Anda di halaman 1dari 66

BLOK 2.

6 GANGGUAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS KEDOKTERAN

BUKU PANDUAN
KETRAMPILAN KLINIK 4

BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI


1. Pemeriksaan Thoraks III
2. Pemeriksaan Hidung dan Pemasangan Tampon
3. Seri Ketrampilan Sputum II
4. Pemeriksaan Radiografi Toraks

Tahun Ajaran 2017/2018


Edisi ketiga

PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK


BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

TIM PENYUSUN

PENYUSUN:
1. Thoraks 3: Pemeriksaan Fisik Paru Lengkap:
dr. Irvan Medison SpP(K)
dr. Yessy Susanty Sabri SpP(K)
dr. Finny Fitri Yanny, SpA(K)

2.Pemeriksaan Hidung dan Pemasangan Tampon:


dr. Yan Edward, Sp.THT-KL(K)
dr. Fachzi Fitri, Sp.THT-KL, MARS
dr. Novialdi, Sp.THT-KL(K)
dr. Bestari J. Budiman, Sp.THT-KL(K)
dr. Effy Huriyati, Sp.THT-KL(K)
dr. Jacky Munilson, Sp.THT-KL(K)
dr. Sukri Rahman, Sp.THT-KL(K), FICS
dr. Nirza Warto, Sp.THT-KL
dr. Ade Asyari, Sp.THT-KL
dr. Al Hafiz, Sp.THT-KL
dr. Dolly Irfandy, Sp.THT-KL
dr. Rossy Rosalinda, Sp.THT-KL

3. SPUTUM 2: Pewarnaan BTA


Staf Bagian Mikrobiologi FK-UNAND

4. Pemeriksaan Radiografi Toraks:


dr. Tuti Handayani, Sp.Rad.
Staf Bagian Radiologi FK-UNAND

JENIS KETERAMPILAN:

1. Pemeriksaan THT II
Pemeriksaan hidung
Pemasangan tamponade anterior
Buccal swab

2. Pemeriksaan Thoraks III


Pemeriksaan paru lengkap

3. Permintaan dan Interpretasi X-Ray Toraks (Paru)

4. Seri Ketrampilan Sputum II


Pewarnaan dan pemeriksaan BTA

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK


BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

KONTRIBUTOR:

TIM PENYUSUN KURIKULUM KETERAMPILAN KLINIK


FK-UNAND

TIM EDITOR:

dr. Laila Isrona, M.Sc


dr. Eka Nofita, M.Biomed

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK


BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

HALAMAN PENGESAHAN

Buku Panduan Keterampilan Klinik 4


Blok 2.6 Gangguan Respirasi

Koordinator KK4, Mengetahui,


Ketua Program Studi Kedokteran
Fakultas Kedokteran Unand

dr. Eka Nofita, M.Biomed Dr. dr. Aisyah Ellyanti


NIP. 198111012008122002 NIP.196903071996012001

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK


BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa kami ucapkan
karena telah selesai menyusun PENUNTUN KETRAMPILAN KLINIK blok 2.6.
Kegiatan ketrampilan klinik pada blok ini terdiri atas:
1. Pemeriksaan Thoraks III (4x pertemuan)
2. Pemeriksaan Hidung dan Pemasangan Tampon (2x pertemuan)
3. Seri Ketrampilan Sputum II (2x pertemuan)
4. Pemeriksaan Radiografi Toraks (2x pertemuan)
Semua materi di atas merupakan kompetensi yang harus diberikan kepada
mahasiswa sehingga secara umum mereka mempunyai pengetahuan dan
keterampilan yang cukup dan memadai untuk menjadi seorang dokter.
Penuntun keterampilan klinik ini disusun untuk memudahkan mahasiswa
dan instruktur dalam melakukan kegiatan keterampilan klinik pada blok ini.
Namun diharapkan juga mereka dapat menggali lebih banyak pengetahuan dan
keterampilan melalui referensi yang direkomendasikan. Semoga penuntun ini
akan memberikan manfaat bagi mahasiswa dan instruktur keterampilan klinik
yang terlibat.
Kritik dan saran untuk perbaikan penuntun ini sangat kami harapkan.
Akhirnya kepada pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan pengadaan
penuntun ini, kami ucapkan terima kasih.

Padang, April 2018


Tim Penyusun

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK


BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

DAFTAR ISI

Tim Penyusun .............................................................................................. ii


Halaman Pengesahan .................................................................................. iv
Kata Pengantar ............................................................................................. v
Daftar Isi ..................................................................................................... vi
Jadwal Kegiatan Per Minggu ..................................................................... vii
Pemeriksaan Thoraks III .............................................................................. 1
Seri Ketrampilan Sputum II ....................................................................... 25
Pemeriksaan Radiografi Thoraks ............................................................... 29
Pemeriksaan Hidung dan Pemasangan Tampon ........................................ 39

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK


BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

JADWAL KEGIATAN PER MINGGU:

N TOPIK KETRAMPILAN JUMLAH


o. KEGIATAN
(Latihan dan Ujian)
(2x)
1 THT 2 (hidung + tamponade
. anterior) & Buccal swab
(4x)
2 THORAKS 3:Pemeriksaan Paru
. Lengkap
(2x)
3 Permintaan & Interpretasi X-Ray
. Toraks (Paru)

(2x)
4 SPUTUM 2:Pewarnaan dan
. pemeriksaan BTA

Nilai akhir ketrampilan klinik: Nilai = PF1+2PF2+R+L+K


6
Keterangan:
PF1 = Keterampilan pemeriksaan fisik THT
PF2 = Keterampilan pemeriksaan fisik Toraks 3
R = Keterampilan pembacaan rontgen toraks
K = keterampilan komunikasi
L = Keterampilan laboratorium

Total pertemuan untuk ketrampilan klinik di blok 2.6 gangguan respirasi


ada 10 kali pertemuan. 2 kali pertemuan dalam setiap minggu.
Ketentuan :
1 Mahasiswa yang akan mengikuti ujian tulis/ketrampilan klinik/praktikum harus
mengikuti persyaratan berikut :
i. Minimal kehadiran dalam kegiatan diskusi tutorial 90%
ii. Minimal kehadiran dalam kegiatan diskusi pleno 90%
iii. Minimal kehadiran dalam kegiatan ketrampilan klinik 100%
iv. Minimal kehadiran dalam kegiatan praktikum 100%

2 Penilaian akhir Ketrampilan Klinik = 30% penilaian instruktur + 70% OSCE

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK


BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK


BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

THORAKS 3: PEMERIKSAAN PARU LENGKAP

1. PENGANTAR

Pemeriksaan fisik paru merupakan salah satu kompetensi yang harus


dimiliki oleh mahasiswa kedokteran dalam menyelesaikan pendidikannya,
sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI)
2012 dimana kompetensi pemeriksaan fisik paru merupakan kompetensi 4,
artinya semua mahasiswa harus mampu melakukannya secara mandiri, seperti
terlihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Daftar kompetensi keterampilan pada sistem respirasi

Keterampilan pemeriksaan fisik sistem respirsi (paru) meliputi


keterampilan melakukan anamesis terkait penyakit sistem respirasi dan
pemeriksaan fisik paru yakni inspeksi, palpasi perkusi dan auskultasi.
Keterampilan klinis ini nantinya dapat diaplikasikan oleh mahasiswa pada tingkat
klinik dalam menegakkan diagnosis penyakit-penyakit sistem respirasi
berdasarkan profesionalitas yang luhur sesuai dengan tuntutan area kompetensi
dalam SKDI 2012 yang disusun dengan urutan sebagai berikut:
1. Profesionalitas yang Luhur
2. Mawas Diri dan Pengembangan Diri
3. Komunikasi Efektif
4. Pengelolaan Informasi
5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran
6. Keterampilan Klinis
7. Pengelolaan Masalah Kesehatan
Agar mahasiswa dapat memahami prinsip- prinsip dalam melakukan
pemeriksaan fisik paru maka di dalam modul ini dibuatkan panduan yang akan
menuntun mahasiswa memahami mulai dari anatomi fisiologi sistem respirasi
sampai bagaimana teknik melakukan pemeriksaan fisik paru dengan baik.

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK


BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

Pada akhir modul ini diharapkan mahasiswa dapat menguasai


keterampilan dalam melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik paru sesuai
dengan tujuan pembelajaran berikut :

2. KOMPETENSI INTI DAN LEVEL KOMPETENSI

2.1. Tujuan Pembelajaran Umum


1. Melakukan anamsesis keluhan- keluhan respirasi
2. Mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan sistem respirasi (paru)
3. Melakukan pemeriksaan fisik sistem respirasi meliputi : inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi dari sistem respirasi.

2.2. Tujuan Pembelajaran Khusus


1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri pada pasien.
2. Melakukan anamnesis keluhan respirasi sebagai data dasar dalam melakukan
pemeriksaan fisik .
3. Menginformasikan tujuan dari pemeriksaan/test yang akan dilakukan serta
mendapatkan izin melakukan pemeriksan dari pasien atau keluarga.
4. Mempersiapkan pasien untuk dilakukan pemeriksaan (termasuk menyuruh
pasien membuka bajunya)
5. Menyuruh pasien agar melakukan apa-apa yang disuruh oleh pemeriksaan
6. Menyuruh pasien tidur terlentang untuk pemeriksaan toraks bagian depan
7. Pemeriksa berdiri disebelah kanan pasien
8. Melakukan inspeksi umum, trakea dan toraks bagian depan dalam keadaan
statis (untuk melihat kelaian bentuk dinding toraks bagian depan).
9. Inspeksi toraks bagian depan dalam keadaan dinamis ( untuk melihat
gangguan pergerakan diding toraks bagian depan).
10. Melakukan palpasi untuk menilai fremitus taktil dan untuk menilai ada masa,
nyeri tekan di dinding toraks bagian depan.
11. Melakukan perkusi dinding toraks bagian depan menilai adanya konsolidasi,
cairan atau udara dalam rongga toraks dan untuk mendapatkan batas paru
hepar, batas jantung, batas paru dengan lambung.
12. Melakukan auskultasi dinding toraks bagian depan dan trakea dengan
memakai stetoskop untuk menetukan suara napas utama dan suara napas
tambahan)
13. Melakukan pemeriksaan toraks bagian belakang.
14. Menyuruh pasien posisi duduk untuk pemeriksaan toraks bagian belakang.
15. Melakukan inspeksi dinding toraks bagian belakang dalam keadaan statis
(untuk melihat kelaianan bentuk dinding toraks bagian belakang dan kelainan
bentuk tulang punggungl).
16. Inspeksi toraks bagian belakang dalam keadaan dinamis (untuk melihat
gangguan pergerakan dinding toraks bagian belakang).
17. Melakukan palpasi (fremitus taktil) dinding toraks bagian belakang.
18. Melakukan perkusi dinding toraks bagian belakang (untuk mendapatkan batas
paru diapragma kiri dan kanan dan peranjakan paru kiri dan kanan).
19. Melakukan auskultasi dinding toraks bagian belakang (untuk menentukan
suara napas utama dan suara napas tambahan).

