Anda di halaman 1dari 15

AKAD AL-RAHN (Pinjaman Dengan Jaminan)

■ Pengertian Akad Rahn


Rahn secara harfiah adalah tetap, kekal, dan ajminan. Secara istilah rahn adalah apa
yang disebut dengan barang jaminan, agunan, cagar, atau tanggung jawab. Rahn yaitu
menahan barang sebagai jaminan atas utang. Akad rahn juga diartikan sebagai sebuah
perjanjian pinjaman dengan jaminan atau dengan melakukan penahanan harta milik si
peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang gadai baru dapat
diserahkan kembali pada pihak yang berutang apabila utangnya sudah lunas.
Akad rahn bertujuan untuk agar pemberi pinjaman lebih mempercayai pihak yang
berutang. Pemeliharaan dan penyimpanan barang gadaian pada hakekatnya adalah
kewajiban pihak yang menggadaikan (rahin), namun dapat juga dilakukan oleh pihak yang
menerima barang gadai(murtahin) dan biayanya harus ditanggung rahin. Besarnya biaya ini
tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman
AKAD AL-RAHN (Pinjaman Dengan Jaminan)
■ Rahn Tajlisi
Selain akad Rahn, pada tahun 2008 MUI juga mengeluarkan fatwa tentang rahn tajlisis(Fidusia). Fatwa
ini dikeluarkan dalam rangka mengurangi kendala yang timbul sehubungan masalah jaminan khususnya
dalam masalah pemeliharaan dan pemanfaatan jaminan.
Fidusia sendiri didefinisikan sebagai: pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik
benda. (UU No. 42/1999). Fisudia sendiri dapat diterapkan untuk barang bergerak dan barang tidak
bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud, sehingga menjadi lebih luas cakupannya. Jika perbankan
syariah menggunakan akad rahn yang ada, maka berarti yang melakukan penyimpanan jaminan adalah bank
syariah.
Agar sesuai dengan syriah, maka akad rahn tajlisi harus memenuhi hal-hal sebagai berikut: (1) biaya
pemeliharaan harus di tanggung oleh pihak yang menggadaikan namun, jumlah biaya pemeliharaan tidak
boleh dihubungkan dengan besarnya pembiayaan (2) pihak yang menerima gadai dapat menyampai bukti
kepemilikan sedangkan barang yang digadaikan dapat digunakan pihak yang menggadaikan dengan izin dari
penerima gadai. (3) jika terjadi eksekusi jaminan, maka dapat dijual oleh pihak penerima gadai tetapi harus
dengan izin dari pihak yang menggadaikan sebagai pemilik
AKAD AL-RAHN (Pinjaman Dengan Jaminan)
■ Sumber Hukum
– Al-qur’an
■ “jika kamu dalam perjalanan(dan bermuamalah tidak secara tunai). Sedangkan kamu
tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang oleh yang berpiutang.”(Qs 2:283)
– As-sunnah
■ “dari aisyah r.a bqhwa rasullah pernah membeli makanan dengan berutang dari seorang
yahudi dan nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya.”(HR. Bukhari, Nasa’I dan
Ibnu Majah)
■ Rukun al-rahn ada 3 yaitu sebagai berikut:
– Pelaku, terdiri atas pihak yang menggadaikan (rahin) dan pihak yang menerima
gadai(murtahin).
– Objek akad berupa barang yang digadaikan (marhun) dan utang (marhun bih)
– Ijab Kabul/serah terima
AKAD AL-RAHN (Pinjaman Dengan Jaminan)
■ Ketentuan syariah, yaitu sebagai berikut
– Pelaku, harus cukup hokum dan baligh
– Objek yang digadaikan (marhun)
■ Barang gadai (marhun)
– Dapat dijual dan nilainya seimbang
– Harus bernilai dan dapat dimanfaatkan
– Harus jelas dan dapat ditentukan secara spesifik
– Tidak terkait dengan orang lain (dalam hal kepemilikan)
■ Utang (marhun bih) nilai utang harus jelas demikian juga tanggal jatuh
temponya.
– Ijab Kabul, adalah pernyataan dan ekspresi rida/rela diantara pihak-pihak pelaku
akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui respondensi atau
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
AKAD AL-RAHN (Pinjaman Dengan Jaminan)
■ Perlakuan Akuntansi Rahn
– Bagi pihak yang menerima gadai (murtahin)
– Pada saat menerima barang gadai tidak dijurnal tetapi membuat tanda terima atas barang.
– Pada saat menyerahkan uang pinjaman
■ Jurnal:
Dr. piutang xxx
Cr. Kas xxx
– Pada saat menrima uang untuk biaya pemeliharaan dan penyimpanan.
■ Jurnal:
Dr. kas xxx
Cr. Pendapatan xxx
– Pada saat mengeluarkan biaya untuk biaya pemeliharaan dan penyimpanan
■ Jurnal:
Dr. kas xxx
Cr. Piutang xxx
AKAD AL-RAHN (Pinjaman Dengan Jaminan)
– Pada saat pelunasan uang pinjaman, barang gadai dikembalikan dengan membuat
tanda serah terima barang.
■ Jurnal:
Dr. kas xxx
Cr. Piutag xxx
– Jika pada saat jatuh tempo, utang tidak dapat dilunasi dan kemudian barang gadai
dijual oleh pihak yang menggadaikan.
– Penjualan barang gadai, jika nilainya sama dengan piutang.
■ Jurnal:
Dr. kas xxx
Cr. Piutang xxx
– Jika kurang, maka piutangnya masih tersisa sejumlah selisih antara nilai penjualan
dengan saldo piutang.
AKAD AL-RAHN (Pinjaman Dengan Jaminan)
■ Bagi Pihak yang Menggadaikan
– Pada saat menerima barang gadai tidak dijurnal, tetapi menerima tanda terima atas penyerahan aset serta
membuat penjelasan atas catatan akuntansi atas barang yang digadaikan.
– Pada saat menerima uang pinjaman
■ Jurnal:
Dr. kas xxx
Cr. utang xxx
– Bayar uang untuk biaya pemeliharaan dan penyimpanan
■ Jurnal:
Dr. beban xxx
Cr. Kas xxx
– Ketika dilakukan pelunasan atas utang
■ Jurnal:
Dr. Utang xxx
Cr. Kas xxx
AKAD AL-RAHN (Pinjaman Dengan Jaminan)
– Jika pada saat jatuh tempo, utang tidak dapat dilunasi sehingga barang gadai dijual. Pada saat
penjualan barang gadai.
■ Jurnal:
Dr. kas xxx
Dr. akumulasi penyusutan (apabila saset tetap) xxx
Dr. kerugian (apabila rugi) xxx
Cr. Keuntungan (apabila untung) xxx
Cr. Aset xxx
– Pelunasan utang atas barang yang dijual pihak yang menggadai
■ Jurnal:
Dr. utang xxx
Cr. Kas xxx
– Jika masih ada kekurangan pembayaran utang setelah penjualan barang gadai tersebut, maka
berarti pihak yang menggadaikan masih memiliki saldo utang kepada pihak yang menerima gadai.
AKAD JU’ALAH (Hadiah)

