Disusun Oleh:
FAKULTAS EKONOMI
2012
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
semua pertolongan serta kemudahanNya, sehingga kami mampu menyelesaikan makalah
“Pengertian dan Jenis Akad-akad lainnya” ini.
Selama proses penyusunan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak M. Djazari, M.Pd, selaku dosen pengampu mata kuliah Akuntansi Syariah
2. Ibu, Bapak, dan segenap keluarga yang telah memberikan dukungan dan doa.
3. Teman-teman sekalian, hanya ucapan terima kasih yang dapat kami berikan untuk semua
bantuannya.
4. Segenap pihak baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penyusun.
Apabila kiranya dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan, kami mengharap kritik dan
saran yang dapat membangun sehingga menjadi lebih baik.
Wassalamualaikum Wr Wb
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL……………………………………………………………………………………….. i
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………………………………
… ii
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………………………………
… iii
BAB I :
PENDAHULUAN…………………………………………………………………………….. 1
1. Latar
Belakang………………………………………………………………………………. 1
2. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………..
1
3. Tujuan………………………………………………………………………………………
….. 1
BAB II :
PEMBAHASAN……………………………………………………………………………….. 2
1. Pengertian
Akad…………………………………………………………………………….. 2
2. Jenis – Jenis Akad…………………………………………………………………………..
2
BAB III :
PENUTUP 18
1. Kesimpulan…………………………………………………………………………………
…. 18
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………………………….
19
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Ilmu islam sudah sangat lama berkembang, namun karena runtuhnya kekuasaan islam
pada masa lampau, telah juga menghilangkan praktik – praktik tentang ekonomi islam yang baik
dan benar di dalam masyarakat. Sehingga yang berkembang yakni paham – paham yang berasal
dari bangsa Barat yang bersifat liberalis dan materialistis.
Ilmu ekonomi islam muncul kembali pada abad ke-20 dengan munculnya bank bagi hasil.
Praktik ekonomi islam resmi disahkan pada Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang
berlangsung di Jedah 1976.
Berbagai krisis ekonomi yang telah melanda dunia saat ini, para ahli berupaya mencari
alternatif pemecahan masalah menggunakan ilmu ekonomi islam. Ilmu islam pada dasarnya
bersifat adil dan tidak memihak sebelah pihak, dan oleh sebab itu kebanyakan orang – orang
ataupun lembaga – lembaga yang memakai ilmu ekonomi islam tidak merasa dirugikan. Untuk
itu sebaiknya dalam menjalankan suatu lembaga keuangan lebih baik kita menggunakan ilmu
ekonomi islam.
Makalah ini berisi tentang definisi dari akad yang ada di dalam ilmu keuangan syariah,
dan juga apa saja jenis – jenis dari akad itu sendiri.
1. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari akad ?
2. Apa saja jenis – jenis akad ?
1. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari akad.
2. Untuk mengetahui apa saja jenis dari akad.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Akad
Akad dalam bahasa arab ‘al-aqd, jamaknya al-‘ukud, berarti ikatan atau mengikat. Menurut
terminologi hukum Islam akad adalah pertalian antara penyerahan (ijab) dan penerimaan (qobul)
yang dibenarkan oleh syariah yang menimbulkan akibat hu kum terhadap objeknya.
1. Akad Wadiah.
Wadiah merupakan simpanan (deposit) barang atau dana kepada pihak yang bukan pemiliknya,
untuk tujuan keamanan. Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang/barang
kepada pihak yang menerima titipan dengan catatan kapanpun titipan diambil pihak penerima
titipan wajib menyerahkan kembali uang/barang titipan tersebut dan yang menjadi penjamin
pengembali barang titipan. Sumber hukum dari akad wadiah terdapat pada Al-Qur’an (Qs 4:58)
yang artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amat kepada yang berhak
menerimanya dan As-Sunnah yang berbunyi “Tunaikan amanat itu kepada orang yang member
amanat kepadamu dan jangan kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu”(HR. Abu
Dawud dan Al Tirmidzi).
1. Wadiah amanah, yaitu wadiah di mana uang/barang yang dititipkan hanya boleh
disimpan dan tidak boleh didayagunakan. Contohnya: Titipan barang di pusat
perbelanjaan.
2. Wadiah yadh dhamanah, yaitu wadiah di mana si penerima titipan dapat
memanfaatkanbarang titipan tersebut dengan seizing pemiliknya dan meminjam untuk
mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat, saat pemilik menghendakinya.
Contohnya: Tabungan
Rukun wadiah ada tiga diantaranya pelaku terdiri dari: pemilik barang/pihak yang menitip
(muwaddi’) dan pihak yang menyimpang (mustawda’), objek wadiah berupa barang yang
dititipkan (wadian), dan ijab Kabul/serah terima. Sedangkan ketentuan syariah yaitu: pelaku
harus cakap hukum, balig serta mampu memelihara barang titipan; objek wadiah, benda yang
dititipkan tersebut jelas dan diketahui spesifikasinya oleh pemilik dan penyimpan; ijab
kabul/serah terima, adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku
akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara
komunikasi modern.
Pencatatan akuntansi wadiah bagi pihak pemilik barang dan bagi pihak penyimpan barang adalah
sebagai berikut:
Kas xxx
Utang xxx
1. Pada saat mengambil barang dan membayar kekurangan biaya penitipan, jurnal:
Utang xxx
Kas xxx
Kas xxx
Piutang xxx
Kas xxx
Piutang xxx
Rukun wakalah ada tiga, yaitu; pelaku yang terdiri dari pihak pemberi kuasa/muwakil dan pihak
yang diberi kuasa/wakil, objek akad berupa barang atau jasa, ijab Kabul/serah terima. Sedangkan
ketentuan syariah, yaitu:
1. Pelaku
1) Pihak pemberi kuasa/pihak yang meminta diwakilkan adalah pemilik sah yang dapat
bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan; orang mukalaf atau anak mumayyi dalam batas-
batas tertentu, yakni dalam hal yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan untuk menerima
hibah, menerima sedekah dan sebagainya.
2) Pihak penerima kuasa: harus cakap hukum, dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan
kepadanya.
1. Ijab kabul adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku
akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan
cara-cara komunikasi modern.
Sementara itu akad wakalah dapat berakhir dikarenakan hal-hal sebagai berikut:
Kas xxx
Kas xxx
1. Pada saat diterima pendapatan untuk jangka waktu dua tahun di muka, jurnal:
Kas xxx
Kas xxx
Akad kafalah adalah suatu perjanjian pemberian jaminan yang diberikan oleh penanggung
(kafi’il) kepada pihak ketiga (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau pihak
yang ditanggung (makful anhul/ashil). Sumber hukum akad Al-Kafalah terdapat dalam Al-
Qur’an dan As-Sunah. Rukun dan ketentuan syariah dalam alkad Al-Kafalah yaitu:
Rukun kafalah ada tiga, yaitu; pelaku yang terdiri atas pihak peminjam, pihak yang beruntung,
dan pihak yang berutang; objek akad berupa tanggungan pihak yang berutang baik berupa
barang, jasa maupun pekerjaan; ijab Kabul/serah terima. Sedangkan ketentuan syariah, yaitu:
1. Pelaku
1) Pihak penjamin (kafiil): baligh dan berakal sehat, berhak penuhuntuk melakukan tindakan
hukum dalam urusan hartanya dan rela dengan tanggungan kafalah tersebut.
3) Pihak orang yang berpiutang (mahful lahu): diketahui identitasnya, dapat hadir pada waktu
akad atau memberikan kuasa, berakal sehat.
1) Merupakan pihak atau orang yang berutang, baik berupa uang, benda maupun pekerjaan.
3) Harus merupakan utang mengikat , yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau
dibebaskan
1. Ijab kabul adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku
akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan
cara-cara komunikasi modern.
1. Ketika utang telah diselesaikan, baik oleh orang yang berutang atau oleh penjamin, atau
jika kreditor menghadiahkan atau membebaskan utangnya kepada orang yang berutang.
2. Kreditor melepaskan utangnya kepada orang yang berutang, tidak pada penjamin. Mka
penjamin juga bebas untuk tidak menjamin utnag tersebut. Namun jika kreditor
melepaskan jaminan dari penjamin, bukan berarti orang yang berutang telah terlepas dari
utang tersebut.
3. Ketika utang tersebut telah dialihkan (hawalah)
4. Ketika penjamin menyelesaikan ke pihak lain melalui arbitrase dengan kreditor
5. Kreditor dapat mengakhiri kontrak kafalah walaupun penjamin tidak menyetujuinya.
Pencatatan akuntansi wadiah bagi pihak pemilik barang dan bagi pihak penyimpan barang adalah
sebagai berikut:
Bagi pihak penjamin
Kas xxx
Kas xxx
Kas xxx
1. Qardhul Hasan
Qardhul hasan adalah pinjaman tanpa dikenai biaya (hanya wajib membayar sebesar pokok
utangnya). Pinjaman qardh bertujuan diberikan pada orang yang membutuhkan atau tidak
memiliki kemampuan finansial, untuk tujuan social atau kemanusiaan. Sumber hukumnya
terdapat pada Al-Qur’an (Qs 2:280) dan As-Sunah. Rukun dan ketentuan syariah dalam qardhul
hasan sebagai berikut. Rukun qardhul hasan ada tiga diantaranya: pelaku yang terdiri dari
pemberi dan penerima pinjaman; objek akad, berupa uang yang dipinjamkan; ijab Kabul/serah
terima. Sedangkan ketentuan syariahnya yaitu:
2) Peminjam diwajibkan membayar pokok pinjaman pada waktu yang telah disepakati.
Pelaporan qardhul hasan disajikan tersendiri dalam laporan sumber dan penggunaan dana
qardhul hasan tersebut bukan aset perusahaan. Oleh sebab itu, seluruhnya dicatat dengan dana
akun kebajikan dan dibuat buku besar pembantu atas dana kebajikan berdasarkan jenis dana
kebajikan yang diterima atau yang dikeluarkan. Jadi pencatatannya sebagai berikut:
1. Untuk penerimaan dana yang berasal dari denda dan pendapatan nonhalal, jurnal:
Kas xxx
Utang xxx
Utang xxx
Kas xxx
Hawalah secara harfiah artinya pengalihan, pemindahan, perubahan warna kulit atau memikul
sesuatu diatas pundak. Objek yang dialihkan dapat berupa utang atau piutang. Pada dasarnya
adalah akad tabaruu’ yang bertujuan untuk saling menolong untuk mengharap ridho Allah.
Terdapat beberapa jenis akad hiwalah diantaranya dapat ditinjau dari:
1. Apabila yang dipindahkan itu merupakan hak menagih piutang, maka pemindahan itu
disebut hiwalah al haqq (pemindahan hak)/anjak piutang.
2. Apabila yang dipindahkan itu kewajiban untuk membayar utang, maka pemindahan itu
disebut hiwalah ad-dain (pemindahan utang).
Dasar hokum hiwalah adalah hadis Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:
“Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah kezaliman, dan jika salah seorang kamu
dialihkan (dihiwalahkan) kepada orang yang kaya yang mampu, maka turutlah (menerima
pengalihan tersebut).” (HR. Bukhari Muslim)
Rukun dan ketentuan syariah dalam hiwalah adalah sebagai berikut; Rukun hiwalah ada tiga,
yaitu: (1) Pelaku yang terdiri atas pihak yang berutang atau berpiutang atau muhil, pihak yang
berpiutang atau berutang atau muhal, pihak pengambil alih utang atau piutang atau muhal’alaih.
(2) Objek akad adalah adanya utang dan piutang. Selain itu yang (3) ijab Kabul/serah terima.
Sementara itu ketentuan syariah, yaitu:
1. Pelaku; sudah balig dan berakal sehat, berhak penuh untuk melakukan tindakan hokum
dalam urusan hartanya dan rela dengan pengalihan utang piutang tersebut, dan di ketahui
identitasnya.
2. Objek penjamin (makful bihi); bisa dilaksanakan oleh pihak yang mengambil alih utang
atau piutang, harus merupakan utang atau piutang mengikatyang tak mungkin hapus
kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya, tidak
bertentangan dengan syariat islam.
3. Ijab kabul adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku
akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan
cara-cara komunikasi modern.
1. Ketika pengambilalihan utang di man muhal’alaih membayar utang muhil pada muhal,
jurnal:
1. Jika utang yang dialihkan harus dilunasi dalam jangka pendek maka ujrah (fee) yang
dibayarkan diakui pada saat terjadinya, jurnal:
Kas xxx
1. Jika utang yang dialihkan dilunasi dalam jangka pangka panjang maka ujrah (fee) yang
dibayar diakui sebagai beban tangguhan, jurnal:
Kas xxx
1. Beban diakui melalui amortisasi beban tangguhan secara garis lurus, jurnal:
1. Biaya transaksi hawalah seperti biaya legal dan biaya administrasi diakui sebagai beban
pada saat terjadinya, jurnal:
Kas xxx
1. Pada saat pembayaran kepada pihak muhal sebesar jumlah utang yang diambil alih,
jurnal:
Kas xxx
1. Jika piutang dari muhil akan dilunasi dalam jangka pendek, jurnal:
Kas xxx
1. Jika piutang dari muhil akan dilunasi dalam jangka panjang, ketika muhal’alaih
menerima feel ujrah sekaligus, jurnal:
Kas xxx
Kas xxx
Piutang-C xxx
Rahn secara harfiah adalah tetap, kekal, dan jaminan. Secara istilah rahn adalah apa yang disebut
dengan barang jaminan, agunan, cagar, atau tanggungan. Rahn yaitu menahan barang sebagai
jaminanatas utang. Akad rahn bertujuan agar pemberi pinjaman lebih mempercayai pihak yang
berutang. Sumber hokum akad rah terdapat pada Al-Qur’an (Qs 2:283) dan As-Sunah. Rukun al-
rahn ada empat diantaranya sebagai berikut; (1) pelaku terdiria atas pihak yang menggadaikan
(rahin) dan pihak yang menerima gadai (murtahin), (2) objek akad berupa barang yang
digadaikan (marhun) dan utang (marhun bih), (3) ijab Kabul/serah terima. Sementara itu
ketentuan syariah, yaitu:
Pada saat menerima barang gadai tidak dijurnal tetapi mebuat tanda terima atas barang
Piutang xxx
Kas xxx
1. Pada saat menerima uang untuk biaya pemeliharaan dan penyimpanan, jurnal:
Kas xxx
Pendapatan xxx
1. Pada saat mengekluarkan biaya untuk biaya pemaliharaan dan penyimpanan, jurnal:
Beban xxx
Kas xxx
1. Pada saat pelunasan uang pinjaman, barang gadai dikembalikan dengan membuat tanda
serah terima barang, jurnal:
Kas xxx
Piutang xxx
1. Jika pada saat jatuh tempo, utang tidak dapat dilunasi dan kemudian gadai dijual oleh
pihak yang menggadaikan, jurnal:
Kas xxx
Piutang xxx
Pada saat menyerahkan asset tidak dijurnal, tetapi menerima tanda terima atas penyerahan asset
serta membuat penjelasan atas catatan akuntansi atas barang yang digadaikan.
Kas xxx
Utang xxx
Beban xxx
Kas xxx
Utang xxx
Kas xxx
1. Jika pada saat jatuh tempo, uang tidak dapat dilunasi sehingga barang gadai dijual pada
saat penjualan barang gadai, jurnal:
Kas xxx
Kerugian xxx
Keuntungan xxx
Asset xxx
1. Pelunasan utang atas barang yang dijual pihak yang menggadai, jurnal:
Utang xxx
Kas xxx
Ju’alah berasal dari kata ja’ala yang memiliki banyak arti yaitu jumlah imbalan, meletakkan,
membuat, menasabkan. Menurut fiqih diartikan sebagai suatu tanggung jawab dalam bentuk janji
memberikan hadiah tertentu secara sukarela terhadap orang yang berhasil melakukan perbuatan
atau memberikan jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan atau sesuai dengan yang diharapkan.
Sumber hukum akad ini adalah Al-Qur’an (Qs 12:71) dan As-Sunah. Rukun yang terdapat pada
akad ini ada empat, yaitu: pihak yang membuat sayembara/penugasan (al aqid/al ja’il); objek
akad berupa pekerjaan yang harus dilakukan (al maj’ul), hadiah yang akan diberikan (al’jil); ada
sighat dari pihak yang menjanjikan (ijab). Sementara itu ketentuan syariah, yaitu: (a) pihak yang
membuat sayembara; cakap hukum dan balig, (b) objek yang harus dikerjakan; harus
mengandung manfaat yang jelas dan boleh dimanfaatkan sesuai syariah, (c)hadiah yang
dinerikan harus sesuatu yang bernilai (harta) dan jumlah harus jelas. (d) sah denagn ijab saja
tanpa ada Kabul.
Saat membuat janji tidak diperlukan pencatatan apa pun karena belum pasti atas sayembara
tersebut. Saat sayembara terpenuhi, jurnal:
Saat mendengar janji tidak diperlukan pencatatan apa pun karena belum pasti hasil atas
sayembara tersebut. Setelah sayembara tersebut terpenuhi, jurnal:
Charge Card dan Syariah Card merupakan salah satu produk dari perbankan syariah, sedangkan
yang digunakan adalah kombinasi dari akad-akad yang telah dijelaskan sebelumnya. Charge
Card adalah fasilitas kartu talangan yang dipergunakan oleh pemegang kartu (hamil al-bithaqah)
sebagai alat bayar atau pengambilan uang tunai pada tempat-tempat tertentu yang harus dibayar
lunas kepada pihak yang member tanlangan pada waktu aynga telah ditetapkan. (fatwa DSN
MUI No. 42/DSN MUI/V/2004)
Syariah Card adalah kartu yang berfungsi seperti kartu kredit hubungan hokum (berdasarkan
sistem yang sudah ada ) antara para pihak berdasarkan prinsip syariah. Kedua jenis kartu tersebut
merupakan pola pembiayaan seperti halnya kartu kredit dan kartu debit di bank konvensional.
Hanya saja charge dan syariah card tidak mengenakan bunga, tetapi mengenakan fee atas
kenaggotaan dan transaksi yang dilakukan.
1. Sumber Hukum
1) Al-Qur’an
2) Hadist
Transaksi ini merupakan implementasi dari gabungan akad, maka rukun dan ketentun syariahnya
akan merujuk pada rukun dan ketentuan syariah dari akad khafalah, ijarah, dan qard.
1. Perlakuan Akuntansi
Transaksi ini merupakan implementasi dari gabungan akad, maka rukun dan ketentuan
syariahnya akan merujuk pada perlakuan akuntansi dan akad khafalah, ijarah dan qard hasan.
1. Akad Sharf
Sharf menurut bahasa adalah penambahan, penukarn, pengindraan, atau transaksi jual-beli. Sharf
adalah transaksi jual beli valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli atau pertukaran mata
uangan dapat dilakukan baik dengan mata uang yang sejenis maupun yang tidak sejenis.
“Transaksi pertukaran emas dengan emas harus sama takaran, timbangan dan tangan ke tangan
(tunai), kelebihannya adalah riba, perak dengan perak harus sama takaran, timbanngan dan
tangan ke tangna (tunai), kelebihannya adalah riba, gandum dengan gandum harus sama
takaran, timbanngan dan tangan ke tangna (tunai), kelebihannya adalah riba, tepung dengan
tepung harus sama takaran, timbanngan dan tangan ke tangna (tunai), kelebihannya adalah
riba, kurma dengan kurma harus sama takaran, timbanngan dan tangan ke tangna (tunai),
kelebihannya adalah riba, garam dengan gram harus sama takaran, timbanngan dan tangan ke
tangna (tunai), kelebihannya adalah riba,” (HR. Muslim)
“Juallah emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair,
kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis secara
tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan dengan tunai.” (HR. Muslim)
“Rasulullah SAW melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai).” (HR.
Muslim)
1) Transaksi “spot” yaitu transaksi pembelin dan penjualan valas dan penyerahannya pada
saat itu atau penyelesaiannya maksimal dalam jangka waktu 2 hari, transaksi dibolehkan secara
syariah karena dianggap tunai.
2) Transaksi “foward” yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya
ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang.
3) Transaksi “swap” yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas yang sama dengan
harga foward, hukumnya haram karena ada unsur spekulasi/judi/maisir.
4) Transaksi “option” yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli (call
option) atau hak untuk menjual (put option) yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valas
pada harga dan jangka waktu atau tanggal tertentu, hukumnya haram karena ada unsur
spekulasi/judi/maisir.
b) Objek akad :
Nilai tukar atau kurs mata uang yang telah diketahui oleh kedu belah pihak.
Valuta yang diperjualbelikan telah dikuasai, baik oleh pembeli maupun penjual sebelum
keduanya berpisah.
Apabila mata uang atau valuta yang diperjualbelikan itu dari jenis yang sama, maka jual
beli mata uang itu harus dilakukan dalam kuantitas yang sama, sekalipun model dari mata
uang yang berbeda.
Dalam akad sharf tidak boleh ada hak khiyar syarat bagi pembeli.
Dalam akad sharf tidak boleh terdapat tenggang waktu antara penyerahan mata uang yang
saling dipertukarkan, karena sharf dikatakan sah apabila penguasaan objek akad
dilakukan secara tunai atau dalam kurun waktu 2×24 jam (harus dilakukan seketika itu
juga dan tidak boleh diutang) dan perbuatan saling menyerahkan itu harus telah
berlangsung sebelum kedua belah pihak yang melakukan jual beli valuta itu berpisah.
3) Ijab qobul yaitu penyertaan dan ekspresi saling ridha atau rela diantara pihak-pihak pelaku
akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara
komunikasi modern.
Kerugian* xxx
Keuntungan** xxx
Keterangan : * jika harga beli valas lebih besar dari harga jual
Untuk tujuan laporan keuangan akhir periode, aset moneter (piutang dan utang) dalam
suatu valuta asing akan dijabarkan dalam satuan rupiah dengan menggunakan nilai kurs tengah
Bank Indonesia pada tanggal laporan keuangan. Jurnal penyesuaiannya adalah sebagai berikut :
Jika nilai kurs BI lebih kecil dari nilai kurs tanggal transaksi, jurnal pencatatannya :
Kerugian xxx
Keuntungan xxx
Jika nilai kurs BI lebih kecil dari nilai kurs tanggal transaksi, jurnal pencatatannya :
Keuntungan xxx
Kerugian xxx
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
Menurut terminologi hukum Islam akad adalah pertalian antara penyerahan (ijab) dan
penerimaan (qobul) yang dibenarkan oleh syariah yang menimbulkan akibat hukum terhadap
objeknya.
jenis-jenis akad :
1. Akad Wadiah.
2. Akad Al-Wakalah (Agen/Wakil)
3. Akad Al-Kafalah (Jaminan)
4. Qardhul Hasan
5. Akad Al-Hiwalah/Hawalah (Pengalihan)
6. Akad Al-Rahn (Pinjaman dengan Jminan)
7. Akad Jualah (Hadiah)
8. 8. Charge Card dan Syariah Card (Kartu Kredit Syariah)
9. Akad Sharf
DAFTAR PUSTAKA
Nurhayati, Sri, Wasilah. 2009. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.