Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Judul Percobaan

Titrasi Pengendapan

1.2 Tujuan Percobaan

a. Melakukan standarisasi larutan baku sekunder


b. Menentukan kadar klorida dalam garam dapur kotor
c. Menentukan kadar bromida

1.3 Dasar Teori

Banyak sekali reaksi yang digunakan dalam analisis anorganik kualitatif


melibatkan pembentukan endapan. Endapan adalah zat yang memisahkan diri
sebagai suatu fase padat keluar dari larutan. Endapan mungkin berupa Kristal
(kristalin) atau koloid, dan dapat dikeluarkan dari larutan dengan penyaringan atau
pemusingan (centrifuge). Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh
dengan zat yang bersangkutan (Vogel, 1985).

Kelarutan (S) suatu endapan, menurut definisi adalah sama dengan


konsentrasi molar dari larutan jenuhnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kelarutan diantaranya adalah:

 Suhu (T)

Kelarutan bertambah dengan naiknya suhu. Kadangkala, endapan yang baik


terbentuk pada larutan panas, tetapi jangan dilakukan penyaringan terhadap
larutan panas karena pengendapan dipengaruhi oleh suhu.

 Sifat Pelarut
Garam-garam anorganik lebih larut dalam air. Berkurangnya kelarutan di
dalam pelarut organik dapat digunakan sebagai dasar pemisahan dua zat.

 Efek Ion Sejenis

Kelarutan endapan dalam air berkurang jika larutan tersebut mengandung


satu dari ion-ion penyusun endapan, sebab pembatasan Ksp (konstanta hasil kali
kelarutan). Baik kation atau anion yang ditambahkan, mengurangi konsentrasi
ion penyusun endpan sehingga endapan garam bertambah.

 Efek Ion-ion Lain

Beberapa garam bertambah kelarutannya bila dalam larutan terdapat garam-


garam yang berbeda dengan endapan. Hal ini disebut sebagai efek garam netral
atau efek aktivitas. Semakin kecil koefisien aktivitas dari dua buah ion, semakin
besar hasil kali konsentrasi molar ion-ion yang dihasilkan.

 Pengaruh pH

Kelarutan garam dari asam lemah tergantung pada pH larutan.

 Pengaruh Hidrolisis

Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air, akan menghasilkan
perubahan H+. Kation dari spesies garam mengalami hidrolisis sehingga
menambah kelarutannya.

 Pengaruh Kompleks

Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat lain
membentuk kompleks dengan kation garam tersebut.

Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya


merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya adalah reaksi
pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran,
tidak ada pengotor yang mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik
akhir titrasi. Hanya reaksi pengendapan yang dapat digunakan pada titrasi
pengendapan. Akan tetapi, metode tua seperti penentuan Cl-, Br-, I- dengan Ag(I)
(disebut metode argentometri) juga sangat penting. Alasan utama kurang
digunakannya metode tersebut adalah sulitnya memperoleh indikator yang sesuai
untuk menentukan titik akhir titrasi pengendapan. Kedua, komposisi endapan tidak
selalu diketahui (Khopkar, 1990).

Reaksi yang menghasilkan endapan dapat dimanfaatkan untuk analisis


secara titrasi jika reaksinya berlangsung cepat, dan kuantitatif serta titik akhir dapat
dideteksi. Beberapa reaksi pengendapan berlangsung melambat dan mengalami
keadaan lewat jenuh. Tidak seperti gravimetri, titrasi pengendapan tidak dapat
menunggu sampai pengendapan berlangsung sempurna. Hal yang penting juga
adalah Ksp (hasil kali kelarutan) harus cukup kecil sehingga pengendapan bersifat
kuantitatif dalam batas kesalahan eksperimen. Reaksi samping tidak boleh terjadi.
Keterbatasan utama pemakaian cara ini disebabkan sedikit sekali indikator yang
sesuai. Semua jenis reaksi diklasifikasi berdasarkan tipe indikator yang digunakan
untuk melihat titik akhir (Khopkar, 1990).

Ada tiga metode pada titrasi pengendapan, yaitu:

 Metode Mohr

Dikemukakan oleh Mohr pada tahun 1856, biasa digunakan untuk penentuan
klorida (Cl-) dan bromida (Br-) dengan menggunakan indikator: K2CrO4 . Indikator
akan bereaksi dengan sedikit kelebihan dari titran Ag+ dengan reaksi:

CrO42- (aq) + 2 Ag+ (aq) Ag2CrO4- (aq)

Metoda Mohr didasarkan pada pembentukan endapan yang berwarna. Titik


akhir titrasi dalam metoda Mohr ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata
dari perak kromat, Ag2CrO4. Kelarutan perak kromat beberapa kali lebih besar
daripada kelarutan perak klorida. Akibatnya endapan perak klorida terbentuk
terlebih dahulu daripada endapan perak kromat. Dengan mengatur konsentrasi ion
kromat sebagai indikator, pembentukan perak kromat dapat ditangguhkan hingga
semua ion klorida terendapkan sebagai perak klorida, atau hingga konsentrasi ion
perak mencapai titik ekivalen.

Secara prinsip, dengan konsentrasi ion kromat ini, warna merah perak
kromat terbentuk dengan konsentrasi iom perak melebihi konsentrasi ekivalen.
Akan tetapi, pada kenyataanya, pendeteksian titik akhir sukar dilakukan dengan
konsentrasi ion kromat sebesar 6x10-3 M karena warna kuning dari ion kromat
6x10-3 M menutupi warna merah perak kromat. Secara eksperimen telah ditemukan
bahwa konsentrasi optimum indikator adalah 2,5 x 10-3 M.