■ Pengertian ju’alah
Jua’alah berasal dari kata ja’ala yang memiliki banyak arti: jumlah imbalan, meletakkan, membuat,
menasabkan,. Menurut fiqih diartikan sebagai suatu tanggung jawab dalm bentuk janji memeberikan
hadiah tertentu secara sukarela terhadap orang yang berhasil melakukan perbuatan atau memberikan jasa
yang belum pasti dapat dilaksanakan atau dahsilkan sesuai dengan yang diharapkan, jika dikaitkan dnegan
hokum positif maka akad ju’alah bias dianalogikan dengan sayembara, imbalan, upah, atau perlombaan.
Para ahli fikih sepakat bahwa akad ju’alah merupakan hal yang boleh(jaiz) termasuk mazhab maliki,
syafii, hambali, srta syiha. Menurut Az-zuhaili dalam maksum (2008) perbedaan akad ju’alah dengan
upah bekerja (ijarah dalam temaga kerja ) adalah sebagai berikut:
– Jua’alah diberikan jika pekerja telah selesai, sedangkakn upah sesuai egan ukuran tertentu.
– Jua’alah tidak dibatasi oleh waktu, sedangkan upah ditentukan batasannya.
– Jua’alah tidak bias dibayar dimuka, sedangkan upah bisa dibayar dimuka.
– Jua’alah dapat dibatalkan meskipun upaya telah dikakukan asalkan belum selesai, sedangkan
upah tidak dapat dibatalkan.
– Upah lebih luas ruang lingkupnya dari jua’alah.
AKAD JU’ALAH (Hadiah)

■ Sumber Hukum
– Al-qur’an
■ “penyeru-penyeru itu berkata: “kami hilangkan piala raja, dan siapa dapat
mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) badan unta dan aku
menjamin terghadapnya”.)Qs 12:71)
– As-sunah
■ “dari Abu said al-khudri r.a tentang seorang disengat kala pada suatu suatu kaum arab,
ia berkata: demi allah aku sesungguhnya sanggup mengobati tetapi demi allah kami
meminta makan kepadamu”.(HR. Muttafaq alaih)
■ Rukun ju’alah ada 4 yaitu:
– Pihak yang membuat sayembara/penugasan (al-aqid/al ja’il)
– Objek kaad berupa pekerjaan yang harus dilakukan (al muj’ul)
– Hadiah yang akan diberikan (al’jil)
– Ada sighat dari pihak yang menjanjikan (ijab)
AKAD JU’ALAH (Hadiah)

■ Ketentuan syariah yaitu sebagai berikut:


– Pihak yang membuat sayembara: cakap hokum, baligh, dan dapat juga dilakukan
oleh orang lain.
– Objek yang harus dikerjakan:
■ harus mengandung manfaat yang jelas
■ boleh dimanfaatkan sesuai syariah
– hadiah yang diberikan harus sesuatu yang bernilai (harta) dan jumlahnya harus
jelas.
– Sah dengan ijab saja tanpa ada Kabul.
AKAD JU’ALAH (Hadiah)

■ Perlakuan Akuntansi
– Bagi pihak yang membuat janji
■ Saat membuat janji tidak diperlukan pencatatan apapun karena belum pasti hasil atas sayembara tersebut.
■ Setelah sayembara tersebut terpenuhi, maka dijurnal:
Dr. beban ju’alah xxx
Cr. Kas/aset nonkas lain xxx
■ Jika yang diberikan adalah aset nonkas maka harus dinilai dengan harga wajar, setelah sebelumnya
dinilai aset nonkas tersebut dinilai sejumlah harga wajarnya.
– Bagi pihak yang menerima janji
■ Saat mendengar janji tidak diperlukan perlukan pencatatan apapun karena belum pasti hasil atas
sayembara tersebut.
■ Setelah sayembara tersebut terpenuhi maka jurnal:
Dr. kas/aset nonkas lain xxx
Cr. Pendapatan ju’alah xxx
– Jika yang diberikan adalah aset nonkas lain maka harus dinilai dengan harga pasar.
CHARGE CARD DAN SYARIAH CARD (Kartu Kredit Syariah)

■ Pengertian charge card dan card syariah


Charge card dan syariah card merupakan salah satu produk dari perbankan syariah, sedangkan
akad yang digunakan adalah kombinasi dari akad-akad yang telah dijelaskan diatas.
Charge card adalah fasilitas kartu talangan yang dipergunkan oleh pemegang kartu(hamilal-
bithaqah) sebagai alat bayar atau pengambilan uang tunai pada tempat-tempat tertentu yang harus
dibayar lunas kepada pihak yang memberikan talangan(mushdir al-bithaqah) pada waktu yang telah
ditetapkan. (Fatwa DSN MUI No. 42/DSN MUI/V/2004)
Syariah card adalah kartu yangt berfungsi seperti kartu kredit yang hubungan hokum(berdasarkan
system yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip syariah.
Atas transaksi tersebut, digunakan akad kafalah, dimana penerbit kartu bertindak sebagai
penjamin(kafil) bagi pemegang kartu terhadap merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang
timbul drai transaksi antara pemegang kartu dengan merchant, dan atau penarikan tunia dari selain
bank atau ATM bank penerbit kartu. Atas pemberian kafalah, penerbit kartu dapat menerima fee(ujarah
kafalah) akad qard, dimana penerbit kartu bertindak sebagai pemberi pinjaman(muqridh) kepada
pemegang kartu (muqtaridh) melalui penarikakn tunai dari bank atau ATM bank penerbit kartu.
CHARGE CARD DAN SYARIAH CARD (Kartu Kredit Syariah)

■ Sumber Hukum
– Al-qur’an
■ “dan janganlah kamu mneghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemborsan
itu saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada tuhannya”.(Qs Al-isra’ [17] 26-27)
– Hadis
■ “telah dihadapkan kepada rasullah SAW jenazah seorang laki-laki untuk dishalatkan. Rasullah
bertanya.’apakah ia mempunyai piutang?” sahabat menjawab: tidak, maka beliau
menyalatkannya.”(HR Bukhari)
■ Rukun dan ketentuan syariah
Mengingat transaksi ini merupakan implementasi dari gabungan akad, maka rukun dan ketentuan
syariahnya akan merujuk pada rukun dan ketentuan syariah dari akad kafalah, ijarah, dan qardh hasan.
■ Perlakuan Akuntansi
Mengingat transaksi ini merupakan implementasi dari gabungan akad, maka rukun dan ketentuan
syariahnya akan merujuk pada perlakuan akuntansi dari akad kafalah, ijarah, wardh hasan.
Sekian dan Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai