Anda di halaman 1dari 74

LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN MODUL 2

MASALAH KESEHATAN DALAM KELUARGA

PUSKESMAS TAMALATE

KELOMPOK 1

Yenni Maulani Jufri 11020160008


Zaidan 11020160023
Zulfikar Nand Pratama 11020160034
Syafira Alim 11020160057
St. Halima Asrah 11020160067
Sri Nurjannah Rifal 11020160080
Suci Ramadhani 11020160083
Sulfiani 11020160088
Taufik Hidayat Nur 11020160101
St. Rasyidiyanah Mukhtar 11020160116
Ummu Mir’atul Qinayah 11020160137
Zulfi Indriani 11020160151
Syafitri Syamsul 11020160162
Sri Anggreni Sardi 11020160167
PEMBIMBING:

dr. Sri Faizah Badrun, M.kes

dr. Inna Mutmainnah Musa

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2019
LAPORAN KASUS PENYAKIT INFEKSI

TUBERCULOSIS

1. Data pasien yang di ambilsaat di PKM


A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Ny. M
2. Umur : 55 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
6. Alamat : Abdul Kadir No. 37A RW6/RT1
7. Status : Sudah Menikah
8. Tanggal Pemeriksaan : 30 Mei 2019
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Batuk selama 40 hari.
2. Anamnesis Terpimpin :
- Mengalami batuk-batuk40 hari yang tak kunjung sembuh
dengan pengobatan biasa
- Mengalami batuk berdarah setelah mencoba pengobatan herbal
yang direkomendasikan oleh tetangganya
3. Riwayat Penyakit :
- Hipertensi (+)
- DM (+)
- Kolestrol (+)
C. PEMERIKSAAN FISIS
1. Tinggi badan : 150 cm
2. Berat badan : 54 kg
3. Tanda Vital :
- TD : 150/90 mmHg
- Nadi : 90x/menit
- Pernapasan : 20x/menit
- Suhu : 36,5 oC
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Sputum (+)  BTA +2

E. DIAGNOSIS :
- TB PARU
F. PENATALAKSANAAN
 Pengobatan Farmakologi :
- Obat Anti Tuberculosis (OAT)
 Pengobatan Non Farmakologi
- Istirahat yang cukup dan Olahraga secara rutin

2 Data hasil Kunjungan Rumah Pasien


- Keluhan : Pasien sudah tidak mengalami keluhan.
- Pemeriksaan Tanda Vital :
 TD : 150/90 mmHg
 Nadi : 92x/menit
 Pernapasan : 23x/menit
 Suhu : 36,5 oC
Analisa Kasus :

A. Karakteristik Demografi Keluarga

Penderita
No Nama Kedudukan L/p Umur Pendidikan Pekerjaan Ket
Klinik
Diduga
54 tahun SLTP/ mengalami Meninggal
1 Bpk. S Suami L Wiraswasta
(meninggal) SEDERAJAT penyakit Dunia
paru
Mengurus
SLTA/
2 Ny. M Istri P 55 tahun Rumah TB Paru
SEDERAJAT
Tangga
Tukang
3 Bpk. A Anak L 35 tahun SMA/Sederajat -
Batu
4 Ny. F Anak P 33 tahun SMA/Sederajat IRT -
5 Ny. Ra Anak P 26 tahun SMP/Sederajat IRT -
6 Tn. R Anak L 16 tahun SMA/Sederajat Pelajar -
7 Tn. Ri Cucu L 18 tahun - - -
8 Nn. F Cucu P 14 tahun - - -
9 Nn. T Cucu P 12 tahun - - -
10 Tn. Re Cucu L 7 bulan - - -
11 Nn. A Cucu P 17 tahun - - -
12 Nn. I Cucu P 15 tahun - - -
13 Tn. Ad Cucu L 10 tahun - - -
14 Tn. Sf Cucu L 5 tahun - - -
15 Tn. Sb Cucu L 10 bulan - - -
16 Nn. P Cucu P 3 tahun - - -
B. Identitas Pasien
1. Nama : Ny. M
2. Umur : 55 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
6. Alamat : Abdul Kadir No. 37A RW6/RT1
7. Status : Sudah Menikah
8. Tanggal Kunjungan : 31 Mei 2019

C. Penetapan Masalah Pasien :


1. Riwayat medis : TB Paru
2. Riwayat penyakit keluarga :
 Suami meninggal akibat penyakit paru
 Istri TB (+)
 Anak-anak (-)
 Suami dari anak ke-3 riwayat TB (+)
 Cucu dari anak pertama mengalami keluhan batuk (+)
3. Riwayat kebiasaan : Mengurus cucu
4. Riwayat social ekonomi : Kebutuhan hari – hari tercukupi
5. Riwayat gizi : Mengalami penurunan berat badan
selama menderita penyakit TB
6. Diagnostik Holistik :
1) Aspek personal
a) Alasan Kedatangan : Batuk-batuk selama 40 hari disertai
dengan batuk berdarah
b) Kekhawatiran : Batuk-batuk yang tak kunjung
sembuh dan takut dapat menular ke anak cucunya
c) Persepsi : Batuk berdarahnya dapat menjadi
lebih parah
d) Harapan : Batuk yang diderita dapat sembuh
2) Aspek Klinik : Kasus baru TB paru
3) Aspek Risiko Internal :
- Pengetahuan yang kurang mengenai TB paru, sehingga
mudah tertutalr ke anggota keluarga lainnya.
4) Aspek Risiko Eksternal
- Lingkungan tempat tinggal : Keadaan rumah dengan
ventilasi dan pencahayaan yang minimum
- Sosial ekonomi : Biaya hidup pasien
ditanggung oleh anak-anaknya
D. Fungsi Keluarga

No Fungsi Isian
1. TBiologis A. Anggota Keluarga
1 Bpk. S ( Kepala Keluarga)
2 Ny. M (Istri)
3 Bpk. A (Anak)
4 Ny. F (Anak)
5 Ny. Ra (Anak)
6 Tn. R (Anak)
7 Tn. Ri (Cucu)
8 Nn. F (Cucu)
9 Nn. T (Cucu)
10 Tn. Re (Cucu)
11 Nn. A (Cucu)
12 Nn. I (Cucu)
13 Tn. Ad (Cucu)
14 Tn. Sf (Cucu)
15 Tn. Sb (Cucu)
16 Nn. P (Cucu)
Jadi, Bentuk keluarga pasien ini adalah Nuclear family (Keluarga Inti)
B. Riwayat Melahirkan
 Melahirkan dengan dibantu :Dokter
 Pernah keguguran : (-)
 Riwayat penyakit lain : Hipertensi, Asam Urat, DM
C. Penyakit yang pernah diderita
 Penyakit Menular : -
 Penyakit kronis :-
D. Penyakit yang diderita saat ini : TB Paru
E. Riwayat pemakaian KB : -

2. Sosial A. Kedudukan sosial dalam masyarakat :Masyarakat biasa


B. Keaktifan dalam kegiatan masyarakat : Sikap keluarga di tengah
masyarakat cukup baik. Pasien dan tetangganya saling mengenal satu
sama lain dan pasien terlihat sering berinteraksi dengan tetangganya.

3. Psikologis A. Penderita tinggal serumah dengan: Ny. Ra & suami, 7 orang cucu dan
Ny. S & suami
B. Hubungan antar anggota keluarga :Harmonis
C. Penyelesaian masalah dalam keluarga : Pasien selalu berkomunikasi
tentang masalah kesehatan pasien kepada anak-anaknya dan anak-
anaknya juga selalu member solusi dan semangat untuk kesembuhan
pasien

4. Ekonomi A. Penghasilan utama keluarga dari : Anak-anak


dan B. Pekerjaan Penderita : Ibu rumah tangga
Pemenuhan C. Pekerjaan anggota keluarga lain :
Kebutuhan - Anak pertama: Tukang batu
- Suami dari anak kedua: Pengusaha
D. Sehari – hari makan dengan :Nasi, ikan, sayur, tahu, tempe
E. Biaya berobat : Gratis (Program Pemerintah)

5. Penguasaan A. Keputusan penting keluarga dipegang oleh : Ny. M


Masalah dan B. Cara menyelesaikan masalah dengan keluarga : Pasien selalu berdiskusi
Kemampua dengan anak-anak untuk menyelesaikan masalah bersama-sama
n eradaptasi C. Hubungan dengan masyarakat sekitarnya : Pasien dengan
tetangganya saling mengenal, pasien juga sering berinteraksi dengan
tetangganya.
E. Fungsi Fisiologis (Skor APGAR – Adaptation, Partnership, Growth,
Affection, Resolve)
Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR
score adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau
dari sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan
anggota keluarga yang lain. APGAR score meliputi:
1. Adaptation
Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota
keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari anggota
keluarga yang lain.
2. Partnership
Menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi
antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga
tersebut.
3. Growth
Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal – hal baru yang
dilakukan anggota keluarga tersebut.
4. Affection
Menggambarkan hubungan kasih saying dan interaksi antar anggota
keluarga.
5. Resolve

Menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan


dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain. Di mana
jika jarang/tidak sama sekali diberi nilai 0, kadang – kadang bernilai 1dan
sering/selalu diberi nilai 2

Terdapat interpretasi penilaian yaitu:


- < 3 menandakan disfungsi keluarga yang sangat tinggi
- 4-6 menandakan disfungsi keluarga sedang
- 7-10 menandakan tidak ada disfungsi keluarga
Fisiologis (APGAR Ny. M Terhadap Keluarga)

Nama Anggota Keluarga :Ny. M Sering Kadang Jarang


Posisi dalam Keluarga :Istri dan Ibu dari anak- 2 1 0
anaknya
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga 
saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas 
dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima 
dan mendukung keinginan saya untuk
melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang
baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya 
mengekspresikan kasih sayang dan merespon
emosi saya seperti kemarahan, perhatian , dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya 
membagi waktu bersama- sama

Untuk Ny. M APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :


Adaptation : Dalam menghadapi masalah hidup, Ny. M sering memecahkan
masalah bersama anak-anaknya. (Score :2)
Partnership : Ny. M selalu meminta pendapat anak-anaknya jika menghadapi
sebuah masalah. (Score :2)
Growth : Ny. M sering berdiskusi bersama anak-anaknya untuk menentukan
keputusan.
(Score :2)
Affection : Antar anggota keluarga saling mendukung, memperhatikan, dan
menunjukkan kasih sayang antara satu dengan lainnya.
(Score : 2)
Resolve : Ny. M sering menghabiskan waktunya dengan anak-anak dan
cucunya di rumah (Score : 2)

Total APGAR score Ny. M = 10 (fungsi keluarga dalam keadaan baik


menandakan tidak adanya disfungsi keluarga).

F. Fungsi Patologis (SCREEM- Social, Cultural, Religion, Education,


Economic, Medical)

Fungsi patologis dari keluarga Ny. M dinilai dengan menggunakan alat


S.C.R.E.E.M sebagai berikut :

SUMBER PATOLOGIS KET

Social Ikut berpartisipasi dalam kegiatan di lingkungannya Baik

Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik,


Culture dapat dilihat dari sikap pasien dan keluarga yang Baik
menghargai adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari.

Religious Pemahaman terhadap ajaran agama baik Baik

Ekonomi keluarga hanya cukup untuk memenuhi


Tidak
Economic kebutuhan makan sehari-hari dan hanya bergantung
Baik
pada penghasilan anaknya

Tingkat pendidikan dan pengetahuan keluarga tidak Tidak


Educational
cukup baik. Baik

Keluarga ini menganggap pemeriksaan rutin


Medical Baik
kesehatan sebagai kebutuhan.
Kesimpulan:
Dalam keluarga pasien (Ny. M) terdapat satu fungsi patologis yaitu
Economic & educational

G. Struktur Keluarga (Genogram)


Keterangan :

= Laki –laki

= Perempuan

= Menantu laki-laki

= Menantu perempuan

= Menantu Ny.P dengan Riwayat TB Paru

= Ny. M yang sakit TB Paru

H. Pola interaksi keluarga

Informasi pada pola interaksi keluarga

Ny. M

Anak 1 &
istri Anak 4

Anak 2 & Anak 3 &


Suami Suami

Keterangan : Hubungan baik


I. Keadaan Rumah dan Lingkungan (foto)

Ukuran rumah Ruang tamu & Ruang keluarga

Kamar tidur Kamar mandi/WC

Ventilasi
Dapur

Dinding Rumah
J. Denah Rumah

WC Dapur

Dapur

Ruang
Kamar Tidur
Tamu

K. Daftar Masalah

- Masalah medis
Penderita adalah seorang ibu rumah tangga berusia 55 tahun.
Awalnya pasien mengalami batuk-batuk selama 40 hari yang tidak
kunjung sembuh dengan obat yang ia beli di warung-warung.
Setelah berdiskusi dengan anak-anaknya, pasien memutuskan untuk
memeriksakan dirinya ke dokter. Kemudian Ny. M diberikan obat
untuk menangani batuk-batuknya. Setelah itu, batuk yang dirasakan
pasien belum juga membaik, sehingga penderita menggunakan obat
herbal yang direkomendasikan oleh tetangganya. setelah meminum
obat herbal tersebut, pasien mengatakan bahwa ia tiba-tiba
mengalami batuk berdarah, sehingga anak-anak dari pasien
memutuskan untuk membawa pasien ke dokter untuk memeriksakan
diri. Setelah dilakukan pemeriksaan lab dan radiologi, dokter
menyatakan bahwa Ny. M terkena penyakit TB paru. Pasien
memiliki riwayat serumah dengan menantunya yang saat itu
menderita penyakit TB sehingga sangat beresiko tertular penyakit
TB paru. Selain itu dilihat dari umur pasien yang sudah tua,
memudahkan penyakit masuk dikarenakan sistem imunnya yang
sudah menurun.

- Masalah non medis


Ny. M, pasien PKM Tamalate memiliki 2 orang putri dan 2 orang
putra. Jarak dari rumah kepuskesmas kurang lebih dari 2 km. Rumah
yang ditempati oleh keluarga pasien merupakan rumah yang tidak
bertingkat, memiliki 2 buah kamar tidur, ruang tamu, dan dapur.
Penerangan dan ventilasi dalam rumah kurang baik khususnya pada
kamar pasien yang tidak memilki jendela kamar sehingga sirkulasi
udara dalam kamar tidak baik.

L. Perkembangan Penyakit
 Pemeriksaan pertama : BTA +2
 Pemeriksaan bulan ke-2 : Negatif
 Pemeriksaan bulan ke-5 : Negatif
 Pemeriksaan bulan ke-6 : Negatif

EDUKASI
1. Kamar pasien seharusnya memiliki ventilasi yang baik, agar sirkulasi udara baik.
2. Pasien di anjurkan untuk lebih sering di luar rumah agar terkena cahaya matahari
3. Karena pasien telah dinyatakan sembuh berdasarkan hasil pemeriksaan lab, maka pasien dianjurkan
untuk mengikuti program prolanis untuk mengontrol Hipertensi dan DM yang pasien alami.
TUBERCULOSIS PARU

Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh


kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

Etiologi

Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh


Mycobacterium tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB
baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB
dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang.
Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena
kehamilan, persalinan dan nifas.

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan
rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan
pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB,
maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara
ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan
dikucilkan oleh masyarakat.

Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:

• Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negara yang
sedang berkembang.
• Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:

o Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan

o Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh


masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak
terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan
pelaporan yang standar, dan sebagainya).

o Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang


tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)

o Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.

o Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami


krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat.

• Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan


struktur umur kependudukan.

• Dampak pandemi HIV.

Epidemiologi

Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan


banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang
dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries).
Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai
kedaruratan dunia (global emergency).

Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB.


Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan.
Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug
resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil
disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya
epidemi TB yang sulit ditangani.
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah
pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina
dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia.
Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian
101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.

Cara penularan

1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.


2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Risiko penularan

1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.


Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
2. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)
orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
3. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
4. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi
positif.

Risiko menjadi sakit TB

1. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.


2. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi
1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB
setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
3. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk).
4. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB
menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya
tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi
penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan
menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah
orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat,
dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

Pasien TB yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:

1. 50% meninggal

2. 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi

3. 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular

PATOGENESIS TUBERKULOSIS

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi
oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit
kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan
tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman
TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang
terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi
pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.

Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju


kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke
lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran
limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus
primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat
adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru,
yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan
gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya


kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa
inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu
antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga
mencapai jumlah 103-104 yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas seluler.

Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan


logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi
terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya
kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut
ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu
timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji
tuberculin masih negatif.
Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB
telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi
baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti.
Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila
imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan
segera dimusnahkan.Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan
paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau
kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe
regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya
biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap
hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang


terjadi dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus
primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal.
Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan
keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).
Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal
infeksi, akanmembesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat
terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat
menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis
perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga
menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat
menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan
pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-
konsolidasi.

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi


penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar
ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada
penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar
ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB
disebut sebagai penyakit sistemik.

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk


penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di
seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks
paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi
dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya.

Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi


pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant.
Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi
untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai
Fokus SIMON. Bertahuntahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun,
focus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait,
misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.

Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik


generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara
akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan
setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi
kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis
diseminata terjadi karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam
mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.

Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic


spreaddengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui
cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari
gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet
seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm,
yang secara histologi merupakan granuloma.

Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted


hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan
menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan
masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe
ini tidak dapatdibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini
dapat terjadi secara berulang.

Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),


biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru
pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru
kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau
meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer.
Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar
regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB
paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB
paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak
mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering
pada remaja dan dewasa muda.

Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang


terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan
paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal
biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.

GEJALA PENYAKIT TBC

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu
khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa
secara klinik.

Gejala sistemik/umum:

1. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)


2. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul
3. Penurunan nafsu makan dan berat badan
4. Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Gejala khusus:

1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”,
suara nafas melemah yang disertai sesak.
2. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
3. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di
atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
4. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam
tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau
diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang
kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif.
Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru
dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan
serologi/darah.
DIAGNOSIS TUBERKULOSIS

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:

1. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.


2. Pemeriksaan fisik.
3. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
4. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
5. Rontgen dada (thorax photo).
6. Uji tuberkulin.

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang
lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada
penyakit paru selainTB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru,
dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi,
maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap
sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis langsung pada pasien remaja dan dewasa, serta skoring
pada pasien anak.

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai


keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak
untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan
yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):

• S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak
pagi pada hari kedua.

• P(Pagi):

Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.

• S(sewaktu):

Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA
melaluipemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang
diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB
hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu
memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan
aktifitas penyakit.

Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan


pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun
pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan
indikasi sebagai berikut:

1. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB
paru BTA positif.
2. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
3. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis
eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami
hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).

Diagnosis TB Ekstra Paru

• Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lain-lainnya.

• Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat


ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung pada
metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik,
misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks, dan lain-lain.

Uji Tuberkulin

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering
digunakan dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC
dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1
tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%,
2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut
dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin
kurang spesifik.

Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux
lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian
atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit).
Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur
diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi:
 Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
 Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium
atypikal atau pasca vaksinasi BCG.
 Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

KLASIFIKASI TUBERKULOSIS

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu


“definisi kasus” yang meliputi empat hal , yaitu:

1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau
BTA negatif;
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah:

1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai


2. Registrasi kasus secara benar
3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
4. Analisis kohort hasil pengobatan

Beberapa istilah dalam definisi kasus:

1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau


didiagnosis oleh dokter.
2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium
tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-kurangnya 2 dari 3
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat


diperlukan untuk:

1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah


timbulnya resistensi
2. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga
meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective)
3. Mengurangi efek samping.

A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:

1) Tuberkulosis paru, adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan


(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru, adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitu pada

TB Paru:

1. Tuberkulosis paru BTA positif


 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dadamenunjukkan gambaran tuberkulosis.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negatif
 Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
 Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan 4 atau 5 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan
obat utama dan tambahan.

A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)

Obat yang dipakai:

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:


 INH
 Rifampisin
 Pirazinamid
 Streptomisin
 Etambutol
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
 Grup A : Golongan Florokuinolon (Levofloksasin, Moksifloksasin,
Gatifloksasin)
 Grup B : OAT Suntik lini kedua (Kanamisin, Amikasin, Kapreomisin,
Streptomisin)
 Grup C : OAT oral lini kedua (Thioamides (ethionamide dan
prothionamide, sikloserin, clofazimin, linezolid)
 Grup D
o D1 : OAT lini pertama (Pirazinamid, Etambutol, Isoniazid dosis
tinggi)
o D2 : OAT baru (Bedaquline, Delamanid, Pretonamid)
o D3 : OAT tambahan (asam paraaminosalisilat, imipenem salisilat,
meropenem, amoksisilin clavulanat, Thioasetazon

B. PANDUAN DAN DOSIS OBAT

Paduan yang digunakan adalah ;


1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/4(HR).

2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau


2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E.
3) Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZE(S)/4-10HR.

4) Paduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat: terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu
Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin,
Moksifloksasin, PAS, Bedaquilin, Clofazimin, Linezolid, Delamanid dan obat
TB baru lainnya serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.

Tabel 1. Dosis OAT

JENIS OAT SIFAT DOSIS (MG/KG) DOSIS (MG/KG)

HARIAN 3 X SEMINGGU

Isoniazid (H) Bakterisid 5 10

(4-6) (8-12)

Max : 300 Max : 900

Rifampisin (R) Bakterisid 10 10

(8-12) (8-12)

Max : 600 Max : 600

Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 35

(20-30) (30-40)
Steptomycin (S) Bakterisid 15 -

(12-18)

Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 30

(15-20) (20-35)

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting


untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant
tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB
merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and
Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat
tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun
1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti
terlihat pada tabel 3. Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:

a. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal


b. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan
pengobatan yang tidak disengaja
c. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar
dan standar
d. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit
e. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan
penggunaan monoterapi

Tabel 2. Dosis obat anti-tuberkulosis kombinasi dosis tetap kategori 1

Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/4(HR).

FASE INTENSIF FASE LANJUTAN


2 BULAN 4 BULAN
BB HARIAN HARIAN HARIAN 3X/MINGGU
RHZE RHZ RH RH
150/75/400/275 150/75/400 150/75 150/150

30-37 2 2 2 2

38-54 3 3 3 3

55-70 4 4 4 4

>71 5 5 5 5

Tabel 3. Dosis obat anti-tuberkulosis kombinasi dosis tetap kategori 2

Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HRE)


TAHAP INTENSIF FASE LANJUTAN

3 BULAN 5 BULAN

HARIAN HARIAN HARIAN 3x


SEMINGGU
(Selama 2 bulan (1 bulan
BB pertama) selanjutnya)

HRZE + HRZE HRE HR + E


Streptomisin
(150/75/275) (150/150) +
400

30-27 2 + 500mg S 2 2 2 + 2 tab E

38-54 3 + 750 mg S 3 3 3 + 3 tab E

44-70 4 + 1000 mg S 4 4 4 + 4 tab E

>70 5 + 1000 mg S 5 5 5 + 5 tab E


Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis
yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih
termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik.Pada kasus yang mendapat obat
kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk
ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya.