Selain konsentrasi, keasaman juga perlu diperhatikan dalam titrasi dengan


metoda ini karena kesetimbangan indikator kromat dipengaruhi keasaman:

2CrO42- (aq) + 2H+ (aq) ⇄ Cr2O72- (aq) + 2H2O (l)

Ingat azas Le Chatelier, dengan kenaikkan konsentrasi ion hidrogen,


kesetimbangan bergeser ke arah kanan. Oleh karena perak dikromat lebih mudah
larut daripada perak kromat maka diperlukan konsentrasi ion perak yang lebih
tinggi. Bila titrasi ini dilakukan dalam suasana basa kuat, ion perak akan
mengendap sebagai oksidanya:

2Ag+ (aq) + 2OH- (aq) ⇄ 2AgOH (s) ⇄ Ag2O (s) + H2O (l)

Jadi titrasi argentometri ion klorida harus dilakukan dalam suasana netral
atau hampir netral (pH 7 hingga 10). Cara praktis untuk menjaga pH yang
diinginkan adalah dengan menambahkan natrium bikarbonat atau borak berlebih
kepada karutan yang akan ditritasi. Metoda Mohr tidak dapat diterapkan untuk
titrasi argentometri iodida karena kromat mengoksidasi iodisa menjadi iodium.

 Metode Volhard

Metode ini dikemukan oleh pertama kali oleh Volhard pada th 1878. Metoda
Volhard didasarkan pada pembentukan larutan senyawa kompleks berwarna pada
saat tercapai titik ekivalen. Metoda Volhard menggunakan larutan standar ion
dosianat untuk mentritasi io perak:

Ag+ (aq) + SCN- (aq) ⇄ AgSCN (s)

Ion besi (III) bertindak sebagai indikator yang menyebabkan larutan


berwarna merah dengan sedikit kelebihan ion tiosianat:

Fe3+ (aq) + SCN-(aq) ⇄ Fe[SCN]2+ (aq)

merah
Berbeda denga metoda Mohr, metoda Volhard harus dilakukan dalam
suasana asam untuk mencegah pengendapan besi (III) hidroksida. Aplikasi metoda
Volhard yang sangat penting adalah penentuan ion halida (ion klorida (Cl-),
bromida (Br-) dan Iodida (I-) dalam larutan yang bersifat asam) secara tidak
langsung. Larutan standar perak nitrat berlebih ditambahkan kepada cuplikan, dan
kelebihan ion perak ditentukan dengan cara titrasi-kembali dengan larutan standar
tiosinat. Dibandingkan dengan perak halida lainnya, perak klorida lebih mudah
larut daripada perak tiosinat. Akibatnya, dalam penentuan ion klorida, reaksi
berikut:

AgCl (s) + SCN- (aq) ⇄ AgSCN (s) + Cl- (aq)

Terjadi kerika berakhirnya titrasi-kembali ion perak. Reaksi ini


menyebabkan titik akhir titrasi sukar dicapai. Hal ini menyebabkan penggunaan ion
tiosianat berlebih dan menyebabkan kesalahan analisis ion klorida. Kesalahan ini
dapat diatasi dengan menyaring endapan perak klorida sebelum titrasi-kembali
dilakukan. Cara lain untuk mengatasi kesalahan ini adalah dengan menambahkan
zat organik, misalnya nitrobenzene, yang dapat menyelimuti endapan perak klorida
sebelum titrasi-kembali dilakukan.

 Metode Fajans

Mula-mula diperkenalkan oleh K. Fajans tahun 1923/1924 sehingga dikenal


sebagai titrasi argentometri secara Fajans. Metoda Fajans didasarkan pada
penyerapan indikator berwarna oleh endapan pada titik ekivalen. Dalam metode
Fajans yang bertindak sebagai indikator adalah suatu senyawa organik yang dapat
diserap pada permukaan endapan yang terbentuk selama titrasi argentometri
berlangsung. Oleh karena itu, indikator ini dikenal sebagai indikator-adsorbsi.
Dengan kata lain pada titik ekivalen, indikator akan diserap (diadsorp) oleh endapan.
Selama berlangsungnya proses penyerapan tersebut, akan terjadi perubahan warna
dari indikator, oleh karena itu disebut indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi
merupakan senyawa organik berwarna yang mempunya berat molekul besar, misal
garam natrium dari Fluorescein (kuning kehijauan)dan Eosin (merah) atau garam
halogen dari Rodamine 6G (orange). Proses penyerapan didasarkan atas sifat-sifat
penyerapan dari zarah- zarah (partikel) koloid. Zat warna organik fluoresen berguna
untuk titrasi ion klorida dengan perak nitrat. Dalam air, sebagian fluoresen terurai
menjadi ion hidrogen dan ion fluoresen yang bermuatan negatif. Ion fluoresenat
membentuk garam perak yang sangat berwarna.

Pada permulaan titrasi ion klorida dengan perak nitrat, partikel perak klorida
yang berbentuk koloid bermuatan negatif karena penyerapan ion klorida. Anion zat
warna ditolak dari permukaan koloid oleh gaya elektrostatik. Setelah titik ekivalen
dicapai, akan tetapi, partikel perak klorida menyerap ion-ion perak dan karena itu
partikel koloid bermuatan positif. Anion fluoresenat sekarang ditarik ke permukaan
partikel koloid. Akibatnya terlihat warna merah perak fluoresenat pada permukaan
endapan. Proses penyerapan ini dapat-balik, zat warna dilepaskan dari permukaan
endapan pada titrasi-kembali dengan ion klorida.

