring
interpersonal yang kurang dan setelah diberi lebih dari sebuah exisestensial philosophy, ia
perlakuan 24 penderita dari 25 penderita memandang sebagai dasar spiritual, baginya
mengalami hubungan interpersonal yang caring adalah ideal moral dari keperawatan.
baik. Hasil uji McNemar kelompok perlakuan, Manusia akan eksistensi bila dimensi
nilai Significancy adalah 0,000. Karena nilai spiritualnya meningkat ditunjukkan dengan
p<0.05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa penerimaan diri, tingkat kesadaran diri yang
hubungan interpersonal antara sebelum dan tinggi, kekuatan dari dalam diri, intuitif.
sesudah tiga bulan diberi modul Self Care Menurut Hutchison (1998) manusia
Management berbeda secara bermakna. digambarkan dari tiga dimensi yaitu (1) fisik
Hasil uji Chi-Square juga menunjukkan nilai atau biologis dimensi yang berkaitan dengan
Significancy-nya adalah 0,000. Karena nilai dunia di sekitar kita melalui lima indera kita.
p<0,05, berarti terdapat perbedaan yang (2) Dimensi psikososial yang berkaitan dengan
bermakna, hubungan interpersonal sebelum diri sendiri dan orang lain, melibatkan emosi,
dan diberi modul Self Care Management. moral, akal. (3) Rohani yang melebihi dimensi
Menurut Robert Weiss (1974) dalam fisik dan dimensi psikososial dan memiliki
Peplau (1992), individu yang bergabung kemampuan untuk berhubungan dengan yang
dengan suatu kelompok berkesempatan lebih tinggi.
untuk mendapatkan hal-hal penting seperti I mplement asi modul Self Care
kasih saying, interaksi sosial, harga diri, Management memfasilitasi untuk kebutuhan
rasa persatuan yang dapat diandalkan spiritual penderita DM, hal ini didasarkan pada
dan bimbingan serta kesempatan untuk perkembangan konsep psikoterapi dan terapi
mengasuh. religius yang saat ini sedang berkembang.
Menur ut Gail (2010) inter vensi Dalam penelitian ini psikoterapi ditekankan
peer group dapat menurunkan depresi, pada aspek psychocare, dengan psychocare
meningkatkan aspek psikososial meliputi dimaksudkan untuk memberikan motivasi,
kualitas hidup dan self efficacy. Keberhasilan semangat dan dorongan agar penderita diabetes
dari peer group support berkaitan dengan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan
adanya rasa kebersamaan dan berbagi serta percaya diri (self confidence) bahwa
pengalaman hidup dengan sesama penderita ia mampu mengatasi stressor yang sedang
diabetes (Heisler, 2010). Hasil penelitian dihadapinya. Sedangkan dalam aplikasi terapi
menunjukkan bahwa hubungan antara penderita religius lebih ditekankan pada aspek spiritual
satu dengan penderita yang lain lebih baik dan care, dengan memberikan rambu-rambu
penderita tidak banyak menyendiri, hubungan bimbingan spiritual untuk meningkatkan
52
Meningkatkan Respons Psikososial-spiritual pada Pasien Diabetes Melitus (Kusnanto)
keyakinan tentang makna sakit yang sedang SEFT (Spiritual Emotional Freedom
diderita dan melakukan Spiritual Emotional Technique) merupakan salah satu varian
Freedom Technique (SEFT). dari satu cabang ilmu baru yang dinamai
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan energy psychology. SEFT adalah kombinasi
untuk mempertahankan atau mengembalikan kekuatan antara spiritual power dengan
keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, energy psychology. Energy psychology adalah
serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau seperangkat prinsip dan teknik memanfaatkan
pengampunan, mencintai, menjalin hubungan system energy tubuh untuk memperbaiki
penuh rasa percaya dengan Tuhan (Yani, kondisi pikiran emosi dan perilaku. SEFT
2000). Menurut Dorsey (1996), do’a termasuk bekerja dengan prinsip yang kurang lebih
kepasrahan atau penyerahan diri terhadap sama dengan akupuntur dan akupresur,
Tuhan, merupakan faktor yang penting dalam ketiganya berusaha merangsang titik-titik
perjalanan penyakit. Ia melakukan meta kunci di sepanjang 12 jalur energy (energy
analisis terhadap berbagai kasus dan penelitian meridian) tubuh yang sangat berpengaruh
kuantitatif untuk membuktikan pendapatnya pada kesehatan kita. Perbedaannya SEFT
tersebut. Serupa dengan pendapat ini, pada menggunakan cara yang lebih aman, lebih
abad ke-10, pakar kedokteran Ibnu Sina mudah, lebih cepat dan lebih sederhana.