Tabel 4. Efek samping OAT

Efek samping Penyebab Penatalaksanaan

Tidak ada nafsu makan Rifampisin Semua OAT diminum


malam sebelum tidur

Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin

Kesemutan INH Beri vitamin B6


(piridoxin) 100 mg per
hari

Warna kemerahan pada Rifampisin Tidak perlu diberikan


urine apa-apa, tapi berikan
penjelasan pada pasien

Gatal dan kemerahan Semua jenis OAT Ikuti petunjuk


pada kulit penatalaksanaan

Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan

Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan


ganti dengan etambutol

Ikterus tanpa penyebab Hampir semua OAT Hentikan semua OAT


lain sampai ikterus
menghilang
Mual dan muntah Hampir semua OAT Hentikan semua OAT,
segera lakukan tes fungsi
hati

Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol

Purpura dan renjatan Rifampisin Hentikan rifampisin


(syok)

KOMPLIKASI

Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum


pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.
Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut

Komplikasi dini : pleuritis , efusi pleura, empiema, laringitis,


Komplikasi lanjut :
 Obstruksi jalan napas/ SOPT (Sindrom Obstruktif Pasca Tuberculosis)
 Kerusakan parenkim berat (fibrosis paru, kor pulmonal. Amioloidosis,
karsinoma paru, sindrom gagal nafas (ARDS), TB milier dan kavitas TB
Referensi
1. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2, cetakan pertama.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007
2. Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis pada Anak. Kelompok Kerja TB
Anak Depkes – IDAI. 2008
3. International Standards for Tuberculosis Care : Diagnosis, Treatment, Public
Health.Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (TBCTA). 2006

4. Alsagaff H. Mukty HA, Infeksi tuberculosis paru dalam: Dasar-dasar ilmu


penyakit paru, Surabaya: Airlangga University Press, 2006: 73-109.
5. Price SA. Standridge MP, Tuberkulosis Paru dalam: Patofisiologi Edisi VI,
Jakarta : EGC, 2006: 852-62.
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016
Tentang Penanggulangan Tuberkulosis

8. Kementrian Kesehatan RI, 2014. Pedoman Nasional Pengendalian


Tuberkulosis, Jakarta.
LAPORAN KASUS PENYAKIT NON INFEKSI
DIABETES MELITUS

1. Data pasien yang di ambilsaat di PKM


A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Ny. AS
2. Umur : 60 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
6. Alamat : Dg. Tata 1, Blok A3 no. 9
7. Status : Sudah Menikah
8. Tanggal Pemeriksaan : 23 Maret 2019

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Merasa pusing dan sakit kepala
2. Anamnesis Terpimpin : Menderita hipertensi dan diabetes mellitus
sejak 16 tahun lalu, dan mengonsumsi obat hipertensi dan diabetes
mellitus.
3. Riwayat Penyakit lainnya :
- Dyslipidemia (+)
C. PEMERIKSAAN FISIS
1. Tinggi badan : 162 cm
2. Berat badan : 80 kg
3. Tanda Vital :
- TD : 150/90 mmHg
- Nadi : 72x/menit
- Pernapasan : 20x/menit
- Suhu : 36,5oC
D. PEMERIKSAAN PENUJANG
- GDS : 257 mg/dL
E. DIAGNOSIS :
- Hipertensi grade 1 dan Diabetes Melitus tipe 2

F. PENATALAKSANAAN
 Pengobatan Farmakologi :
- Simvastatin 10 mg
- Diovan 80 mg
- Glimepiride 3 mg
- NovoRapid 100 U/ml (insulin)
 Pengobatan Non Farmakologi
- Mengikuti program Prolanis
- Mengatur pola makan

3. Data hasil Kunjungan Rumah Pasien


- Keluhan : Merasa pusing dan sakit kepala
- Pemeriksaan Tanda Vital :
 TD : 150/90 mmHg
 Nadi : 72x/menit
 Pernapasan : 20x/menit
 Suhu : 36,5oC
Analisa Kasus :

D. KarakteristikDemografiKeluarga

Penderita
No Nama Kedudukan L/p Umur Pendidikan Pekerjaan Klinik Ket
Kepala
1 Bpk. A L 72 S1 Pensiunan Strok
Keluarga
Mengurus
SMP/
2 Ny. AS Istri P 60 Rumah DM + HT
SEDERAJAT
Tangga
SMA/ Pegawai
3 Tn. M Anak L 42 -
SEDERAJAT swasta
4 Tn. S Anak L 40 S1 Wirasawasta DM
Pegawai
5 Nn. L Anak P 38 S1 -
negeri
Pegawai
6 Tn. SW Anak L 37 S1 -
negeri

SMA/ Pegawai
7 Tn. W Anak L 33 -
SEDERAJAT swasta

SMK/ Pegawai
8 Tn. A Anak L 32 -
SEDERAJAT swasta

Tidak
9 Nn. R Anak P 29 S1 -
bekerja

Tidak
10 Nn. I Anak P 25 S1 -
bekerja
E. Identitas Pasien
1. Nama : Ny. AS
2. Umur : 60 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
6. Alamat : Dg. Tata 1, Blok A3 no. 9
7. Status : Sudah Menikah
8. Tanggal Kunjungan : 12 Juni 2019

F. Penetapan Masalah Pasien :


7. Riwayat medis : HT grade 1 + DM tipe 2
8. Riwayat penyakit keluarga : Suami Stroke, DM (+)
Istri DM, HT (+)
Anak ke-2 DM (+)
Saudara Perempuan Pasien DM (+)
9. Riwayat kebiasaan : Mengurus anak- anaknya
10. Riwayat social ekonomi : Kebutuhan hari – hari tercukupi
11. Riwayat gizi : Terjadi penurunan berat badan sejak
awal terkena penyakit hingga sekarang
12. Diagnostik Holistik :

1. Aspek Personal

e) Alasan kedatangan : merasa pusing dan sakit kepala


f) Kekhawatiran : dapat mengganggu aktivitas sehari-
hari
g) Persepsi : karena pikiran dan ada juga
keturunan
h) Harapan : sakit yang diderita dapat
disembuhkan.

2. AspekKlinik : HT grade 1 + DM tipe 2

3. Aspek Risiko Internal :adanya riwayat keluarga dengan


penyakit DM

4. Aspek Risiko Eksternal :


- pola makan yang tidak teratur, dan sering mengonsumsi
makanan yang manis
- pola hidup yang tidak teratur

E. Fungsi Keluarga

No Fungsi Isian
6. TBiologis F. Anggota Keluarga
17 Bpk. A ( Kepala Keluarga)
18 Ny. AS (Istri)
19 Tn. M (Anak)
20 Tn. S (Anak)
21 Nn. L (Anak)
22 Tn. Sw (Anak)
23 Tn. W (Anak)
24 Tn. A (Anak)
25 Nn. R (Anak)
26 Nn. I (Anak)
Jadi, Bentuk keluarga pasien ini adalah Nuclear family (Keluarga Inti)
G. Riwayat Melahirkan
 Melahirkan dengan dibantu :Dokter
 Pernah keguguran: -
 Riwayat penyakit lain : Hiperkolesterol
H. Penyakit yang pernah diderita
 Penyakit Menular: -
 Penyakit kronis : -
I. Penyakit yang diderita saat ini : DM + HT
J. Riwayat pemakaian KB :Pernah Pakai KB Spiral tapi
Berhenti akibat Perdarahan, saat ini sudah tidak menggunakan KB
7. Sosial C. Kedudukan sosial dalam masyarakat :Masyarakat biasa
D. Keaktifan dalam kegiatan masyarakat :Sikap keluarga di tengah
masyarakat cukup baik. Dimana pasien dengan tetangganya saling
mengenal dan pasien sering berinteraksi dengan tetangganya.

8. Psikologis D. Penderita tinggal serumah dengan :Suamidan anak bungsunya


E. Hubungan antar anggota keluarga :Harmonis
F. Penyelesaian masalah dalam keluarga :Pasien selalu berkomunikasi
tentang masalah kesehatan pasien kepada suami dan anak-anaknya,
dan selalu memberi solusi dan semangat untuk kesembuhan pasien

9. Ekonomi dan M. Penghasilan utama keluarga dari :Suami dan anak


Pemenuhan N. Pekerjaan Penderita :Ibu rumah tangga
Kebutuhan O. Pekerjaan anggota keluarga lain :suami sebagai pensiunan dan anak
sebagai pegawai dan wiraswasta
P. Sehari – hari makan dengan :Nasi, ikan, sayur, tempe dan buah
Q. Biaya berobat: Gratis (Bpjs)

10. Penguasaan D. Keputusan penting keluarga dipegang oleh : Suami


Masalah dan E. Cara menyelesaikan masalah dengan keluarga : Pasien selalu
Kemampuan berdiskusi dengan suami dan anak-anaknya untuk menyelesaikan
beradaptasi masalah bersama-sama
F. Hubungan dengan masyarakat sekitarnya: Pasien dengan tetangganya
saling mengenal dan sering berinteraksi dengan tetangganya.

