Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu masalah yang sering
terjadi pada ibu hamil dan merupakan 5–15% penyulit dalam kehamilan.1 Tiga
penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam
kehamilan (25%), dan infeksi (12%) (OBST). Hipertensi dalam kehamilan
termasuk di dalamnya preeklampsia merupakan penyebab utama nomor dua
kematian ibu di seluruh dunia. 1
WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara
berkembang daripada di negara maju. Prevalensi preeklampsia di Negara maju
adalah 1,3% - 6%, sedangkan di Negara berkembang adalah 1,8% - 18%.5,6
Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.
Kecenderungan yang ada dalam dua dekade terakhir ini tidak terlihat adanya
penurunan yang nyata terhadap insiden preeklampsia.8
Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki
tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena
preeklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga
menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai
organ, seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi lainnya.8
Adanya angka yang cukup tinggi terhadap mortalitas dan morbilitas
hipertensi dalam kehamilan di Indonesia dapat disebabkan oleh etiologi yang
tidak jelas, dan perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non
medis dan sistem rujukan yang belum sempurna. Sehingga pengetahuan tentang
pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua
tenaga medik baik dipusat maupun di daerah.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Preeklamsia


Preeklampsia didefinisikan sebagai kondisi spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya
inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi yang ditegakkan
berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai
dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu
seperti trombosit < 100.000 / μl, gangguan ginjal yang ditandai dengan kreatinin
serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum pada
kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya, peningkatan LDH yang
menandai adanya hemolisis mikroangiopati, gangguan liver yang ditandai dengan
peningkatan SGOT / SGPT, didapati gejala neurologis nyeri kepala, gangguan
penglihatan dan adanya edema paru. Semakin berat peningkatan tekanan darah
atau proteinuria, maka semakin pasti diagnosis preeklampsia dan perburukan
penyakitya. 2,3,4

2.2 Etiologi
Etiologi preeklamsia tidak diketahui secara pasti. Diketahui ada beberapa
Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian preeklamsia.7

2.3 Faktor Resiko


Faktor resiko terjadinya preeklamsia, adalah:1
1. Primigravida , primipaternitas
2. Hiperplasentosis , misalnya : mola hidatidosa , kehamilan mutipel ,
diabetes mellitus, hidrops fetalis , bayi besar
3. Umur yang ekstrim
4. Riwayat keluarga pernah preeklampisa/eklampisa
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6. Obesitas

2
2.4 Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan
jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang di anggap mutlak benar.
Teori-teori sekarang banyak di anut adalah:1

1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta


Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterina dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut
menembus miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang
arteria radialis. Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan
arteri basalis memberi cabang arteria spiralis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
rrofoblas ke dalam Iapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi
lapisan otot tersebur sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga
memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi
gembur dan memudahkan iumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi.
Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penunrnan
tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada
daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi
jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan
baik. Proses ini dinamakan "remodeling arteri spiralis".
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas
pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arreri
spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan "remodeling arteri
spiralis", sehingga aliran darah uteroplasenta menunrn, dan terjadilah hipoksia dan
iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-
perubahan yang dapar. menjelaskan patogenesis HDK selanjutnya.

3
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron,
sedangkan pada preeklampsia rata-rata 2OO mikron. Pada hamil normal
vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero
plasenta.

2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel


 Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi
dalam kehamilan terjadi kegagalan "remodeling arteri spiralis", dengan akibat
plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan
menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas).
Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau
atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu
oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang
sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah.
Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses norrnal, karena
oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil
dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam
darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut "toxaemia".
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan
merusak membran sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel.
Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu
diimbangidengan produksi antioksidan.
 Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukd bahwa kadar oksidan,
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E
pada hipenensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar
oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi.
Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini
akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel

4
endotel. Membran sei endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida
lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangar
renran terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida
lemak.
 Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai daii membran sel endotel.
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh strukrur sel endotel.

3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin


Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya
"hasil konsepsi" yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya bwman leukocyte
antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respons imun,
sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada
plasenta dapat meiindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK)
ibu.
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke
dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya
invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, di samping untuk menghadapi sel
Natwral Killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan
ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat
invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan
desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan rcrjadrnya dilatasi
arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan
terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune- Maldapation pada
preeklampsia.
Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yarrg mempunyai
kecenderungan teriadi preekiampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper Sel
yang lebih rendah dibanding pada normotensif.

5
4. Teori adaptasi kardiovaskulartori genetik
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopresor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan
bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menirnbulkan respons vasokonstriksi.
Pada kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap
bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada
sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap
bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor (bahan
yang menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin ini di kemudian hari
ternyata adalah prostasiklin.
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor
hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.
Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-
bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada rrimester I
(penama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipenensi
dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu.
Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan.

Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe
ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang
mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia
pula, sedangkan hanya 8 % anak menantu mengalami preeklampsia.

6
5. Teori defesiensi gizi
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk
minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi
tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi
pembuluh darah.
Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai
konsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam
mencegah preeklampsia . Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini
berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin.
Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet
perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia.
Penelitian di Negara Equador Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar,
dengan membandingkan pemberian kalsium dan plasebo. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang
mengalami preeklampsia adalah 14 % sedang yang diberi glukos 17 %.

6. Teori Stimulus Inflamasi


Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah.
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada
kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa
proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif.
Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang
timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas
masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas
normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, di mana pada
preeklampsia terjadi peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi debris
apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas
plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stres
oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin

7
meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu
menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal.
Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel
makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik
inflamasi yang menimbuikan gejala-gejala preeklampsia pada ibu. Redman,
menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi debris
trofoblas plasenta berlebihan tersebut di atas, mengakibatkan "aktivitas leukosit
yang sangat tinggi" pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh Redman disebut sebagai
"kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular pada kehamilan" yang
biasanyaberlangsung normal dan menyeluruh.

Gambar.1 Pathway teori preeklampsia yang dibagi menjadi dua tahap

8
Gambar 2 Patofisiologi preeklampsia

2.5 Penegakkan Diagnosis Preeklamsia


Preeklamsia dapat ditegakkan dengan gejala sebagai berikut:
1. Hipertensi :Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakanlengan yang sama.
2. Protein urin :Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin
dipstik >positif 1 .

9
Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah satu
dibawah ini:
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadarkreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus,
gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta :Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).8

2.6 Penegakkan Diagnosis Preeklampsia Berat


Kriteria gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan
preeklampsia atau preklampsia berat adalah salah satu dibawah ini :1,2
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolic pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama.
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus

10
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta:Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent orreversed end diastolic velocity (ARDV).5

2.7 Penatalaksanaan
Terdapat perbedaan manajemen hipertensi pada kehamilan dan di luar
kehamilan.Kebanyakan kasus hipertensi di luar ke hamilan merupakan hipertensi
esensial yang bersifat kronis.Terapi hipertensi di luar kehamilan ditujukan untuk
mencegah komplikasi jangka panjang, seperti stroke dan infark miokard,
sedangkan hipertensi pada kehamilan biasanya kembali normal saat post-partum,
sehingga terapi tidak ditujukan untuk pencegahan komplikasi jangka
panjang.Preeklampsia berisiko menjadi eklampsia, sehingga diperlukan
penurunan tekanan darah yang cepat pada preeklampsia berat. Selain itu,
preeklampsia melibatkan komplikasi multisistem dan disfungsi endotel, meliputi
kecenderungan protrombotik,penurunan volume intravaskuler, dan peningkatan
permeabilitas endotel.4
Manajemen Ekspektatif atau Aktif.Tujuan utama dari manajemen
ekspektatif adalah untuk memperbaiki luaran perinatal dengan mengurangi
morbiditas neonatal serta memperpanjang usia kehamilan tanpa membahayakan
ibu.

11
Bagan 1. Manajemen Ekspektatif Preeklampsia tanpa gejala berat5

a. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia tanpa


gejala berat denganusia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan evaluasi
maternal dan janin yang lebih ketat
b. Perawatan poliklinis secara ketat dapat dilakukan pada kasus preeklampsia
tanpa gejala berat.
c. Evaluasi ketat yang dilakukan adalah:
- Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien
- Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis
- Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
- Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2
kali dalam seminggu)

12
- Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi
menggunakan doppler velocimetry terhadap arteri umbilikal
direkomendasikan

Bagan 2. Manajemen Ekspektatif Preeklampsia Berat5

a. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia berat


dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu dengan syarat kondisi ibu
dan janin stabil.
b. Manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat juga direkomendasikan
untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan yang adekuat dengan
tersedia perawatan intensif bagi maternal dan neonatal

13
c. Bagi wanita yang melakukan perlawatan ekspektatif preekklamsia berat,
pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu pematangan
paru janin
d. Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan untuk melakukan
rawat inap selama melakukan perawatan ekspektatif

Tabel 5. Kriteria teriminasi kehamilan pada preeklampsia berat


Terminasi kehamilan Data maternal Data janin Hipertensi berat yang
tidak terkontrol:5

Terminasi Kehamilan
Data Maternal Data Janin
Hipertensi berat yang tidak terkontrol Usia kehamilan 34 minggu
Gejala preeklampsia berat yang tidak Pertumbuhan janin terhambat
berkurang (nyeri kepala, pandangan kabur Oligohidramnion presisten
dan sebagainya) Profil biofisik <4
Penurunan fungsi ginjal progresif
Trombositopenia persisten atau HELLP Deselarisasi variabel dan lambat pada NST
syndrome
Edema paru Dopller arteri umbilicalis : reversed end
Eklampsia diastolic flow
Solusio plasenta
Persalinan/ketuban pecah Kematian janin

Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Penatalaksanaan yang
penting yaitu pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia berat memiliki
resiko edema paru dan oligouria, hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh keadaan
hipovolemi, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan
onkotik koloid. Oleh karena itu monitoring cairan input dan output sangat
penting.1

14
2.7.1 MgSO4
Magnesium Sulfat merupakan senyawa kimia garam anorganik yang
mengandung magnesium, sulfar dan oksigen dengan rumus MgSO4.Magnesium
sulfat bekerja pada sebagian besar calcium channel di otot polos vascular dan
mengurangi kalsium intraseluler. Salah satu efek dari berkurangnya kalsium
intraselular adalah inaktivasi dan aktivitas calmodulin depedent myosin ligh chain
kinase sehingga mengurangi kontraksi menyebabkan relaksasi arterial berefek
menurunkan resisten vackular perifer dan cerebral, menghilangkan vasospasme
dan menurunkan tekanan arteri.3
Penggunaan MgSO4 jika melebihi dosis dapat menyebabkan intoksikasi
seperti menurunnya reflex seperti reflex tendon, depresi sitem saraf pusat dan
dapat menjadi apneu gejala akhirnya dapat menyebabkan henti jantung.3

 Pemberian obat antikejang


Pemberian obat antikejang berupa MgSO4. Magnesium sulfat dapat
menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf
dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular
membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat,
magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi.
Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja masgnesium
sulfat. Magnesium sulfat adalah pilihan pertama antikejang pada preeklampsia.
Banyak cara pemberian magnesium sulfat yaitu1
- Loading dose: initial dose
4 gram MgSOintravena, (40% dalam 10 cc) selama 15 menit.
- Maintanance dose
Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/ 6 jam, atau diberikan 4 atau
5 gram IM. Selanjutnya maintanance dose diberikan 4 gram i.m tiap 4-6
jam.
- Syarat-syarat pemberian MgSO4
Harus tersedia antidotum MgSO4bila terjadi intoksikasi yaitu
kalsium glukonas 10%= 1 g (10% dalam 10 cc) diberikan i.v 3 menit.