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK


BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

2.3. Manfaat
Dengan mengikuti kegiatan ini mahasiswa dapat berlatih melakukan
pemeriksaan fisik paru

3. STRATEGI PEMBELAJARAN
Strategi pembelajaran merujuk pada 5 simple step of teaching in skill lab:
1. Overview
2. Silent demonstration
3. Description
4. Memorizing
5. Performance

4. PRASYARAT
Mahasiswa yang mengikuti ketrampilan pemeriksaan fisik toraksi I adalah
mahasiswa yang telah mempunyai pengetahuan tentang:
a. Anatomi organ dinding toraks
b. Pembagian organ dinding toraks

5. TEORI

ANATOMI DAN FISISOLOGI SISTEM RESPIRASI

Dinding dibentuk oleh tulang, tulang rawan dan otot yang bertugas
membantu pergerakan pengembangan paru saaat bernapas. Kerangka dinding
dada depan dibentuk oleh tulang sternum (manubrium sterni, prosesus
xiphoideus, cospus sterni), kartilago costae dan sepasang tulang clavicula, bagian
lateral dibenruk oleh 12 pasang tulang costae, dan bagian belakang dibetuk oleh
sepasang tulang scapula dan 12 tulang verebrae thorakalis. Semua tulang costae
bagian belakang berhubungan dengan tulang vertebrae thorakalis, tujuh tulang
costae bagian atas bagain depan berhubungan dengan tulang sternum, tulang
costae 8, 8,10 berhubungan dengan tulang di atasnya melalui cartilago coatae, dan
tulang costae 11, 12 hanya berhiubungnan dengan tulang vertebare sehingga
dalam beberapa literatus disebut sebagai tulang iga melayan.

Gambar 1. Struktur dinding dada : A tampak dari depan .B, tampak dari belakang
( dikutip dariSaedel chapter 13 chest and lungs).

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK


BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

Otot pernapasan utama adalah otot diafragma dan otot interkostalis. Otot
diafragma merupakan otot pernapasan yang paling utama, kontraksi otot
diafragma saat inpirasi mengakibatkan diafragma mendatar sehingga
menyebabkan peningkatan kavasitas rongga dada. Kontraksi otot interkostaslis
ekterna meningkatkan diameter anteroposterior rongga dada saat inspirasi dan
kontraksi otot interkostalis interna mengurangi diameter lateral rongga dada saat
ekspirasi. Otot Sternoclaidomastoideus dan trapezius dan otot pernapasan
tambahan yang lain digunakan saat latihan atau ketika fungsi paru terganggu.

Gambar 2. Otot - otot pernapasan . A. Otot pernapasan bagian depan B. Otot


pernapasan bagian belakang

Rongga dada terdiri dari tiga rongga utama, sebelah kiri dan kanan
terdapat rongga pleura dan diantara kedua rongga pleuta terdapat rongga
mediastinum, di dalam rongga pleura terdapat paru dan dalam rongga
mediastinum terdapat organ mediastinum diantaranya jantung pembuluh darah
dll. Rongga pleura dibatasi oleh pleura parietal dan pleura viseral.
Paru pada permukaannya dilapisi oleh pleura viseral, terdiri dari paru
kanan dan kiri. Peru kanan terdiri dari 3 lobus ; lobus atas, lobus medius dan lobus
bawah dan paru kiri terdiri dari dua lobus ; lobus atas dan lobus bawah. Setiap
paru berbentuk kerucut puncak berbentuk bulat dan meluas anterior sekitar 4 cm
di atas iga pertama di dasar leher pada orang dewasa. Proyeksi dari posterior, apek
paru-paru berada setinggi T1 dan batas bawah paru turun pada saat inspirasi
setinggi T12 dan naik pada saat ekspirasi paksa setinngi T9. Bagian bawah setiap
paru meluas dan cekung sesuai bentuk permukaan cembung diafragma.
Permukaan medial paru pada batas tertentu berbentuk cekung sesuai kedudukan
jantung.
Percabangan trakeobronkial adalah sistem tubulus yang menyediakan
jalan untuk udara yang sudah disaring, dilembabkan, dan dihangatkan ketika
melewati saluran napas bagian atas menuju alveoli. Trakea mmempunyai ukuran
panjang 10 sampai 11 cm dan diameter sekitar 2 cm, yang terletak di anterior
esopagus dan di posterior tiroid. Trakea terbagi menjadi bronkus utama kanan dan
bronkus utama kiri setinggi T4 atau T5 dan tepat di bawah angulus sterni.
Bronkus kanan lebih lebar , lebih pendek, dan lebih vertikal daripada
bronkus utama kiri ( dan karena itu lebih rentan terhadap aspirasi benda asing ) .
Bronkus utama dibagi menjadi tiga cabang di kanan dan dua di sebelah kiri,
masing-masing cabang memasok satu lobus paru. sampai kemudian membagi

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK


BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

menjadi bronkiolus terminal dan akhirnya menjadi bronkiolus respiratorius,


ductus alveolaris dan alveoli.
Anatomi saluran napas atas dan saluran napas bawah

1. Saluran napas bagian atas terdiri dari :


- Nasopharing
- Oropharing
- Laring
2. Saluran napas bagian bawah terdiri dari :
- Trakea - Bronkiolus terminalis
- Bronkus utama kiri dan kanan - Bronkiolus respiratorium
- Bronkus lobus, segmen dan - Saccus alveolaius
sub segmen - Alveoli
- bronkiolus

Gambar 3. Anatomi saluran napas atas dan saluran napas bawah

Saluran napas bawah terdiri atas kurang lebih 23 generasi percabangan,


yang terdiri dari zona konduksi dan zona respirasi, seperti terlihat pada gambar
di bawah ini.

Gambar 4. Struktur saluran napas bawah dan pembagian generasi percabangan


saluran napas bawah

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK


BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

Gambar 5. Anatomi saluran napas bawah


Dikutip dari Cardiopulmonary Anatomy & Physiology Essentials for Respiratory Care 4th

Pembuluh darah untuk paru terdiri dari arteri dan vena bronkialis dan arteri
dan vena pulmonalis. Arteri dan vena pulmonalis terlibat dalam pertukaran gas
pernapasan sedangkan arteri bronkialis merupakan cabang dari aorta, memasok
darah untuk parenkim paru bersama dengan arteri interkostalis, vena bronkialis
terbentuk pada hilum paru, tetapi sebagian besar darah yang disuplai oleh arteri
bronkialis dikembalikan melalui vena pulmonoalis.

ANAMNESIS
Anamnesis merupakan teknik wawancara dengan pasien dalam rangka
mengali informasi terkait penyakit yang sedang diderita nya. Anamnsis didahului
dengan membuat hubungan emosional yang baik antara dokter dengan pasien. Hal
yang ditanyakan pada anamnesis meliputi; identitas pasien secara lengkap,
keluhan utama yang menyebabkan pasien datang berobat, keluhan penyakit
sekarang, riwayat pengobatan & alergi obat, riwayat penyakit dahulu, riwayat
penyakit keluarga, riwayat sosial ekonomi ( pekerjaan, kebiasaan dll).
Keluhan yang sering berhubungan dengan penyakit respirasi diantaranya,
batuk, batuk berdahak, datuk darah, sesak napas, nyeri dada, demam dan suara
napas menciut. Pasien tidak jarang datang dengan keluhan yang beragam
misalnya ; adanya keluhan sesak napas disertai demam dan batuk berdahak atau
ada sesak napas menciut disertai batuk- batuk dan sebagainya. Perlu ditanyakan
keluhan mana yang paling menonjol yang menjadi alasan pasien datang berobat
yang menjadi keluhan utamanya.
Keluhan utama yang sudah di sampaikan oleh pasien harus di pertegas
dengan beberapa pertanyaan yang dapat mempertajam analisa dan dilengkapi

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK


BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

dengan pertanyaan tentang riwayat penyakit sekarang , riwayat penyakit dahulu,


riwayat pengobatan, riwayat penyakit keluarga, riwayat pekerjaan sosial ekonomi.

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM RESPIRASI


INSPEKSI
Pada pemeriksaan inspeksi sistem respirasi dilakukan secara menyeluruh
dan sistematis. Prosedur pemeriksaan inspeksi toraks dilakukan dalam dua
keadaan, yaitu inspeksi yang dilakukan dalam keadaan statis dan dalam keadaan
dinamis. Inspeksi diawali dengan pengamatan pada keadaan statis, terhadap
keadaan umum pasien, kepala (adanya edema di muka), mata (cunjunctiva,
kelopak mata), leher ( Jugular Venous Presure, deviasi trakea) tangan (clabing
finger, kuku), kaki (edema tungkai) dan kemudian dilanjutkan dengan
pemeriksaan toraks seperti kelainan bentuk dinding toraks, dll.
Inspeksi toraks dalam keadaan statis
Pada pemeriksaan inspeksi dalam keadaan statis yang dinilai antara lain;
bagai mana memproyeksikan batas lobus paru ke dinding dada, garis garis
imajiner dan penenda anatomis pada dinding dada, bentuk dada apakah ada
kelaian atau tidak serta ada tidaknya kelaian struktur tulang dinding dada.
Mengabarkan proyeksi paru ke dinding dada (batas lobus paru kiri dan
paru kanan) dapat di dilihat dari proyekdi depan, dari belakang atau dari lateral
kiri maupun kanan. Proyeksi dari depan dapat ditentukan batas lobus atas dan
lobus medius paru kanan yang disebut fisura horozonta, dapat di proyeksikan
sebagai garis yang di bentuk melalui titik potong iga 5 pada grais mid axilaris ke
titik potong iga 4 dengan sternum, yang memisahkan lobus bawah kanan dengan
lobus medius serta lobus bawah kiri dengan lobus atas kiri disebut fisura oblik..
Fisura oblik ini dapat diproyeksikan sebagai garis yg terbentuk dari titik
perpotongan iga 5 pada garis mid axilaris ke titik yang dibentuk dari perpotongan
iga 6 pada liniea mid clavikularis kanan maupun kiri.
Proyeksi dari belakang dapat ditentukan fisura oblik pada proyeksi pada
bagian belakang merupakan garis yang terbentuk dari lanjutan dari dari titik
pertemuan iga 6 dgn linea mid clavicularis melalui titik potong iga 5 dengan garis
mid axilaris terus ke corpus vertebrae thorakalis 3. Demikian juga pada posis
proyeksi dari lateral kiri maupun kanan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK


BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

Gambar 6. Proyeksi Paru pada dinding toraks. A proyeksi paru pada bagian
depan. B proyeksi paru pada bagian belakang, C proyeksi paru
pada sisi kanan. D. proyeksi paru pada sisi kiri.

Gambar. 7 Garis imajiner pada dinding toraks

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK


BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

Garis imajiner dinding toraks terdiri dari;


 Linea mid sternalis  Linea axillaris media
 Linea sternalis  Linea axillaris posterior
 Linea para sternalis  Linea scapularis
 Linea mid clavicularis  Linea vertebralis
 Linea axiilaris anterior
Penanda anatomis di permukaan dada yang dapat dijadikan patokan dalam
pemeriksaan fisik paru.
Angulus sterni
Sudut yang dibentuk oleh pertemuan antara
manubrium sterni, corpus sternum dan iga 2.
Dari sini kita dapat menghitung sela iga
dengan mudah.
 Prosesus Spinosus Vertebre Cervical 7
Yang paling menonjol pada tulang belakang
di daerah leher yang merupakan tonjolan dari
prosesus spinosus vertebra cervical 7
 Sela iga 7
Tepat berada di bawah ujung scapula.
Gambar 8. Lokasi Penanda anatomis di
permukaan dada depan dan belakang

Bentuk dada
Besar rongga toraks bervariasi berdasarkan
umur, pada orang dewasa diameter anterior – posterior
lebih kecil dari diameter transversal, sedangkan pada
anak diameter antero posterior dengan diameter tranversal hampir sama.

Gambar 9. bentuk dada normal orang dewasa dan anak

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK


BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

Di bawah ini terdapat beberapa contoh kelainan bentuk bentuk pada dinding
toraks :
1. Pigeon chest sternum ½ distal melengkung ke anterior, bagian lateral
dinding thorax kompressi ke medial (seperti dada burung), etiologi
ricketsia dan kelainan congenital.