G. Fungsi Fisiologis (Skor APGAR – Adaptation, Partnership, Growth,


Affection, Resolve)

Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR score


adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut
pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan anggota
keluarga yang lain. APGAR score meliputi:
6. Adaptation
Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota
keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari anggota
keluarga yang lain.
7. Partnership
Menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara
anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga
tersebut.
8. Growth
Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal–hal baru yang dilakukan
anggota keluarga tersebut.
9. Affection
Menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota
keluarga.
10. Resolve
Menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan
waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain. Di mana jika
jarang/tidak sama sekali diberi nilai 0, kadang–kadang bernilai 1dan
sering/selalu diberi nilai 2
Terdapat interpretasi penilaian yaitu:
- < 3 menandakandisfungsikeluarga yang sangattinggi
- 4-6 menandakandisfungsikeluargasedang
- 7-10 menandakantidakadadisfungsikeluarga

Fisiologis(APGAR Ny. AS Terhadap Keluarga)

Nama Anggota Keluarga :Ny. AS Sering Kadang Jarang


Posisi dalam Keluarga :IstridanIbudarianak- 2 1 0
anaknya
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga 
saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas 
dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima 
dan mendukung keinginan saya untuk
melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang
baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya 
mengekspresikan kasih sayang dan merespon
emosi saya seperti kemarahan, perhatian , dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya 
membagi waktu bersama- sama

Untuk Ny. AS APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :


Adaptation : Dalam menghadapi masalah hidup, Ny. AS sering memecahkan
masalah bersama suaminya. (Score :2)
Partnership : Ny. AS selalu meminta pendapat anggota keluarga yang
lainterutamaSuaminyajika menghadapi sebuah masalah. (Score :2)
Growth : Ny. AS sering berdiskusi bersama suaminya untuk menentukan
keputusan. (Score :2)
Affection : Antar anggota keluarga saling mendukung, memperhatikan, dan
menunjukkan kasih sayang antara satu dengan lainnya. (Score : 2)
Resolve : Ny. AS sering menghabiskan waktunya dengan keluarga di rumah
(Score : 2)
Total APGAR score Ny. AS = 10 (fungsi keluarga dalam keadaan
baikmenandakantidakadanyadisfungsikeluarga).

H. Fungsi Patologis (SCREEM- Social, Cultural, Religion, Education,


Economic, Medical)

Fungsi patologis dari keluarga Ny. AS dinilai dengan menggunakan alat


S.C.R.E.E.M sebagai berikut :

SUMBER PATOLOGIS KET

Tidak Ikut berpartisipasi dalam kegiatan di


Social Baik
lingkungannya

Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik,


Culture dapat dilihat dari sikap pasien dan keluarga yang Baik
menghargai adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari.

Religious Pemahaman terhadap ajaran agama baik Baik

Ekonomi keluarga hanya cukup untuk memenuhi


Economic Baik
kebutuhan makan sehari-hari

Tingkat pendidikan dan pengetahuan keluarga ini


Educational Baik
cukup baik.
Keluarga ini menganggap pemeriksaan rutin kesehatan
Medical Baik
sebagai kebutuhan,.

Kesimpulan:
Dalam keluarga pasien (Ny. AS) tidak didapat fungsi patologis.
I. Struktur Keluarga (Genogram)

Keterangan :

= Laki –laki = tidak diketahui

= Perempuan = tidak diketahui

= Saudara Perempuan Ny.AS yang DM


= Ny. AS yang sakit DM

= Anak laki-laki Ny. AS yang sakit DM

J. Pola interaksi keluarga

Informasi pada pola interaksi keluarga

Anak 1

Anak 2 Anak 3

Anak 4 Ny. AS Bpk. A Anak 5

Anak 6 Anak 7

Anak 8

Keterangan:
: Hubungan baik

K. Keadaan Rumah dan Lingkungan (foto)


I. Denah Rumah

J. Daftar Masalah
- Masalah medis
Penderita adalah seorang ibu rumah tangga berusia 60 tahun.
Awalnya Pasien pergi berobat ke Puskesmas Tamalate untuk
mengobati keluhan pusing dan sakit kepalanya yang dirasakan terus
menerus. Pasien dicek tekanan darah dan dinyatakan pasien dengan
tekanan darah tinggi. Dan dari hasil anamnesis didapatkan pasien
dengan riwayat keluarga dengan penyakit diabetes mellitus dan
dilakukan pemeriksaan gula darah dan hasilnya pasien dinyatakan
juga menderita diabetes mellitus.

EDUKASI
1. Pasien diharapkan menggunakan insulin secara teratur sebelum makan
2. Pasien di anjurkan untuk lebih menjaga pola makan
3. Pasien diharapkan tetap rutin mengikuti kegiatan prolanis
HIPERTENSI

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi atau penyakit “darah tinggi” merupakan kondisi seseorang

mengalami kenaikan tekanan darah baik secara lembut atau mendadak

(akut). Hipertensi menetap (tekanan darah tinggi yang tidak menurun)

merupakan faktor risiko terjadinya stroke, penyakit janting koroner (PJK),

gagal jantung, gagal ginjal, dan aneurisma arteri (penyakit pembuluh darah).

Peningkatan tekanan darah yang relatif kecil, namun hal tersebut dapat

menurunkan angka harapan hidup.

Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah gejala yang akan

berlanjut kesuatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung

koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrophy (untuk otot

jantung) dengan target organ diotak berupa stroke, hipertensi menjadi

penyebab utama stroke yang membawa kematian. Hipertensi didefinisikan

sebagai tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90

mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekan

sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.

2. Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan penyebab hipertensi:

1) Hipertensi esensial atau primer Penyebab dari hipertensi esensial

disebabkan oleh berbagai faktor atara lain seperti, bertambahnya umur,

stres, asupan gizi yang tidak seimbang dan hereditas (keturunan).


Kurang lebih 90 % penderita hipertensi tergolong hipertensi primer

sedangakan 10 % nya tergolong hipertensi sekunder.

2) Hipertensi sekunder Merupakan hipertensi yang penyebabnya dapat

diketahui antara lain obat-obatan, gangguan ginjal, endokrin, berbagai

penyakit neurologik, dan lain-lain.

3. Patofisiologi Hipertensi

Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer.

Tubuh mempunyai sitem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan

darah secara akut. Sistem tersebut ada yang bereaksi ketika terjadi

perubahan tekanan darah dan ada juga yang bereaksi ketika terjadi

perubahan tekanan darah secara akut. Sistem tersebut ada yang bereaksi

ketika terjadi perubahan tekanan darah dan ada yang bereaksi lebih lama.

Sistem yang cepat tersebut antara lain reflek kardiovaskular melalui

baroreseptor, reflek kemorereptor, respon iskemia susunan saraf pusat, dan

reflek yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis, dan otot polos. Sistem

lain yang kurang cepat merespon perubahan tekanan darah melibatkan

respon ginjal dengan perngaturan hormon angiotensin dan vasopresor.

Kejadian hipertensi dimulai dengan adanya atherosklerosis yang merupakan

bentuk dari arterioklerosis (pengerasan arteri). Antherosklerosis ditandai

oleh penimbunan lemak yang progresif pada dinding arteri sehingga

mengurangi volume aliran darah ke jantung, karena sel-sel otot arteri

tertimbun lemak kemudian membentuk plak, maka terjadi penyempitan

pada arteri dan penurunan elastisitas arteri sehingga tidak dapat mengatur
tekanan darah kemudian mengakibatkan hipertensi. Kekakuan arteri dan

kelambanan aliran darah menyebabkan beban jantung bertambah berat yang

dimanisfestasikan dalam bentuk hipertrofo ventrikel kiri (HVK) dan

gangguan fungsi diastolik karena gangguan relaksasi ventrikel kiri sehingga

mengakibatkan peningkatan tekanan darah dalam sistem sirkulasi.

Berdasarkan uraian patofisiologi hipertensi diatas dapat disimpulkan bahwa

hipertensi dimulai adanya pengerasan arteri. Penimbunan lemak terdapat

pada dinding arteri yang mengakibatkan berkurangnya volume cairan darah

ke jantung. Penimbunan itu membentuk plak yang kemudian terjadi

penyempitan dan penurunan elastisitas arteri sehingga tekanan darah tidak

dapat diatur yang artinya beban jantung bertambah berat dan terjadi

gangguan diastolik yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah.