15
Kemudian refleks patella (+) kuat dan frekuensi pernapasan >16 kali/menit
serta tidak ada tanda-tanda distres pernapasan.
- Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi, dan setelah
24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang berakhir.

Alternatif pemberian MgSO4 adalah sebagai berikut :


A. Alternatif 1 (pemberian kombinasi iv dan im)
Loading Dose
- Injeksi 4g iv bolus (MgSO4 20% 20cc selama 5 menit (jika tersedia
MgSO4 40% berikan 10cc encerkan dengan 10cc aquabidest)
- Injeksi 10g im (MgSO4 40%) 25 cc pelan, masing-masing pada bokong
kanan dan kiri berikan 5g (12,5cc). Dapat ditambahkan 1mL Lidokain
2% untuk mengurangi rasa nyeri.
Maintanance Dose
- Injeksi 5g im (MgSO4 40%) 12,5 pelan, pada bokong bergantian setiap
6 jam

B. Alternatif 2 (pemberian iv saja)


Initial Dose
- Injeksi 4g iv bolus (MgSO4 20%) 20cc selama 5 menit (jika tersedia
MgSO4 40%, berikan 10cc diencerkan dengan 10cc aquabidest)
Dilanjutkan syringe pump atau infusion pump
- Lanjutkan dengan pemberian MgSO4 1g/jam, contoh sisa 15cc
atau 6gr (MgSO4 40%) diencerkan dengan 15cc aquabidest dan diberikan
selama 6 jam
Atau dilanjutkan infuse drip
- Lanjutkan dengan pemberian MgSO4 1g/jam, contoh : sisa 15cc atau
6g (MgSO4 40%) diencerkan dengan 500cc kristaloid dan diberikan
selama 6 jam (28 tetes/menit)

16
C. Jika didapatkan kejang ulangan setelah pemberian MgSo4
- Tambahkan 2g iv bolus (MgSO4 20%) 10cc (jika tersedia MgSO4 40%
berikan 5cc diencerkan dengan 5cc aquabidest). Berikan selama 2-5
menit dapat diulang selama 2 kali. Bila kejang kembali dapat diberikan
diazepam.

Kesimpulan pemberian magnesium sulfat adalah:


1. Pemberian magnesium sulfat bermakna dalam mencegah kejang dan
kejang berulang.
2. Pemberian magnesium sulfat tidak mempengaruhi morbiditas dan
mortalitas maternal serta perinatal.
3. Efek samping minor kadang dijumpai pada penggunaan magnesium sulfat,
dimana yang terbanyak ditemukan adalah flushing.
4. Tidak ditemukan perbedaan kejadian toksisitas akibat pemberian
magnesium sulfat dibandingkan plasebo.
5. Penghentian pengobatan lebih sering terjadi pada pemberian magnesium
sulfat intramuskular. Hal ini disebabkan karena alasan nyeri pada lokasi
suntikan.
6. Belum ada kesepakatan dari penelitian yang telah dipublikasi mengenai
waktu yang optimal untuk memulai magnesium sulfat, dosis (loading dan
pemeliharaan), rute administrasi (intramuskular atau intravena) serta lama
terapi.
7. Pemberian magnesium sulfat lebih baik dalam mencegah kejang atau
kejang berulang dibandingkan antikonvulsan lainnya.
8. Mortalitas maternal ditemukan lebih tinggi pada penggunaan diazepam
dibandingkan magnesium sulfat.
9. Tidak ditemukan perbedaan bermakna morbiditas maternal dan perinatal
serta mortalitas perinatal antara penggunaan magnesium sulfat dan
antikonvulsan lainnya.5

17
 Pemberian antihipertensi
Keuntungan dan risiko pemberian antihipertensi pada hipertensi ringan -
sedang (tekanan darah 140 – 169 mmHg/90 – 109 mmHg), masih
kontroversial.European Society of Cardiology (ESC) guidelines 2010
merekomendasikan pemberian antihipertensi pada tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg pada wanita dengan hipertensi gestasional
(dengan atau tanpa proteinuria), hipertensi kronik superimposed, hipertensi
gestasional, hipertensi dengan gejala atau kerusakan organ subklinis pada usia
kehamilan berapa pun. Pada keadaan lain, pemberian antihipertensi
direkomendasikan bila tekanan darah ≥ 150/95 mmHg..Menurut Belfort,
penentuan batas (cut off) tekanan darah untuk pemberian antihipertensi yang
dipakai yaitu ≥160/110 mmHg dan MAP ≥ 126 mmHg. 1
Antihipertensi lini pertama
Nifedipin merupakan salah satu calcium channel blocker yang sudah
digunakan sejak decade terakhir untuk mencegah persalinan preterm (tokolisis)
dan sebagai antihipertensi. Berdasarkan RCT, penggunaan nifedipin oral
menurunkan tekanan darah lebih cepat dibandingkan labetalol intravena, kurang
lebih 1 jam setelah awal pemberian. Nifedipin selain berperan sebagai vasodilator
arteriolar ginjal yang selektif dan bersifat natriuretik, dan meningkatkan
produksi urin.
Nifedipin, dosis 10-20 mg per oral, dulangi setelah 30 menit maksimum
120 mg dalm 24 jam.
Antihipertensi lini kedua
- Sodium nitroprusside 0,25 µg iv/kg/menit, infus, ditingkatkan 0,25 µg
iv/kg/5 menit.
- Diazokside 30-60 mg/iv/5menit atau intravena infus 10 mg/menit/dititrasi
Antihipertensi sedang dalam penelitian yaitu calcium channel blocker:
isradipin, nimodipin dan serotonin reseptor antagonis: ketan serin. 1Di Indonesia,
antihipertensi yang digunakan yaitu nifedipin 10-20 mg diulangi 30 menit bila
perlu. Dosis maksimum 120 mg per 24 jam. Nifedipin tidak boleh diberikan

18
sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat sehingga hanya boleh diberikan
peroral. 1s

 Glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak
merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x24 jam.1

2.8 Penyulit
2.8.1 Ibu
- Sistem saraf pusat
Pendarahan intracranial , tromosis vena sentral , hipertensi ensepalopati,
edema serebri, edema retina , macular atau retina detachment dan keutaan korteks.
- Gastrointetinal hepatic: subscapular hematoma hepar, rupture kapsul hepar.
- Ginjal : gagal ginjal akut , nekrosis tubular akut.
- Hematologik: DIC, tromositopenia dan hematoma luka operasi
- Kardiopulmonar : edema paru kardiogenik atau non kardiogenik, depresi atau
arrest pernapasan , cardiac arrest , iskemia miokardium.
- Lain-lain : asites , edema laring , hipertensi yang tidak terkendalikan

2.8.2 Janin
Penyulit yang terjadi pada janin ialah intrauterine fetal growth restriction ,
solusio placenta , prematuritas, sindroma distes napas , kematian janin intrauterine
, kematian neonatal , pendarahan intraventrikular , necrotizing enterocolitis ,
sepsis , dan cereral palsy.

19
BAB 3
LAPORAN KASUS

4.1. Status Ibu Hamil


ANAMNESA PRIBADI
Nama : Ny. I
Umur : 40 tahun
Suku : Jawa
Alamat : Tembung pasar IV, kecamatan Percut
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SLTA
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Masuk : 19 Oktober 2018
Jam Masuk : 08.46 WIB

ANAMNESA PENYAKIT
Ny. I, 40 tahun, G4P3A0, Jawa, Islam, SLTP, Ibu rumah tangga. Istri dari
Tn. A, 45 tahun, Jawa, Islam, STM, Karyawan Swasta. Datang dengan keluhan:
Keluhan Utama : Mual dan muntah
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak 1minggu ini, pasien
muntah sebanyak 1 kali sehari dengan isi apa yang dimakan dan apa yg diminum,
volulme muntah 30cc, pasien juga mengatakan bahwa ia juga memiliki tekanan
darah tinggi sejak hamil 7 bulan dan pada kehamilan sebelumnya pasien
menderita hipertensi. Pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (+), sakit kepala (-),
kejang sebelumnya (-). Pasien merasakan mules – mules mau melahirkan sejak 2
jam SMRS, hanya dirasakan sesekali, keluar air – air dari kemaluan (-), keluar
lendir darah sejak 2 jam SMRS. BKA dan BAB normal
RPT : Hipertensi
RPO : Nifedipin 1x10 mg Sublingual

20
Riwayat pekerjaan, sosio ekonomi dan psikososial yaitu seorang ibu
rumah tangga, ekonomi menengah ke bawah dan tidak ada riwayat gangguan
psikososial.

RIWAYAT MENSTRUASI
Menarche : 12 tahun
Lama : 5 hari
Siklus : 28 hari
Volume : ± 2 doek/hari
Nyeri : tidak ada
HPHT : 20 Desember 2017
TTP : 27 September 2018
ANC : 3x ke Bidan

RIWAYAT MENIKAH
Pasien menikah 1 kali pada usia 19 tahun

RIWAYAT PERSALINAN
1. Laki - laki, aterm, 2700 gr, PSP, Bidan, Klinik, 21 tahun, Sehat
2. Laki – laki, aterm, 3400 gr, PSP, Bidan, Klinik, 18 tahun, sehat
3. Perempuan, aterm, 3700gr, PSP , Bidan ,Klinik, 11 tahun , Sehat.
4. Hamil saat ini

PEMERIKSAAN FISIK
VITAL SIGN
Sens : compos mentis Anemis :-
TD : 190/110 mmHg Ikterik :-
Nadi : 90 x/i Sianosis :-
Pernafasan : 22 x/i Dyspnoe :-
Suhu : 36,7oC Oedema :-

21
Berat Badan : 70 kg
Tinggi Badan: 160 cm

STATUS GENERALISATA
Kepala : Dalam batas normal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera Ikterik (-/-)
Refleks pupil (+/+)
Isokor, ka=ki
Leher : Pembesaran KGB (-/-)
TVJ R-2 cmH2O

Thorax
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : SF kanan = kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi :
Jantung : S1 (N), S2 (N), S3 (-), S4 (-) reguler, murmur (-)
Paru : Suara Pernafasan : Vesikuler
Suara Tambahan : Tidak Ada
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, Clubbing finger (-),
Oedem Pretibial (-/-)
Refleks KPR (+/+)

STATUS OBSTETRI
Abdomen : Membesar asimetris, peristaltik (+) normal
Tinggi Fundus Uteri : 3 jari BPX , 42cm
Tegang : kiri
Terbawah : kepala
Gerak Janin : (+)
HIS : 2x10’/30”

22
Denyut Jantung Janin : (+) 144x/i reguler
Taksiran Berat Janin :
Jhonson Tousack : (TFU(cm)-11)x155= (42-12)x155=4650gr

PEMERIKSAAN DALAM
VT (setelah pemberian MgSo4 regimen): - Servix axial lengkap , EFF
100%, kepala Hodge II-III, Teraba caput 2x3 cm UUK arah jam 12, selaput
ketuban (-)
ST : - Lendir darah (+), air ketuban (+)

PEMERIKSAAN USG TAS


Janin tunggal, presentasi kepala , anak hidup
Fetal movement (+), fetal heart rate (+) 172 kali/menit reguler
Biparietal diameter : 97,5 mm
Head circumference : 94,4 mm
Abdominal circumference : 34,9 mm
Fetal length : 77 mm
Plasenta fundal grade III
EFW : 3733 gr
MVP : 54.6 mm
Kesan : KDR (39-40) + PK + AH

LABORATORIUM
19 Oktober 2018
Test Result Unit References
Hemoglobin 13.4 g/dl 12-16
Eritrosit 5.23 106/µL 4.0-5.40
Leukosit 10.28 103/µL 4.0-11.0
Hematokrit 41.4 % 36.0-48.0
Platelet 336 103/µL 150-400

23
Ureum 26 mg/dl 10.0-50.0
SGOT 45 U/L 0.00-40.00
SGPT 27 U/L 0.00-40.00

Alkaline Phospatase 277 U/L 30.00-142.00

Indirect Bilirubbin 0.44 mg/dl 0.00-1.20

Direct Bilirubbin 0.29 mg/dl 0.05-0.30

Albumin 2.50 g/dl 3.60-5.00

LDH 619.00 U/L 240-480

Creatinin 0.80 mg/dl 0.6-1.2

Uric Acid 10.10 mg/dl 3.5-7.0

Glukosa ad random 113 mg/dl <140


Natrium 147 mmol/L 136-155

Kalium 4.1 mmol/L 3.50-5.50

Klorida 114 mmol/L 95.00- 103.00

APTT 26.3 Detik 28.6- 42.7

INR 0,91 Detik 1-1.3


Anti HCV Non Reaktif Negatif

24
Anti HIV Non Reaktif Negatif

URIN RUTIN

05 Oktober 2018
Test Result References
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Keruh Jernih
Protein Poitif +++ Negatif
Sedimen Eritrosit 0-1/lpb <3/lpb
Sedimen Leukosit 3-4/lpb <5/lpb
Sedimen Renal Epitel Negatif Negatif
Reduksi Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
PH 6.5 4.6-8.0

DIAGNOSA KERJA
PE with severe feature + MG + KDR (37-38)minggu + PK + AH +
Inpartu

RENCANA TATALAKSANA
TERAPI MEDIKAMENTOSA
- Pasang Kateter  keluar inisial urin 200cc
- MgSO4 20% (4gr) 20cc  bolus perlahan selama 15 menit
- MgSO4 40% (12gr) 30cc 14gtt/i dalam 12 jam
- Nifedipin 10mg  bila tekanan darah > 160/100 mmHg , berikan ekstra
nifedipin 10 mg
- Inj. Ceftriaxon 2gr (skin test)  profilaksis

25
RENCANA TINDAKAN
- SC Cito

LAPORAN SECTIO CAESARIA

WAKTU TINDAKAN

Pasien dibaringkan diatas meja operasi dengan posisi supine


02.10-02.15
dengan infus dan kateter terpasang baik.

Operator memakai alat pelindung diri seperti cap, masker,


02.15-02.20 apron, sepatu boat. Lalu mencuci tangan degan cara fuerbringer
dan memakai baju steril dan sarung tangan steril.
Melakukan tindakan anestesi spinal kemudian ditunggu dan
02.20-02.30 pasien diminta untuk mengangkat kaki. Pasien mengatakan
kakinya kebas dan sulit diangkat.
Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada lapangan
02.30-02.35 operasi dengan povidon iodine dan alkohol 70% lalu ditutup
dengan doek steril kecuali lapangan operasi
Di bawah spinal anastesi dilakukan insisi Pfanniestiel
sepanjang 10cm mulai dari kutis, subkutis, sampai
02.35-02.38 fascia.Dengan menyisipkan pinset anatomi di bawahnya, fascia
digunting ke arah kiri dan ke kanan, otot disisihkan secara
tumpul dari lapisan peritoneum.
Peritoneum visceralis dijepit dengan pinset anatomis, diangkat
02.38-02.45 lalu digunting ke atas dan ke bawah.Tampak uterus gravidarum
sesuai usia kehamilan.
Identifikasi Segmen Bawah Rahim (SBR). Dilakukan insisi
low concave di segmen bawah rahim (SBR) sampai lapisan
subendometrial. Endometrium ditembus dengan klem dan
dilebarkan secara tumpul sesuai arah sayatan. Selaput ketuban
02.45-02.50 dipecahkan, terlihat cairan amnion yang jernih dan kuning.
Janin dilahirkan dengan melahir kepala. Lahir bayi laki-laki,
dengan berat badan :4410 gram, panjang badan : -, apgar score
: 0, anus : (+). Tali pusat diklem di dua sisi dengan jarak ± 5
cm dari pusat bayi dan digunting diantaranya
Dilakukan penjepitan tepi luka dengan menggunakan 4 oval
klem, dilakukan management aktif kala III dengan injeksi
02.50-02.55 oxytocin 10 IU secara IV. Kemudia plasenta dilahirkan dengan
metode peregangan tali pusat terkendali. Identifikasi plasenta,
Kesan : plasenta lahir lengkap, kemudian diberikan injeksi

26
metilergometrin 0,2 mg secara IV. Cavum Uterus dibersihkan
dengan kassa steril. Kesan : bersih
Dilakukan penjahitan± 1cm dari ujung luka insisi uterus
dengan benang vicryl No.2. dilakukan penjahitan continous
double layer dengan menembus bagian myometrium sampai
subendometrium. Kemudian diteruskan sampai ujung luka.
02.55-03.00 Identifikasi tuba fallopi dan Ovarium, kesan : dalam batas
normal. Rongga abdomen dibersihkan dari darah dan stoll sel.
Kesan : bersih.
Evaluasi perdarahan, kesan : perdarahan terkontrol.
Evaluasi kontraksi uterus, kesan : kontraksi adekuat.
Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis sebagai berikut:
- peritoneum dijahit secara continuous suture dengan
benang plain catgut 2.0.
- otot dijahit secara simple interupred suture dengan
benang plain catgut 2.0.
03.00-03.55 - fascia dijahit secara continuous dengan benang vicryl
2.0.
- subkutis dijahit secara simple interupred suture dengan
benang chromic catgut 2.0.
- kutis dijahit dengan benang vicryl 2.0

Penjahitan selesai, luka pada dinding perut selesai dijahit dan


ditutup dengan supratule, kassa dan hypafix. Vagina
03.55-04.00
dibersihkan dari sisa darah dan membersihkan stoll sel dengan
kain kasa kapas untuk membersihkan darah.
Operasi selesai, keadaan umum ibu post operasi :
Sensorium : compos mentis
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
04.00 Nadi : 120 x/i
Pernafasan : 22 x/i
Suhu : 36,8 oC

27
Pemantauan Kala IV
Waktu 04.00 04.15 04.30 04.45 05.00 05.30 06.00

Tekanan darah 130/60 130/60 130/60 130/60 130/90 140/80 140/80


(mmHg)
Nadi (menit) 126x/i 129x/i 126x/i 120x/i 125 x/i 130x/i 128x/i
Pernapasan (menit) 20x/i 20 x/i 20x/i 20 x/i 20 x/i 20 x/i 20 x/i
Suhu 37.5oC 36.8oC 36.8oC 36.5oC 36.5oC 36.7oC 36.7C
Perdarahan + + + + + + +
Kontraksi uterus + + + + + + +

RENCANA TATALAKSANA POST SC


Terapi Medikamentosa
- IVFD RL + Oxytocin 10 iu 20gtt/i
- IVFD RL + MgSO4 40% 30cc  14gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg / 12 jam

RencanaTindakan
- Awasi vital sign, kontraksi uterus, dan perdarahan pervaginam, tanda – tanda
perdaraahan dan tanda eklamsia post partum
- Cek darah post op.

28
BAB V
FOLLOW UP PASIEN

5.1. Follow Up Pasien


Tanggal Follow up
20 Oktober 2018 S : Post operasi SC
O : Sens : CM
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 90 x/ menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,8oC
SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (-) tympani (+)
TFU : 2 jari di bawah umbilikus, kontraksi kuat
P/V : Lochia rubra (+)
BAK : (+) via kateter OUP: 300cc
BAB : (-), Flatus (-)
A : Post SC a/i PTM + Makrosmia + Post Sterilisasi Pomeroy+PE
with severe feature + NH0
P : - IVFD RL + MgSO4 40% (12 gr)  14gtt/i sampai tanggal 21
Oktober 2018 pukul 04.00 WIB
- IVFD RL + Oxytocin 10IU  20gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg / 12 jam
- Nifedipin 4x10mg apabila TD > 160/100 mmHg
- Captopril 2x25mg
R/ Awasi tanda vital, Kontraksi uterus, perdarahan
pervaginam, tanda eklamsia post partum, cek KGD 2 jam PP
21 Oktober 2018 S : Nyeri luka bekas operasi (+), sesak nafas (+)
O : Sens : CM
TD : 170/ 100 mmHg
Nadi : 90 x/ menit
Pernafasan : 29 x/menit

29
Suhu : 36,8oC
SL: Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
TFU : 2 jari di bawah pusat, Kontraksi kuat
L/O : tertutup verban, luka tampak kering
P/V : Lochia rubra (+)
BAK : (+) via kateter, UOP : 58 cc/jam, kuning
BAB : (-) Normal, flatus (+)
A : Post SC a/i PTM + Makrosmia + Post Sterilisasi Pomeroy+PE
with severe feature + NH1
P :
- IVFD RL 20gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg / 12 jam
- Nifedipin 4x10mg apabila TD > 160/100 mmHg
- Captopril 2x25 mg
- Inj. Furosemide 1 amp/12 jam
R/ - Cek panel HELLP, cek AGDA, KGD ad random, LDH,
Fibrinogen, D-Dimer, SGOT, SGPT, Balance cairan
-
Konsul Interna dengan diagnose Post SC a/i Fetal Distress
+ Makrosmia + PE with severe feature + NH1 + DM tipe-2
- Mobilisasi bertahap, Diet MB
22 Oktober 2018 S : Nyeri luka bekas operasi , sesak napas 
O : SP : Sens : CM
TD : 160/120 mmHg
Nadi : 98 x/ menit
Pernafasan : 25 x/menit
Suhu : 36oC
SL: Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
TFU : 2 jari di bawah pusat, kontraksi kuat
L/O : tertutup verban, luka tampak kering
P/V : Lochia rubra (+)
BAK : (+) via kateter 258 cc/jam, kuning jernih.
Balance: -3100cc

30
BAB : (-) , flatus (+)
Sf: Kiri = Kanan
SP : Vesikuler
ST: Ronki basah
Perkusi: Sonor
A : Post SC a/i PTM + Makrosmia + Post Sterilisasi Pomeroy+PE
with severe feature + NH2 + Susp. DM Tipe-2
P : - O2 2-4 lt/menit
- IVFD RL 10 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam (Aff) → As. Mefenamat
3x500mg
- Inj. Ranitidin 50 mg / 12 jam (Aff) → Ranitidin tab 2x
150mg
- Nifedipin 4x10mg apabila TD > 160/100 mmHg
- Captopril 2x25 mg
- Inj. Furosemide 1 amp/12 jam

R/ - Awasi vital sign, kontraksi uterus, tanda eklamsi post partum,


UOP

- Diet MB, mobilisasi bertahap


- Menunggu jawaban konsul dari Interna
- Pindah ruangan bila anastesi acc

23 Oktober 2018 S : Batuk (+), Nyeri luka bekas operasi , sesak napas 
O : SP : Sens : CM
TD : 190/100 mmHg
Nadi : 98 x/ menit
Pernafasan : 23 x/menit
Suhu : 36.8oC
SL: Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
TFU : 2 jari di bawah umbilikus, kontraksi kuat
L/O : tertutup verban, kesan kering
P/V : Lochia rubra (-)
BAK : (+) via kateter UOP: 166cc/ jam
BAB : (-), flatus (+)
A : Post SC a/i PTM + Makrosmia + Post Sterilisasi Pomeroy+PE

31
with severe feature + NH2 + Susp. DM Tipe-2
P : - Cefadroxil 2x500mg
- As. Mefenamat 3x500mg
- Ranitidin 2x150mg
- Furosemid tab 2x40 mg (Aff) → Bisoprolol 1x25 mg
- Nifedipine 4x10mg (Aff) → Amlodipin 10mg
- Captopril 2x25 mg (Aff) → Valsartan 1x80mg

R/ - Awasi vital sign, kontraksi uterus, perdarahan per vaginam,


tanda eklamsia post partum
- Aff infuse
- Aff kateter
- Terapi oral
- Ganti verban → kering→ PBJ
24 Oktober 2018 S : Batuk (+), Nyeri luka bekas operasi (-), sesak napas (-)
O : SP : Sens : CM
TD : 180/100 mmHg
Nadi : 104 x/ menit
Pernafasan : 23 x/menit
Suhu : 36.8oC
SL: Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
TFU : 2 jari di bawah umbilikus, kontraksi kuat
L/O : tertutup verban, kesan kering
P/V : Lochia rubra (-)
BAK : (+) spontan
BAB : (-), flatus (+)
A : Post SC a/i PTM + Makrosmia + Post Sterilisasi Pomeroy+PE
with severe feature + NH2 + Susp. DM Tipe-2
P : - Cefadroxil 2x500mg
- As. Mefenamat 3x500mg
- Ranitidin 2x150mg
- Bisoprolol 1x25 mg
- Amlodipin 10mg
- Valsartan 1x80mg

R/ PBJ, Kontrol ke PIH, Tanggal 27 Oktober 2018

32
BAB V
DISKUSI KASUS

5.1 Diskusi Kasus


TEORI KASUS
Definisi
Preeklampsia didefinisikan sebagai Ny. I, 40 tahun, G4P3A0, dengan usia
kondisi spesifik pada kehamilan yang kehamilan 39-40 minggu datang
ditandai dengan adanya disfungsi dengan tekanan darah 160/100 mmHg
plasenta dan respon maternal terhadap disertai gejala neurologis nyeri kepala
adanya inflamasi sistemik dengan dan pandangan kabur (-), nyeri
aktivasi endotel dan koagulasi yang epigastrium (+) dan terdapat proteiuria
ditegakkan berdasarkan adanya (+++).
hipertensi spesifik yang disebabkan
kehamilan disertai dengan gangguan
sistem organ lainnya pada usia
kehamilan diatas 20 minggu seperti
trombosit < 100.000 / μl, gangguan
ginjal yang ditandai dengan kreatinin
serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada
kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya, peningkatan LDH yang
menandai adanya hemolisis
mikroangiopati, gangguan liver yang
ditandai dengan peningkatan SGOT /
SGPT, didapati gejala neurologis nyeri
kepala, gangguan penglihatan dan
adanya edema paru
.
Diagnosis Hasil pemeriksaan saat pasien pertama
Diagnosis ditegakkan berdasarkan kali datang
kriteria preeklampsia berat bila Sens : compos mentis Anemis : -
ditemukan satu atau lebih gejala TD : 190/110 mmHg Ikterik : -
sebagai berikut Nadi : 90 x/i Sianosis: -
 Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg Pernafasan: 22 x/i Dyspnoe: -
dan tekanan darah diastolik ≥ 110 Suhu : 36,7oC Oedema: -
mmHg. Tekanan darah ini tidak
menurun meskipun ibu hamil sudah disertai gejala neurologis nyeri
dirawat di rumah sakit dan sudah epigastrium (+).
menjalani tirah baring.
 Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau Pemeriksaan laboratorium (19 Oktober
(++/+++) dalam pemeriksaan 2018)
kualitatif Hb: 13.4 g/dl

33
 Oligouria, yaitu produksi urin Ht: 41.4%
kurang dari 500 cc/24 jam Leu: 10.28/µL
 Kenaikan kreatinin plasma Plt: 336.000/µL
 Gangguan visus dan serebral seperti Ur: 26,00 mg/dl
penurunan kesadaran, nyeri kepala, Cr: 0,80 mg/dl
skotoma dan pandangan kabur Ur.acid: 10.10 mg/dl
 Nyeri epigastrium atau nyeri pada SGOT: 45 U/l
kuadran kanan atas abdomen (akibat SGPT: 27 U/l
teregangnya kapsula Glisson) KGD ad Random: 113 mg/dl
 Edema paru-paru dan sianosis
 Hemolisis mikroangiopatik Pemeriksaan urinalisa (19 Oktober
 Trombositopenia berat yaitu < 2018)
100.000 sel/mm3 atau penurunan Kuning, keruh, protein (+++)
trombosit dengan cepat
 Gangguan fungsi hepar (kerusakan
hepatoseluler yaitu peningkatan
alanin dan asparate aminotransferase
 Pertumbuhan janin intrauterin yang
terhambat

Penatalaksanaan Pasien dirawat pada tanggal 19 Oktober


 Rawat inap 2018 hingga Oktober 2018.
 Pemberian obat antikejang Terapi:
berupa MgSO4. Cara kerja - Pasang kateter
magnesium sulfat belum dapat - MgSO4 20% (4gr) 20cc 
dimengertisepenuhnya. Salah satu bolus perlahan selama 15
mekanisme kerjanya adalah menit
menyebabkan vasodilatasi melalui - MgSO4 40% (12gr) 30cc
relaksasi dari otot polos, termasuk 14gtt/i dalam 12 jam
pembuluh darah perifer dan uterus, - Nifedipin 10mg  bila
sehingga selain sebagai tekanan darah > 160/100
antikonvulsan, magnesium sulfat mmHg , berikan ekstra
juga berguna sebagai antihipertensi nifedipin 10 mg
dan tokolitik - Inj. Ceftriaxon 2gr (skin test)
 Batas (cut off) tekanan darah untuk  profilaksis
pemberian antihipertensi yang
dipakai yaitu ≥160/110 mmHg dan
MAP ≥ 126 mmHg.
 Antihipertensi lini pertama
Nifedipin, dosis 10-20 mg per oral,
dulangi setelah 30 menit maksimum
120 mg dalm 24 jam.

Antihipertensi lini kedua


- Sodium nitroprusside 0,25 µg
iv/kg/menit, infus, ditingkatkan 0,25

34
µg iv/kg/5 menit.
- Diazokside 30-60 mg/iv/iv/5 menit
atau intravena infus 10
mg/menit/dititrasi

35
BAB VI
CLINICAL SUMMARY

6.1 Clinical Summary


Ny. I, 40 tahun, G4P3A0, Jawa, Islam, SLTP, Ibu rumah tangga datang
dengan keluhan mual dan muntah. Hal ini dialami pasien sejak 1minggu ini,
pasien muntah sebanyak 1 kali sehari dengan isi apa yang dimakan dan apa
yg diminum, volulme muntah 30cc, pasien juga mengatakan bahwa ia juga
memiliki tekanan darah tinggi sejak hamil 7 bulan dan pada kehamilan
sebelumnya pasien menderita hipertensi. Pandangan kabur (-), nyeri ulu hati
(+), sakit kepala (-), kejang sebelumnya (-). Pasien merasakan mules – mules
mau melahirkan sejak 2 jam SMRS, hanya dirasakan sesekali, keluar air – air
dari kemaluan (-), keluar lendir darah sejak 2 jam SMRS. BKA dan BAB
normal.
Tindakan yang dilakukan pada pasien ini adalah sectio caesaria. Pasien
telah diberi terapi sesuai standar dan kondsi stabil.

Permasalahan
 Sebagai dokter umum, apabila menemukan kasus seperti ini, tindakan apa
yang perlu dilakukan ?
 Kurangnya informasi dan sosialisasi dari tenaga pelayanan kesehatan
mengenai preeklampsia pada saat Antenatalcare (ANC) sehingga
menyebabkan kurangnya pemahaman ibu hamil tentang preeklampsiadan
upaya pencegahannya.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Siswishanto R. 2010. Hipertensi dalam kehamilan. Dalam : Ilmu kebidanan


Sarwono Prawirohardjo. Bab 40 . Edisi keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
2. POGI, 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Diagnosis dan
Tatalaksana Pre-Eklamsia. POGI, p6-9
3. ACOG, 2013. Hypertension in Pregnancy. American College of Obstetricians
and Gynecologists, p13
4. RCOG, 2012. Preeklampsia. Royal College of Obstetricians &
Gynaecologists, p1
5. Robson SE. 2011. Hipertensi Kronis. Dalam : Patologi dalam kehamilan. Bab
3. Jakarta: EGC.
6. Anonymous,l. 2017. MgSO4 sebagai Terapi Pilihan Preeklamsia. Diperoleh
dari: https://www.scribd.com/document/339191144/MGSO4-Sebagai-Terapi-
Pilihan-Pre-eklampsia
7. Myrtha Risalina. PenatalaksanaanTekanan Darah pada Preeklamsia. 2015.
Surakarta: Fakultas Kedokteran Sebelah Maret.
8. Wibowo Noryono, dkk. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Diagnosa
dan Tatalaksana Preeklamsia. 2016. Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Materna

37

Anda mungkin juga menyukai