BAB I
PENDAHULUAN
Maka dari itu, penulis tertarik untuk melakukan mini survey tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA di Puskesmas Bandar Khalipah
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2019.
3. Bagi Masyarakat
Menjadi bahan informasi untuk menambah pengetahuan masyarakat agar
dapat mencegah ISPA dan merubah perilaku masyarakat yang menderita
ISPA.
4. Bagi Peneliti
Sebagai sumber pelatihan kegiatan promotif dan Preventif di dalam
masyarakat serta menambah ilmu pengetahuan dalam mengelola data.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1.2 Epidemiologi
Hingga saat ini ISPA masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. ISPA merupakan penyakit penyebab
Morbiditas pertama di Negara maju, sedangkan pada negara
berkembang meskipun angka Morbiditasnnya relatif lebih kecil
namu angka Mortalitasnya lebih tinggi terutama disebabkan karena
ISPbA (ispa bagian bawah) seperti Pneumonia. Proporsi kasus ISPA
di Indonesia hingga tahun 2013 ialah sebesar 25%. Jumlah kematian
tahun 2005 sebagian besar disebabkan karena pneumonia (23.6%)
(Kemenkes, 2012). Data susenas (Survey Sosial Ekonomi Nasional)
tahun 2006 melaporkan bahwa di Indonesia keluhan infeksi saluran
pernapasan akut seperti batuk dan pilek menjadi keluhan utama.
Didukung dengan data dari (Depkes RI, 2013) yang menyebutkan
bahwa ISPA merupakan salah satu penyebab kunjungan utama
pasien di Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%).
2.1.1.3 Etiologi
Menurut Widoyono (2011) etiologi ISPA terdiri dari lebih dari
300 jenis penyakit bakteri, virus, jamur, dan aspirasi.
Beberapa diantaranya :
1. Bakteri : Diplococcus pneumonia, Pneumococcus,
Staphylococcus aureus, Haemophilus, dan influenza.
2. Virus : Influenza, adenovirus, sitomegalovirus.
3. Jamur : Aspergiius sp., Candida albicans, dan Histoplasma.
4. Aspirasi : Makanan, asap kendaraan bermotor, bahan bakar
minyak biasanya minyak tanah, cairan amnion pada
saat lahir, benda asing (biji-bijian dan mainan plastik).
2.1.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dibedakan
atas dua kelompok yaitu (Kemenkes RI, 2011) :
1. Untuk kelompok umur kurang 2 bulan terdiri dari :
a. Pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat yaitu
frekuensi pernafasan sama atau lebih dari 60 kali per menit
atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian
bawah.
b. Bukan pneumonia yaitu penderita balita dengan batuk dan
pilek disertai atau tidak dengan gejala lain seperti berdahak
atau berlendir dan demam, yang tidak menunjukkan gejala
peningkatan frekuensi nafas dan tidak ada tarikan dinding
dada.
2. Untuk kelompok umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun terdiri dari
:
a. Pneumonia berat yaitu berdasarkan pada adanya batuk atau
kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau tarikan dinding
dada bagian bawah. Dikenal pula diagnosis pneumonia
sangat berat yaitu batuk atau kesukaran bernafas yang disertai
adanya gejala diagnosis sentral dan anak tidak dapat minum.
b. Pneumonia yaitu berdasarkan pada adanya batuk dan atau
kesukaran bernafas disertai adanya nafas cepat sesuai umur.
Batas nafas cepat pada anak usia 2 bulan sampai < 1 tahun
adalah 50 kali atau lebih permenit sedangkan untuk anak usia
1 sampai < 5 tahun adalah 40 kali atau lebih permenit. Bukan
pneumonia. Mencakup kelompok penderita balita dengan
batuk dan pilek disertai atau tidak dengan gejala lain seperti
berdahak atau berlendir dan demam, tidak menunjukkan
gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan
adanya tarikan dinding dada bagian bawah. Klasifikasi bukan
pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain diluar
2.1.1.5 Patofisiologi
Penyakit ISPA disebabkan oleh virus dan bakteri yang
disebarkan melalui saluran pernafasan yang kemudian dihirup dan
masuk ke dalam tubuh, sehingga menyebabkan respon pertahanan
bergerak yang kemudian masuk dan menempel pada saluran
pernafasan yang menyebabkan reaksi imun menurun dan dapat
menginfeksi saluran pernafasan yang mengakibatkan sekresi mucus
meningkat dan mengakibatkan saluran nafas tersumbat dan
mengakibatkan sesak nafas dan batuk produktif.
Ketika saluran pernafasan telah terinfeksi oleh virus dan bakteri
yang kemudian terjadi reaksi inflamasi yang ditandai dengan rubor
dan dolor yang mengakibatkan aliran darah meningkat pada daerah
inflamasi dengan tanda kemerahan pada faring mengakibatkan
hipersensitifitas meningkat dan menyebabkan timbulnya nyeri.
Tanda inflamasi berikutnya adalah kalor, yang mengakibatkan suhu
tubuh meningkat dan menyebabkan hipertermi yang mengakibatkan
peningkatan kebutuhan cairan yang kemudian mengalami dehidrasi.
Tumor, adanya pembesaran pada tonsil yang mengakibatkan
kesulitan dalam menelan yang menyebabkan intake nutrisi dan
cairan inadekuat. Fungsiolesa, adanya kerusakan struktur lapisan
dinding saluran pernafasan sehingga meningkatkan kerja kelenjar
mucus dan cairan mucus meningkat yang menyebabkan batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi
sekunder bakteri. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi
mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas
sehingga menimbulkan sesak nafas dan juga menyebabkan batuk
yang produktif.
Dampak infeksi sekunder bakteri pun bisa menyerang saluran
nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya
ditemukan dalam saluran pernafasan atas, setelah terjadinya infeksi
Status Imunisasi
Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari
sel- sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama
secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti
kuman- kuman penyakit atau racun yang masuk ke dalam
tubuh.Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk
ke dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat
anti yang disebut dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama
tubuh untuk membentuk antibody tidak terlalu kuat, karena tubuh
belum beradaptasi. Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan
seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali
2) Asap Rokok
Sumber asap rokok di dalam ruangan lebih membahayakan
daripada di luar ruangan karena sebagian besar orang
menghabiskan 60%- 90% waktunya selama satu hari penuh (24
jam) di dalam ruangan. Asap rokok yang dikeluarkan seorang
perokok umumnya mengandung zat-zat yang berbahaya antara
lain tar yang mengandung bahan kimia beracun dapat merusak sel
paru- paru dan menyebabkan sakit kanker, karbon monoksida
(CO) sebagai gas beracun yang mengakibatkan berkurangnya
kemampuan darah membawa oksigen, nikotin merupakan zat
kimia perangsang yang dapat merusak jantung dan sirkulasi darah
serta membuat pemakai nikotin kecanduan. Semua Semua studi
mengenai polusi udara dalam ruang oleh asap rokok menunjukkan
bahwa asap rokok merupakan bahaya utama terhadap kesehatan.
Campuran asap tersebut lebih dari 4000 jenis senyawa, banyak
diantaranya telah terbukti bersifat racun atau menimbulkan kanker
pada manusia dan sebagian besar adalah bahan iritan yang kuat.
Sebanyak 43 zat karsinogen telah diidentifikasi, termasuk
diantaranya : nitrosamines, benza pyrene, cadmium, nikel dan
zinc, karbonmonoksida, nitrogen oksida dan partikulat juga
merupakan beberapa diantara bahan-bahan beracun yang
terkandung dalam rokok. Laporan penelitian menunjukkan bahwa
orang yang merokok dan orang yang tinggal dengannya akan
kehilangan garam dan air sehingga akan terjadi kejang dan atau kram
dan akan mengalami metabolisme dan sirkulasi darah. Pada
lingkungan yang ada di dalam ruangan, sekitar 25% dari panas tubuh
diemisikan oleh transpirasi. Sebagai temperatur udara dan
meningkatnya aktifitas metabolisme, transpirasi ditandai dengan
tingginya kelembaban relatif, sehingga menghasilkan panas yang
tidak nyaman. Dengan kata lain udara kering pada temperatur rendah
sampai dengan normal membuat kehilangan transpirasi dan
mengakibatkan dehidrasi (Rosdiana, 2015). Pengaturan kelembaban
sangat penting dalam ruangan. Kelembaban yang tinggi dan debu
dapat menyebabkan berkembangbiaknya organisme pathogen
maupun organisme yang bersifat alergen serta pelepasan formaldehid
dari material bangunan. Sedangkan tingkat kelembaban yang terlalu
rendah dapat menyebabkan kekeringan/iritasi pada membrane
mukosa, iritasi mata dan gangguan sinus. Rumah hendaknya menjadi
tempat untuk menyimpan udara yang segar dengan suhu udara yang
nyaman berkisar antara 18˚C-30˚C, sedangkan kelembaban berkisar
antara 40˚C-70˚C (Depkes RI, 2012).
Ventilasi yang baik dengan ukuran 10-20% dari luas lantai dapat
mempertahankan suhu optimum 22-24˚C dan kelembaban 60%
(Winardi, 2015).
2.1.1.8 Diagnosis
Gejala ISPA biasanya muncul kurang lebih 3 (tiga hari)
ssetelah seseorang terkena infeksi dan kemudian mereda setelah
7- 12 hari atau hingga 14 hari. Diagnosis ISPA ditegakkan oleh
dokter dengan tahapan sebagai berikut (Krishna, 2013) :
1. Mendengarkan keluhan yang dirasakan oleh penderita dan
memeriksa badan terutama daerah hidung dan tenggorokkan.
2. Pemeriksaan swab hidung atau tenggorokan.
3. Pemeriksaan sputum atau dahak dapat dilakukan.
4. Pemeriksaan rontgen biasanya dilakkukan apabila ada
kecurigaan infeksi di daerah sinus atau bila dicurugai ispa
tersebut tidak sembuh dan berlanjut menginfeksi paru.
2.1.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terapi ISPA tidak hanya bergantung pada
penggunaan antibiotik, ISPA yang disebabkan oleh virus tidak
memerlukan terapi antibiotik, cukup didukung dengan terapi
suportif. Terapi suportif berperan dalam mendukung keberhasilan
terapi antibiotik, karena dapat mengurangi gejala dan
meningkatkan performa pasien. Obat yang digunakan pada terapi
suportif umumnya merupakan obat bebas yang bisa didapat di
apotek, dengan berbagai macam variasi.
Terapi antibiotik
Penggunaan antibiotik pada terapi penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri, sebaiknya sebelum memulai terapi denga
antibiotik sangat penting untuk dipastikan apakah infeksi yang
disebabkan oleh bakteri benar-benar ada. Penggunaan antibiotik
tanpa adanya landasan atau bukti adanya infeksi dapat
menyebabkan resistensi terhadap suatu antibiotik. Bukti infeksi
dapat dilihat dari kondisi klinis pasien yaitu demam, leukositsis
maupun hasil kultur.
2. Kotrimoksasol
Kotrimoksasol merupakan antibiotik golongan sulfonamid,
yang dikombinasikan dari sulfametoksasol dengan
trimetropim. Mekanisme kerjanya menghambat sintesis asam
folat sedangkan trimetropim menghambat reduksi asam
dihydrofolat menjadi tetrahydrofolat sehingga menghambat
enzim pada jalur sintesis asam folat.
3. Kloramfenikol
Kloramfenikol termasuk antibiotik yang berspektrum luas.
Antibiotik ini aktif terhadap bakteri aerob maupun anaerob,
kecuali Pseudomonas aeruginosa. Termasuk antibiotik
bakteriostatik dengan mekanisme kerja menghambat sintesis
protein bakteri.
4. Makrolida
Eritromisin merupakan prototipe golongan ini sejak ditemukan
pertama kali tahun 1952. Komponen lain golongan makrolida
merupakan derivat sintetik dari eritromisin.
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
Variabel Bebas
Variabel terikat
(Independent Variable)
(Dependent Variable)
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Kejadian ISPA
Penyakit ISPA di Desa
Bandar Khalipah, Kecamatan
Percut Sei Tuan, Kabupaten
Deli Serdang, Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2019 :
2. Kebiasaan Merokok
3. Jenis Pekerjaan
4. Status Gizi
5. Status Imunisasi
Status Imunisasi di Desa Laut Dendang, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten
Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.
Suatu rutinitas
Kebiasaan mengkonsumsi rokok 0 : tidak
2. Kuisioner Ordinal
Merokok yang sering dilakukan 1 : iya
penghuni rumah
Masyarakat yang
Jenis bekerja di bidang 0 : tidak
3. Kuisioner Ordinal
Pekerjaan pertanian dan di bidang 1 : iya
industri
Infeksi Saluran
Pernapasan Akut yang
ditandai dengan batuk,
1 : tidak
6. Kejadian ISPA pilek, demam, sakit Kuesioner Nominal
2 : iya
telinga (otitis media),
dan radang tenggorokan
(faringitis)