(980–1037) juga telah mengatakan pentingnya Ada empat hal yang harus diperhatikan
pikiran atau daya kejiwaan seseorang dalam agar SEFT yang dilakukan efektif, empat hal
setiap penyakit. tersebut merupakan kunci keberhasil SEFT,
Pada penelitian ini melalui modul yaitu Khusyu’. Ikhlas, pasrah dan syukur.
pengelolaan diabetes mandiri bimbingan
spiritual diarahkan pada mengembangkan
SIMPULAN DAN SARAN
sikap yang baik pada saat sakit. Sebelum
pemberian perlakuan, semua penderita pada Simpulan
kelompok perlakuan kurang tawakal dalam Modul Self Care Management
menghadapi sakitnya dan setelah perlakuan merupakan media yang dapat digunakan oleh
menunjukkan 23 penderita tingkat tawakalnya penderita DM dalam mengelola penyakitnya
membaik dan hanya 2 penderita yang masih secara mandiri untuk memperbaiki kondisi
menunjukkan kurang tawakal. psikologis sehingga koping menjadi lebih
Banyak orang yang datang mencari konstruktif, memperbaiki kondisi sosial
penyembuhan kepada para dokter atau para sehingga hubungan interpersonal meningkat
imam, namun, setiap orang sebenarnya dan memperbaiki kondisi spiritual, sehingga
memiliki potensi untuk menyembuhkan penderita lebih bertawakal, dapat menerima
diri sendiri. Penerapan konsep berserah diri keadaannya dan selalu berupaya untuk
dalam awal langkah teknik terapi juga telah melakukan perawatan dan pengobatan yang
dibakukan dalam memulihkan seseorang. optimal demi mencapai kesembuhan.
Penerapan konsep tawakal tidak berarti/
menghapuskan usaha pengobatan melalui Saran
teknologi kedokteran. Pada umumnya imam
Penderita DM di komunitas dapat
berbagai agama dan kepercayaan masih
menggunakan Modul Self Care Management
menganjurkan untuk mengikuti pemanfaatan
sebagai acuhan untuk mengelola penyakitnya
teknologi kedokteran, baik untuk diagnosis
secara mandiri di rumah, perawat komunitas
maupun untuk pengobatan. Nabi Muhammad
(puskesmas) dapat menjadikan modul Self
SAW, misalnya dengan jelas menyatakan
Care Management sebagai media intervensi
keharusan untuk mencari pengobatan ketika
memandirikan penderita Diabetes melitus
seseorang menderita penyakit, tawakal harus
Tipe 2 di masyarakat, dan modul Self
disertai dengan ikhtiar agar berhasil mencapai
Care Management dapat dijadikan sebagai
tujuan. Pada modul penelitian ini penderita
strategi pemberdayaan para diabetisi untuk
juga dibantu melakukan SEFT.
53
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 47–55
54
Meningkatkan Respons Psikososial-spiritual pada Pasien Diabetes Melitus (Kusnanto)
Keliat BA., 1999. Penatalaksanaan Stres. Diabetes Melitus Terpadu (ed 7),
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran Jakarta: FKUI.
EGC. Waspadji, S., 2009 ‘Diabetes Melitus:
Ostalo, P., 2007. Peer Support Group, (Online), Mekanisme Dasar dan Pengelolaannya
(http://www.dadalos.org., diakses tanggal yang Rasional’, dalam Soegondo
28 Desember 2010). et al (Eds), Penatalaksanaan Diabetes
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Melitus Terpadu (ed 7), Jakarta:
( PE R K E N I ), 2011. Ko n s e n s u s FKUI.
Pengelolaan dan pencegahan Diabetes World Health Organization, 2006. Definition,
Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Diagnosis and Classification of Diabetes
PB PERKENI. Mellitus and its Complications. Report
Rasmun, 2004. Stres, Koping dan Adaptasi: a WHO Consultation. Geneva: WHO.
Teori dan Pohon Masalah Keperawatan. World Health Organization, 2012. Health
Jakarta. CV Sagung Seto. Topics: Diabetes, (Online), (http://
Tandra, H., 2008. Segala Sesuatu yang www.who.int/topics/diabetes_mellitus,
Harus Diketahui tentang Diabetes. diakses tanggal 26 Februari 2012).
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Yani, A., 2000. Buku Ajar: Aspek Spiritual
Suyono, S., 2009 ‘Kecenderungan Peningkatan dalam Keperawatan, Jakarta: Widya
jumlah Penyandang Diabetes’, dalam Medika.
Soegondo et al (Eds), Penatalaksanaan
55