1. Pengertian
DEKLARASI PBB menyebutkan bahwa kekerasan terhadap perempuan berbasis gender adalah
‘Setiap perbuatan berdasarkan perbedaan jenis kelamin, yang berakibat atau mungkin
berakibat KESENGSARAAN atau PENDERITAAN perempuan, secara FISIK, SEKSUAL,
PSIKOLOGIS, ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan dan perampasan kemerdekaan yang
terjadi di ranah publik dan ranah domestik. (Pasal 1 Deklarasi PBB tentang Penghapusan
Kekerasan Terhadap Perempuan, 1993)
2. Bentuk-Bentuk Kekerasan
Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dijelaskan di Pasal 2 Deklarasi PBB tentang
Penghapusan Kekerasan Terhadap perempuan:
Kekerasan terhadap perempuan harus dipahami mencakup, tetapi tidak hanya terbatas pada,
hal-hal sebagai berikut:
a. Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang terjadi dalam keluarga, termasuk
pemukulan, penyalahgunaan seksual atas perempuan kanak-kanak dalam rumah
tangga, kekerasan yang berhubungan dengan mas kawin, perkosaan dalam
perkawinan, pengrusakan alat kelamin perempuan dan praktik-praktik kekejaman
tradisional lain terhadap perempuan, kekerasan di luar hubungan suami–isteri dan
kekerasan yang berhubungan dengan eksploitasi;
b. Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang terjadi dalam masyarakat luas,
termasuk perkosaan, penyalahgunaan seksual, pelecehan dan ancaman seksual di
tempat kerja, dalam lembaga-lembaga pendidikan dan sebagainya, perdagangan
perempuan dan pelacuran paksa;
c. Kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang dilakukan atau dibenarkan oleh Negara, di
manapun terjadinya.’
Dengan lahirnya UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga, Indonesia telah mengatur bentuk kekerasan terhadap perempuan di dalam ruang
lingkup rumah tangga, yaitu:
a. Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka
berat.
Bentuk kekerasan fisik misalnya dipukul (dengan tangan kosong atau menggunakan
benda) dicekik, ditampar, dijambak, dibenturkan ke dinding, dibanting, didorong atau
dihempaskan, digigit, diinjak, ditendang, dicengkeram, diseret, dan dilempar benda.
b. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa
percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau
penderitaan psikis berat pada seseorang.
Bentuk kekerasan psikis misalanya dihina, diancam, dicaci/maki, diintimidasi,
direndahkan, diusir, dibohongi, suami poligami, suami berselingkuh, mengalami
pembatasan-pembatasan secara soial/dilarang bergaul, dikurung dalam kamar.
c. Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan
seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar, dan/atau tidak
disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial
dan/atau tujuan tertentu.
Bentuk kekerasan seksual misalnya pemaksaan hubungan seksual terhadap isteri
(marital rape), dipaksa berhubungan seksual pada saat haid, hubungan seksual
dengan cara atau gaya yang tidak dikehendaki, misalnya diminta meniru adegan
pornografi, memasukkan benda atau buah ke alat kemaluan istri.
d. Penelantaran rumah tangga yakni menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan
atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan
kepada orang tersebut. Penelantaran ini juga berlaku bagi setiap orang yang
mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang
untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di
bawah kendali orang tersebut.
Bentuk penelantaran rumah tangga misalnya tidak diberi nafkah (istri dan anak) atau
gaji (PRT) selama kurun waktu tertentu, suami meninggalkan rumah tanpa kabar
berita, suami meninggalkan hutang, istri tidak boleh bekerja, PRT tidak diberi makan
dan tempat istirahat yang layak.
11
Meeting Materials on Multi Sectoral Services to Respond to Gender Based Violence against Women and
Girls in Asia and The Pacific, in Bangkok, 28 – 30 June 2017 (UN Women, UNFPA, UNODC, and WHO),