Gambar 10. Pigeon chest

2. Funnel chest, yaitu bagian distal dari sternum terdorong


kedalam/mencekung. Penyebabnya adalah penyakit
ricketsia/congenital

Gambar 11. Funnel chest

3. Flat chest, yaitu diameter anterioposterior memendek. Etiologinya


adalah adanya bilateral pleuro pulmonary fibrosis.

Gambar 12. Flat chest

4. Barrel chest (Thorax emfisematous), yaitu diameter anteroposterior


memanjang dengan ciri ciri:
 Iga-iga mendatar
 Sela iga melebar
 Sudut epigastrium tumpul
 Diafragma mendatar

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK


BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

Terdapat pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Gambar 13. Barrel chest

5. Unilateral Flattening : salah satu hemi thoraks menjadi lebih pipih,


contoh pada fibrosis paru atau fibrosis pleura (schwarte)
6. Unilateral prominence, contoh :
 Efusi Pleura yang banyak
 Pneumo thorax
 Tumor paru
7. Scoliosis dari vertebra thoracalis yaitu perubahan bentuk dari rongga
thoraks akibat vertebra bengkok ke kiri atau ke kanan.

Gambar 14. Skoliosis

8. Kyphosis / gibbus dari vertebrae thoracalis, yaitu

Gambar 15. Kiposis

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK


BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

Inspeksi toraks dalam keadaan dinamis


Pergerakan Pernapasan
Pengembangan rongga toraks terjadi akibat aktivitas otot pernapasan dan
secara pasif kemudian terjadi ekspirasi, frekwensi pernapasan normal orang
dewasa 14-18/mnt, dan pada bayi baru lahir normal 44x/menit dan secara gradual
berkurang dengan bertambahnya umur.

Frekwensi napas pada anak menurut umur


 Bayi baru lahir frekwensi napas 30 – 80 x / menit
 1 tahun 20 - 40 x / menit
 3 tahun 20 - 30 x / menit
 6 tahun 16 - 22 x / menit
 10 tahun 16 - 20 x / menit
 17 tahun 12 - 20 x / menit

Pada laki-laki dan anak diafragma lebih berperan dalam gerakan


pernapasan, sehingga yang menonjol gerakan pernapasan bagian atas abdomen
dan toraks bagian bawah. Pada ♀ yang lebih berperan adalah musculus
intercostal, gerakan pernapasan yang menonjol adalah gerakan rongga toraks
bagian atas.

Pernapasan Abnormal
1. Dyspnea: keluhan objektif dimana orang akan merasakan susah/sesak
bernapas, dapat terjadi pada:
a. Exercise e. Anemia
b. Obesitas f. Hipertiroidisme
c. Penyakit jantung g. Neurosirkulatory
d. Penyakit paru h. Asthenia
2. Orthopnea : sesak napas kalau posisi tidur dan berkurang kalau posisi
duduk.
3. Kusmaull breathing; pernpasan cepat dan dalam, misal pada keadaan
asidosis.
4. Asthmatic breathing ; pernapasan dengan ekspirasi memanjang disertai
wheezing dapat ditemukan pada asma bronchial dan PPOK
5. Cheyne stokes breathing, pernapasan periodic secara bergantian antara
pernapasan cepat (hipernea) dengan apnea. Apnea dapat terjadi sampai 30
detik, pasien dapat tertidur pada periode ini.
Contoh :
a. penyakit jantung
b. penyakit ginjal
c. asthma berat
d. peningkatan tekanan intra cranial
e. keracunan obat
6. Biot’s breathing ; pernapasan yang tak teratur, contoh :
a. Trauma capitis b. Meningo ensefalitis
b. Tumor cerebral

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK


BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

Gambar . 16 Jenis pernapasan

PALPASI
Pada pemeriksaan palpasi sistem respirasi dapat dilakukan pemeriksaan;
palpasi trakea, palpasi KGB leher dan supra clavikula, palpasi keseluruhan
dinding dada, pemeriksaan pengembangan dinding thoraks dan pemeriksaan
Tactil fremitus dinding toraks:
Selain itu dengan palpasi dapat juga menentukan kelainan di perifer seperti
kondisi kulit; (basah atau kering), adanya demam, arah aliran vena dikulit pada
vena yang terbendung (venaectasi), tumor dll

A B
Gambar 17. A. pemeriksaan trakea, B pemeriksan kelenjer Getah Beninng
(KGB) supra clavikula.

Pemeriksaan palpasi juga dapat menilai pengembangan dinding toraks.


Pemeriksaan pengembangan dinding toraks dengan cara pemeriksa menempelkan
tangan pada dinding toraks bagian bawah dengan kedua ibu jari bertemu pada
garis tengah tubuh ( mid sternalis / vertebralis) dan jari yang lain mengarah sisi
kiri dan kanan dinding toraks, pasien disuruh inspirasi dalam sambil
memperhatikan pergerakan dari kedua ibu jari pemeriksa apakah pergerakan
simetris atau ada yang tertinggal).

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK


BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

Gambar. 18 penilaian pengembangan dinding toraks depan dan belakang

Pemeriksaa fremitus
 Pemeriksa menempelkan telapak tangan dan jari jari tangan pada dinding
dada. kemudian pasien disuruh mengucapkan kata kata seperti 77, dengan
nada yang sedang. Bandingkan getaran yang timbul antara hemithorax kiri
dan kanan secara simetris dengan cara menyilangkan tangan pemeriksa
secara bergantian.

Gambar 19. Pemeriksaan palpasi toraks dan lokasi penempatan tangan pada
pemeriksaan fremitus.

 Fremitus meningkat
bisa ditemukan pada :
 Infiltrat paru
 Compressive
atelektasis
 Cavitas paru

 Fremitus menurun pada :


 Penebalan pleura
 Efusi pleura
 Pneumothorax
 Emfisema paru
 Obstruksi dari bronkus

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK


Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas

PERKUSI

Perkusi sistem respirasi (perkusi dinding toraks)


Perkusi adalah jenis pemeriksaan fisik yang berdasarkan interpretasi dari suara yang
dihasilkan oleh ketokan pada dinding toraks. Metoda ini tetap penting walaupun pemeriksaan
radiologi toraks sudah makin berkembang, oleh karena dengan pemeriksaan fisik yang baik bisa
memprediksi kelainan yang ada dalam rongga toraks sebelum pemeriksaan radiologi dilakukan.
Dengan pemeriksaan perkusi / ketot pada dinding toraks akan menggetarkan udara yang
ada dalam dalam paru. Bunyi yang dihasilkan tergantung dari banyak sedikitnya udara yang ada
dalam rongga dada. Penilaiananya dapat dikelompokan sebagai berikut;
 Sonor
 Hipersonor
 redup
 Pekak

Gambar 20. Lokasi berbagai bunyi perkusi didnding toraks dalam keadaan normal.

Teknik dari perkusi


Pada pemeriksaan perkusi penderita bisa dalam posisi tidur dan bisa dalam posisi duduk.
Pemeriksa menggunakan jari tengah tangan kiri yang menempel pada permukaan dinding toraks,
tegak lurus dengan iga atau sejajar dengan iga disebut sebagai flexi meter. Sementera jari tengah
tangan kanan digunakan sebagai pemukul (pengetok) disebut flexor.
Perkusi pada diding toraks depan dapat dilakukan pada posisi tidur telentang, jika pasien
duduk kedua tangan pada paha dengan flexi pada sendi siku. Perkusi dimulai dari lapangan atas
paru menuju ke lapangan bawah sambil membandingkan bunyi perkusi antara hemi toraks kanan
dan hemi toraks kiri.
Pemeriksaan perkusi dinding toraks belakang dilakukan pada posisi pasien duduk
membelakangi pemeriksa, jika pasien tidur oleh karena, tidak dapat duduk maka untuk perkusi
daerah punggung, posisi pasien dimiringkan kekiri dan kekanan bergantian.

Gambar 21. Teknik melelakukan perkusi toraks

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas

Gambar 22. Lokasi perkusi dinding toraks depan dan belakang

Hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan perkusi dinding thoraks :


1. Jika dinding thoraks pasien lebih tebal tekanan jari flexi meter pada permukaan dinding
toraks semakin ditingkatkan dan ketokan flexor semakin kuat.
2. Lakukan ketokan cepat, kuat, tegak lurus memantul dari jari tengah tangan kanan pada
phalanx kedua dari jari tengah tangan kiri yang menempel pada permukaan dinding toraks.
3. Gerakan ketokan pada perkusi berpusat pada sendi pergelangan tangan bukan pada pada
sendi siku.
4. Kekuatan perkusi disesuaikan, pada dinding toraks yang ototnya tebal perkusi agak lebih
kuat sedangkan pada daerah yang ototnya tipis seperti daerah axilla dan lapangan bawah
paru, kekuatan perkusi tidak terlalu kuat.

Jenis bunyi perkusi dinding thoraks:


a. Suara perkusi normal dari toraks pada lapangan paru disebut sonor ( resonance)
b. Perkusi pada infiltrat paru dimana parenkim lebih solid mengandung sedikit udara) perkusi
akan menghasilkan redup (dullness).
c. Perkusi pada efusi pleura masif atau massa tumor yang besar suara perkusi pekak (
(flatness.)
d. Hiperinflasi dari paru dimana udara tertahan lebih banyak dalam alveoli atau adanya udara
didalam rongga pleura (pnemothorax) menghasilkan perkusi (hipersonor).
e. Adanya udara dalam lambung menimbulkan suara perkusi ( timpani.)

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas

Gambar 23. Lokasi berbagai bunyi perkusi dinding toraks dalam keadaan normal.

 Waktu inspirasi dalam, batas belakang paru akan turun 4-6 cm, oleh karena terjadi
peranjakan batas paru turun ke bawah yang ditandai oleh perobahan suara perkusi redup
menjadi sonor sejauh 4-6 cm.

Gambar 24. Peranjakan batas belakang paru

 Bagian anterior toraks, bunyi sonor mulai dari clavicula kearah arcus costarum, kecuali pada
daerah jantung dan hati yang memberikan perkusi redup atau pekak
 Pada daerah anterior kanan pada ruang intercostal 4 sampai 6 akan didapatkan perkusi redup,
dimana pada daerah ini didapatkan overlap antara parenkim paru dengan hati (perkusi
dilakukan pada linea medclavicularis kanan.
 Dari intercostal 6 sampai arcus costarum kanan, perkusi adalah pekak (daerah hati) yang
tidak ditutupi parenkim paru.
 Pada bagian anterior kiri bawah, didapatkan perkusi timpani (daerah lambung)
 2-3 cm diatas (superior) dari clavicula di sebut kronig’s isthmus. Suatu zona sonor + 4-6 cm
meluas melewati bahu kearah posterior sampai tonjolan scapula, daerah ini bisa menyempit
bila terjadi fibrosis dari apex paru.
 Daerah dinding belakang thoraks, bunyi perkusi sonor dari apex paru sampai batas bawah
vertebrae thoracal X/XI.
 Diatas scapula bunyi perkusi sonor agak melemah.
 Batas jantung dengan perkusi :
- Kanan : Ruang intercostal III-IV pinggir sternum kanan
- Kiri atas : Ruang intercostal III kiri, 2-4 cm dari mid sternum
- Kiri bawah : Intercostal V kiri, pada linea mid clavicularis.

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas

AUSKULTASI PARU

Auskultasi paru dilaksanakan secara indirect yaitu dengan memakai stetoskop. Sebelum
ditemukan stetoskop auskultasi dilakukan secara direct dengan menempelkan telinga pemeriksa
pada permukaan tubuh orang sakit. Ada dua tipe dari stetoskop yaitu Bell type untuk mendengar
nada-nada yang lebih rendah dan Bowel atau membran type untuk nada-nada yang lebih tinggi.
Umumnya setiap stetoskop dilengkapi dengan kedua tipe ini. Posisi penderita sebaiknya duduk
seperti melakukan perkusi. Kalau pasien tidak bisa duduk, auskultasi dapat dilaksanakan dalam
posisi tidur. Pasien sebaiknya disuruh bernapas dengan mulut tidak melalui hidung.
Pemeriksa memberikan contoh bernapas terlebih dulu sebelum memeriksa pasien. Yang
diperiksa pada auskultasi paru adalah :
1. Suara napas utama (breath sounds)
2. Suara napas tambahan

Breath Sounds (Suara napas Utama)


Pada orang sehat dapat didengar dengan auskultasi suara napas :
1. Vesikuler
2. Trakeal
3. Bronkial
4. Bronkovesikuler
Untuk mendengar suara napas perhatikan intensitas, durasi dan pitch (nada) dari inspirasi
dibandingkan dengan ekspirasi.

Gambar 25. Auskultasi dan lokasi pemeriksan auskultasi pada dinding toraks depan dan
belakang

Suara Napas Vesikuler.


Pada suara napas vesikuler, suara inspirasi lebih keras, lebih panjang dan pitchnya (nada)
lebih tinggi dari suara ekspirasi. Suara napas vesikuler terdengar hampir diseluruh lapangan paru,
kecuali pada daerah supra sternal dan interscapula. Suara vesikuler dapat mengeras pada orang
kurus atau post “exercise” dan melemah pada orang gemuk atau pada penyakit-penyakit tertentu.
Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas

Suara Napas Bronkial / Trakeal


Pada suara napas bronkial, suara napas ekspirasi, intensitasnya lebih keras, durasinya
lebih panjang dan nadanya lebih tinggi dari suara inspirasi, terdapat pada daerah supra sternal.
Suara napas trakeal hampir sama dengan suara napas bronkial tetapi durasi ekspirasi hampir sama
antara ekspirasi dengan inspirasi, terdengar pada daerah trakea.
Ditemukanya bunyi napas bronkial pada daerah yang seharusnya suaran napas vesikuler,
hal ini dapat disebabkan oleh pemadatan dari parenkim paru seperti pada pneumonia dan
kompresive atelektase.
Suara Napas Bronkovesikuler
Pada bunyi napas bronkovesikuler, suara yang timbul adalah campuran antara suara napas
vesikuler dan bronkial. Jenis suara napas ini ditandai dengan ekspirasi lebih keras, lebih lama dan
nadanya lebih tinggi dari inspirasi. Jenis pernapasan ini, normal didapatkan pada pada daerah
Ruang Inter Costal ( RIC) I & II kiri dan kanan di bagian depan dan daerah interscapula pada
bagian belakang, dimana terdapat ovelap antara parenkim paru dengan bronkus besar. Pernapasan
broncovesikuler bila didapatkan pada daerah yang secara normal adalah vesikuler ini
menunjukkan adanya kelainan pada daerah tersebut.

Gambar 26. A. Lokasi suara napas di diding depan toraks, B. lokasi suara napas di diding
toraks belakang.

Tabel 8. Resume Pemeriksaan Suara Napas


Contoh
Lamanya Intensitas dan pitch
lokasi
VESICULAR

Insp > exp Soft/low Kebanyakan paru

BRONCHOVESICULA
R
RIC 1 dan 2 area
Insp = exp Medium/medium
intrascapula

BRONCHIAL
Pada manubrium,
Exp > insp Loud/high pneumonia
lobaris

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas

TRACHEAL
Insp = exp Very loud/high Pada trakea

Jenis pernapasan lain :


Asmatis
Suara napas asmatik yaitu pernapasan dengan ekspirasi yang memanjang kadang disertai
bunyi yang menciut (mengi) atau wheezing didapat pada penderita asma bronkial atau penderita
PPOK.
Amphoric sounds
Suara napas Amporik dapat berasal dari kavitas atau pneumotoraks dengan fistel yang
terbuka. Bunyinya seperti mendengar botol kosong yang ditiup.

Suara napas tambahan


1. Ronki (Rales)
Adalah suara tambahan yang dihasilkan oleh aliran udara melalui saluran napas yang
berisi sekret / eksudat atau akibat saluran napas yang menyempit atau oleh oedema saluran
napas. Ada dua jenis ronchi yaitu ronki basah (moist rales) dan ronki kering (dry rales).
 Ronki basah
Ronki basah adalah suara tambahan disamping suara napas, yaitu bunyi gelembung-
gelembung udara yang melewati cairan (gurgling atau bubling) terutama pada fase
inspirasi. Ronchi basah disebabakan oleh adanya eksudat atau cairan dalam bronkiolus
atau alveoli dan bisa juga pada bronkus dan trakea.
 Ada ronki basah nyaring contohnya pada infiltrat paru dan ronchi basah tak
nyaring misalnya pada bendungan paru.
 Ada ronki basah kasar, ini biasanya berasal dari cairan yang berada dibronkus
besar atau trakea.
 Ada ronki basah sedang dan ada pula ronki basah halus yang terutama terdengar
pada akhir inspirasi, terdengar seperti bunyi gesekan rambut antara jari telunjuk
dengan empu jari.
 Ronki kering
Ronki kering disebabkan lewatnya udara melalui penyempitan saluran napas,
inflamasi atau spasme saluran napas seperti pada bronchitis atau asma bronchial.
Ronchi kering lebih dominant pada fase expirasi terdengar squeking dan grouning,
pada saluran yang lebih besar adalah deep tone grouning (sonorous) dan pada saluran
yang lebih kecil terdengar squeking dan whistling (sibilant).
Ronchi kering dengan berbagai kwalitas frekwensi pitchnya disebut musical rales
(seperti pada penderita asma bronchial)
2. Pleural friction
Terjadinya bunyi pergeseran antara pleura parietal dengan pleura viseral waktu inspirasi
disebut Pleura friction. Dapat terjadi pada pleuritis fribrinosa. Lokasi yang sering terjadi
pleura friction adalah pada bagian bawah dari axilla, namun dapat juga terjadi di bagian
lain pada lapangan paru. Terdengar seperti menggosok ibu jari dengan jari telunjuk
dengan tekanan yang cukup keras pada pangkal telinga kita, terdengar pada fase inspirasi
dan ekspirasi.
3. The Whispered Voice (Suara berbisik)
Dalam keadaan tidak memungkinkan untuk melakukan pemeriksaan suara napas secara
memuaskan, misalnya nyeri dada bila bernapas atau keadaan keletihan, maka dapat
dilakukan pemeriksaan suara berbisik (the whispered voice). Dimana pasien disuruh
mengucapkan kata 77 (tujuh puluh tujuh) secara berbisik sementara pemeriksa
Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas

mendengarkan dengan stetoskop pada seluruh lapangan paru. Pada kelainan infiltrat maka
suara berbisik tersebut akan terdengar jelas pada pangkal telinga kita dan disebut
bronchial whispered positif  dapat mendeteksi infiltrat yang kecil / minimal.

4. Bronchophoni
Vocal sound (suara biasa) bila didengarkan pada dinding thorax (lapangan paru) akan
terdengar kurang keras dan kurang jelas dan terdengar jauh. Bila terdengar lebih keras,
lebih jelas dan pada pangkal telinga pemeriksaan disebut bronchoponi positif terdapat
pada pemadatan parenkim paru, misal pada infiltrat dan aktelektasis kompresif.

5. Eugophoni
Eugophoni yaitu bronchophoni yang terdengar nasal, biasanya disebabkan oleh kompresif
atelektasis akibat dorongan efusi pleura pada parenkim paru terdengar pada perbatasan
cairan dengan parenkim paru.

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas

DAFTAR TILIK PENILAIAN KETRAMPILAN KLINIK 4


KETRAMPILAN KLINIK PEMERIKSAAN PARU LENGKAP
BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
SEMESTER IV TA.2017/2018

Nama : ...........................................................
No. BP : ...........................................................
Kelompok : ...........................................................

SKOR
No ASPEK PENILAIAN
0 1 2
PEMERIKSAAN FISIK
1 Memberikan salam pembuka dan memperkenalkan diri,
2 Menanyakan identitas pasien
3 Menginformasikan kepada pasien tentang pemeriksaan yang
akan dilakukan dan minta izin untuk melakukan pemeriksaan.
PEMERIKSAAN TORAKS BAGIAN DEPAN ( DADA)
INSPEKSI
0 1 2
4 Cuci tangan
5 Meminta pasien duduk di tempat tidur / berbaring telentang
6 Perhatikan muka (edema) dan mata (cunjunctiva anemis atau
tidak) dan bibir (sianosis atau tidak) dll
7 Perhatikan leher ( Posisi trakea : normal, deviasi kiri atau kanan,
pemesaran KGB leher dan supra clavicula)
INSPEKSI DADA DEPAN ( dalam keadaa statis)
8 Perhatikan bentuk dada (diameter antero posterior dan lateral,
adakah kelainan bentuk ) dan apakah ada venektasi, benjolan
tumor, jaringan paru bekas operasi dll
INSPPEKSI DADA DEPAN (dalam keadaan dinamis)
9 Hitung frekuensi napas
10 Tentukan jenis pernapasan apakah ada pernapasan abnormal
(Kusmaull, Cheyne Stokes dll)
11 Menilai pergerakan dinding dada kiri dan kanan, apakah simetris
atau tidak.
PALPASI
0 1 2
12 Pemeriksaan KGB supra klavikularis dan leher, apakah ada
pembesaran, serta deskripsikan bila ada pembesaran
13 Pemeriksaan posisi trakea apakah normal, deviasi ke kiri atau
deviasi ke kanan.
14 Lakukan palpasi di seluruh dada bagian depan. (untuk menilai
adanya nyeri tekan atau adanya empisema sub kutis )
15 Lakukan pemeriksaan pengembangan rongga toraks .
16 Lakukan pemeriksaan tactil fremitus (stem fremitus) pada
hemitorak kiri dan kanan mulai dari dinding toraks bagian atas ke
bawah. Bandingkan kiri dengan kanan secara simetris dan
silangkan tangan pemeriksa, sambil pasien disuruh menyebut 77
(tujuh-tujuh).

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 0

PERKUSI 0 1 2
17 Melakukan perkusi pada kedua hemithorax kiri dan kanan mulai
dari dinding toraks atas ke bawah, bandingkan kiri dengan kanan
secara simetris.
18 Tentukan batas paru hepar / diagfragma kanan, pada linea mid
klavikularis kanan (perubahan suara perkusi dari sonor ke redup,
normal pada RIC V kanan) dan tentukan batas jantung kanan.

19 Tentukan batas paru lambung / diafragma kiri (perubahan suara


sonor menjadi timpani) dan tentukan batas kiri dan batas atas
jantung.

AUSKULTASI 0 1 2
20 Lakukan auskultasi suara napas pada dada bagian depan mulai
dari daerah apek paru sampai ke basal paru secara simetris
bandingkan paru kiri dengan kanan. (Dalam keadaan normal
dapat didengan suara napas vesikuler )
21 Lakukan auskultasi suara napas trakeal ( normal pada derah leher
/trakea), suara napas bronkial ( normal pada daerah supra sterna)
dan suara napas bronkovesikuler ( normal dapat didengar pada
interkostal I dan II di linea sternalis )
22 Mendengarkan suara napas tambahan ( ronkhi, whizing,
amporik, dll)

PEMERIKSAAN TORAKS BAGIAN BELAKANG (PUNGGUNG)

INSPEKSI
0 1 2
INSPEKSI PUNGGUNG ( dalam keadaan statis )
23 Perhatikan bentuk dinding toraks bagian belakang serta bentuk
tulang belakang adakah ada kelainan bentuk (kiposis, skolisis,
lordosis atau gibus dll) (Pasien disuruh memegang kedua
bahunya dengan tangan disilang)
24 Bandingkan bentuk dinding toraks belakang kiri dengan kanan
apakah simetris atau tidak.
INSPEKSI PUNGGUNG ( dalam keadaan dinamis)
25 Perhatikan pergerakan dinding toraks belakang / punggung kiri
dengan kanan, apakah sama atau tidak.
PALPASI
0 1 2
26 Lakukan pemeriksaan pengembangan rongga toraks belakang.
27 Lakukan pemeriksaan tactil fremitus (stem fremitus) pada toraks
belakang mulai dari atas ke bawah dan bandingkan kiri dengan
kanan secara simetris dengan cara tangan disilangkan, sambil
pasien disuruh menyebut 77 (tujuh tujuh).
PERKUSI
0 1 2
28 Lakukan perkusi pada kedua hemithorax belakang kiri dan kanan
mulai dari pungggung atas ke bawah, bandingkan kiri dengan
kanan.
29 Tentukan batas bawah paru belakang kanan dan kiri (normal
Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 1

vertebra Th X/XI )
30 Tentukan peranjakan batas paru belakang / diafragma. (tentukan
batas paru saat ekspirasi kemudian tentukan batas paru saat
inspirasi dalam. (normal batas paru beranjak turun 2 jari (+ 4
cm)
AUSKULTASI
0 1 2
31 Lakukan auskultasi suara napas mulai dari punggung bagian atas
secara simetris kiri dengan kanan sampai ke bawah ( normal
dapat didengar suara napas vesikuler )
32 Dengarkan suara napas bronkovesikuler. ( normal dapat didengar
pada daerah interskapula ).
33 Mendengarkan suara napas tambahan ( ronki, whizing dll )
34 Cuci tangan setelah melakukan pemeriksaan fisik paru

Keterangan Skor Padang, ..............................


0 = Tidak Dilakukan sama sekali Instruktur,
1 = Dilakukan dengan perbaikan
2 = Dilakukan dengan sempurna

NILAI : Skor Total X 100 = ................. (....…………………..)


68 NIP.

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 2

SPUTUM II: PEWARNAAN BASIL TAHAN ASAM ( BTA )


Acid Fast Staining

1. PENGANTAR

Pewarnaan Basil Tahan Asam (BTA) adalah termasuk teknik pewarnaan bakteri khusus atau
selektif, oleh karena teknik ini hanya ditujukan untuk golongan bakteri tertentu saja, yaitu khusus
untuk kuman Mycobacterium.
Waktu: 2 x 2 x 50 menit /minggu
Hari I : melaksanakan pewarnaan slide, membaca hasil & interpretasi pewarnaan BTA
Hari II : ujian
Tempat: Laboratorium sentral FK Unand

2. KOMPETENSI INTI DAN LEVEL KOMPETENSI

2.1.Tujuan Umum
Setelah melaksanakan kegiatan skill lab ini mahasiswa mampu menyiapkan, melaksanakan,
membaca serta menginterpretasikan hasil pewarnaan BTA secara benar.

2.2.Tujuan Khusus
1. Mampu merencanakan dan mempersiapkan alat-alat dan bahan-bahan yang diperlukan untuk
Pewarnaan BTA.
2. Mampu membuat sediaan untuk Pewarnaan BTA dengan benar.
3. Mampu melakukan sendiri pewanaan BTA dengan benar sesuai dengan masing-masing
urutan tahap-tahapnya sehingga didapatkan hasil pewarnaan sediaan yang baik.
4. Mampu menunjukkan dan menjelaskan mana mana bakteri yang Basil Tahan Asam pada
pewarnaan BTA.
5. Mampu menginterpretasikan hasil teknik pewarnaan bakteri ini dan melaporkan secara tertulis

3. STRATEGI PEMBELAJARAN
Strategi pembelajaran merujuk pada 5 simple step of teaching in skill lab:
1. Overview
2. Silent demonstration
3. Description
4. Memorizing
5. Performance

4. PRASYARAT :
1. Memiliki ketrampilan penggunaan mikroskop dengan benar
2. Memiliki ketrampilan tata cara perlindungan pribadi (”universal precaution”), terutama
menangani mikroba patogen.

5. DASAR TEORI
Bakteri adalah mikroba dengan ukuran yang sangat kecil. Parameter yang dipakai untuk
mengukur mikroba tersebut adalah mikrometer (0.001mm). Sehingga praktis bakteri tidak dapat
dilihat dengan mata tanpa bantuan alat. Sejak ditemukannya mikroskop, maka bakteri sudah dapat
dilihat. Hanya saja oleh karena bakteri mempunyai index bias cahaya yang relatif sama dengan
kaca object,di bawah mikroskop bayangannya tidak begitu jelas,sehingga diperlukan teknik
pewarnaan tertentu untuk memperjelas bentuk serta ukuran bakteri itu.
Dalam bidang Mikrobiologi dikenal beberapa teknik pewarnaan terhadap bakteri yang pada
dasarnya adalah merupakan reaksi ikatan antara zat warna dengan komponen-komponen pada
bakteri terutama yang terdapat pada dinding sel dan sitoplasma. Di antara sekian banyak teknik
Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 3

pewarnaan terhadap bakteri yang sering dipakai dalam pelayanan medis adalah Pewarnaan
Gram dan Pewarnaan Basil Tahan Asam ( BTA ). Oleh sebab itu diharapkan sekali mahasiswa
kedokteran paham sekali akan kedua teknik pewarnaan ini, baik dari segi dasar teoritis, aplikasi
maupun interpretasinya untuk pemanfaatan di bidang klinis.
Pewarnaan Basil Tahan Asam (BTA) adalah termasuk teknik pewarnaan bakteri khusus atau
selektif, oleh karena teknik ini hanya ditujukan untuk golongan bakteri tertentu saja. Dasar
Pewarnaan ini yaitu adanya kemampuan genus Mycobacterium yang tetap mempertahankan zat
warna utama ( Carbol fuchsin ) dan tidak luntur (decolorized) walaupun dicuci dengan alkohol
dan asam (HCl). Sifat tahan terhadap pelunturan (decolorization) dengan asam inilah yang
mendasari keluarnya istilah Tahan Asam (Acid Fastness). Sedangkan bakteri-bakteri lain
termasuk sel-sel darah merah,sel-sel darah putih serta sisa-sisa jaringan akan melepaskan zat
warna utama ini. Sehingga bakteri genus Mycobacterium akan tampak berwarna merah.
Sedangkan selain bakteri ini akan diwarnai oleh zat warna latar belakang (counter stain) yaitu
berwarna biru ( Methylen Blue ). Kemampuan mempertahankan zat warna utama (carbol fuchsin)
pada genus Mycobacterium disebabkan bakteri-bakteri ini mempunyai struktur dinding sel yang
unik yaitu banyak mengandung ikatan lemak (lipid) yang tebal. Struktur lemak ini akan berikatan
kuat dengan carbol fuchsin, Apalagi dibantu dengan pemanasan sampai keluar uap sehingga zat
warna menembus masuk kedalam sitoplasma sel bakteri.
Hasil pemeriksaan BTA ini dilaporkan berdasarkan IUATLD (International Unit Associated
Treatment Lung Disease). Kriterianya adalah sebagai berikut:

tidak ada BTA / 100 LP tidak ada BTA


1-9 BTA / 100 LP hasil dilaporkan
10 – 99 BTA / 100 LP BTA + (positif satu)
1-10 BTA /LP BTA ++ (positif dua)
10 BTA /LP BTA +++ (positif tiga)

6. PROSEDUR KERJA
- Pewarnaan Basil Tahan Asam (BTA)
Indikasi pewarnaan Basil Tahan Asam:
1. Pemeriksaan langsung pada kasus-kasus Tb.paru dan Tb jaringan lainnya
2. Pemeriksaan langsung pada kasus-kasus dugaan Lepra.
3. Pemeriksaan konfirmatif pada hasil pemeriksaan biakan / kultur Tb sendiri.

Bahan dan alat pewarnaan Basil Tahan Asam (BTA):


1. Bak pewarnaan dan standar untuk meletakkan kaca objek.
2. Bahan pemeriksaan ( sputum pasien ).
3. Kaca Objek ( Object Glass ).
4. Zat warna utama ( Larutan Carbol Fuchsin ).
5. Lampu spiritus.
6. Larutan Asam –alkohol.
7. Zat warna latar belakang (counter stain) Larutan Methylen Blue.
8. Air mengalir (tap-water).
9. Hand schoen 1 pasang/mahasiswa
10. Masker 1/mahasiswa

Prosedur pewarnaan Basil Tahan Asam (BTA) (lihat gambar pada lampiran):
1. Dengan memakai tissu atau kapas alkohol dibersihkan kaca objek secukupnya.
2. Ambil ose yang ujungnya berbentuk lingkaran, kemudian pijarkan dengan lampu spiritus.
Kemudian dinginkan sebentar pada suhu kamar.

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 4

3. Celupkan ujung ose tersebut ke dalam cairan bahan pemeriksaan ( sputum ) dan oleskan
secara merata di atas kaca objek dengan ketebalan dan luas secukupnya. Pilih sputum
dengan bahan mucin yang tebal, kalau ada bercak darah pilih yang ada bercak darah.
4. Genangi dengan zat warna utama ( Larutan Carbol fuchsin ) selama 5 menit, sementara
itu panaskan dengan nyala api dari bawah kaca objek beserta genangan carbol fuchsin
sampai keluar asap dari genangan carbol fuchsin itu.
5. Buang genangan zat warna carbol fuchsin panas tersebut. Cuci dengan aliran kecil air
keran.
6. Letakkan kaca objek itu di atas standarnya kemudian genangi dengan larutan asam-
alkohol selama lebih kurang 1 menit ( sampai zat warna carbol fuchsin luntur ).
7. Celupkan beberapa saat kaca objek tersebut ke dalam larutan asam-alkohol.
8. Bersihkan sisa asam-alkohol dengan mencucinya pada aliran kecil air keran.
9. Letakkan kaca objek pada standarnya dan genangi dengan larutan zat warna latar belakang
(counter stain), Methylen Blue. Biarkan selama 1 menit.
10. Buang larutan zat warna Methylen Blue tersebut kemudian cuci dengan aliran kecil air
keran sampi tidak ada lagi zat warna biru mengalir.
11. Keringkan kaca objek yang telah siap diwarnai tersebut dengan kertas saring dan lihat
dengan mikroskop sebagaimana pada pada pewarnaan Gram di atas.
12. Tunjukkan mana bakteri yang Basil Tahan Asam tersebut mana yang bukan.

Interpretasi hasil :
Pewarnaan BTA :
BTA (+) : tampak kuman berwarna merah, berbentuk batang halus kadang-
kadang bergranul disertai kuman-kuman lain non BTA dan sel leukosit yang
berwarna biru.
BTA (-) : tidak ditemukan kuman batang berwarna merah, hanya terlihat kuman-
kuman non BTA dan sel leukosit yang berwarna biru

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 5

DAFTAR TILIK PENILAIAN KETRAMPILAN KLINIK 4


PEMERIKSAAN SPUTUM DENGAN PEWARNAAN BTA
BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
SEMESTER IV TA.2016/2017

Nama : ...........................................................
No. BP : ...........................................................
Kelompok : ...........................................................

NILAI
No ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Memberi salam dan memperkenalkan diri
2 Menyampaikan kepada pasien tujuan pemeriksaan
3 Menyiapkan alat dan bahan untuk pemeriksaan BTA
4 Membuat sediaan (preparat) untuk pewarnaan BTA
5 Melakukan proses pewarnaan BTA sesuai dengan tahap
demi tahap yang benar
6 Melakukan pemeriksaan peparat dengan mikroskop
dengan benar.
7 Menunjukkan mana bakteri BTA dan mana yang bukan
BTA.
8 Menginterpretasikan hasil pemeriksaan BTA dan
melaporkan secara tertulis
9 Menyampaikan kepada pasien hasil pemeriksaan
TOTAL
Keterangan :
0 = Tidak dilakukan sama sekali
1 = Dilakukan dengan perlu perbaikan
2 = Dilakukan dengan sistematis, berurutan dan lancar

Penilaian : Jumlah Skor x 100 =................


18
Padang, ……………………….
Instruktur

(……………..…………….)
NIP.

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 6

PEMERIKSAAN RADIOGRAFI TORAKS

1. PENGANTAR

Pemeriksaan radiografi toraks dilakukan untuk menilai jantung, paru, mediastinum dan
dinding dada. Pemeriksaan radiografi toraks untuk menilai jantung dan paru sangat penting untuk
penilaian awal dan merupakan pelopor untuk pemeriksaan berikutnya. Pada tahap ini, akan
diberikan keterampilan mengenai radioanatomi foto toraks. Proyeksi rutin pemeriksaan radiografi
toraks adalah proyeksi Postero-Anterior (PA) dan lateral.

2. KOMPETENSI INTI DAN LEVEL KOMPETENSI

2.1. Tujuan Umum


Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan radiografi toraks
2.2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu
1. Membuat permintaan radiografi toraks.
2. Memasang radiografi toraks di lampu baca.
3. Menilai syarat layak baca radiografi toraks.
4. Menjelaskan radioanatomi radiografi toraks normal.
5. Melakukan pengukuran jantung (Cardio-Thoracic Ratio)
2.3. Manfaat
Dengan mengikuti kegiatan ini mahasiswa dapat berlatih menulis permintaan radiografi
toraks dan melakukan pemeriksaan radiografi toraks.

3. STRATEGI PEMBELAJARAN

Strategi pembelajaran merujuk pada 5 simple step of teaching in skill lab:


1. Overview
2. Silent demonstration
3. Description
4. Memorizing
5. Performance

4. PRASYARAT

Ilmu dasar anatomi dan fisiologi jantung dan paru

5. TEORI
Radiografi toraks di baca dengan menempatkan sisi kanan foto (marker R) di sisi kiri
pemeriksa atau sisi kiri foto (marker L) di sisi kanan pemeriksa. Pada radiografi toraks, jantung
terlihat sebagai bayangan opak (putih) di tengah dari bayangan lusen (hitam) paru-paru.
Syarat layak baca radiografi toraks, yaitu:
1. Identitas
Foto yang akan dibaca harus mencantumkan identitas yang lengkap sehingga jelas apakah
foto yang dibaca memang milik pasien tersebut.
2. Marker
Foto yang akan di baca harus mencantumkan marker R (Right/ kanan) atau L (Left/ kiri).
3. Os scapula tidak superposisi dengan toraks
Hal ini dapat tercapai dengan posisi PA, tangan di punggung daerah pinggang dengan sendi
bahu internal rotasi.
4. Densitas cukup

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 7

Densitas foto dikatakan cukup/ berkualitas jika corpus vertebra di belakang jantung terlihat
samar.

Gambar 1. Gambaran radiografi dengan densitas “lunak, densitas cukup dan


densitas “keras”.

5. Inspirasi cukup
Pada inspirasi yang tidak adekuat atau pada saat ekspirasi, jantung akan terlihat lebar dan
mendatar, corakan bronkovaskular akan terlihat ramai/ memadat karena terdorong oleh
diafragma. Inpirasi dinyatakan cukup jika iga 6 anterior atau iga 10 posterior terlihat
komplit. Iga sisi anterior terlihat berbentuk huruf V dan iga posterior terlihat menyerupai
huruf A.

Gambar 2. Inspirasi cukup jika terlihat komplit iga 6 anterior atau iga 10
posterior.

Gambar 3.
Pengaruh inspirasi terhadap ukuran jantung dan corakan bronkovaskular.
A.Inspirasi kurang, B. Inspirasi cukup.
Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 8

6. Simetris
Radiografi toraks dikatakan simetris jika terdapat jarak yang sama antara prosesus
spinosus dan sisi medial os clavikula kanan - kiri. Posisi asimetris dapat mengakibatkan
gambaran jantung mengalami rotasi dan densitas paru sisi kanan kiri berbeda sehingga
penilaian menjadi kurang valid.

sk clav

Prosesus
Gambar 4. Jarak yang sama antara prosesus spinosus dengan sisi medial os clavikula
bilateral.

Hal yang mempengaruhi hasil pemeriksaan radografi:


1. Posisi pemeriksaan
Jantung berada di sisi anterior rongga dada. Pada radiografi toraks dengan posisi
berdiri, dimana sinar berjalan dari belakang ke depan (PA), maka letak jantung dekat sekali
dengan film. Jika jarak dari fokus sinar ke film cukup jauh, maka bayangan jantung yang
terjadi pada film tidak banyak mengalami pembesaran/ magnifikasi. Pada umumnya jarak
fokus-film untuk radiografi jantung 1,8 – 2m.
Bayangan jantung yang terlihat pada radiografi toraks proyeksi PA mengalami
magnifikasi ± 5% dari keadaan sebenarnya. Lain halnya bila radiografi dibuat dalam
proyeksi antero-posterior (AP), maka jantung letaknya akan menjadi jauh dari film sehingga
bayangan jantung akan mengalami magnifikasi bila dibandingkan dengan proyeksi PA.
Hal yang sama akan terjadi pada radiografi yang dibuat dengan posisi telentang
(supine) dengan sinar berjalan dari depan ke belakang (AP). Di sini bayangan jantung juga
akan terlihat lebih besar dibanding dengan proyeksi PA dan posisi berdiri. Posisi AP
dilakukan pada pasien yang tidak sanggup berdiri (posisi PA).

Gambar 5. Posisi posteroanterior (PA) dan posisi anteroposterior (AP) supine

2. Bentuk tubuh
Pada orang yang kurus dan jangkung (astenikus) jantung berbentuk panjang dan ke
bawah. Ukuran vertikal jauh lebih besar daripada ukuran melintang. Diafragma letaknya
mendatar sehingga jantung seolah tergantung (cor pendulum). Sebaliknya pada orang yang
Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 9

gemuk dan pendek (piknikus); letak jantung lebih mendatar dengan ukuran melintang yang
lebih besar disertai diafragma yang letaknya lebih tinggi.
Bentuk dinding toraks seperti pectus excavatum/ pigeon chest, pectus carinatum,
kelainan pada kelengkungan vertebra seperti skoliosis, kifosis atau hiperlordosis dapat
mempengaruhi bentuk dan letak jantung.
3. Kelainan paru
Kelainan luas pada paru dapat mempengaruhi bentuk dan letak jantung. Fibrosis atau
atelektasis dapat menarik jantung, sedangkan efusi pleura dan pneumotorak dapat
mendorong jantung.
Radioanatomi toraks proyeksi PA/ AP
- Trakea dan brous kanan kiri terlihat sebagai lesi lusen (hitam) yang superposisi dengan
vertebra

Gambar 6. Trakea dan bronkus utama terlihat lusen.

- Hillus terdiri dari arteri, vena, bronkus dan limfe

Gambar 7. Hillus paru pada foto toraks PA dan lateral.

- Sudut yang dibentuk oleh diafragma dengan iga disebut degan sinus kostofrenikus. Sinus
kostofrenikus normal berbentuk lancip.
- Sudut yang dibentuk oleh diafragma dengan bayangan jantung disebut sinus kardiofrenikus.
- Diafragma terlihat sebagai kubah di bawah jantung dan paru. Perbedaan tinggi kedua
diafragma yang normal adalah 1-1,5 cm. Tinggi kubah diafragma tidak boleh kurang dari 1,5
cm. Jika kurang dari 1,5 cm maka diafragma dikatakan mendatar.

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 0

Gambar 8. Diafragma pada foto toraks PA. Cara menilai tinggi kubah
diafragma.

- Batas jantung di kanan bawah dibentuk oleh atrium kanan. Atrium kanan bersambung
dengan mediastinum superior yang dibentuk oleh v. cava superior.
- Batas jantung disisi kiri atas dibentuk oleh arkus aorta yang menonjol di sebelah kiri
kolumna vertebralis. Di bawah arkus aorta ini batas jantung melengkung ke dalam (konkaf)
yang disebut pinggang jantung.
- Pada pinggang jantung ini, terdapat penonjolan dari arteria pulmonalis.
- Di bawah penonjolan a. Pulmonalis terdapat aurikel atrium kiri (left atrial appendage).
- Batas kiri bawah jantung dibentuk oleh ventrikel kiri yang merupakan lengkungan konveks
ke bawah sampai ke sinus kardiofrenikus kiri. Puncak lengkungan dari ventrikel kiri itu
disebut sebagai apex jantung.
- Aorta desendens tampak samar-samar sebagai garis lurus yang letaknya para-vertebral kiri
dari arkus sampai diafragma.

Gambar 9. Radioanatomi foto toraks PA

- Apeks paru terletak di atas bayangan os clavikula.


- Lapangan atas paru berada di atas iga 2 anterior, lapangan tengah berada antara iga 2-4
anterior dan lapangan bawah berada di bawah iga 4 anterior.

Radioanatomi toraks proyeksi lateral


- Di belakang sternum, batas depan jantung dibentuk oleh ventrikel kanan yang merupakan
lengkungan dari sudut diafragma depan ke arah kranial. Kebelakang, lengkungan ini menjadi
lengkungan aorta.
- Bagian belakang batas jantung dibentuk oleh atrium kiri. Atrium kiri ini menempati sepertiga
tengah dari seluruh batas jantung sisi belakang. Dibawah atrium kiri terdapat ventrikel kiri
yang merupakan batas belakang bawah jantung.

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 1

- Batas belakang jantung mulai dari atrium kiri sampai ventrikel kiri berada di depan kolumna
vertebralis. Ruangan di belakang ventrikel kiri disebut ruang belakang jantung (retrocardiac
space) yang radiolusen karena adanya paru-paru.
- Aorta desendens letaknya berhimpit dengan kolumna vertebralis.

Gambar 10. Radioanatomi foto toraks Lateral kiri

Paru kanan terdiri dari 3 lobus yaitu :


- Lobus superior kanan (right upper lobe/ RUL)
- Lobus media kanan (right middle lobe/ RML)
- Lobus inferior kanan (right lower lobe/ RLL)
Paru kiri terdiri dari 2 lobus
- Lobus inferior kiri (Left lower lobe/ LLL)
- Lobus superior kiri (Left upper lobe/ LUL) dan lingual

Gambar 11.
Radioanatomi lobus paru kanan radiografi toraks PA dan lateral

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 2

Gambar 12. Radioanatomi lobus paru kiri radiografi toraks PA dan lateral

Mediastinum terdiri dari :


- Mediastinum superior (dari aperture toracis sampai arcus aorta)
- Mediastnum anterior (daerah antara sternum dengan pericardiumsisi anterior)
- Mediastinum media (jantung)
- Mediastinum posterior (pericardium sisi posterior sampai vertebra)

Gambar 13. Radiografi toraks lateral. Mediastinum.

Cara pengukuran Cardio Thoracic Ratio (CTR)


- Ditarik garis M yang berjalan di tengah-tengah kolumna vertebralis torakalis.
- Garis A adalah jarak antara M dengan batas jantung sisi kanan yang terjatuh.
- Garis B adalah jarak antara M dengan batas kiri jantung yang terjatuh.
- Garis transversal C ditarik dari dinding toraks sisi kanan ke dinding toraks sisi kiri. Garis ini
melalui sinus kardiofrenikus kanan. Bila sinus-sinus kardiofrenikus ini tidak sama tingginya,
Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 3

maka garis C ditarik melalui pertengahan antara kedua sinus itu. Ada pula yang menarik garis
C ini dari sinus kostofrenikus kanan ke sinus kostofrenikus kiri. Perbedaan kedua cara ini
tidak begitu besar, sehingga dapat dipakai semuanya.

Gambar 14. Cara pengukuran CTR

Rumus :

Pada radiografi toraks PA dewasa dengan bentuk tubuh yang normal, CTR kurang dari 50%.
Pada umumnya jantung mempunyai batas radio-anatomis sebagai berikut :
- Batas kanan jantung letaknya para-sternal, Bila kita memakai garis A, maka garis A ini
panjangnya tidak lebih dari 1/3 garis dari M ke dinding toraks kanan.
- Batas jantung sisi kiri terletak di garis pertengahan klavikula (mid-clavicular line).
- Batas dari arkus aorta, yaitu batas teratas dari jantung, letaknya 1-2 cm di bawah tepi
manubrium sterni.

c. Prosedur kerja

(Lihat daftar tilik)

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 4

DAFTAR TILIK PENILAIAN KETRAMPILAN KLINIK 4


KETERAMPILAN KLINIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI TORAKS
BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
SEMESTER IV TA.2017/2018

Nama Mahasiswa : ……………


BP. : ……………
Kelompok : …………...

No Aspek yang dinilai SKOR


0 1 2
0 1 2
1 Memasang radiografi toraks ke lampu baca
2. Identitas
3. Marker
Foto toraks PA
4. Menilai densitas foto
5. Menunjukkan iga anterior (bentuk V)
6. Menunjukkan iga posterior (bentuk A)
7. Menilai inspirasi cukup atau tidak (iga 6 anterior atau iga 10
posterior terlihat komplit)
8. Menilai simetris/ tidak radiografi toraks (simetris jika terdapat
jarak yang sama antara prosesus spinosus dan sisi medial os
clavikula kanan – kiri)
9. Menunjukkan os scapula apakah superposisi dengan toraks atau
tidak
10. Menunjukkan hillus paru
11. Menunjukkan trakea dan bronkus utama kanan kiri
12. Menunjukkan sinus kostofrenikus
13. Menujukkan sinus kardiofrenikus
14. Menunjukkan diafragma
15. Mengukur tinggi kubah diafragma
16. Menyebutkan batas jantung sambil menunjukkannya di foto
toraks PA
- Atrium kanan
- Arcus aorta
- Pinggang jantung
- Aurikel atrium kiri
- Ventrikel kiri
- Apeks jantung
Foto toraks lateral
17. Menunjukkan hillus paru
18. Menunjukkan sinus kostofrenikus
19. Menunjukkan diafragma
20. Menjelaskan batas rongga mediastinum
21. Menyebutkan batas jantung sambil menunjukkannya di foto
toraks lateral
- Ventrikel kanan
- Atrium kiri
Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 5

- Ventrikel kiri
22 Melakukan pengukuran jantung (Cardio-Thoracic Ratio)

TOTAL

Keterangan :
Untuk no. 1, 4-22:
0 = Tidak dilakukan sama sekali
1 = Dilakukan dengan perlu perbaikan
2 = Dilakukan dengan sempurna

Untuk no.2 -3:


0 = Tidak dilakukan sama sekali
1 = Dilakukan.

Penilaian : Jumlah Skor x 100 =................


42
Padang, ……………………….
Instruktur

(……………..…………….)
NIP.

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 6

PEMERIKSAAAN HIDUNG

1. PENGANTAR
Pemeriksaan hidung (pemeriksaan fisik hidung luar, rinoskopi anterior, demonstrasi
pemasangan tampon anterior dan rinoskopi posterior) merupakan salah satu kompetensi
yang harus dimiliki oleh mahasiswa kedokteran dalam menyelesaikan pendidikannya,
sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) 2012 dimana
kompetensi pemeriksaan fisik hidung merupakan kompetensi 4, artinya semua mahasiswa
harus mampu melakukannya secara mandiri, seperti terlihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Daftar penyakit pada sistem respirasi (hidung) SKDI 2012

Tabel 2. Daftar kompetensi keterampilan pada sistem respirasi (hidung) SKDI 2012

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 7

Keterampilan pemeriksaan fisik sistem respirsi (hidung) meliputi keterampilan


melakukan anamesis terkait penyakit sistem respirasi dan pemeriksaan fisik hidung yakni
pemeriksaan hidung luar, rinoskopi anterior, demonstrasi pemasangan tampon anterior dan
rinoskopi posterior.
Keterampilan klinis ini nantinya dapat diaplikasikan oleh mahasiswa pada tingkat
klinik dalam menegakkan diagnosis penyakit-penyakit sistem respirasi berdasarkan
profesionalitas yang luhur sesuai dengan tuntutan area kompetensi dalam SKDI 2012 yang
disusun dengan urutan sebagai berikut :

1. Profesionalitas yang Luhur


2. Mawas Diri dan Pengembangan Diri
3. Komunikasi Efektif
4. Pengelolaan Informasi
5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran
6. Keterampilan Klinis
7. Pengelolaan Masalah Kesehatan

Agar mahasiswa dapat memahami prinsip - prinsip dalam melakukan pemeriksaan fisik
hidung maka di dalam modul ini dibuatkan panduan yang akan menuntun mahasiswa
memahami mulai dari anatomi fisiologi saluran nafas atas dan hidung sampai bagaimana
teknik melakukan pemeriksaan fisik hidung dengan baik.
Pada akhir modul ini diharapkan mahasiswa dapat menguasai keterampilan dalam
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik hidung sesuai dengan tujuan pembelajaran
berikut :

Tujuan Pembelajaran Umum


1. Melakukan anamsesis keluhan- keluhan respirasi
2. Mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan sistem respirasi (hidung)
3. Melakukan pemeriksaan fisik hidung meliputi : pemeriksaan hidung luar, rinoskopi
anterior, demonstrasi pemasangan tampon anterior dan rinoskopi posterior.

Tujuan Pembelajaran Khusus


1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri pada pasien.
2. Melakukan anamnesis keluhan respirasi sebagai data dasar dalam
melakukan pemeriksaan fisik .
3. Menginformasikan tujuan dari pemeriksaan/test yang akan dilakukan serta
mendapatkan izin melakukan pemeriksan dari pasien atau keluarga.
4. Mempersiapkan pasien untuk dilakukan pemeriksaan
5. Menyuruh pasien agar melakukan apa-apa yang diminta oleh pemeriksaan
6. Melakukan pemeriksan fisik hidung luar (menilai deformitas yang ada, kelainan
bawaan, trauma, infeksi)

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 8

7. Melakukan pemeriksaan rinoskopi anterior (mampu menilai kavum nasi,


sekret/cairan, konka media/inferior, septum nasi, deskripsi tentang massa)
8. Melihat dan memahami bagaimana membuat dan memasang tampon anterior
hidung (tampon rol dan kapas)
9. Melihat dan memahami pemeriksaan rinoskopi posterior : yang dnilai adalah
septum nasi bagian posterior, koana, sekret dibelakang faring (post nasal drip),
konka, massa di nasofaring, muara tuba, torus tubarius dan fossa Rosenmuller)

ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG

Untuk mengetahui penyakit atau kelainan hidung, perlu diingat kembali tentang
anatomi hidung. Anatomi dan fisiologis normal harus diketahui dan diingat kembali
sebelum terjadi perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat berlanjut menjadi suatu
penyakit atau kelainan.
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya :
1) Pangkal hidung (bridge)
2) Batang hidung (dorsum nasi)
3) Puncak hidung (tip)
4) Ala nasi
5) Kolumela
6) Lobang hidung (nares anterior)

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 9

Gambar 1. Anatomi Hidung

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot lecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung.

Kerangka tulang terdiri dari :


1) Tulang hidung (os nasal)
2) Prosesus frontalis os maksila
3) Prosesus nasalis os frontalis

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak
di bawah hidung, yaitu :
1) Sepasang kartilago nasalis lateralis superior
2) Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (cartilago alar mayor)
3) Tepi anterior cartilago septum nasi

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang
dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan
kavumnasi kiri. Pintu atau lobang masuk bagian depan disebut nares anterior dan lobang
belakang disebut dengan nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan
nasofaring.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang
nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 0

mempunyai banyak kelenjer sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise.
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan
superior.
Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan
tulang rawan. Bagian tulang adalah :
1. Lamina perpendikularis os ethmoid
2. Vomer
3. Krista nasalis os maksila
4. Krista nasalis os palatina.
Bagian tulang rawan adalah :
1. Kartilago septum (lamina kuadrangularis)
2. Kolumela

Gambar 2. Penampang anatomi laisan hidung

Gambar 3. Septum nasi

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 1

Gambar 4. Dinding lateral hidung

Gambar 5. Dinding lateral hidung (konka dibuang)

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada
bagian tulang, sedangkan luarnya dilapisi oleh mukos hidung.
Pada dinding lateral terdapat tiga buah konka, yaitu yang terbesar dan letaknya
paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil konka media, lebih kecil lagi
konka superior, sedangkan yang terkecil (rudimenter) dinamakan konka suprema.
Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan
labirin ethmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari
labirin ethmoid.

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 2

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang
disebut meatus. Tergantung letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medisu
dan superior. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus
medius terletak di antara konka media dan dinding lateral hidung. Pada meatus medius
terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus ethmoid anterior. Pada meatus
superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka media terdapat muara
sinus ethmoid posterior dan sinus sfenoid.

Batas Rongga Hidung

Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan
os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk lamina
kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. Lamina kribriformis
merupakan lempeng tulang berasal dari os ethmoid, tulang ini berlobang lobang
(kribrosa=saringan) tempat masuknya serabut-serabut saraf olfaktorius. Di bagian
posterior, atap rongga hidung dibentuk oleh os sfenoid.

Kompleks Osteomeatal (KOM)

Gambar 6. Kompleks Osteomeatal

Kompleks osteomeatal (KOM) merupakan celah pada dinding lateral hidung yang
dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang
membentuk KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulum ethmoid, hiatus semilunaris,
bula ethmoid, agger nasi dan resesus frontal. Jika terjadi obstruksi atau sumbatan pada
celah yang sempit ini maka akan terjadi perubahan patologis yang signifikan pada sinus
sinus yang terkait.

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 3

Perdarahan Hidung

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a. ethmoid anterior dan
posterior yang merupakan cabang dari a. optalmika dari a. karotis interna.
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris
interna, diantaranya ialah ujung a. palatina mayor, dan a. sfenopalatina yang keluar dari
foramen sfenopalatina bersama n. sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang
ujung posterior konka media.

Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a. fasialis. Pada


bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a. ethmoid
anterior, a. labialis superior, dan a. palatina mayor., yang disebut pleksus Kiesselbach
(Little’s area). Pleksus Kisselbach letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma,
sehingga sering menjadi sumber epistaksis (perdarahan hidung), terutama pada anak anak.

Vena vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan
arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v. optalmika yang
berhubungan dengan sinus kovernosus, vena vena di hidung tidak mempunyai katup,
sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke
intrakranial.

Persarafan Hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.
ethmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n. nasosiliaris, yang berasal dari n.
optalmikus (N V-1).
Rongga hidung lainnya, selain memberikan persarafan sensoris, juga memberikan
persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion sfenopalatina terletak
di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.
Fungsi penghidu berasal dari n. olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribrosa
dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel sel reseptor
penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 4

Gambar 7. Pendarahan Septum

Gambar 8. Pendarahan dinding lateral hidung

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 5

Gambar 9. Pendarahan hidung luar

Gambar 10. Persarafan dinding lateral hidung

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 6

Gambar 11. Persarafan septum

MENEGAKKAN DIAGNOSIS ATAU KELAINAN PADA HIDUNG

Untuk dapat menegakkan diagnosis suatu penyakit atau kelainan di telinga, hidung,
dan tenggorok diperlukan kemampuan melakukan anamnesis dan pemeriksaan organ-organ
tersebut. Kemampuan ini merupakan bagian dari pemeriksan fisik bila terdapat keluhan
atau gejala yang berhubungan dengan kepala dan leher. Banyak penyakit sistematis yang
bermanifestasi di daerah telinga, hidung atau tenggorok demikian juga sebaliknya. Untuk
mendapatkan kemampuan dan keterampilan ini, perlu latihan yang berulang-ulang.

Kamar Periksa THT

Kamar periksa THT memerlukan sebuah meja alat yang berisi alat-alat THT (THT
set) dengan lampu kepala yang arah sinarnya dapat disesuaikan dengan posisi organ yang
akan diperiksa. serta suction) serta obat-obatan dalam botol yang diperlukan untuk
pemeriksaan.

Di samping meja alat harus disiapkan kursi yang dapat diputar, ditinggikan serta
dapat direbahkan sebagai tempat berbaring untuk pasien sesuai dengan posisi yang
diinginkan pada pemeriksaan dan kursi dokter yang juga dapat berputar yang diletakkan
saling berhadapan.

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 7

Jika kursi pasien seperti itu tidak ada sebaiknya selain dari kursi pasien, disediakan
juga sebuah tempat tidur.

Gambar 12. Posisi dokter dan pasien pada pemeriksaan THT

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 8

Gambar 13. Alat-alat pemeriksaan hidung

ANAMNESIS

Anamnesis merupakan teknik wawancara dengan pasien dalam rangka mengali


informasi terkait penyakit yang sedang dideritanya. Anamnsis didahului dengan membuat
hubungan emosional yang baik antara dokter dengan pasien. Hal yang ditanyakan pada
anamnesis meliputi; identitas pasien secara lengkap, keluhan utama yang menyebabkan
pasien datang berobat, keluhan penyakit sekarang, riwayat pengobatan & alergi obat,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat sosial ekonomi ( pekerjaan,
kebiasaan dll).
Keluhan yang sering berhubungan dengan penyakit respirasi diantaranya, sumbatan
hidung, cairan keluar dari hidung dan tenggorok, bersin bersin berulang, rasa nyeri di
daerah muka dan kepala, prdarahan dari hidung dan gangguan penghidu.
Pasien tidak jarang datang dengan keluhan yang beragam misalnya ; adanya
sumbatan hidung disertai keluarnya cairan hidung dan sebagainya. Perlu ditanyakan
keluhan mana yang paling menonjol yang menjadi alasan pasien datang berobat yang
menjadi keluhan utamanya.
Keluhan utama yang sudah di sampaikan oleh pasien harus dipertegas dengan
beberapa pertanyaan yang dapat mempertajam analisis dan dilengkapi dengan pertanyaan
tentang riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat pengobatan, riwayat
penyakit keluarga, riwayat pekerjaan sosial ekonomi.

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 9

PEMERIKSAAN FISIK HIDUNG, NASOFARING DAN SINUS PARANASAL

Pasien duduk dengan posisi badan condong ke depan dan kepala lebih tinggi sedikit dari
kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat hidung.
Atur lampu kepala supaya fokus dan tidak mengganggu pergerakan, kira kira 20- 30 cm di
depan dada pemeriksa dengan sudut kira kira 60 derajat, lingkaran focus dari lampu,
diameter 2-3 cm.

Gambar 14. Pemakaian lampu kepala yang benar

Hidung Luar

Bentuk hidung luar diperhatikan apakah ada deviasi atau depresi tulang hidung. Apakah
ada pembengkakan di daerah hidung dan sinus paranasal. Dengan jari dapat dipalpasi
adanya krepitasi tulang hidung atau rasa nyeri tekan pada peradangan hidung dan sinus
paranasal.

RINOSKOPI ANTERIOR

o Pasien duduk menghadap pemeriksa. Spekulum hidung dipegang dengan tangan


kiri, arah horizontal, dengan jari telunjuk ditempelkan pada dorsum nasi.
o Tangan kanan untuk mengatur posisi kepala. Spekulum dimasukkan ke dalam
rongga hidung dalam posisi tertutup, dan dikeluarkan dalam posisi sedikit terbuka.

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 0

o Saat pemeriksaan diperhatikan keadaan :


 Rongga hidung, luasnya lapang/sempit (dikatakan lapang kalau dapat dilihat
pergerakan palatum mole bila pasien disuruh menelan),
 Adanya sekret, lokasi serta asal sekret tersebut. Jika terdapat sekret kental
yang keluar daridaerah antara konka media dan konka inferior kemungkinan
sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior, sedangkan
sekret yang terdapat di meatus superior berarti sekret berasal dari sinus
etmoid posterior atau sinus sphenoid
 Konka inferior, konka media dan konka superior warnanya merah muda
(normal), pucat atau hiperemis. Besarnya, eutrofi, atrofi, edema atau
hipertrofi.
 Septum nasi cukup lurus, deviasi, krista dan spina.
 Massa dalam rongga hidung, seperti polip atau tumor perlu diperhatikan
keberadaannya.
 Asal perdarahan di rongga hidung, krusta yang bau dan lain-lain perlu
diperhatikan.

Gambar 15. Rinoskopi Anterior dan tipe-tipe septum deviasi

RINOSKOPI POSTERIOR

o Untuk pemeriksaan ini dipakai kaca tenggorok no. 2-4. Kaca ini dipanaskan dulu
dengan lampu spritus atau dengan merendamkannya di air panas supaya kaca tidak
menjadi kabur oleh nafas pasien.

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 1

o Sebelum dipakai harus diuji dulu pada punggung tangan pemeriksa apakah tidak
terlalu panas.
o Lidah pasien ditekan dengan spatula lidah, pasien bernafas melalui mulut kemudian
kaca tenggorok dimasukkan ke belakang uvula dengan arah kaca ke atas. Setelah
itu pasien diminta bernafas melalui hidung. Perlu diperhatikan kaca tidak boleh
menyentuh dinding posterior faring supaya pasien tidak terangsang untuk muntah.
o Sinar lampu kepala diarahkan ke kaca tenggorok dan diperhatikan :
 septum nasi bagian belakang
 nares posterior (koana)
 sekret di dinding belakang faring (post nasal drip) dengan memutar kaca
tenggorok lebih ke lateral maka tampak konka superior, konka media dan
konka inferior.
 Dapat dilihat nasopharing, perhatikan muara tuba, torus tubarius dan massa
di fossa Rossenmuller.

Gambar 16. Rinoskopi posterior

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 2

Gambar 17. Pemeriksaan rinoskopi posterior dan pasase udara hidung

PEMASANGAN TAMPON ANTERIOR

Dalam kasus epistaksis anterior aktif, hidung dibersihkan dari gumpalan darah oleh
penghisap atau suction dan upaya dilakukan untuk melihat sumber pendarahan. Pada
perdarahan minor, dilakukan pertolongan pertama dengan melakukan menekan ala nasi
atau cuping hidung selama lebih kurang 5-10 menit. Jika perdarahan tidak berhenti, jika
sumber perdarahan dapat terlihat, kauterisasi daerah perdarahan dapat dilakukan dengan
menggunakan AgNO3.
Jika perdarahan berlangsung lebih berat dan sumber perdarahan sulit untuk
dilokalisasi, tampon anterior harus dilakukan. Untuk ini, gunakan kain kasa pita (rol
tampon). Sekitar 1 m kasa (lebar 2,5 cm pada orang dewasa dan 12 mm pada
anak-anak) diperlukan untuk setiap rongga hidung.
Pertama, beberapa sentimeter dari kasa dilipat dan dimasukkan di sepanjang lantai
hidung dan kemudian rongga hidung seluruhnya padat oleh lapisan kain kasa dari lantai
ke atap. Packing juga bisa dilakukan di lapisan vertikal dari belakang ke depan
(Gambar
Pack dapat dihapus setelah 24 jam, jika perdarahan telah berhenti. Kadang-kadang,
itu harus terus selama 2-3 hari; dalam kasus itu, antibiotik sistemik harus diberikan untuk
mencegah infeksi sinus dan toxic shock syndrome.

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 3

Gambar 18. Metode pemasangan tampon anterior secara vertikal dan secara
horizontal

TAMPON POSTERIOR

Hal ini diperlukan untuk pasien epistaksis posterior. Satu tampon posterior
disiapkan dengan mengikat tiga buah benang dengan sepotong kain kasa digulung menjadi
bentuk kerucut.
Sebuah kateter karet dilewatkan melalui hidung dan akhirnya dibawa keluar dari
mulut (Gambar). Ujung benang terikat untuk itu dan kateter ditarik dari hidung. Pack, yang
mengikuti benang, sekarang dipandu ke nasofaring dengan jari telunjuk.
Anterior rongga hidung sekarang dikemas dan benang diikat di atas roll gigi. Ini
membantu dalam melepaskan mudah tampon nanti. Pasien yang membutuhkan tampon
posterior harus selalu di rawat di rumah sakit.
Pilihan lain untuk tampon posterior, adalah menggunakan sebuah Foley kateter
ukuran 12-14 F. Setelah penyisipan balon lalu digelembungkan dengan 5- 10 ml saline,
balon mengembang dan ditarik ke depan sehingga choana menjadi tertekan.

Gambar 19. Tampon posterior dengan menggunakan Folley Catheter

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 4

REFERENSI

1. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan
Leher. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Edisi 6. 2007
2. Disease of Ear Nose and Throat & Head and Neck Surgery. Elsevier, 5th
Edition, 2014.
3. Basic Otorhinolaryngology, a Step by Step Learning Guide. Thieme, 2nd
Edition, 2006.

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas

LAMPIRAN 1:
DAFTAR TILIK PENILAIAN KETRAMPILAN KLINIK 4
KETERAMPILAN KLINIK PEMERIKSAAN HIDUNG
BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI
SEMESTER IV TA.2017/2018
Nama Mahasiswa : ……………
BP. : ……………
Kelompok : …………...

SKOR
NO. ASPEK PENILAIAN
0 1 2
I. TAHAP PERSIAPAN:
1. Memberikan salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Menginformasikan ke pasien mengenai tindakan yang
akan dilakukan (informed consent)
3. Persiapan alat-alat pemeriksaan
II TAHAP PELAKSANAAN
4. Melakukan pemeriksaan hidung luar
5. Melakukan rinoskopi anterior
 Kavum nasi
 Sekret /massa
 Konka media dan inferior
 Septum nasi
6. Menjelaskan pemeriksaan rinoskopi posterior
7. Menjelaskan pemasangan tampon hidung
III TAHAP INTERPRETASI
8. Menyampaikan hasil pemeriksaan kepada instruktur
9. Menyampaikan hasil pemeriksaan kepada pasien
TOTAL
Keterangan :
Skor 0 : tidak dilakukan
Skor 1 : dilakukan dengan sedikit perbaikan
Skor 2 : dilakukan dengan sempurna
Nilai Ketrampilan : total skor x 100 = ...............
24
Padang
..............................

Mahasiswa …………… Instruktur …………..


No. BP NIP.

Buku Panduan Keterampilan Klinis Blok 2.6 Respirasi (THT-KL) – Ed. 3 Tahun
2018

Anda mungkin juga menyukai