4. Tanda dan gejala hipertensi

Tanda dan gejala yang biasa ditimbulkan pada penderita hipertensi

adalah :

a. Tidak ada gejala Tekanan darah yang tinggi namun penderita tidak

merasakan perubahan kondisi tubuh, seringkali hal ini

mengakibatkan banyak penderita hipertensi mengabaikan

kondisinya karna memang gejala yang tidak dirasakan.

b. Gejala yang lazim Gejala yang lazim menyertai hipertensi adalah

nyeri kepala dan kelelahan. Beberapa pasien memerlukan

pertolongan medis karena mereka mengeluh skit kepala, pusing,

lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual, muntah, epistaksis,


kesadaran menurun. Hipertensi yang menaun dan tergolong

hipertensi berat biasanya akan menimbulkan keluhan yang sangan

nampak yaitu : sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas,

nafas pendek (terengah-engah), gelisah, pandangan mata kabur dan

berkunang-kunang, emosional, telinga berdengung, sulit tidur,

tengkuk terasa berat, nyeri kepala bagian belakang dan didada, otot

lemah, terjadi pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki,

keringat berlebih, denyut jantung yang kuat, cepat atau tidak teratur,

impotensi, perdarahan di urine, bahkan mimisan.

5. Faktor-faktor resiko hipertensi

Faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak

dapat dikontrol, antara lain : faktor yang dapat dikontrol dan tidak dapat

dikontrol.

a. Faktor yang dapat dikontrol

1) Jenis Kelamin

Prevelansi terjadinya hipertensi atau tekanan darah pada pria

sama dengan wanita. Hipertensi atau tekanan darah tinggi lebih

banyak terjadi pada pria usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak

menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60 % penderita

hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan

perubahan hormon setelah menopause. Wanita yang belum

mengalami menopouse dilindungi hormon esterogen yang

berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein


(HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor

pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek

perlindungan esterogen dianggap sebagai penjelasan adanya

imunitas wanita pada usia premenopause.

2) Umur

Insiden peningkatan tekanan darah meningkat seiring dengan

pertambahan umur. Semakin tinggi umur seseorah semakin tinggi

tekanan darahnya, jadi jika orang lebih tua cenderung mempunyai

tekanan darah tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Pada

orang lanjut usia (usia >60 tahun) terkadang mengalami

peningkatan tekanan nadi karena arteri lebih kaku akibat

terjadinya arterioklerosis sehingga menjadi tidak lentur.

3) Genetik

Faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan

keluarga itu mempunyai resiko menderita hipertensi atau tekanan

darah juga karena hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar

sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap

sodium individu. orang tua dengan hipertensi mempunyai resiko

dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang

yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Jadi

seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk

mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita

hipertensi.
b. Faktor yang dapat dikontrol

1) Obesitas

Obesitas adalah penumpukan lemak berlebih atatu abnormal yang

dapat mengganggu kesehatan. Menurut Mayers (2004), seseorang

dikatakan obesitas apabila terjadi penambahan atau pembesaran

sel lemak tubuh mereka. Obesitas merupakan kondisi

ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak pada jaringan

adiposa. Obesitas tidak hanya berupa kondisi dengan jumlah

simpanan kelebihan lemak, namun juga distribusi lemak

diseluruh tubuh. Distribusi lemak dapat menyebabkan resiko

yang berhubungan dengan berbagai macam penyakit degeneratif.

Obesitas dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat

meningkatkan prevalensi hipertensi, intoleransi glukosa, dan

penyakit jantungkoroner aterosklerotik pada pasien-pasien yang

obesitas.

2) Kurang olahraga

Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan

hipertensi karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan

tekanan darah. Kurangnya melakukan olahraga akan

meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan

garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi.

Meskipun tekanan darah meningkat secara tajam ketika sedang

berolahraga, namun jika olahraga secara teratur akan lebih sehat


dan mungkin memiliki tekanan darah lebih rendah daripada

mereka yang tidak melakukan baik dari pada olahraga berat tetapi

hanya sekali.

3) Kebiasaan merokok

Rokok mempunyai beberapa pengaruh langsung yang

membahayakan jantung. Apabila pembuluh darah yang ada pada

jantung dalam keadaan tegang karena tekanan darah tinggi maka

merokok dapat memperburuk keadaan tersebut. Merokok dapat

merusak pembuluh darah, menyebabkan arteri menyempit dan

lapisan menjadi tebal dan kasar, nikotin, CO dan bahan lainya

dalam asap rokok terbukti merusak dinding pembuluh endotel

(dinding dalam pembuluh darah), mempermudah pengumpulan

darah sehingga dapat merusak pembuluh darah perifer. Keadaan

paru-paru dan jantung mereka yang tidak merokok dapat bekerja

secara efisien.

4) Mengonsumsi garam berlebih

Konsumsi natrium berlebih menyebabkan kosentrasi natrium

didalam cairan ekstraseluler meningkat. Badan kesehatan dunia

yaitu WHO merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat

mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium

direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4

gram sodium atau 6 gram garam) perhari.

5) Minum kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi

mengandung 75-200 mg karein, dimana dalam satu cangkir

tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5-10 mmHg.

Konsumsi kopi menyebabkan curah jantung meningkat dan

terjadi peningkatan sistole yang lebih besar dari tekanan distol.

Hal ini terlihat pada orang yang bukan peminum kopi yang

menghentikannya paling sedikit 12 jam sebelumnya.

6) Stres

Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan

curah jantung sehingga menstrimulasi aktivitas saraf simpatis.

Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas

sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.

6. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa

penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung

dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung

dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung,

antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stres

aksidatif, down regulation, dan lain-lain. Penelitian ini juga membuktikan

bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar

dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh

darah akibat meningkatnya ekpresi transformating growth factor-b (TGF-).


7. Pengobatan hipertensi

Pengobatan tekanan darah tinggi dapat dibagi menjdai dua yaitu

pengobatan non obat (non farmakilogis) dan pengobatan dengan obat

(farmakologis). Pengobatan non farmakologis yaitu ada diet sehat/diet

hipertensi yang meliputi diet rendah garam, diet kegemukan, diet rendah

kolesterol dan lemak yang terbatas, diet tinggi serat. Dan ada juga yang

menggunakan gaya hidup sehat seperti olahraga secara teratur, menghindari

rokok dan minum alkohol, hidup santai dan tidak emosional ( Martuti,

2009). Tujuan diet hipertensi adalah :

a. Mengurangi asupan garam

b. Memperbanyak serat

c. Menghentikan kebiasaan merokok

d. Perbanyak asupan kalium

DIABETES MELITUS

1. Defenisi Diabetes Melitus


Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronik yang komplek yang

melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan

berkembangnya komplikasi makrovaskuler dan neurologis. Dalam sumber

buku lain diabetes melitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh

peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) mungkin terdapat

penurunan dalam kemampuan untuk berespon terhadap insulin dan atau

penurunan atau tidak terdapatnya pembentukan insulin oleh pankreas.

Diabetes melitus juga didefinisikan sebagai keadaan hiperglikemia kronik

yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau intensitivitas sel terhadap

insulin disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal,

yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan

pembuluh darah, disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan

dengan mikroskop electron. Diabetes dapat diklasifikasikan menjadi

diabetes tipe I (insulin dependent diabetes melitus atau IDDM), tipe II (non

insulin dependent diabetes melitus atau NIDDM), diabetes melitus tipe yang

lain, impaired glukosa tolerancei (gangguan toleransi glukosa),

gastrointestinal diabetes melitus (GDM).1

2. Faktor Penyebab Diabetes Melitus

Menurut umumnya diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya

sebagian kecil atau sebagian besar dari sel-sel betha dari pulau-pulau

Langerhans pada pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya

terjadi kekurangan insulin.


Disamping itu diabetes melitus juga dapat terjadi karena gangguan

terhadap fungsi insulin dalam memasukan glukosa kedalam sel. Gangguan

itu dapat terjadi karena kegemukan atau sebab lain yang belum diketahui.

Diabetes mellitus atau lebih dikenal dengan istilah penyakit kencing

manis mempunyai beberapa faktor pemicu penyakit tersebut, antara lain :

1.Pola makan Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar

kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes

melitus. Konsumsi makan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan

sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula

dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan diabetes melitus.

2.Obesitas (kegemukan) Orang gemuk dengan berat badan lebih dari

90 kg cenderung memilik peluang lebih besar untuk terkena penyakit

diabetes melitus. Sembilan dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk

terserang diabetes melitus.

3.Faktor genetik Diabetes melitus dapat diwariskan dari orang tua

kepada anak. Gen penyebab diabetes melitus akan dibawa oleh anak jika

orang tuanya menderita diabetes melitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke

cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil.

4. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan Bahan-bahan kimia dapat

mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas, radang pada

pankreas akan mengakibatkan fungsi pankreas menurun sehingga tidak ada

sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin.


Segala jenis residu obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat

mengiritasi pankreas.

5.Penyakit dan infeksi pada pankreas Infeksi mikroorganisme dan

virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang pankreas yang

otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak ada

sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin.

Penyakit seperti kolestrol tinggi dan dislipidemia dapat meningkatkan risiko

terkema diabetes mellitus.

6.Pola hidup Pola hidup juga sanga mempengaruhi faktor penyebab

diabetes melitus. Jika orang malas berolah raga memiliki risiko lebih tinggi

untuk terkena penyakit diabetes melitus karena olah raga berfungsi untuk

membakar kalori yang berlebihan di dalam tubuh.

7.Kadar kortikosteroid yang tinggi

8.Kehamilan diabetes gestasional akan hilang setelah melahirkan.

9.Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.

10.Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.2

Faktor-faktor di atas adalah sebagian contoh dari penyebab diabetes

melitus, sebenarnya masih banyak sekali faktor-faktor pemicu diabetes

melitus. Dengan menerapkan pola makan dan pola hidup yang sehat

merupakan pencegahan awal penyakit diabetes melitus. Mulailah pola

makan dan pola hidup sehat sekarang.3

3. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada pasien diabetes

melitus yaitu : Poliuria (peningkatan pengeluaran urine), Polidipsia

(peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan

keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel

mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel

mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik

(sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH

(antideuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus. Rasa lelah dan

kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama,

katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk

menggunakan glukosa sebagai energi. Polifagia (peningkatan rasa lapar).

Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan

pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus,

gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes

kronik. Kelainan kulit : gatal, bisul-bisul. Kelainan kulit berupa gatal-gatal,

biasanya terjadi didaerah ginjal. Lipatan kulit seperti diketiak dan di bawah

payudara biasanya akibat tumbuhnya jamur. Kelainan genekologis,

Keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.

Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati. Pada penderita diabetes

mellitus regenerasi sel persarafan mengalami gangguan akibat kekurangan

bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel

persarafan terutama perifer mengalami kerusakan. Kelemahan tubuh,

Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik yang


dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara

optimal. Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh. Proses penyembuhan

luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan yang

lain. Pada penderita diabetes melitus bahan protein banyak di formulasikan

untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang dipergunakan untuk

penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan. Selain itu luka yang

sulit sembuh juga dapat diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme

yang cepat pada penderita diabetes melitus. Pada laki-laki terkadang

mengeluh impotensi ejakulasi dan dorongan seksualitas laki-laki banyak

dipengaruhi oleh peningkatan hormon testoteron. Pada kondisi optimal

(periodik hari ke-3) maka secara otomatis akan meningkatkan dorongan

seksual. Penderita diabetes mellitus mengalami penurunan produksi

hormon seksual akibat kerusakan testoteron dan sistem yang berperanan.

Mata kabur yang disebabkan katarak atau gangguan refraksi akibat

perubahan pada lensa oleh hiperglikemia. Mungkin juga disebabkan

kelainan pada corpus vitreum.3

4. Komplikasi Diabetes Melitus

Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien diabetes

melitus akan menyebabkan berbagai komplikasi, baik yang bersifat akut

maupun yang kronik. Komplikasi akut yaitu: Ketoasidosis Diabetik,

Hipoglikemia, Hiperglikemia. Komplikasi kronik yaitu: Penyakit Jantung

Koroner, Komplikasi Mata (retinopati diabetik), Gangguan Ginjal


(nefropati diabetik), Gangguan Saraf (neuropati diabetik), Komplikasi kaki,

Komplikasi Kulit, dan Kesehatan Jiwa (mental health). 4

1.Komplikasi jangka pendek (akut)

Komplikasi akut merupakan komplikasi diabetes yang

terjadi dalam jangka pendek, atau bersifat mendadak.

a. Ketoasidosis diabetik
Ketoasidosis diabetik adalah suatu kondisi serius

yang dapat menyebabkan koma diabetes (pingsan untuk

waktu yang lama) atau bahkan kematian. Ketika sel-sel kita

tidak mendapatkan glukosa yang mereka butuhkan untuk

energi, tubuh kita mulai membakar lemak untuk energi, yang

menghasilkan keton. Keton adalah bahan kimia yang tubuh

menciptakan ketika itu rusak lemak digunakan untuk energi.

Tubuh melakukan hal ini ketika tidak memiliki cukup insulin

untuk menggunakan glukosa, sumber normal tubuh energi.

Gejala-gejala ketoasidosis ditunjukkan dengan beberapa hal,

yaitu mulut kering, rasa haus, intensitas buang air kecil jadi

lebih sering (poliuria), mual, muntah, dan terkadang nyeri

perut. Selain gejala-gejala tersebut, ada pula gejala lanjutan

seperti kesulitan bernapas, dehidrasi, rasa mengantuk, dan

yang terparah adalah keadaan koma. Saat seseorang

mengalami ketoasidosis maka perlu segera dibawa ke rumah

sakit untuk mendapatkan penanganan medis cepat.


Penanganan ketoasidosis biasanya dilakukan dengan

pemberian injeksi insulin dan mengganti cairan tubuh yang

hilang dan kadar ion kalium pada darah yang turut berkurang

akibat seringnya buang air kecil (poliuria). 5

b.Hipoglikemia

Hipoglikemia yaitu suatu kondisi yang ditandai

dengan kadar glukosa darah sangat rendah, biasanya kurang

dari 70 mg/dl. Kondisi ini dapat mengakibatkan terjadinya

koma (hilang kesadaran) hingga kerusakan otak. Pada

umumnya, orang yang memiliki penyakit diabetes berisiko

mengalami serangan hipoglikemia. Namun, orang yang

tidak menderita diabetes pun bisa juga terserang

hipoglikemia. Secara umum, penyebab hipoglikemia dapat

dibagi menjadi dua, yaitu hipoglikemia yang berkaitan

dengan obat dan hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan

obat. Hipoglikemia yang berkaitan dengan obat adalah

hipoglikemia yang timbul karena penggunaan obat-obatan.

Ini umumnya terjadi pada penderita diabetes yang

mengonsumsi obat penurun kadar gula darah. Sementara itu,

hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan obat bisa

disebabkan karena berpuasa, aktivitas fisik berlebihan, dan

dampak asupan makanan dan minuman. Kekurangan asupan

karbohidrat juga bisa menjadi penyebab hipoglikemia.


Hipoglikemia berat berpotensi menyebabkan kecelakaan,

cedera, koma, dan kematian.5

C. Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula

darah melonjak atau berlebihan, yang akhirnya akan menjadi

penyakit yang disebut Diabetes Melitus (DM) yaitu suatu

kelainan yang terjadi akibat tubuh kekurangan hormone

insulin, akibatnya glukosa tetap beredar di dalam aliran

darah dan sukar menembus dinding sel. Keadaan ini

biasanya disebabkan oleh stress, infeksi, dan konsumsi obat-

obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria,

polidipsi, dan poliphagia, serta kelelahan yang parah dan

pandangan yang kabur. Hiperglikemia adalah kondisi yang

disebabkan kadar gula darah puncak terukur sebesar 600

mg/dL. Ketika gula darah mencapai level ini, darah menjadai

kental dan manis. Kelebihan gula lantas dibuang ke dalam

air seni yang memicu pembuangan jumlah besar cairan dari

tubuh. Jika tidak ditangani, Hiperglikemia dapat

menyebabkan dehidrasi dan menyebabkan koma.5

2.Komplikasi jangka panjang (kronik)

a. Penyakit jantung koroner


Komplikasi diabetes pada pembuluh darah jantung sangat

membahayakan, mengingat penyakit ini merupakan penyakit serius yang

dapat mengakibatkan kematian. Jantung berperan dalam mengedarkan

darah ke seluruh organ tubuh. Apabila darah semakin mengental akibat

tingginya kadar gula dalam darah, maka dapat menyebabkan jantung harus

bekerja ekstra keras untuk memompa darah. Akibatnya pada pasien diabetes

melitus, muncul gejala jantung berdebar-debar dan perasaan mudah lelah

meskipun tidak melakukan aktivitas yang berat. Kondisi ini diperparah jika

penderita diabetes mempunyai timbunan lemak pada jantung. Selain

menyebabkan gangguan pada jantung juga dapat menyebabkan penyakit

hipertensi.6

b. Komplikasi Mata (Retinopati Diabetik)


Komplikasi diabetes selanjutnya terjadi pada pembuluh darah yang

melewati retina mata, ini disebut retinopati diabetik. Retinopati diabetik

merupakan penyebab utama kebutaan pada penderita diabetes di seluruh

dunia. Kerusakan retina yang sudah berat akan membuat penderita buta

permanen. Retinopati terjadi karena adanya kerusakan pada pembuluh

darah retina atau lapisan saraf mata. Kerusakan ini menyebabkan

kebocoran dan terjadinya penumpukan cairan yang megandung lemak

serta pendarahan pada retina. Risiko terjadinya retinopati pada penderita

diabetik dipengaruhi oleh lamanya penyakit diabetes terjadi. Semakin

lama seseorang mengidap diabetes maka semakin besar kemungkinan

terjadinya kondisi retinopati diabetik. Mengingat besarnya bahaya


retinopati ini, maka bagi penderita diabetes dianjurkan untuk selalu

memeriksakan mata secara berkala ke rumah sakit 6

c. Gangguan Ginjal (Nefropati Diabetik)


Gangguan ginjal atau nefropati akibat diabetes terjadi ketika

penumpukan gula dalam pembuluh darah merusak elemen penyaring

dalam ginjal yang disebut nefron. Akibat rusaknya sistem penyaringan

ini maka akan terjadi kebocoran pada ginjal. Kebocoran ini ditandai

dengan keluarnya albumin bersama urine. Apabila gangguan pada ginjal

ini tidak segera diobati, maka dapat menimbulkan gagal ginjal. Jika

sudah begini, penderita harus melakukan cuci darah dan cangkok ginjal

agar dapat bertahan hidup. Kerusakan pada ginjal dapat dicegah jika

sejak dini sudah dideteksi melalui pemeriksaan darah dan air seni.

Ironisnya, mayoritas penderita tidak mengetahui jika telah menderita

gangguan pada ginjal. Untuk itu deteksi dini dari ketidakberesan ginjal

menjadi sangat penting dan memungkinkan pengobatan yang sesuai

sebelum terjadi kerusakan ginjal atau terjadi manifestasi penyakit yang

lebih parah karena komplikasi yang lain. Bagi penderita diabetes

sebaiknya rutin memeriksakan diri ke dokter.6

d. Gangguan Saraf (Neuropati Diabetik)

Gangguan pada saraf karena diabetes disebut dengan istilah

neuropati diabetik. Gangguan saraf terjadi karena tumpukan gula darah

merusak sel-sel saraf. Gangguan ini bila tidak segera diobati maka dapat

menyebabkan kelumpuhan pada beberapa bagian organ tubuh. Adapun sel-


sel saraf yang dapat rusak akibat diabetes adalah sel saraf sensoris, motoris,

dan otonom. Gangguan pada saraf sensoris menyebabkan terjadinya hilang

rasa, kesemutan, nyeri, atau kelemahan di kaki dan tangan. Gangguan pada

saraf motoris menyebabkan pengecilan (atrofi) otot, dan gangguan pada

saraf otonom menyebabkan perubahan pola keringat sehingga penderita

tidak dapat berkeringat, kulit menjadi kering, mudah timbul pecah-pecah,

dan mudah terkena infeksi.7

e. .Komplikasi Kaki (Foot Complications)


Kaki diabetik merupakan komplikasi diabetes yang paling sering

terjadi sekaligus memiliki dampak yang fatal, pada kejadian parah harus

dilakukan amputasi (pemotongan). Komplikasi kaki diabetik terjadi karena

adanya gangguan pada sistem saraf (neuropati), pembuluh darah, dan

terjadinya infeksi. Gangguan pada sistem saraf menyebabkan rasa kebal di

kaki (hilang rasa), sehingga seorang penderita sering tidak sadar adanya

luka. Gangguan pembuluh darah menyebabkan terganggunya proses

penyembuhan luka. Dan terakhir, adanya kerentanan penderita diabetes

terhadap terjadinya infeksi di daerah luka. Keseluruhan kondisi yang terjadi

ini mengakibatkan borok (gangren) pada kaki. Keadaan kaki diabetik yang

parah atau yang tidak ditangani secara tepat dapat berkembang menjadi

suatu tindakan pemotongan (amputasi) kaki. Masalah kaki yang paling

sering terjadi ketika ada kerusakan saraf, juga disebut neuropati. Hal ini

dapat menyebabkan kesemutan, nyeri (pembakaran atau menyengat), atau


kelemahan di kaki. Hal ini juga dapat menyebabkan hilangnya rasa di kaki,

sehingga Anda bisa melukai dan tidak tahu itu.7

f. Komplikasi kulit
Diabetes dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh, termasuk kulit.

Bahkan, masalah tersebut kadang-kadang tanda pertama bahwa seseorang

memiliki diabetes. Untungnya, kondisi kulit yang paling dapat dicegah atau

mudah diobati jika tertangkap awal. Beberapa masalah ini adalah kulit

kondisi orang dapat memiliki, tapi orang-orang dengan diabetes

mendapatkan lebih mudah. Ini termasuk infeksi bakteri, infeksi jamur,

gatal-gatal, dan menyebabkan kondisi pada kulit berwarna kecoklatan atau

merah. Masalah kulit lainnya terjadi sebagian besar atau hanya untuk orang-

orang dengan diabetes.7

g. Kesehatan Jiwa (Mental Health)


Diabetes melitus dapat menyebabkan emosi alami seperti stres,

sedih, marah dan penolakan sebelum mereka menyebabkan depresi.

Kemarahan pada diabetes adalah tempat berkembang biak yang sempurna

untuk marah. Penyangkalan, Denial adalah suara yang dalam mengulangi

"Bukan aku" Kebanyakan orang pergi melalui ini ketika pertama kali

didiagnosis. Depresi Studi menunjukkan bahwa orang dengan diabetes

memiliki risiko lebih besar depresi dibandingkan orang tanpa diabetes.7


Daftar Pustaka

1. unita Siboro. (2010). Tingkat pengetahuan pasien diabetes melitus tentang

komplikasi diabetes melitus di RSUP H. Adam Malik Medan. Diakses pada

tanggal 13 Juni 2019: http//repository.usu.ac.id


2. Kishore, P. (2014). Nonketotic Hyperosmolar Syndrome

(NKHS:HyperosmolarHyperglycemicState.Diunduhpadahttp://www.merckm

anuals.com/professional/endocrine-and-metabolic-isorders/diabetes-mellitus-

and-disorders-of-carbohydrate-metabolism/nonketotic-hyperosmolar-

yndrome-nkhs. Diakses pada tanggal 13 Juni 2019.

3. Notoatmodjo, S. (2014). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta :Rineka Cipta.

4. PERKENI. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus

di Indonesia. Jakarta : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.

5. Purnamasari. (2009). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III edisi ke-5. Jakarta. EGC.

6. Purwanti, 2013. Panduan Lengkap Untuk Diabetes, Keluarga, dan Profesional

Medis.Bandung : Qanita Mizan Pustaka.

7. Tjokroprawiro, A. (2011). Hidup Sehat Bersama Diabetes & Panduan Lengkap

Pola Makan Untuk Penderita Diabetes. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai