Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KEGIATAN

MINI SURVEY DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) menurut World Health
Organization (WHO) didefinisikan sebagai penyakit saluran pernapasan yang
disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan dari manusia. Timbulnya gejala
biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Gejalanya
meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, pilek, sesak nafas,
mengi, atau kesulitan nafas.
ISPA merupakan penyakit yang sangat sering dijumpai dan merupakan
penyebab kematian paling tinggi terutama pada balita (WHO, 2015). WHO
memperkirakan insiden ISPA di negara berkembang dengan angka kematian
balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15-20% per tahun pada usia
balita.
Di Indonesia, ISPA selalu menuruti urutan pertama penyebab kematian pada
kelompok bayi dan balita (WHO, 2015). Berdasarkan prevalensi ISPA tahun 2016
di Indonesia telah mencapai 25% dengan rentang kejadian yaitu sekitar 17.5-
41.4% dengan 16 provinsi diantaranya mempunyai prevalensi di atas angka
nasional. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di
rumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2016
menepatkan ISPA sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan
persentase 32.10% dari seluruh kematian balita (Riskesdas, 2016).
Di Sumatera Utara pada tahun 2013 cakupan penemuan kasus ISPA pada
balita relatif masih rendah walaupun mengalami peningkatan dari tahun 2012.
Dari jumlah perkiraan kasus pada tahun 2013 sebesar 153.912 kasus, yang
ditemukan dan ditangani sebesar 23.643 kasus (15.36%) sedangkan tahun 2012,
dari 148.431 perkiraan kasus, yang ditemukan hanya 17.443 kasus atau 11.74%.
Upaya pemberantasan penyakit ISPA lebih difokuskan pada upaya
penemuan secara dini dan tata laksana kasus yang cepat dan tepat terhadap
penderita pneumonia balita yang ditemukan. Upaya ini dikembangkan melalui

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
05 AGUSTUS 2019 S/D 17 AGUSTUS 2019
1
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEY DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), penyuluhan tentang Perilaku Hidup


Bersih dan Sehat (PHBS), penyakit ISPA, kesehatan lingkungan dan lain-lain
serta diadakan home visit langsung kepada masyarakat untuk pemantauan
kesehatan balita baik di unit Pelayanan kesehatan puskesmas pembantu,
poskesdes, polindes maupun Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
(UKBM) lainnya.
Penemuan penderita ISPA di Puskesmas Bandar Khalipah memang telah
mengalami penurunan dari 6849 kasus pada tahun 2017 menjadi 5094 kasus di
tahun 2018. Namun ISPA masih tetap menduduki peringkat pertama penyakit
terbesar di Puskesmas Bandar Khalipah.
Bahkan tercatat pada bulan Juni 2019 kasus ISPA di Desa Bandar Khalipah
meningkat dengan ditemukannya 58 kasus baru bila dibandingkan dengan data
pada bulan Mei 2019. Selain itu, Desa Bandar Khalipah juga menempati urutan
pertama dengan kasus ISPA terbanyak (SP2TP, 2018).

Tabel 1. DAFTAR PENYAKIT TERBESAR DI PUSKESMAS BANDAR


KHALIPAH PERIODE JANUARI 2018 – DESEMBER 2018
No PENYAKIT JUMLAH Persentasi
1 ISPA 5094 17,48%
2 Penyakit Lainnya 3704 12,71%
3 Penyakit Lain Pada Saluran Pernfasan 3598 12,35%
Bagian Atas
4 Diare 3408 11,70%
5 Penyakit Tekanan Darah Tinggi 2926 10,03%
6 Penyakit Sistem Otot Dan Jaringan 2883 9,89%
Pengikat
7 Gangguan Gigi dan Jaringan Penyangga 2350 8,06%
Lainnya
8 Infeksi Penyakit Usus Yang Lain 2303 7,90%
9 Diabetes Mellitus 2018 6,92%
10 Penyakit Pulpa dan Jaringan Perpalikal 842 2,89%
Gingivitis dan Penyakit Periodental
Total 29.126 100%

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
05 AGUSTUS 2019 S/D 17 AGUSTUS 2019
2
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEY DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

Tabel 2. JUMLAH KASUS ISPA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS


BANDAR KHALIPAH BERDASARKAN LAPORAN SP2TP PERIODE
MEI 2019 S/D JUNI 2019
JUMLAH KASUS PER BULAN
No. WILAYAH KERJA
MEI JUNI
1. BANDAR KHALIPAH 163 221
2. BANDAR KLIPPA 50 52
3. BANDAR SETIA 84 76
4. SAMBIREJO TIMUR 14 11
5. LAUT DENDANG 13 22
6. SEI ROTAN 112 110
7. KOLAM 10 24

Maka dari itu, penulis tertarik untuk melakukan mini survey tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA di Puskesmas Bandar Khalipah
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2019.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan data dari SP2TP-LB 1 di Puskesmas Bandar Khalipah pada
bulan Januari - Desember 2018 didapatkan bahwa ISPA menduduki peringkat
pertama kasus terbanyak dengan jumlah 5.545 kasus. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kejadian Penyakit ISPA di Puskesmas Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei
Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara Tahun 2019”.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit
ISPA di Puskesmas Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten
Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara Tahun 2019”.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
05 AGUSTUS 2019 S/D 17 AGUSTUS 2019
3
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEY DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit
ISPA di Desa Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten
Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara Tahun 2019” berdasarkan sanitasi
fisik rumah.
2. Untuk mengetahui “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit
ISPA di Desa Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten
Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara Tahun 2019” berdasarkan
kebiasaan merokok.
3. Untuk mengetahui “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit
ISPA di Desa Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten
Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara Tahun 2019” berdasarkan jenis
pekerjaan.
4. Untuk mengetahui “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit
ISPA di Desa Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten
Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara Tahun 2019” berdasarkan status
gizi.
5. Untuk mengetahui “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit
ISPA di Desa Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten
Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara Tahun 2019” berdasarkan status
imunisasi.
6. Untuk mengetahui “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit
ISPA di Desa Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten
Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara Tahun 2019” berdasarkan kejadian
ISPA.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang
Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten dalam
menjalankan upaya pemberantasan penyakit ISPA.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
05 AGUSTUS 2019 S/D 17 AGUSTUS 2019
4
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEY DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

2. Bagi Puskesmas Bandar Khalipah


Sebagai bahan masukan yang dapat digunakan dalam kegiatan penyuluhan
penyakit ISPA sehingga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
ISPA.

3. Bagi Masyarakat
Menjadi bahan informasi untuk menambah pengetahuan masyarakat agar
dapat mencegah ISPA dan merubah perilaku masyarakat yang menderita
ISPA.

4. Bagi Peneliti
Sebagai sumber pelatihan kegiatan promotif dan Preventif di dalam
masyarakat serta menambah ilmu pengetahuan dalam mengelola data.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya


Menjadi data dasar yang dapat digunakan sebagai informasi untuk penelitian
selanjutnya.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
05 AGUSTUS 2019 S/D 17 AGUSTUS 2019
5
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEY DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. LANDASAN TEORI


2.1.1. ISPA
2.1.1.1. Definisi
ISPA adalah penyakit saluran pernapasan akut dengan perhatian
khusus pada radang paru (pneumonia), dan bukan penyakit
tenggorokan dan telinga (Widoyono, 2011).
Menurut Amin (2011) ISPA bila mengenai saluran pernapasan
bawah, khususnya pada bayi, anak-anak dan orangtua, memberikan
gambaran klinik yang berat dan jelek, berupa bronchitis, dan banyak
yang berakhir dengan kematian.
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni antara lain :
a. Infeksi
Infeksi merupakan masuknya kuman atau mikroorganisme ke
dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehigga menimbulkan
gejala penyakit.
b. Saluran Pernapasan
Saluran pernapasan merupakan organ mulai dari hidung hingga
alveoli beserta organ aksesorisnya seperti sinus, rongga telinga
tengah dan pleura.
c. Infeksi Akut
Infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas hari
ditentukan untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk
beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini
dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
05 AGUSTUS 2019 S/D 17 AGUSTUS 2019
6
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEY DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

2.1.1.2 Epidemiologi
Hingga saat ini ISPA masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. ISPA merupakan penyakit penyebab
Morbiditas pertama di Negara maju, sedangkan pada negara
berkembang meskipun angka Morbiditasnnya relatif lebih kecil
namu angka Mortalitasnya lebih tinggi terutama disebabkan karena
ISPbA (ispa bagian bawah) seperti Pneumonia. Proporsi kasus ISPA
di Indonesia hingga tahun 2013 ialah sebesar 25%. Jumlah kematian
tahun 2005 sebagian besar disebabkan karena pneumonia (23.6%)
(Kemenkes, 2012). Data susenas (Survey Sosial Ekonomi Nasional)
tahun 2006 melaporkan bahwa di Indonesia keluhan infeksi saluran
pernapasan akut seperti batuk dan pilek menjadi keluhan utama.
Didukung dengan data dari (Depkes RI, 2013) yang menyebutkan
bahwa ISPA merupakan salah satu penyebab kunjungan utama
pasien di Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%).

2.1.1.3 Etiologi
Menurut Widoyono (2011) etiologi ISPA terdiri dari lebih dari
300 jenis penyakit bakteri, virus, jamur, dan aspirasi.
Beberapa diantaranya :
1. Bakteri : Diplococcus pneumonia, Pneumococcus,
Staphylococcus aureus, Haemophilus, dan influenza.
2. Virus : Influenza, adenovirus, sitomegalovirus.
3. Jamur : Aspergiius sp., Candida albicans, dan Histoplasma.
4. Aspirasi : Makanan, asap kendaraan bermotor, bahan bakar
minyak biasanya minyak tanah, cairan amnion pada
saat lahir, benda asing (biji-bijian dan mainan plastik).

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
05 AGUSTUS 2019 S/D 17 AGUSTUS 2019
7
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEY DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

2.1.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dibedakan
atas dua kelompok yaitu (Kemenkes RI, 2011) :
1. Untuk kelompok umur kurang 2 bulan terdiri dari :
a. Pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat yaitu
frekuensi pernafasan sama atau lebih dari 60 kali per menit
atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian
bawah.
b. Bukan pneumonia yaitu penderita balita dengan batuk dan
pilek disertai atau tidak dengan gejala lain seperti berdahak
atau berlendir dan demam, yang tidak menunjukkan gejala
peningkatan frekuensi nafas dan tidak ada tarikan dinding
dada.
2. Untuk kelompok umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun terdiri dari
:
a. Pneumonia berat yaitu berdasarkan pada adanya batuk atau
kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau tarikan dinding
dada bagian bawah. Dikenal pula diagnosis pneumonia
sangat berat yaitu batuk atau kesukaran bernafas yang disertai
adanya gejala diagnosis sentral dan anak tidak dapat minum.
b. Pneumonia yaitu berdasarkan pada adanya batuk dan atau
kesukaran bernafas disertai adanya nafas cepat sesuai umur.
Batas nafas cepat pada anak usia 2 bulan sampai < 1 tahun
adalah 50 kali atau lebih permenit sedangkan untuk anak usia
1 sampai < 5 tahun adalah 40 kali atau lebih permenit. Bukan
pneumonia. Mencakup kelompok penderita balita dengan
batuk dan pilek disertai atau tidak dengan gejala lain seperti
berdahak atau berlendir dan demam, tidak menunjukkan
gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan
adanya tarikan dinding dada bagian bawah. Klasifikasi bukan
pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain diluar

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
05 AGUSTUS 2019 S/D 17 AGUSTUS 2019
8
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEY DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

pneumonia seperti batuk pilek biasa (common cold, faringitis,


tonsilitis).

3. Kelompok umur dewasa yang mempunyai faktor risiko lebih


tinggi untuk terkena pneumonia yaitu :
a. Usia lebih dari 65 tahun
b. Merokok
c. Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun
dikarenakan penyakit kronis lain.
d. Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis,
asma, PPOK, dan emfisema.
e. Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk
diabetes dan penyakit jantung.
f. Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV,
transplantasi organ, kemoterapi atau penggunaan steroid
lama.
g. Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena
stroke, obat-obatan sedatif atau alkohol, atau mobilitas yang
terbatas.
h. Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius
atas oleh virus.

4. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi sebagai berikut :


a. Infeksi Saluran Pernapasan atas Akut (ISPA) Infeksi yang
menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek, otitis
media, faringitis.
b. Infeksi Saluran Pernapasan bawah Akut (ISPbA) Infeksi yang
menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampai
dengan alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran
napas, seperti epiglotitis, laringitis, laringotrakeitis, bronkitis,
bronkiolitis, pneumonia.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
05 AGUSTUS 2019 S/D 17 AGUSTUS 2019
9
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEY DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

2.1.1.5 Patofisiologi
Penyakit ISPA disebabkan oleh virus dan bakteri yang
disebarkan melalui saluran pernafasan yang kemudian dihirup dan
masuk ke dalam tubuh, sehingga menyebabkan respon pertahanan
bergerak yang kemudian masuk dan menempel pada saluran
pernafasan yang menyebabkan reaksi imun menurun dan dapat
menginfeksi saluran pernafasan yang mengakibatkan sekresi mucus
meningkat dan mengakibatkan saluran nafas tersumbat dan
mengakibatkan sesak nafas dan batuk produktif.
Ketika saluran pernafasan telah terinfeksi oleh virus dan bakteri
yang kemudian terjadi reaksi inflamasi yang ditandai dengan rubor
dan dolor yang mengakibatkan aliran darah meningkat pada daerah
inflamasi dengan tanda kemerahan pada faring mengakibatkan
hipersensitifitas meningkat dan menyebabkan timbulnya nyeri.
Tanda inflamasi berikutnya adalah kalor, yang mengakibatkan suhu
tubuh meningkat dan menyebabkan hipertermi yang mengakibatkan
peningkatan kebutuhan cairan yang kemudian mengalami dehidrasi.
Tumor, adanya pembesaran pada tonsil yang mengakibatkan
kesulitan dalam menelan yang menyebabkan intake nutrisi dan
cairan inadekuat. Fungsiolesa, adanya kerusakan struktur lapisan
dinding saluran pernafasan sehingga meningkatkan kerja kelenjar
mucus dan cairan mucus meningkat yang menyebabkan batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi
sekunder bakteri. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi
mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas
sehingga menimbulkan sesak nafas dan juga menyebabkan batuk
yang produktif.
Dampak infeksi sekunder bakteri pun bisa menyerang saluran
nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya
ditemukan dalam saluran pernafasan atas, setelah terjadinya infeksi

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
05 AGUSTUS 2019 S/D 17 AGUSTUS 2019
10
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEY DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

virus, dapat mengisnfeksi paru-paru sehingga menyebabkan


pneumonia bakteri (Sylvia, 2012).

2.1.1.6 Faktor Risiko


Faktor risiko dari terjadinya ISPA terutama di Indonesia bisa
dilihat dari beberapa wilayah di Indonesia yang mempunyai potensi
kebakaran hutan dan telah mengalami beberapa kali kebakaran hutan
terutama pada musi kemarau. Asap dari kebakaran hutan dapat
menimbulkan penyakit ISPA dan memperberat kondisi seseorang
yang sudah menderita Pneumonia khususnya balita. Disamping itu
asap rumah tangga yang masih menggunakan kayu bakar juga
menjadi salah satu faktor resiko Pneumonia. Hal ini dapat
diperburuk apabila ventilasi rumah kurang baik dan dapur menyatu
dengan ruang keluarga atau kamar. Status gizi seseorang dapat
mempengaruhi kerentangan terhadap infeksi, demikian juga
sebaliknya. Balita merupakan kelompok rentan terhadap berbagai
masalah kesehatan sehingga apabila kekurangan gizi maka akan
sangat mudah terserang infeksi salah satunya Pneumonia (Kemenkes
RI, 2012)

Status Imunisasi
Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari
sel- sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama
secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti
kuman- kuman penyakit atau racun yang masuk ke dalam
tubuh.Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk
ke dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat
anti yang disebut dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama
tubuh untuk membentuk antibody tidak terlalu kuat, karena tubuh
belum beradaptasi. Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan
seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
05 AGUSTUS 2019 S/D 17 AGUSTUS 2019
11
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEY DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

antigen tersebut sehingga pembentukan antibody terjadi dalam waktu


yang lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak. Itulah
sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya,
dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan
sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit
tersebut, atau seandainya terkena pun,tidak akan menimbulkan
akibat yang fatal. Imunisasi dasar meliputi DPT 3 kali, Polio 3 kali,
BCG 1 kali dan campak 1 kali diberikan kepada balita sebelum
berumur 1 tahun. Balita yang mendapatkan imunisasi dasar secara
lengkap dan teratur akan mengurangi angka kesakitan dan kematian
bayi sebesar 80-90% (Mulyani & Rinawata, 2013).

Sumber Polutan Dalam Rumah


Kualitas udara dipengaruhi oleh adanya bahan polutan di udara.
Polutan di dalam rumah kadarnya berbeda dengan bahan polutan di
luar rumah. Peningkatan bahan polutan di dalam ruangan dapat pula
berasal dari sumber polutan di dalam rumah seperti asap rokok, asap
dapur dan pemakaian obat nyamuk. Faktor lingkungan tingkat rumah
tangga yang berkaitan dengan pencemaran udara di rumah tangga
ialah: 1) Kepadatan dalam rumah, 2) Merokok, 3) Jenis bahan bakar,
4) Ventilasi rumah, 5) Kelembaban dalam rumah, 6) Debu rumah.
Di dalam rumah kualitas udara berkaitan dengan ventilasi dan
kegiatan penghuni di dalamnya. Dengan bertambahnya jumlah
penduduk di pemukiman perkotaan, menyebabkan tingginya
kepadatan bangunan sehingga sulit untuk membuat ventilasi (Susilo,
2011).

Sumber polutan dalam rumah di antaranya yaitu :


1) Racun Nyamuk Bakar
Pengendalian dan pemberantasan nyamuk dalam rumah sebagian
keluarga menggunakan bahan insektisida berupa obat nyamuk

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
05 AGUSTUS 2019 S/D 17 AGUSTUS 2019
12
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEY DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

semprot dan obat nyamuk bakar. Obat nyamuk bakar biasanya


digunakan untuk mengendalikan nyamuk dari dalam rumah tetapi
disisi lain asap obat nyamuk dapat menjadi sumber pencemaran
udara dalam rumah, yang sangat membahayakan kesehatan yaitu
gangguan saluran pernapasan karena obat nyamuk jika dibakar
mengandung bahan SO2 walaupun dalam kondisi rendah dapat
menyebabkan batuk, iritasi hidung, tenggorokan bengkak dan
perdarahan (Depkes R.I, 2012).

2) Asap Rokok
Sumber asap rokok di dalam ruangan lebih membahayakan
daripada di luar ruangan karena sebagian besar orang
menghabiskan 60%- 90% waktunya selama satu hari penuh (24
jam) di dalam ruangan. Asap rokok yang dikeluarkan seorang
perokok umumnya mengandung zat-zat yang berbahaya antara
lain tar yang mengandung bahan kimia beracun dapat merusak sel
paru- paru dan menyebabkan sakit kanker, karbon monoksida
(CO) sebagai gas beracun yang mengakibatkan berkurangnya
kemampuan darah membawa oksigen, nikotin merupakan zat
kimia perangsang yang dapat merusak jantung dan sirkulasi darah
serta membuat pemakai nikotin kecanduan. Semua Semua studi
mengenai polusi udara dalam ruang oleh asap rokok menunjukkan
bahwa asap rokok merupakan bahaya utama terhadap kesehatan.
Campuran asap tersebut lebih dari 4000 jenis senyawa, banyak
diantaranya telah terbukti bersifat racun atau menimbulkan kanker
pada manusia dan sebagian besar adalah bahan iritan yang kuat.
Sebanyak 43 zat karsinogen telah diidentifikasi, termasuk
diantaranya : nitrosamines, benza pyrene, cadmium, nikel dan
zinc, karbonmonoksida, nitrogen oksida dan partikulat juga
merupakan beberapa diantara bahan-bahan beracun yang
terkandung dalam rokok. Laporan penelitian menunjukkan bahwa
orang yang merokok dan orang yang tinggal dengannya akan

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
05 AGUSTUS 2019 S/D 17 AGUSTUS 2019
13
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEY DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

menerima pajanan yang lebih besar dari ultrafine partikel dan


komponen environment tobacco smokes lainnya dibandingkan
orang yang bukan perokok. Oleh karena itu hal ini dapat
merupakan faktor risiko dari timbulnya gejala-gejala gangguan
pernapasan dan penyakit pernapasan pada anak-anak, terutama
anak-anak kecil serta orang tua perokok berhubungan dengan
terjadinya penurunan fungsi paru-paru pada anak-anak dan
kerusakan paru-paru yang tidak dapat diobati ( Depkes R.I, 2012).

3) Jenis Bahan Bakar Memasak


Penggunaan bahan bakar dalam rumah tangga untuk beberapa
keperluan seperti memasak dan penerangan biasanya dapat
memberi pengaruh terhadap kualitas kesehatan lingkungan rumah.
Pemakaian bahan bakar tradisional seperti kayu bakar, arang dan
lainnya serta bahan minyak tanah, sering menghasilkan
pembakaran kurang sempurna sehingga banyak menimbulkan sisa
pembakaran yang dapat mempengaruhi kesehatan. Apabila
penghawaan rumah tidak baik dan tidak ada lubang asap di dapur
untuk mengeluarkan asap dan partikel-partikel debu dari dapur,
maka asap akan memenuhi ruangan dan menyebabkan sirkulasi
udara di dalam ruangan tidak baik. Apalagi ibu-ibu sering masak
sambil menggendong anaknya, asap akan memperparah penderita
sakit pernapasan terutama pada balita dan lansia. Sedapat
mungkin menggunakan bahan bakar yang tidak menimbulkan
pencemaran udara indoor atau sisa pembakarannya dapat
disalurkan ke luar rumah.

Suhu dan Kelembaban


Udara segar berguna untuk menjaga temperatur dan kelembaban
dalam kamar. Umumnya temperatur kamar 22˚- 30˚C. Suhu udara
dalam ruangan berhubungan dengan faktor kenyamanan dalam
ruangan. Suhu udara yang tinggi menyebabkan tubuh akan

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
05 AGUSTUS 2019 S/D 17 AGUSTUS 2019
14
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEY DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

kehilangan garam dan air sehingga akan terjadi kejang dan atau kram
dan akan mengalami metabolisme dan sirkulasi darah. Pada
lingkungan yang ada di dalam ruangan, sekitar 25% dari panas tubuh
diemisikan oleh transpirasi. Sebagai temperatur udara dan
meningkatnya aktifitas metabolisme, transpirasi ditandai dengan
tingginya kelembaban relatif, sehingga menghasilkan panas yang
tidak nyaman. Dengan kata lain udara kering pada temperatur rendah
sampai dengan normal membuat kehilangan transpirasi dan
mengakibatkan dehidrasi (Rosdiana, 2015). Pengaturan kelembaban
sangat penting dalam ruangan. Kelembaban yang tinggi dan debu
dapat menyebabkan berkembangbiaknya organisme pathogen
maupun organisme yang bersifat alergen serta pelepasan formaldehid
dari material bangunan. Sedangkan tingkat kelembaban yang terlalu
rendah dapat menyebabkan kekeringan/iritasi pada membrane
mukosa, iritasi mata dan gangguan sinus. Rumah hendaknya menjadi
tempat untuk menyimpan udara yang segar dengan suhu udara yang
nyaman berkisar antara 18˚C-30˚C, sedangkan kelembaban berkisar
antara 40˚C-70˚C (Depkes RI, 2012).

Kondisi Lingkungan Rumah


1. Luas Ventilasi
Untuk memungkinkan pergantian udara secara lancar diperlukan
minimum luas lubang ventilasi tetap 5% luas lantai, dan jika
ditambah dengan luas lubang yang dapat memasukkan udara lainnya
(celah pintu/jendela, lubang anyaman bambu dan sebagainya)
menjadi berjumlah 10% luas lantai. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan proses sirkulasi udara dalam rumah berjalan tidak
normal serta udara dalam rumah terasa panas, diperberat lagi apabila
rumah padat penghuni akan menyebabkan kurangnya O2 (oksigen)
dalam rumah sehingga kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuni
rumah menjadi meningkat.Sirkulasi udara rumah yang baik akan

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
05 AGUSTUS 2019 S/D 17 AGUSTUS 2019
15
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEY DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

mengurangi kadar partikulat, sebaliknya apabila ventilasi tidak


memenuhi syarat menyebabkan peningkatan kadar partikulat di
dalam ruangan. Selain itu ventilasi yang baik dapat membebaskan
udara ruangan dari bakteri-bakteri terutama bakteri pathogen karena
melalui ventilasi selalu terjadi pertukaran aliran udara yang terus-
menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir.
Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu
tetap pada kelembaban (humidity) yang optimum. Udara yang masuk
sebaiknya udara yang yang bersih dan bukan udara yang
mengandung debu atau bau (Rosdiana, 2015). Di samping itu tidak
cukupnya luas ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di
dalam ruangan naik karena terjadi proses penguapan cairan dari kulit
dan penyerapan. Kelembaban akan merupakan media yang baik
untuk bakteri. Ventilasi dalam ruangan harus memenuhi persyaratan
antara lain (Winardi, 2015).
a) Luas lubang ventilasi yang tetap atau permanent dan lubang
ventilasi insidentil, berjumlah 10% dari luas lantai.
b) Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh asap
dari pembakaran sampah, asap pabrik, asap knalpot kendaraan,
debu dan lain-lain.
c) Aliran udara jangan menyebabkan orang masuk angin.
d) Penempatan ventilasi diusahakan berhadapan antara dua dinding
ruangan.
e) Kelembaban udara jangan terlalu tinggi dan jangan terlalu rendah.

Ventilasi dapat digolongkan dalam dua sistem antara lain


ventilasi alamiah ialah ventilasi yang terjadi secara alamiah ialah
ventilasi yang terjadi secara alamiah dimana udara masuk ke dalam
ruangan melalui jendela, pintu ataupun lubang angin yang sengaja
dibuat untuk itu. Ventilasi buatan ialah ventilasi yang dibuat dari alat
khusus untuk pengaliran udara misalnya mesin penghisap udara
(exhaust ventilation) dan penyejuk ruangan (air conditioning).

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
05 AGUSTUS 2019 S/D 17 AGUSTUS 2019
16
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEY DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

Ventilasi yang baik dengan ukuran 10-20% dari luas lantai dapat
mempertahankan suhu optimum 22-24˚C dan kelembaban 60%
(Winardi, 2015).

2.1.1.7 Gejala Klinis


ISPA pada umumnya adalah infeksi bakteri pada berbagai area
saluran pernapasan termasuk hidung, telinga tengah, faring, laring,
trakea, bronkus, dan paru. Gejalanya dapat bervariasi, antara lain
meliputi batuk, sesak napas, tenggorokan kering, dan hidung
tersumbat. Dikatakan ISPA ringan yaitu: bila didapat satu atau lebih
gejala batuk, pilek, suara serak, dan demam. Pada ISPA sedang
terdapat gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih tanda dan
gejala berupa frekuensi pernapasan lebih dari 50/menit, wheezing,
suhu 39˚C atau lebih. Kategori ISPA berat yakni bila terdapat yakni
bila terdapat gejala ISPA ringan atau sedang ditambah satu atau
lebih gejala berupa retraksi sela iga dan fosasuprasternal waktu
inspirasi, stridor, sianosis, napas cuping hidung, kejang, dehidrasi,
kesadaran menurun, membran difteri (Rudianto, 2013).

2.1.1.8 Diagnosis
Gejala ISPA biasanya muncul kurang lebih 3 (tiga hari)
ssetelah seseorang terkena infeksi dan kemudian mereda setelah
7- 12 hari atau hingga 14 hari. Diagnosis ISPA ditegakkan oleh
dokter dengan tahapan sebagai berikut (Krishna, 2013) :
1. Mendengarkan keluhan yang dirasakan oleh penderita dan
memeriksa badan terutama daerah hidung dan tenggorokkan.
2. Pemeriksaan swab hidung atau tenggorokan.
3. Pemeriksaan sputum atau dahak dapat dilakukan.
4. Pemeriksaan rontgen biasanya dilakkukan apabila ada
kecurigaan infeksi di daerah sinus atau bila dicurugai ispa
tersebut tidak sembuh dan berlanjut menginfeksi paru.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
05 AGUSTUS 2019 S/D 17 AGUSTUS 2019
17
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEY DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

2.1.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terapi ISPA tidak hanya bergantung pada
penggunaan antibiotik, ISPA yang disebabkan oleh virus tidak
memerlukan terapi antibiotik, cukup didukung dengan terapi
suportif. Terapi suportif berperan dalam mendukung keberhasilan
terapi antibiotik, karena dapat mengurangi gejala dan
meningkatkan performa pasien. Obat yang digunakan pada terapi
suportif umumnya merupakan obat bebas yang bisa didapat di
apotek, dengan berbagai macam variasi.

Terapi antibiotik
Penggunaan antibiotik pada terapi penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri, sebaiknya sebelum memulai terapi denga
antibiotik sangat penting untuk dipastikan apakah infeksi yang
disebabkan oleh bakteri benar-benar ada. Penggunaan antibiotik
tanpa adanya landasan atau bukti adanya infeksi dapat
menyebabkan resistensi terhadap suatu antibiotik. Bukti infeksi
dapat dilihat dari kondisi klinis pasien yaitu demam, leukositsis
maupun hasil kultur.

Berikut beberapa antibiotik yang digunakan sebagai pengobatan


ISPA :
1. Sefalosporin
Sefalosporin termasuk golongan antibiotika betalaktam dan
menjadi antibiotika pilihan kedua pada beberapa infeksi.
Seperti antibiotik betalaktam lain, mekanisme kerja antibiotik
sefalosporin adalah dengan menghambat sintesis dinding sel
mikroba dengan menghambat reaksi transpeptidase tahap
ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
05 AGUSTUS 2019 S/D 17 AGUSTUS 2019
18
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEY DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

2. Kotrimoksasol
Kotrimoksasol merupakan antibiotik golongan sulfonamid,
yang dikombinasikan dari sulfametoksasol dengan
trimetropim. Mekanisme kerjanya menghambat sintesis asam
folat sedangkan trimetropim menghambat reduksi asam
dihydrofolat menjadi tetrahydrofolat sehingga menghambat
enzim pada jalur sintesis asam folat.
3. Kloramfenikol
Kloramfenikol termasuk antibiotik yang berspektrum luas.
Antibiotik ini aktif terhadap bakteri aerob maupun anaerob,
kecuali Pseudomonas aeruginosa. Termasuk antibiotik
bakteriostatik dengan mekanisme kerja menghambat sintesis
protein bakteri.
4. Makrolida
Eritromisin merupakan prototipe golongan ini sejak ditemukan
pertama kali tahun 1952. Komponen lain golongan makrolida
merupakan derivat sintetik dari eritromisin.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
05 AGUSTUS 2019 S/D 17 AGUSTUS 2019
19
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEY DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep


Kerangka konsep bertujuan untuk menetukan hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen. Berdasarkan tujuan penelitian diatas
maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Variabel Bebas
Variabel terikat
(Independent Variable)
(Dependent Variable)
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Kejadian ISPA
Penyakit ISPA di Desa
Bandar Khalipah, Kecamatan
Percut Sei Tuan, Kabupaten
Deli Serdang, Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2019 :

1. Sanitasi Fisik Rumah

2. Kebiasaan Merokok

3. Jenis Pekerjaan

4. Status Gizi

5. Status Imunisasi

Berdasarkan kerangka konsep tersebut yang menjadi variabel dependennya


adalah Kejadian ISPA. Sedangkan yang menjadi variabel independen adalah
Sanitasi Fisik Rumah, Kebiasaan Merokok, Jenis Pekerjaan, Status Gizi, dan

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
05 AGUSTUS 2019 S/D 17 AGUSTUS 2019
20
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEY DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

Status Imunisasi di Desa Laut Dendang, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten
Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Kriteria Skala Data

Meliputi ventilasi, 0 : tidak


Sanitasi Fisik kepadatan hunian, jenis
1. Kuesioner 1 : iya Ordinal
Rumah lantai, dinding dan atap

Suatu rutinitas
Kebiasaan mengkonsumsi rokok 0 : tidak
2. Kuisioner Ordinal
Merokok yang sering dilakukan 1 : iya
penghuni rumah

Masyarakat yang
Jenis bekerja di bidang 0 : tidak
3. Kuisioner Ordinal
Pekerjaan pertanian dan di bidang 1 : iya
industri

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
05 AGUSTUS 2019 S/D 17 AGUSTUS 2019
21
LAPORAN KEGIATAN
MINI SURVEY DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH

Keadaan tubuh sebagai


akibat konsumsi
4. 0 : tidak
Status Gizi makanan dan Kuisioner Ordinal
1 : iya
penggunaan zat – zat
gizi

Upaya yang dilakukan


dengan memberikan
Status 0 : tidak
5. kekebalan pada saat Kuesioner Ordinal
Imunisasi 1 : iya
masih bayi sehingga
terhindar dari penyakit

Infeksi Saluran
Pernapasan Akut yang
ditandai dengan batuk,
1 : tidak
6. Kejadian ISPA pilek, demam, sakit Kuesioner Nominal
2 : iya
telinga (otitis media),
dan radang tenggorokan
(faringitis)

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
05 AGUSTUS 2019 S/D 17 AGUSTUS 2019
22

Anda mungkin juga menyukai