Titrasi menggunakan indikator-adsorbsi adalah cepat, tepat, dan reliabel


tetapi penggunaannya terbatas pada beberapa reaksi pengendapan yang endapan
koloidnya cepat terbentuk. Sedangkan konsentrasi elektrolit yang tinggi harus
dihindarkan karena elektrolit cenderung mengkoagulasi endapan, artinya
menurunkan luas permukaan untuk terjadinya adsorbsi. Untuk mencegah terjadinya
koagulasi endapan perak sekaligus mempertajam titik akhir titrasi dapat dilakukan
dengan menambahkan beberapa mililiter larutan dekstrin 2% bebas klorida

Keberhasilan penggunaan indikator absorpsi ditentukan oleh dua faktor


utama, bentuk endapan dan ion indikator. Endapan harus diusahakan berbentuk
kolid supaya luas permukaan menjadi lebih besar untuk melangsungkan penyerapan
zat warna. Indikator harus diusahakan berbentuk anionnya karena endapan yang
akan menyerap zat warna bermuatan positif.
BAB II

METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan

2.1.1 Alat

a. Neraca analitik (ketelitian 0,1 h. Labu takar 100 mL dan 50


mg) mL
b. Spatula i. Botol semprot
c. Kaca arloji j. Buret
d. Gelas kimia 100 mL k. Erlenmeyer
e. Pipet tetes l. Pipet volume 10 mL
f. Batang pengaduk m. Statif dan klem
g. Corong gelas
2.1.2 Bahan

a. Garam NaCl f. Larutan NH4SCN 0,01 M


b. Larutan AgNO3 0,01 M g. Larutan HNO3 6N
c. Larutan KBr h. Indikator FeNH4(SO4)2 0,1 M
d. Indikator K2CrO4 1% i. Indikator fluorescein
e. Padatan garam dapur kotor

2.2 Langkah Kerja

2.2.1 Standarisasi Larutan AgNO3

2.2.1.1 Metode Mohr

a. Mengambil 10 mL NaCl 0,01 M


b. Memasukkan ke dalam erlenmeyer
c. Menambahkan 5 tetes indikator K2CrO4 1%
d. Menitrasi dengan larutan AgNO3 sambil digoyang
e. Mencatat volume yang diperlukan pada saat timbul endapan merah
f. Mengulangi percobaan sekali lagi
g. Menghitung konsentrasi larutan AgNO3

2.2.1.2 Metode Fajans

a. Mengambil 10 mL NaCl 0,01 M


b. Memasukkan ke dalam ernlenmeyer
c. Menambahkan 2 – 5 tetes indikator fluorescein
d. Menitrasi dengan larutan AgNO3 sambil digoyang
e. Mencatat volume yang diperlukan pada saat timbul endapan merah
f. Mengulangi percobaan sekali lagi
g. Menghitung konsentrasi larutan AgNO3
h. Membandingkan dengan metode Mohr

2.2.2 Standarisasi Larutan NH4SCN

a. Mengambil 10 mL larutan standar AgNO3 0,01 M


b. Memasukkan ke dalam erlenmeyer
c. Menambahkan 2 mL HNO3 6 N dan 8 tetes larutan indikator FeNH4(SO4)2
d. Menitrasi dengan larutan NH4SCN
e. Mencatat volume yang diperlukan pada saat terjadi perubahan warna
merah
f. Mengulangi percobaan sekali lagi
g. Menghitung konsentrasi larutan NH4SCN

2.2.3 Penetapan Klorida dalam Garam Dapur Kotor

a. Mengambil 10 mL larutan garam dapur kotor


b. Memasukkan ke dalam Erlenmeyer
c. Menambahkan 2 – 5 tetes indikator K2CrO4 1%
d. Menitrasi dengan larutan AgNO3 0,01 M
e. Mencatat volume yang diperlukan pada saat timbul endapan warna merah
f. Mengulangi percobaan sekali lagi
g. Menghitung kadar klorida dalam garam dapur kotor
2.2.4 Penetapan Bromida dengan Cara Vorhard

a. Mengambil 10 mL larutan KBr


b. Memasukkan ke dalam erlenmeyer
c. Menambahkan 3 mL larutan HNO3 6 N encer (tambah 5 mL akuades)
d. Menambahkan 20 mL larutan AgNO3 0,01 M
e. Menambahkan 3 – 4 tetes indikator FeNH4(SO4)2
f. Menitrasi sisa AgNO3 dengan larutan NH4SCN 0,01 M sampat terjadi
perubahan warna merah
g. Mencatat volume yang diperlukkan
h. Melakukan duplo
i. Menghitung kadar bromida

2.3 Data Pengamatan

2.3.1 Standarisasi Larutan AgNO3

2.3.1.1 Cara Mohr

Zat Keterangan
Larutan NaCl 0,01 M Tidak berwarna
Larutan K2CrO4 1% Kuning terang
Larutan AgNO3 0,01 M Tidak berwarna
10 mL larutan NaCl 0,01 M + 3 tetes Kuning terang
K2CrO4 1%
10 mL larutan NaCl 0,01 M + 3 tetes Kuning terang, terbentuk endapan
K2CrO4 1% + AgNO3 0,01 M merah bata

Volume pada Rentang


Kelompok Percobaan ke- saat Titik Akhir Pengukuran
Titrasi Volume
1 10,50 mL 0,00 – 10,50 mL
01
2 10,50 mL 10,60 – 21,00 mL
1 10,40 mL Tidak mencatat
03
2 10,30 mL Tidak mencatat
1 10,40 mL -
05
2 10,60 mL -
1 10,70 mL 0,00 – 10,70 mL
07
2 11,00 mL 10,70 – 21,70 mL
Volume rata-rata 10,55 mL

2.3.1.2 Metode Fajans

Zat Keterangan
Larutan NaCl 0,01 M Tidak berwarna
Larutan fluorescein Jingga
Larutan AgNO3 0,01 M Tidak berwarna
10 mL larutan NaCl 0,01 M + 3 tetes Kuning terang
fluorescein
10 mL larutan NaCl 0,01 M + 3 tetes Kuning, terbentuk endapan jingga
fluorescein + AgNO3

Volume pada Rentang


Kelompok Percobaan ke- saat Titik Akhir Pengukuran
Titrasi Volume
1 10,10 mL 22,00 – 32,10 mL
01
2 10,10 mL 32,20 – 42,30 mL
1 10,20 mL Tidak mencatat
03
2 10,00 mL Tidak mencatat
1 10,30 mL -
05
2 10,40 mL -
1 11,20 mL 23,00 – 34,20 mL
07
2 11,00 mL 34,20 – 45,20 mL
Volume rata-rata 10,41 mL
2.3.2 Standarisasi Larutan NH4SCN

Zat Keterangan
Larutan AgNO3 0,01 M Tidak berwarna
Larutan HNO3 6 N Tidak berwarna
Larutan FeNH4(SO4)2 Jingga
Larutan NH4SCN Tidak berwarna
10 mL larutan AgNO3 0,01 M + 2 mL Tidak berwarna
HNO3 6 N
10 mL larutan AgNO3 0,01 M + 2 mL Terbentuk endapan putih, larutan tidak
HNO3 6 N + 8 tetes FeNH4(SO4)2 berwarna
10 mL larutan AgNO3 0,01 M + 2 mL Terbentuk endapan merah, larutan
HNO3 6 N + 8 tetes FeNH4(SO4)2 + tidak berwarna
NH4SCN

Volume pada Rentang


Kelompok Percobaan ke- saat Titik Akhir Pengukuran
Titrasi Volume
1 10,20 mL -
02
2 10,10 mL -
1 10,80 mL 0,00 – 10,80 mL
04
2 10,30 mL 10,90 – 21,20 mL
1 10,10 mL -
06
2 9,90 mL -
1 10,60 mL -
08
2 10,70 mL -
Volume rata-rata 10,34 mL
2.3.3 Penetapan Klorida dalam Garam Dapur Kotor

Zat Keterangan
Larutan NaCl kotor Tidak berwarna
Larutan K2CrO4 1% Kuning terang
Larutan AgNO3 0,01 M Tidak berwarna
10 mL larutan NaCl kotor + 3 tetes Kuning
K2CrO4 1%
10 mL larutan NaCl kotor + 3 tetes Kuning, terbentuk endapan merah
K2CrO4 1% + AgNO3 0,01 M

Rentang
Volume pada saat Titik
Nama Praktikan Pengukuran
Akhir Titrasi
Volume
Muhammad Al Mubarok
9,90 mL 39,80 – 49,70 mL
Ferdiansyah
Rita Salimaturrosidah 9,30 mL 1,30 – 10,60 mL
Volume rata-rata 9,60 mL

2.3.4 Penetapan Bromida dengan Cara Vorhard

Zat Keterangan
Larutan KBr Tidak berwarna
Larutan HNO3 6 N Tidak berwarna
Larutan AgNO3 0,01 M Tidak berwarna
Larutan FeNH4(SO4)2 Jingga
Larutan NH4SCN 0,01 M Tidak berwarna
Larutan KBr + HNO3 6N Tidak berwarna
10 mL larutan KBr + 3 mL HNO3 6N Terbentuk endapan putih
+ 20 mL AgNO3 0,01 M
10 mL larutan KBr + 3 mL HNO3 6N Warna larutan keruh
+ 20 mL AgNO3 0,01 M + 3 tetes
FeNH4(SO4)2
10 mL larutan KBr + 3 mL HNO3 6N Terbentuk endapan abu-abu, warna
+ 20 mL AgNO3 0,01 M + 3 tetes larutan sedikit berubah menjadi merah
FeNH4(SO4)2 + NH4SCN muda

Rentang
Volume pada saat Titik
Nama Praktikan Pengukuran
Akhir Titrasi
Volume
Ahsanah Amalia 10,00 mL 32,90 – 42,90 mL
Selviya Irawati 10,00 mL 40,00 – 50,00 mL
Volume rata-rata 10,00 mL
BAB III

ISI

3.1 Analisis Data

3.1.1 Standarisasi Larutan AgNO3

3.1.1.1 Metode Mohr

 Indikator yang digunakan: Larutan K2CrO4


 Perubahan warna : tidak berwarna menjadi kuning terang
 Keadaan saat titik akhir titrasi : larutan berwarna kuning terang dan
terbentuk endapan merah bata
 Persamaan reaksi:
Ag+ (aq) + Cl- (aq) AgCl (s)
2Ag+ (aq) + CrO4- (aq) Ag2CrO4 (s)
 Pembahasan

Standarisasi larutan baku AgNO3 dilakukan untuk mengetahui konsentrasi


dari larutan baku AgNO3. Larutan baku AgNO3 merupakan larutan baku sekunder
karena derajat kemurniannya lebih rendah daripada larutan baku primer. Dalam
percobaan ini, yang berperan sebagai larutan baku primer atau yang
menstandarisasi larutan AgNO3 adalah larutan NaCl.
Larutan AgNO3 merupakan larutan tidak berwarna, diisikan ke dalam buret
hingga mencapai batas. Larutan NaCl merupakan larutan tidak berwarna, diambil
10 mL dimasukkan kedalam erlenmeyer. Pada erlenmeyer tersebut ditambahkan
indikator K2CrO4 1% sebanyak 3 tetes agar titik akhir dari titrasi dapat diamati
melalui perubahan warna pada larutan. Larutan yang terdapat di dalam erlenmeyer
dititrasi dengan larutan AgNO3 yang terdapat di buret tetes demi tetes hingga terjadi
perubahan warna sebagai penanda bahwa sudah mencapai tercapai titik akhir titrasi.
Perubahan yang terjadi yaitu dari larutan berwarna kuning menjadi larutan yang
berwarna jingga karena terdapat endapan merah bata.
Percobaan dilakukan sebanyak 2 kali pada tiap kelompok dengan nomor
urut ganjil sehingga diperoleh 8 data volume AgNO3 saat titik akhir atau terjadinya
perubahan warna pada larutan yang ada di dalam erlenmeyer.

 Volume AgNO3 secara teoritik pada saat titik akhir titrasi


M AgNO3 . V AgNO3 = M NaCl . V NaCl
0,01 M . V AgNO3 = 0,01 M . 10 mL
V AgNO3 = 10 mL
Percobaan Volume AgNO3 pada saat Titik Akhir
Kelompok
ke- Titrasi (Xn)
1 10,50 mL
01
2 10,50 mL
1 10,40 mL
03
2 10,30 mL
1 10,40 mL
05
2 10,60 mL
1 10,70 mL
07
2 11,00 mL
Jumlah 84,40 mL
Rata-rata (X) 10,55 mL

Perhitungan volume AgNO3 yang diperlukan saat titrasi secara teoritik


dengan percobaan terdapat perbedaan sebesar 0,50 – 1,00 mL. Hal ini dapat
disebabkan oleh titik akhir titrasi yang tidak sesuai titik ekivalen pada saat
percobaan. Volume saat titik ekivalen pada saat percobaan, tidak dapat diprediksi
secara akurat agar terlihat sama seperti perhitungan teori. Penyebab lainnya adalah
indikator yang digunakan dapat mempengaruhi titik ekivalen titrasi dan
kemungkinan kesalahan dari praktikan, yakni seharusnya titrat sudah mengalami
titik akhir titrasi, namun praktikan masih melanjutkan proses titrasi.
 Konsentrasi AgNO3 pada saat percobaan:
M AgNO3 . V AgNO3 = M NaCl . V NaCl
M AgNO3 . 10,55 mL = 0,01 M . 10,00 mL
M AgNO3 = 0,095 M
 Persen Kesalahan Volume Titrasi
E
Erel = 𝜇 x 100%
l μ−x l
= x 100%
𝜇
l 10,00−10,55 l
= x 100%
10,00
0,55
= 10,00 x 100%

= 5,5%
3.1.1.1 Metode Fajans

 Indikator yang digunakan: Larutan fluorescein


 Perubahan warna : tidak berwarna menjadi kuning terang
 Keadaan saat titik akhir titrasi : larutan berwarna kuning terang dan
terbentuk endapan jingga
 Persamaan reaksi:
Ag+ (aq) + Cl- (aq) AgCl (s)
 Pembahasan

Standarisasi larutan baku AgNO3 dilakukan untuk mengetahui konsentrasi


dari larutan baku AgNO3. Larutan baku AgNO3 merupakan larutan baku sekunder
karena derajat kemurniannya lebih rendah daripada larutan baku primer. Dalam
percobaan ini, yang berperan sebagai larutan baku primer atau yang
menstandarisasi larutan AgNO3 adalah larutan NaCl.
Larutan AgNO3 merupakan larutan tidak berwarna, diisikan ke dalam buret
hingga mencapai batas. Larutan NaCl merupakan larutan tidak berwarna, diambil
10 mL dimasukkan kedalam erlenmeyer. Pada erlenmeyer tersebut ditambahkan
indikator fluorescein sebanyak 3 tetes agar titik akhir dari titrasi dapat diamati
melalui perubahan warna pada larutan. Larutan yang terdapat di dalam erlenmeyer
dititrasi dengan larutan AgNO3 yang terdapat di buret tetes demi tetes hingga terjadi
perubahan warna sebagai penanda bahwa sudah mencapai tercapai titik akhir titrasi.
Perubahan yang terjadi yaitu dari larutan berwarna kuning menjadi larutan yang
berwarna jingga karena terdapat endapan merah bata.
Percobaan dilakukan sebanyak 2 kali pada tiap kelompok dengan nomor
urut ganjil sehingga diperoleh 8 data volume AgNO3 saat titik akhir atau terjadinya
perubahan warna pada larutan yang ada di dalam erlenmeyer.

 Volume AgNO3 secara teoritik pada saat titik akhir titrasi


M AgNO3 . V AgNO3 = M NaCl . V NaCl
0,01 M . V AgNO3 = 0,01 M . 10 mL
V AgNO3 = 10 mL
Percobaan
Kelompok Volume pada saat Titik Akhir Titrasi
ke-
1 10,10 mL
01
2 10,10 mL
1 10,20 mL
03
2 10,00 mL
1 10,30 mL
05
2 10,40 mL
1 11,20 mL
07
2 11,00 mL
Jumlah 83,30 mL
Rata-rata 10,41 mL

Perhitungan volume AgNO3 yang diperlukan saat titrasi secara teoritik


dengan percobaan terdapat perbedaan sebesar 0,50 – 1,20 mL. Hal ini dapat
disebabkan oleh titik akhir titrasi yang tidak sesuai titik ekivalen pada saat
percobaan. Volume saat titik ekivalen pada saat percobaan, tidak dapat diprediksi
secara akurat agar terlihat sama seperti perhitungan teori. Penyebab lainnya adalah
indikator yang digunakan dapat mempengaruhi titik ekivalen titrasi dan
kemungkinan kesalahan dari praktikan, yakni seharusnya titrat sudah mengalami
titik akhir titrasi, namun praktikan masih melanjutkan proses titrasi.
 Konsentrasi AgNO3 pada saat percobaan:
M AgNO3 . V AgNO3 = M NaCl . V NaCl
M AgNO3 . 10,41 mL = 0,01 M . 10,00 mL
M AgNO3 = 0,096 M
 Persen Kesalahan Volume Titrasi
E
Erel = 𝜇 x 100%
l μ−x l
= x 100%
𝜇
l 10,00−10,41 l
= x 100%
10,00
0,41
= 10,00 x 100%

= 4,1%
Setelah diketahui molaritas larutan AgNO3 pada kedua metode, yakni
metode Mohr dan metode Fajans, dilakukan perbandingan konsentrasi tersebut.
Molaritas larutan AgNO3 mempunyai nilai sebesar 0,095 M, sedangkan molaritas
larutan AgNO3 mempunyai nilai sebesar 0,096 M. Selisih kedua metode tersebut
sebesar 0,001. Hal ini dapat disimpulkan bahwa standarisasi larutan AgNO3 dapat
dilakukan dengan dua metode, yakni metode Mohr dan Metode Fajans karena
selisih konsentrasi dari perhitungan percobaan kecil.
3.1.2 Standarisasi Larutan NH4SCN

 Indikator yang digunakan: Larutan FeNH4(SO4)2


 Perubahan warna : tidak berwarna menjadi kuning terang
 Keadaan saat titik akhir titrasi : larutan berwarna kuning terang dan
terbentuk endapan jingga
 Persamaan reaksi:
Ag+ (aq) + Cl- (aq) AgCl (s)
Ag+ (aq) + SCN- (aq) AgSCN (s)
 Pembahasan

Standarisasi larutan baku NH4SCN dilakukan untuk mengetahui konsentrasi


dari larutan baku NH4SCN. Larutan baku NH4SCN merupakan larutan baku
sekunder karena derajat kemurniannya lebih rendah daripada larutan baku primer.
Dalam percobaan ini, yang berperan sebagai larutan baku primer atau yang
menstandarisasi larutan NH4SCN adalah larutan AgNO3.
Larutan NH4SCN merupakan larutan tidak berwarna, diisikan ke dalam
buret hingga mencapai batas. Larutan AgNO3 merupakan larutan tidak berwarna,
diambil 10 mL dimasukkan kedalam erlenmeyer. Lalu, tambahkan 2 mL larutan
HNO3 6N yang berfungsi agar titrat memiliki pH asam. Metode Volhard dapat
bekerja dengan baik apabila pada suasan asam. Pada erlenmeyer tersebut
ditambahkan indikator fluorescein sebanyak 3 tetes agar titik akhir dari titrasi dapat
diamati melalui perubahan warna pada larutan. Larutan yang terdapat di dalam
erlenmeyer dititrasi dengan larutan NH4SCN yang terdapat di buret tetes demi tetes
hingga terjadi perubahan warna sebagai penanda bahwa sudah mencapai tercapai
titik akhir titrasi. Perubahan yang terjadi yaitu dari larutan berwarna kuning menjadi
larutan yang berwarna jingga karena terdapat endapan merah bata.

Percobaan dilakukan sebanyak 2 kali pada tiap kelompok dengan nomor


urut ganjil sehingga diperoleh 8 data volume NH4SCN saat titik akhir atau
terjadinya perubahan warna pada larutan yang ada di dalam erlenmeyer. Volume
NH4SCN secara teoritik pada saat titik akhir titrasi

M AgNO3 . V AgNO3 = M NH4SCN . V NH4SCN


0,01 M . 10 mL = 0,01 M . V NH4SCN
V NH4SCN = 10 mL
Volume pada saat Titik Akhir
Kelompok Percobaan ke-
Titrasi
1 10,20 mL
02
2 10,10 mL
1 10,80 mL
04
2 10,30 mL
1 10,10 mL
06
2 9,90 mL
1 10,60 mL
08
2 10,70 mL
Jumlah 82,70 mL
Rata-rata 10,34 mL

Perhitungan volume NH4SCN yang diperlukan saat titrasi secara teoritik


dengan percobaan terdapat perbedaan sebesar -0,50 – 0,80 mL. Hal ini dapat
disebabkan oleh titik akhir titrasi yang tidak sesuai titik ekivalen pada saat
percobaan. Volume saat titik ekivalen pada saat percobaan, tidak dapat diprediksi
secara akurat agar terlihat sama seperti perhitungan teori. Penyebab lainnya adalah
indikator yang digunakan dapat mempengaruhi titik ekivalen titrasi dan
kemungkinan kesalahan dari praktikan, yakni seharusnya titrat sudah mengalami
titik akhir titrasi, namun praktikan masih melanjutkan proses titrasi.
 Konsentrasi NH4SCN pada saat percobaan:
M AgNO3 . V AgNO3 = M NH4SCN . V NH4SCN
0,01 M . 10,00 mL = M NH4SCN . 10,34 mL
M NH4SCN = 0,097 M
 Persen Kesalahan Volume Titrasi
E
Erel = 𝜇 x 100%
l μ−x l
= x 100%
𝜇
l 10,00−10,34 l
= x 100%
10,00
0,34
= 10,00 x 100%

= 3,4%
3.1.3 Penetapan Klorida dalam Garam Dapur Kotor

 Indikator yang digunakan: Larutan K2CrO4 1%


 Perubahan warna : tidak berwarna menjadi kuning
 Keadaan saat titik akhir titrasi : larutan berwarna kuning dan terbentuk
endapan merah
 Persamaan reaksi:
Ag+ (aq) + Cl- (aq) AgCl (s)
Ag+ (aq) + CrO4- (aq) AgSCN (s)
 Pembahasan

Penetapan klorida dalam garam dapur bertujuan untuk menghitung


konsentrasi ion Cl- dan menghitung kadar ion Cl-. Untuk mengetahui konsentrasi
ion Cl-, harus mengetahui terlebih dahulu konsentrasi Ag+ dari titrasi pengendapan.
Larutan AgNO3 merupakan larutan tidak berwarna, diisikan ke dalam buret
hingga mencapai batas. Larutan garam dapur kotor merupakan larutan tidak
berwarna, diambil 10 mL dimasukkan kedalam erlenmeyer. Pada erlenmeyer
tersebut ditambahkan indikator K2CrO4 1% sebanyak 3 tetes agar titik akhir dari
titrasi dapat diamati melalui perubahan warna pada larutan. Larutan yang terdapat
di dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan AgNO3 yang terdapat di buret tetes
demi tetes hingga terjadi perubahan warna sebagai penanda bahwa sudah mencapai
tercapai titik akhir titrasi. Perubahan yang terjadi yaitu dari larutan berwarna kuning
terang menjadi larutan yang berwarna kuning dan terdapat endapan merah.

Percobaan dilakukan sebanyak 2 kali pada tiap kelompok sehingga


diperoleh 2 data volume AgNO3 saat titik akhir atau terjadinya perubahan warna
pada larutan yang ada di dalam erlenmeyer.

 Volume AgNO3 secara teoritik pada saat titik akhir titrasi


M AgNO3 . V AgNO3 = M NaCl . V NaCl
0,01 M . V AgNO3 = 0,01 M . 10 mL
V AgNO3 = 10 mL
Nama Praktikan Volume pada saat Titik Akhir Titrasi
Muhammad Al Mubarok Ferdiansyah 9,90 mL
Rita Salimaturrosidah 9,30 mL
Jumlah 19,20 mL
Rata-rata 9,60 mL

Perhitungan volume AgNO3 yang diperlukan saat titrasi secara teoritik


dengan percobaan terdapat perbedaan sebesar -0,70 – -0,10 mL. Hal ini dapat
disebabkan oleh titik akhir titrasi yang tidak sesuai titik ekivalen pada saat
percobaan. Volume saat titik ekivalen pada saat percobaan, tidak dapat diprediksi
secara akurat agar terlihat sama seperti perhitungan teori. Penyebab lainnya adalah
indikator yang digunakan dapat mempengaruhi titik ekivalen titrasi dan
kemungkinan kesalahan dari praktikan, yakni seharusnya titrat sudah mengalami
titik akhir titrasi, namun praktikan masih melanjutkan proses titrasi.
massa
 ρNaCl = volume
massa
0,585 g/L = 9,6 mL

0,585 g/L . 9,6 x 10-3 L = massa


5,6 x 10-3 g = massa
 Kadar ion Cl- dalam Larutan Garam Dapur Kotor secara Percobaan
M AgNO3 .V AgNO3 .massa molekul relatif Cl
% kadar = . 100%
massa sampel
0,01 M .9,60 mL .36,45 g/mol
= . 100%
5,6 mg
3,5 mg
= 5,6 mg . 100%

= 0,63 . 100%
= 63,00%
 Kadar ion Cl- dalam Larutan Garam Dapur Kotor secara Teori
M AgNO3 .V AgNO3 .massa molekul relatif Cl
% kadar = . 100%
massa sampel
0,01 M .10,00 mL .36,45 g/mol
= . 100%
5,6 mg
3,7 mg
= 5,6 mg . 100%

= 0,66 . 100%
= 66,00%
 Persen Kesalahan Titrasi
E
Erel = 𝜇 x 100%
l μ−x l
= x 100%
𝜇
l 10,00−9,60 l
= x 100%
10,00
0,40
= 10,00 x 100%

= 4%
Terdapat perbedaan sebesar 3% pada kadar klorida dalam larutan garam
dapur dengan perhitungan teoritik dan berdasarkan hasil percobaan.
3.1.4 Penetapan Bromida dengan Metode Volhard

 Indikator yang digunakan: Larutan FeNH4(SO4)2


 Perubahan warna : tidak berwarna menjadi merah muda
 Keadaan saat titik akhir titrasi : larutan berwarna merah muda dan terbentuk
endapan putih
 Persamaan reaksi:
Ag+ (aq) + Br- (aq) AgCl (s)
Ag+ (aq) + SCN- (aq) AgSCN (s)
 Pembahasan

Penetapan bromida dalam larutan KBr bertujuan untuk menghitung


konsentrasi ion Br- dan menghitung kadar ion Br-. Untuk mengetahui konsentrasi
ion Br-, harus mengetahui terlebih dahulu konsentrasi Ag+ dari titrasi pengendapan.
Larutan AgNO3 merupakan larutan tidak berwarna, diisikan ke dalam buret
hingga mencapai batas. Larutan KBr merupakan larutan tidak berwarna, diambil 10
mL dimasukkan kedalam erlenmeyer. Tambahkan larutan HNO3 6N untuk
membuat suasana titrat menjadi asam. Setelah itu, tambahkan 20 mL larutan
AgNO3. Pada erlenmeyer tersebut ditambahkan indikator FeNH4(SO4)2 sebanyak 3
tetes agar titik akhir dari titrasi dapat diamati melalui perubahan warna pada larutan.
Larutan yang terdapat di dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan NH4SCN yang
terdapat di buret tetes demi tetes hingga terjadi perubahan warna sebagai penanda
bahwa sudah mencapai tercapai titik akhir titrasi. Perubahan yang terjadi yaitu dari
larutan tidak berwarna menjadi larutan yang berwarna merah muda dan terdapat
endapan abu-abu.

Percobaan dilakukan sebanyak 2 kali pada tiap kelompok sehingga


diperoleh 2 data volume NH4SCN saat titik akhir atau terjadinya perubahan warna
pada larutan yang ada di dalam erlenmeyer.

Nama Praktikan Volume pada saat Titik Akhir Titrasi


Ahsanah Amalia 10,00 mL
Selviya Irawati 10,00 mL

massa
 ρKBr = volume
massa
1,2304 g/L = 9,6 mL

1,2304 g/L . 10,00 x 10-3 L = massa


1,23 x 10-2 g = massa
 Kadar ion Cl- dalam Larutan Garam Dapur Kotor secara Percobaan
(M AgNO3 .V AgNO3 – M NH4SCN .V NH4SCN) .massa molekul relatif Br
% kadar = . 100%
massa sampel
(0,01 M .20 mL −0,01 M .10 mL) .36,45 g/mol
= . 100%
5,6 mg
0,1 mol . 79,90 g/mol
= . 100%
12,3 mg

= 0,65 . 100%
= 65,00%
 Persen Kesalahan Titrasi
E
Erel = 𝜇 x 100%
l μ−x l
= x 100%
𝜇
l 10,00−10,00 l
= x 100%
10,00
0
= 10,00 x 100%

= 0%
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal
diantaranya:
a. Standarisasi larutan AgNO3 dapat dilakukan dengan dua metode titrasi
pengendapan, yakni metode Mohr dan metode Fajans.
b. Ketika melakukan titrasi dengan metode Volhard, jangan lupa untuk
menambahkan larutan HNO3 encer karena metode Volhard dapat bekerja
dengan baik pada pH asam.
c. Penerapan titrasi pengendapan dapat dilakukan dengan cara menghitung
kadar ion Cl- dalam larutan garam dapur kotor dan kadar Br- dalam larutan
KBr
4.2 Saran
a. Pada percobaan yang akan datang, dimohon untuk memperkirakan berapa
jumlah larutan yang akan digunakan agar tidak kehabisan dan membuat lagi.
Daftar Pustaka
Svehla, G. 1985. VOGEL Bagian I: Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif
Makro dan Semimikro. Jakarta: PT. Hevery Indah
Khopkar S.M. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia
Lampiran
Soal :
1. Jelaskan prinsip titrasi argentometri dengan metode Mohr. Tunjukkan
reaksi yang terjadi.
2. Jelaskan prinsip titrasi argentometri dengan metode Volhard. Tunjukkan
reaksi yang terjadi.
3. Jelaskan prinsip titrasi argentometri dengan metode Fajans. Tunjukkan
reaksi yang terjadi.
Jawab:
1. Prinsip titrasi argentometri dengan metode Mohr adalah dengan
menggunakan indikator K2CrO4. Reaksinya sebagai berikut:
Ag+ (aq) + Cl- (aq) AgCl (s)
2 Ag+ (aq) + CrO42- (aq) Ag2CrO4 (s)
2. Prinsip titrasi argentometri dengan metode Volhard adalah dengan
menggunakan indikator FeNH4(SO4)2. Reaksinya sebagai berikut:
Ag+ (aq) + Cl- (aq) AgCl (s)
Ag+ (aq) + SCN- (aq) AgSCN (s)
Fe3+ (aq) + SCN- (aq) Fe[SCN]2+ (aq)
3. Prinsip titrasi argentometri dengan metode Fajans adalah dengan
menggunakan indikator adsorpsi seperti fluorescein. Reaksinya sebagai
berikut:
Ag+ (aq) + Cl- (aq) AgCl (s)

Anda mungkin juga menyukai