Anda di halaman 1dari 2

LEMBAR BACAAN 3.

GAMBARAN FAKTA KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

Fenomena kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia merupakan


permasalahan sosial yang terus terjadi di tengah masyarakat dan hampir setiap tahunnya
terjadi peningkatan. Fakta ini tercermin dalam laporan Komisi Nasional Anti Kekerasan
Terhadap Perempuan yang setiap tahun mempublikasikan hasil kompilasi atas data/kasus
kekerasan terhadap perempuan (KTP) di Indonesia yang dilaporkan oleh lembaga pengada
layanan baik yang berasal dari masyarakat sipil (LSM) misalnya Women Crisis Center (WCC)
dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) maupun pemerintah misalnya Kepolisian (Unit Pelayanan
Perempuan dan Anak, UPPA) dan Pengadilan. Dalam 10 tahun sejak tahun 2006 hingga 2015
tercatat angka KTP terus mengalami peningkatan. Terakhir dalam Catatan Akhir Tahun
(Catahu) 2017, data KTP tahun 2016 mengalami penurunan meskipun tidak terlalu signifikan.
Adapun kasus KTP yang menempati urutan jumlah tertinggi hampir di setiap tahun adalah KTP
yang terjadi di ranah personal terutama KDRT dimana korban tertinggi adalah istri disusul
anak dan selanjutnya pekerja rumah tangga (PRT). Dalam Catahu 2017, Komnas Perempuan
mencatat jumlah kasus KTP pada tahun 2016 sebesar 259.150, di mana kasus KTP di ranah
personal/KDRT merupakan yang paling menonjol, yakni 75% (10.2015). Dari jumlah tersebut,
kekerasan terhadap istri (KTI) menempati persentase tertinggi yaitu 57% (5.784), diikuti
kekerasan dalam pacaran (KDP) sebesar 21% (2.171), kekerasan terhadap anak perempuan
(KTAP) sebesar 18% (1.799) dan kekerasan terhadap PRT sebesar 1,03% (106). Sisanya adalah
kekerasan oleh mantan suami (KMS) sebesar 0,78% (79), dan oleh mantan pacar(KMP)
sebesar 0,15% (17). Sementara bentuk kekerasan tertinggi adalah kekerasan fisik sebesar 42%
(4.281), diikuti kekerasan seksual sebesar 34% (3.495) termasuk kekerasan seksual suami
terhadap istri (marital rape) sebanyak 135 kasus, kekerasan psikis sebesar 14% (1.451) dan
kekerasan ekonomi sebesar 10% (978).
Selanjutnya, KTP terjadi di ranah komunitas dilaporkan sebesar 22% (3.902). Peringkat
pertama KTP di ranah komunitas ditempati oleh kekerasan seksual sebanyak 2.290 kasus
(74%), diikuti kekerasan fisik 490 kasus (16%) dan kekerasan lainnya dibawah angka 10% yaitu
kekerasan psikis 83 kasus (3%), buruh migran 90 kasus (3%) dan perdagangan orang 139 kasus
(4%). Sementara KTP di ranah (yang menjadi tanggung jawab) Negara, misalnya kasus
penggusuran dan konflik sumber daya alam (SDA), dilaporkan sebanyak 3% (305).1

1
Komnas Perempuan, Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2016, “Labirin Kekerasan Terhadap
Perempuan: Dari Perkosaan Berkelompok Hingga Femisida (Femicide), Alarm Bagi Negara Untuk Bertindak
Tepat (Jakarta: Komnas Perempuan, 2017)
Kekerasan Terhadap Perempuan Merupakan Fenomena Gunung Es
Gambaran data KTP diatas adalah jumlah kasus yang berhasil dilaporkan, sementara fakta
KTP yang terjadi di masyarakat diyakini jumlahnya jauh lebih banyak sehingga KTP pada
dasarnya merupakan fenomena gunung es, yang terlihat di permukaan hanya puncaknya saja.
Masih banyak kasus KTP yang terjadi namun tidak terlaporkan kasusnya. Hal ini terjadi
dikarenakan banyak faktor, misalnya perempuan korban tidak melaporkan karena kondisi
trauma atau ketidakberdayaan, atau tidak memiliki cukup informasi untuk melaporkan. Selain
itu, faktor lainnya adalah minimnya dukungan dari keluarga dan masyarakat. Bahkan tidak
jarang justru korban yang disudutkan atau dipersalahkan atas kejadian yang menimpanya,
menyebabkan korban semakin tidak berdaya untuk melaporkan kasusnya. Pertimbangannya
adalah bahwa jika melaporkan malah membuat situasinya lebih berat, karena rasa malu atau
aib yang bakal ditanggung bila diketahui orang lain. Disisi lain, proses hukum seringkali
menyulitkan korban dan menuntut pengorbanan yang tidak sedikit dari sisi waktu, biaya, dan
beban psikologis karena harus menceritakan ulang situasi yang traumatis, dan hasilnya tidak
selalu berakhir sebagaimana yang diharapkan.
Angka kekerasan seksual yang dilaporkan merupakan fenomena gunung es. Faktanya, 93%
korban pemerkosaan tidak pernah melaporkan kasus mereka ke aparat hukum. Hanya 1%
korban yang memilih jalur hukum (sumber: survey daring Lentera Sintas Indonesia,
Magdalena.co)2

2
Australia Indonesia Partnership for Justice & Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPi), Kekerasan
Seksual di Indoensia: Data, Fakta, & Realita, (Jakarta: Australia Indonesia Partnership for Justice & MaPPi
(Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia) Fakultas Hukum Universitas IndoensiaIndonesia, 2016), Hlm. 2.

Anda mungkin juga menyukai