Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu ekonomi pembangunan mengacu pada masalah-masalah perkembangan


ekonomi di daerah-daerah otonomi. Dengan berlakunya undang-undang Nomor 22 tahun
1999 dan telah di ubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi
Daerah, maka terjadi pula pergeseran dalam pembangunan ekonomi yang tadinya bersifat
sentralistis, mengarah pada desentralisasi, yaitu dengan memberikan keleluasaan kepada
daerah untuk membangun wilayahnya termasuk pembangunan dalam bidang ekonominya.

Ditinjau dari aspek ekonomi daerah mempunyai pengertian :

 Suatu daerah dianggap sebagai ruang di mana terdapat kegiatan ekonomi dan
didalam pelosok ruang tersebut terdapat sifat-sifat yang sama. Kesamaan sifat-sifat
tersebut antara lain dari segi pendapatan perkapita, sosial budaya, geografisnya, dan
sebagainya. Daerah yang memiliki ciri-ciri seperti ini disebut daerah homogen.
 Suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang apabila daerah tersebut dikuasai
oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Daerah dalam pengertian ini disebut
daerah modal.
 Suatu daerah adalah suatu ekonomi ruang yang berada di bawah satu administrasi
tertentu seperti satu propinsi, kabupaten/kota, pembagian administratif suatu
negara. Daerah dalam pengertian ini dinamakan daerah administrasi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah?


2. Apa saja Permasalahan dalam Pembangunan Ekonomi Daerah?
3. Bagaimana Peran Pemerintah dalam Pembangunan Ekonomi Daerah?
4. Bagaimana Paradigma Baru dalam Pembangunan Ekonomi Daerah?
5. Apa saja Strategi dalam Pembangunan Ekonomi Daerah?

C. Tujuan Penulisan

Pembuatan makalah ini bertujuan agar kita mengetahui tentang:

1. Pembangunan Ekonomi Daerah


2. Permasalahan dalam Pembangunan Ekonomi Daerah
3. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Ekonomi Daerah
4. Paradigma baru dalam Pembangunan Ekonomi Daerah
5. Strategi dan Pembangunan Ekonomi Daerah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori analisis pembangunan ekonomi daerah

Ada sejumlah teori yang dapat menerangkan kenapa ada perbedaan dalam tingkat
pembangunan ekonomi antardaerah diantaranya yang umum di gunakan adalah teori basis
ekonomi,teori lokasi dan teori daya tarik industri.

1. Teori pembangunan ekonomi daerah


a. Teori basis ekonomi

Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan


ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang
dan jasa dari luar daerah.

b. Teori lokasi

Teori lokasi juga sering digunakan untuk penentuan atau pengembangan kawasan
industri di suatu dareah. Inti pemikiran dari teori ini didasarkan pada sifat rasional
pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari keuntungan setinggi mungkin
dengan biaya serendah mungkin oleh karena itu , pengusaha akan memilih lokasi
usaha yang memaksimalkan keuntungannya dan meminimalisasikan biaya usaha atau
produksinya, yakni lokasi yang dekat dengan tempat bahan baku dan pasar.

c. Teori daya tarik industry

Dalam upaya pembangunan ekonomi daerah di Indonesia sering di pertanyakan. Jenis


– jenis industri apa saja yang tepat untuk dikembangkan (diunggulkan) ? Ini adalah
masalah membangun fortofolio industri suatu daerah.

Menurut Adam Smith pembangunan ekonomi merupakan proses perpaduan antara


pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi (Suryana, 2000:55). Todaro (dalam Lepi T.
Tarmidi, 1992:11) mengartikan pembangunan sebagai suatu proses multidimensional yang
menyangkut perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat,
kelembagaan nasional maupun percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan
ketidakmerataan dan penghapusan dari kemiskinan mutlak. Pembangunan ekonomi
menurut Irawan (2002: 5) adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa
yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil perkapita.

Prof. Meier (dalam Adisasmita, 2005: 205) mendefinisikan pembangunan ekonomi


sebagai proses kenaikan pendapatan riil perkapita dalam suatu jangka waktu yang panjang.
Sadono Sukirno (1985:13) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang
menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka
panjang. Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa pembangunan ekonomi
merupakan suatu perubahan yang terjadi secara terus-menerus melalui serangkaian
kombinasi proses demi mencapai sesuatu yang lebih baik yaitu adanya peningkatan
pendapatan perkapita yang terus menerus berlangsung dalam jangka panjang.

B. Pembangunan Ekonomi Daerah

“Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi ditambah dengan perubahan”. Artinya, ada
tidaknya pembangunan ekonomi dalam suatu Negara pada saat tertentu tidak saja diukur
dari kenaikan produksi barang dan jasa yang berlaku dari tahun ketahun, tetapi juga harus
diukur dari perubahan lain yang berlaku dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi seperti
perkembangan pendidikan, perkembangan teknologi, penigkatan dalam kesehatan,
peningkatan dalam infrastuktur yang tersedia dan peningkatan dalam pendapatan dan
kemakmuran masyarakat. Oleh karena pembangunan ekonomi meliputi berbagai aspek
perubahan dalam kegiatan ekonomi, maka sampai dimana taraf pembangunan ekonomi yang dicapai
suatu Negara telah meningkat, tidak mudah diukur secara kuantitatif. Berbagai jenis data perlu
dikemukakan untuk menunjukan prestasi pembangunan yang dicapai suatu Negara.

Walaupun memahami kekurangan-kekurangan dari data pendapatan per kapita


(pendapatan rata-rata penduduk) sebagai alat ukur mengukur tingkat kelajuan
pembangunan ekonomi dan taraf kemakmuran masyarakat, hingga saat ini data pendapatan
per kapita selalu digunakan untuk memberikan gambaran mengenai pembangunan ekonomi.

Dalam kebanyakan literature awal mengenai pembangunan ekonomi yang


diterbitkan dalam tahun 1950-an dan 1960-an, pada umumnya pembangunan ekonomi
didefinisikan sebagai: Suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk
suatu Negara meningkat secara berketerusan dalam jangka panjang. Apabila pengertian ini
dibandingkan dengan pengertian pembangunan ekonomi yang telah dijelaskan sebelumnya,
sudah tentu definisi yang mengartikan pembangunan ekonomi secara sempit ini tidak dapat
diterima. Namun demikian, oleh karena tidak terdapat alat pengukur lain yang lebih sesuai,
hingga saat ini ahli-ahli ekonomi masih menggunakan data per kapita untuk dua tujuan
berikut:

1. Menunjukan secara kasar tingkat kelajuan atau kecepatan pembangunan ekonomi


yang dicapai pada suatu tahun.
2. Membandingkan tingkat kemakmuran yang dicapai berbagai Negara.[1]

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola
kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu
lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan
ekonomi) dalam wilayah tersebut.

Dalam pembangunan ekonomi daerah yang menjadi pokok permasalahnya adalah


terletak pada kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah
yang bersangkutan (endogonus) dengan menggunakan potensi sumber daya manusia,
kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarah pada
pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan
untuk meenciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mancakup pembentukan


institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas
tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi
pasar-pasar baru, alih pengetahuan dan teknologi, serta pengembangan usaha-usaha baru.

Tujuan utama dari setiap pembangunan ekonomi daerah adalah untuk meningkatkan
jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut,
pemerintah daerah dan masyarakatnya harus bersama-sama mengambil inisiatif
pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah dengan partisipasi
masyarakatnya, dengan dukungan sumber daya yang ada harus mampu menghitung potensi
sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun ekonomi
daerahnya.[2]

C. Permasalahan dalam Pembangunan Ekonomi Daerah


1. Ketimpangan Pembangunan Sektor Industri

Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah. Pertumbuhan
ekonomi di daerah dengan konsentrasi ekonomi yang tinggi cenderung pesat, sedangkan
daerah yang konsentrasi ekonominya rendah ada kecenderungan tingkat pembangunan dan
pertumbuhan ekonominya juga rendah.

Industri manufaktur merupakan sektor ekonomi yang secara potensial sangat


produktif, hal ini dapat dilihat dari sumbangan terhadap pembentukan PDB atau PDBR.
Terjadinya ketimpangan pembangunan sektor industri atau tingkat industrialisasi antar
daerah adalah sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antar
daerah. Kurang berkembangnya sektor industri di luar Jawa merupakan salah satu penyebab
terjadinya kesenjangan ekonomi antara Jawa dengan wilayah di luar Jawa. Pada daerah di
luar Jawa, seperti sumatera, kalimantan timur, papua, bisa menjadi wilayah-wilayah yang
sangat potensial untuk pengembangan sektor industri manufaktur. Hal ini dapat dilihat dari
dua hal yaitu (1) Ketersediaan bahan baku, (2) Letak Geografis yang dekat dengan negara
tetangga yang bisa menjadi potensi pasar yang besar yang baru di samping pasar domestik.
2. Kurang Meratanya Investasi

Harrod-Domar ada korelasi positif antara tingkat investasi dengan laju pertumbuhan
ekonomi, sehingga dengan kurangnya investasi dengan laju pertumbuhan ekonomi, sehingga
dengan kurangnya investasi di suatu daerah membuat pertumbuhan dan tingkat pendapatan
perkapita masyarakat di daerah tersebut rendah. Hal ini dikarenakan tidak adanya kegiatan-
kegiatan ekonomi yang produktif seperti industri manufaktur.

Terhambatnya perkembangan investasi di daerah disebabkan banyak faktor,


diantaranya kebijakan dan birokrasi yang selama orde baru terpusat, keterbatasan
infrastruktur dan sumber daya manusia di daerah-daerah luar jawa.

3. Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah

Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan kapitas antar
daerah juga merupakan penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Hal ini karena
perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar daerah membuat terjadinya perbedaan tingkat
pendapatan perkapita antar daerah, dengan asumsi bahwa mekanisme pasar output dan
input bebas (tanpa distorsi yang direkayasa, misalnya kebijakan pemerintah) memengaruhi
mobilitas faktor produksi antar daerah. Menurut A. Lewis, jika perpindahan faktor produksi
antar daerah tidak ada hambatan, maka pada akhirnya pembangunan ekonomi yang optimal
antar daerah akan tercapai dan semua daerah akan menjadi lebih baik (dalam pengertian
pareto optimal: semua daerah mengalami better off).

4. Perbedaan Sumber Daya Alam (SDA)

Pemikiran klasik yang mengatakan bahwa pembangunan ekonomi daerah yang kaya
SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang
miskin SDA. Hingga tingkat tertentu pendapat tersebut dapat dibenarkan, dalam arti
sumber daya manusia dilihat hanya sebagai modal awal untuk pembangunan, dan
selanjutnya harus dikembangkan terus-menerus. Dan untuk itu diperlukan faktor-faktor
lain, di antaranya adalah faktor teknologi dan sumber daya manusia.

Dengan penguasaa teknologi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka
lambat laun factor endowment tidak relevan lagi. Hal ini dapat kita lihat negara-negara maju
seperti Jepang, Korea selatan, Taiwan, dan Singapura yang sangat miskin SDA.

5. Perbedaan Demografis

Ketimpangan ekonomi regional di Indonesia juga disebabkan oleh perbedaan kondisi


geografis antar daerah. Kondisi ini berpengaruh terhadap jumlah dan pertumbuhan
penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan, kedisiplinan, dan etos
kerja. Faktor-fator ini mempengaruhi tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dari
sisi permintaan dan penawaran.

Di sisi permintaan jumlah penduduk yang besar merupakan potensi besar bagi
pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi pertumbuhan kegiatan ekonomi.
Dari sisi penawaran, jumlah penduduk yang besar dengan pendidikan dan kesehatan yang
baik, disiplin dan etos kerrja yang tinggi merupakan aset penting bagi produksi.

6. Kurang lancarnya Perdagangan antar Daerah

Kurang lancarnya perdagangan antara daerah (intra-trade) juga merupakan faktor


yang turut menciptakan ketimpangan ekonomi regional Indonesia. Tidak lancarnya intra
trade disebabkan oleh keterbatasan transportasi dan komunikasi. Jadi, tidak lancarnya arus
barang dan jasa antar daerah mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu
daerah dari sisi permintaan dan penawaran.[3]

D. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Ekonomi Daerah

Pada saat ini secara universal diketahui bahwa dalam rangka mengatasi sifat kaku
yang melekat di negara terbelakang, pemerintah harus memegang peranan positif. Ia tidak
boleh berlaku sebagai penonton pasif. Problema negara terbelakang adalah sedemikian
besarnyansehingga problema itu tidak dapat diserahkan begitu saja kepada mekanisme
bebas kekuatan-kekuatan ekonomi. Perusahaan swasta tidak mampu menyelesaikan
problema tersebut karena pengertian tersebut tidak ditemui di alam yang modern. Karena itu
tindakan pemerintah sangat diperlukan bagi pembangunan ekonomi negara-negara seperti
itu.

Pada fase awal pembangunan, investasi harus dilakukan di bidang-bidang yang


meningkatkan ekonomi eksternal yaitu yang mengarah pada penciptaan overhead sosial dan
ekonomi seperti tenaga, transportasi, pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Perusahaan
swasta tidak akan tertarik melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut karena resiko besar dan
keuntungannya kecil. Dari sinilah timbul kebutuhan untuk meneimbangkan pertumbuhan
berbagai sektor perekonomian sehingga penawaan sesuai dengan permintaan. Oleh karena
itu pengawasan dan pengaturan, oleh negara, menjadi penting dalam rangka mencapai
keseimbangan pertumbuhan. Pemerintah harus merencanakan pengawasan fisik dan
langkah-langkah fiskal dan moneter. “Mengatasi perbedaan sosial dan menciptakan situasi
psikologis, ideologis, sosial dan politik yang menguntungkan bagi pembangunan ekonomi
merupakan tugas terpenting pemerintah.”[4]

Karena itu ruang lingkup tindakan pemerintah sangat luas dan menyeluruh. Menurut
Prof. Lewis lingkup itu mencakup “penyelenggaraan pelayanan umum, menentukan sikap,
membentuk lembaga-lembaga ekonomi, menentukan penggunaan sumber, menentukan
distribusi pendapatan, mengendalikan jumlah uang, mengendalikan fluktuasi, menjamin
pekerjaan penuh dan menentukan laju investasi.”[5]

Peran pemerintah dalam pembnagunan ekonomi daerah adalah sebagai berikut:

1. Entrepreneur

Peran pemerintah daerah sebagai entrepreneur, adalah merupakan tanggung jawab


untuk menjalankan suatu usaha bisnis di daerahnya. Dalam hal ini pemeritah daerah bisa
mengengembangkan suatu usaha sendiri dengan membentuk badan usaha milik daerah
(BUMD) atau bermitra dengan dunia usaha swasta namun kegiatan usahanya tetap dalam
pengendalian pemerintah daerah. Pemerintah daerah harus mampu mengelola aset-aset
pemerintah daerah dengan lebih baik dan ekonomis sehingga mampu memberikan
keuntungan bagi pemerintah daerah.

2. Koordinator

Pemerintah daerah harus mampu bertindak sebagai koordinator dalam pembangunan


ekonomi di daerahnya, yaitu melalui penetapan kebijakan-kebijakan atau mengusulkan
strategi-strategi pembangunan ekonomi yang komprehensip bagi kemajuan daerahnya.
Dalam peran ini pemerintah daerah bisa melibatkan kelompok-kelompok dalam masyarakat
untuk proses pengumpulan data dan evaluasi tentang informasi yang berkaitan tentang
kondisi perekonomian di daerah.

Pemerintah daerah dapat juga melibatkan lembaga-lembaga pemerintah daerah


lainnya, dunia usaha dan masyarakat dalam menyusun sasaran-sasaran ekonomi, rencana-
rencana, dan strategi-strategi pelaksanaannya. Pendekatan ini sangat potensial dalam
menjaga konsistensi pembangunan daerah dan pembangunan nasional serta untuk menjamin
bahwa perekonomian di daerah akan mendapatkan manfaatnya yang optimal.

3. Fasilitator

Pemerintah daerah dapat berperan sebagai fasilitator dengan cara mempercepat


pembagunan melalui perbaikan lingkungan attitudinal (perilaku atau budaya masyarakat)
didaerahnya. Hal ini perlu dilakukan untuk mempercepat proses pembangunan dan
prosedur perencanaan, peraturan penetapan tata ruang daerah (Zoning) yang lebih baik.

4. Stimulator

Pemerintah daerah dapat berperan sebagai stimulan dalam penciptaan dan


pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang dapat mempengaruhi dunia
usaha untuk masuk ke daerah tersebut dan menjaga agar perusahaan-perusahaan yang telah
ada tetap eksis berada di daerah tersebut. Stimulus ini dapat dilakukan antara lain dengan
pembuatan brosur-brosur, pembangunan kawasan industri pembuatan outlet untuk produk-
produk UKM, membantu UKM melakukan pameran dan sebagainya.[6]

E. Paradigma baru dalam Pembangunan Ekonomi Daerah

Selain paradigma baru, paradigma pembangunan berkelanjutan juga dapat digunakan


sebagai paradigma pembangunan ekonomi daerah. Pembangunan Berkelanjutan sebagai
Paradigma Pembangunan merupakan kenyataan bahwa teori-teori ekonomi yang diajarkan
selama ini telah banyak membantu dalam usaha meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Ilmu ekonomi dengan rangkaian teori-teori di dalamnya dipercaya dapat mengarahkan roda
pembangunan secara umum, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Sehingga dalam
pelaksanaanya dimensi ekonomi selalu ditempatkan sebagai acuan pertimbangan yang
dominan.

Pengertian pembanguan yang bercirikan pada tingginya angka pertumbuhan


ekonomi sangat berkaitan dengan masalah alokasi sumber daya yang dimiliki. Sumber daya
yang diperlukan sebagai faktor produksi utama, yaitu sumber daya alam, tenaga kerja dan
modal. Paradigma yang terdapat pada teori-teori ekonomi tersebut ampuh dalam
mendongkrak angka pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian, seiring dengan kemajuan
dibidang teknologi, saat ini banyak orang mulai tidak puas dengan pola pembangunan yang
diterapkan selama ini (konvensional) dan mempertanyakan keberhasilan pembangunan itu
sendiri.

Pola pembangunan yang dilaksanakan tersebut dinilai telah melampaui batas


kegunaannya dan bahkan sekarang sedang menjurus ke hal yang merugikan umat manusia.
Keberhasilan dengan ciri pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata mulai dirasakan
dampak negatifnya. Menipisnya sumber daya alam dan lingkungan serta berbagai jenis
pencemaran yang timbul dianggap akan menghambat pembangunan pada masa yang akan
datang.

Paradigma ekonomi pun mulai bergeser, asumsi bahwa sumber daya alam dan
lingkungan demikian berlimpah dan mudah tercipta kembali sudah tidak tepat lagi.
Eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan secara maksimal untuk mengejar nilai
produksi nasional yang tinggi sudah saatnya dikaji ulang dengan memperhatikan aspek
lingkungan.

Dengan adanya kekhawatiran yang muncul bersamaan dengan keberhasilan


pembangunan yang tengah dicapai, kini banyak ahli ekonomi dan perencaaan pembangunan
dimasa yang akan datang telah memasukkan aspek lingkungan kedalam kebijakan-kebijakan
ekonomi yang di ambil. Pola pembangunan yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi
dianggap “usang” dan kini berorientasi pada pembangunan yang berorientasi pada pola
pembangunan yang mementingkan segi “sustainabilitas” (berkelanjutan).[7]
Teori pembangunan yang ada sekarang ini sudah tidak mampu untuk menjelaskan
kegiatan-kegiatan pebangunan ekonomi daerah secara tuntas dan komprehensip. Oleh
karena itu, perlu dirumuskan suatu pendekatan alternatif untuk kepentingan pembangunan
ekonomi daerah. Rumusan ini sebenarnya merupakan sintesa dan perumusan kembali
konsep-konsep yang telah ada. Pendekatan ini diharapkan dapat memberikan dasar bagi
kerangka pikir dan rencana tindakan yang akan diambil dalam konteks pembangunan
ekonomi daerah. Seperti kita kettahui bersama bahwa kerangka berpikir dalam konsep

Pembangunan ekonomi daerah yang lama adalah:

 Dalam rangka memberikan kesempatan kerja, maka semakin banyak


perusahaan maka semakin banyak peluang kerja.
 Basis pembangunan terletak pada pembangunan sektor ekonomi.
 Pengalokasian aset-aset didasarkan pada keunggulan komparatif aset-aset
fisik.
 Sumber daya pengetahuan didasarkan pada ketersediaan angkatan kerja.

Sedangkan dengan paradigma baru pembangunan ekonomi daerah didasarkan


kepada kemampuan perusahaan untuk mengembangkan pekerjaan (memberrikan
kesempatan kerja) yang sesuai dengan kondisi penduduk daerah. Untuk basis pembangunan
tidak lagi berdasarkan sektor tetapi lebih pada pengembangan lembaga-lembaga ekonomi
baru, dan pengalokasian aset-aset didasarkan pada keunggulan kompetitif yang didasarkan
pada kualitas lingkungan. Di samping itu juga sumber daya pengetahuan dijadikan sebagai
pembangkit pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk lebih jelas tentang pendekatan tersebut
dapat dilihat pada sajian tabel di bawah ini:

KOMPONEN KONSEP LAMA KONSEP BARU


Kesempatan kerja Semakin banyak Perusahaan harus
perusahaan=semakin mengembangkan
banyak peluang kerja pekerjaan yang sesuai
dengan kondisi
penduduk daerah
Basis pembangunan Pengembangan sektor Pengembangan lembaga-
ekonomi lembaga ekonomi baru
Aset-aset lokasi Keunggulan komparatif Keunggulan kompetitif
didasarkan pada aset fisik didasarkan pada kualitas
lingkungan
Sumber daya Ketersediaan angkatan Pengetahuan sebagai
pengetahuan kerja pembangkit ekonomi
F. Strategi dalam Pembangunan Ekonomi Daerah

Sebelum membahas strategi pembangunan ekonomi daerah, kita coba mengingat


kembali tujuan strategi pembangunan ekonomi. Secara umum strategi pembangunan
ekonomi adalah mengembangkan kesempatan kerja bagi penduduk yang ada searang dan
upaya untuk mencapai stabilitas ekonomi, serta mengembangan basis ekonomi dan
kesempatan kerja yang beragam. Pembangunan ekonomi akan berhasil bila mampu
memenuhi kebutuhan dunia usaha. Hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
fluktuasi ekonomi sektoral, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kesempatan kerja.

Secara garis besar strategi pembangunan ekonomi daerah menurut Arsyad (1999)
dapat dikelompokan menjadi empat yaitu:

1. Strategi Pengembangan Fisik (Locality Or Physical Development Strategy)

Melalui pengembangan program perbaikan kondisi fisik/lokalitas daerah yang


ditujukan untuk kepentingan pembangunan industri dan perdagangan, pemerintah daerah
akan berpengaruh positif bagi pembangunan dunia usaha di daerah. Secara khusus, tujuan
strategi pembangunan fisik ini adalah untukmenciptakan identitas daerah/kota,
memperbaiki pesona (amenity base) atau kualitas hidup masayarakat, dan memperbaiki
daya tarik pusat kota (civic center) dalam upaya memperbaiki dunia usaha daerah. Untuk
mencapai tujuan pembangunan fisik tersebut diperlukan alat-alat pendukung, antara lain :

 Pembuatan bank tanah (landbanking), dengan tujuan agar memiliki data tentang
tanah yang kurang optimal penggunaannya, tanah yang belum dikembangkan, atau
salah dalam penggunaannya, dan sebagainya.
 Pengendalian perencanaan dan pembangunan, dengan tujuan untuk memperbaiki
iklim investasi di daerah dan memperbaiki citra pemerintah daerah.
 Penataan kota (townscaping), dengan tujuan untuk memperbaiki sarana jalan,
penataan pusat-pusat pertokoan, dan penataan standar fisik suatu bangunan.
 Pengaturan tata ruang (zoning) dengan baik untuk meragsang perrtumbuhan dan
pembangunan ekonomi daerah.
 Penyediaan perumahan dan pemukiman yang baik akan berpengaruh positif bagi
dunia usaha, di samping menciptakan lapangan kerja
 Penyadiaan infrastruktur seperti: sarana air bersih, listrik, taman, sarana parkir,
tempat olahraga, dan sebagainya.

2. Strategi Pengembangan Dunia Usaha (Bussines Development Strategi)

Pengembangan dunia usaha meruakan komponen penting dalam pembangunan


ekonomi daerah, karena daya tarik, kreativitas atau daya tahan kegiatan dunia usaha
merupakan cara terbaik untuk menciptakan perekonomian daerah yang sehat. Untuk
mencapai tujuan pembangunan fisik tersebut diperlukan alat-alat pendukung, antaa lain:

 Penciptaan iklim usaha yang baik bagi dunia usaha, melalui pengaturan dan
kebijakan yang memberikan kemudahan bagi dunia usaha dan pada saat yang sama
mencegah penurunan kualitas lingkungan.
 Pembuatan informasi terpadu yang dapat memudahkan masyarakat dan dunia usaha
untuk berhubungan dengan aparat pemerintah daerah yang berkaitan dengan
peirjinan dan informasi rencana pembangunan ekonomi daerah.
 Pendirian pusat konsultasi dan pengembangan usaha kecil, karena usaha kecil
perannya sangat penting sebagai penyerap tenaga kerja dan sebagai sumberdorongan
memajukan kewirausahaan.
 Pembuatan sistem pemasaran bersama untuk menghindari skala yang tidak ekonomis
dala produksi, dan meningkatkan daya saing terhadap produk impor, serta sikap
kooperatif sesama pelaku bisnis.
 Pembuatan lembaga penelitian dan pengembangan (Litbang). Lembaga ini
diperlukan untuk melakukan kajian tentang pengembangan produk baru, teknologi
baru, dan pencarian pasar baru.

3. Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resources Development


Strategy)

Strategi pengembangan sumber daya manusia merupakan aspek paling penting dalam
proses pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi tanpa dibarengi
dengan peningkatan kualitas dan keterampilan sumber daya manusia adalah suatu
keniscayaaan. Pengembangan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan dengan cara:

 Pelatihan dengan sistem customized training, yaitu sistem pelatihan yang dirancang
secara khusus untuk memenuhi kebutuhan dan harapan siemberi kerja.
 Pembuatan bank keahlian (skillbanks), sebagai bank informasi yang berisi data
tentang keahlian dan latar belakang oarng yang menganggur di daerah.
 Penciptaan iklim yang mendukung bai perkembangan lembaga-lembaga pendidikan
dan keterampilan di darah.
 Pengenmbangan lembaga pelatihan bagi para penyandang cacat.

4. Strategi Pengembangan Masyarakat (Community-Based Development Strategy)

Startegi pengembangan masyarakat ini merupakan kegiatan yang ditujukan untuk


memberdayakan (empowerment) suatu kelompok masyarakat tertentu pada suatu daerah.
Kegiatan-kegiatan ini berkembang baik di Idonesia belakangan ini, karena ternyata
kebijakan umum ekonomi tidak mampu membetikan manfaat begi kelompok-kelompok
tetentu.

Tujuan kegiatan ini adalah untuk menciptakan manfaat sosial, seperti mislanya
dengan menciptakan proyek-proyek padat karya untuk memenuhi kebutuhan hidupatau
untuk memperoleh keuntungan dari usahanya.[8]

G. Konsep Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penunjang penggunaan faktor-faktor


produksi lainnya, yang akan digunakan dalam proses produksi. Tenaga kerja
merupakanfaktor terpenting dibanding yang lain karena manusia merupakan penggerak dari
seluruh faktor-faktor produksi tersebut.

Tenaga kerja biasa pula disebut sebagai “manpower”. Ada beberapa pendapat
mengenai tenaga kerja oleh ahli-ahli tenaga kerja seperti yang dikemukakan oleh
Djoyohadikusumo (1995: 146), tenaga kerja adalah orang-orang yang bersedia dan sanggup
bekerja untuk diri sendiri atau anggota keluarga yang tidak menerima upah serta mereka
yang bekerja untuk upah. Golongan tenaga kerjapun meliputi mereka yang menganggur
dengan terpaksa karena tidak ada kesempatan kerja.

Sedang menurut Simanjuntak (1998: 2 - 3), memberikan pengertian tenaga kerja


(manpower) adalah penduduk dalam usia kerja, dimana hanya mampu bekerja atau
melakukan kegiatan bernilai ekonomis dalam menghasilkan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.

Di Indonesia, tenaga kerja dipilih batas umur minimum 15 tahun tanpa batas
maksimum. Sebab umur 15 tahun tersebut adalah sudah banyak terlibat dalam kegiatan
produksi, terutama di daerah pedesaan. Jadi Indonesia tidak menganut batas umur
maksimum, alasannya karena Indonesia belum mempunyai jaminan sosial nasional. Hanya
sebagian kecil penduduk Indonesia yang menerima tunjangan di hari tua yaitu pegawai
negeri dan sebagian pegawai swasta. Bagi golongan ini pun, pendapatan yang mereka terima
tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, mereka yang telah mencapai usia
pensiun biasanya masih tetap harus kerja.

H. Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah

Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan


untuk memperbaiki penggunaan sumber daya publik yang tersedia didaerah tersebut dan
untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumber daya swasta
secara bertanggung jawab. Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara
seimbang perencanaan yang lebih teliti mengenai penggunaan sumber daya publik dan
sektor swasta : petani, pengusaha kecil, koperasi, pengusaha besar, organisasi sosial harus
mempunyai peran dalam proses perencanaan.

Ada tiga (3) impilikasi pokok dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah:

Pertama, perencanan pembangunan ekonomi daerah yang realistik memerlukan


pemahaman tentang hubungan antara daerah dengan lingkungan nasional dimana daerah
tersebut merupakan bagian darinya, keterkaitan secara mendasar antara keduanya, dan
konsekuensi akhir dari interaksi tersebut.

Kedua, sesuatu yang tampaknya baik secara nasional belum tentu baik untuk
daerah dan sebaliknya yang baik di daerah belum tentu baik secara nasional.

Ketiga, Perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan daerah,


misalnya administrasi, proses pengambilan keputusan, otoritas biasanya sangat berbeda
pada tingkat daerah dengan yang tersedia pada tingkat pusat. Selain itu, derajat
pengendalian kebijakan sangat berbeda pada dua tingkat tersebut. Oleh karena itu
perencanaan darah yang efektif harus bisa membedakan apa yang seyogyanya dilakukan dan
apa yang dapat dilakukan, dengan menggunakan sumber daya pembangunan sebaik
mungkin yang benar-benar dapat dicapai, dan mengambil manfaat dari informasi yang
lengkap yang tersedia pada tingkat daerah karena kedekatan para perencananya dengan
obyek perencanaan. (Lincolin arsyad, 1999).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan membentuk suatu
pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan
suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi
(pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.
2. Permasalahan dalam Pembangunan Ekonomi Daerah
a) Ketimpangan Pembangunan Sektor Industri
b) Kurang Meratanya Investasi
c) Tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah
d) Perbedaan Sumber Daya Alam (SDA)
e) Perbedaan demografis
f) Kurang lancarnya perdagangan antar daerah
3. Paradigma baru pembangunan ekonomi daerah didasarkan kepada kemampuan
perusahaan untuk mengembangkan pekerjaan (memberikan kesempatan kerja) yang
sesuai dengan kondisi penduduk daerah. Untuk basis pembangunan tidak lagi
berdasarkan sektor tetapi lebih pada pengembangan lembaga-lembaga ekonomi baru,
dan pengalokasian aset-aset didasarkan pada keunggulan kompetitif yang didasarkan
pada kualitas lingkungan. Di samping itu juga sumber daya pengetahuan dijadikan
sebagai pembangkit pertumbuhan ekonomi daerah.
4. Strategi yang harus dilakukan dalam pembangunan ekonomi daerah
a) Strategi Pengembangan Fisik (Locality Or Physical Development Strategy)
b) Strategi Pengembangan Dunia Usaha (Bussines Development Strategi)
c) Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resources
Development Strategy)
d) Strategi Pengembangan Masyarakat (Community-Based Development
Strategy)
5. Peran pemerintah dalam membangun ekonomi daerah
a) Entrepreneur
b) Koordinator
c) Fasilitator
d) Stimulator
DAFTAR PUSTAKA

Jhingan. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. 2012. Jakarta: RajaGrafindo

Mulyadi S. Ekonomi Sumber Daya Manusia. 2012. Jakarta: Rajawali Pers

Subandi. Ekonomi Pembangunan. 2012. Bandung: AlfaBeta

Sukirno, Sadono. Ekonomi Pembangunan. 2011. Jakarta: Kecana

[1] Sadono Sukirno. Ekonomi Pembangunan. 2011. Jakarta: Kencana. Hlm. 10-11
[2] Subandi. Ekonomi Pembangunan. 2012. Jakarta: AlfaBeta. op.cit, Hlm.133-134
[3] Ibid. hlm. 134-136
[4]MenurutG. Myrdal, Economic Theory Underdeveloped Regions Hal 811, dikutip dari buku
Ekonomi pembangunan dan perencanaan karya M.L. Jhingan, halaman 431.
[5] Ibid. hlm. 432
[6] Subandi, op.cit., halaman 143-144
[7]Mulyadi S. Ekonomi Sumber Daya Manusia. 2012. Jakarta: Rajawali Pers. Hlm. 243-245
[8] Subandi. op.cit.,halaman 138-140
KATA PENGANTAR

Anda mungkin juga menyukai