Anda di halaman 1dari 11

PANDUAN PRAKTEK KLINIS : PNEUMONIA

1. Nama Penyakit / Diagnosis : PNEUMONIA


2. Pengertian : Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada
parenkim paru yang disebabkan oleh bermacam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur, dan protozoa dengan akibat
timbulnya ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi
(ventilation perfusion mismatch).
3. Anamnesa :  Batuk
 Perubahan karakteristik sputum/purulen
 Nyeri dada
 Sesak
4. Pemeriksaan Fisik :  Suhu tubuh  38ºC / riwayat demam
 Dispnea: inspiratoryeffort ditandai dengan takipnea
 Retraksi
 Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara
nafas bronkial dan ronki
5. Kriteria Diagnosis : Diagnosis ditegakkan pada foto toraks terdapat infiltrat / air
bronchogramditambah dengan beberapa tanda dan gejala di
atas (anamnesis dan pemeriksaan fisik).
6. Diagnosa Kerja : Pneumonia
7. Diagnosa Banding :  Asma
 PenyakitParuObstruksiKronik
 Bronkitiskronik
 GagalJantungKongestif
8. Pemeriksaan Penunjang :  Darah tepi: leukositosis dengan hitung jenis bergeser ke
kiri.
 Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas
darah menunjukkan keadaan hipoksemia. Dapat terjadi
asidosis respiratorik, asidosis metabolik dan gagal nafas.
 Pada foto toraks terlihat infiltrat.
9. Tatalaksana : 1. Pemberian terapi oksigen
2. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan
elektrolit
3. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik,
mukolitik
4. Pengobatan antibiotik harus diberikan sesegera mungkin,
evaluasi klinis setelah 72 jam pertama pemberian
antibiotik
 Florokuinolon respirasi (levofloksasin 750 mg,
moksifloksasin 500 mg)
 lactam ditambah makrolid (azitromisin, klaritromisin)
10. Edukasi : Sanitasi (kebersihan tangan, penggunaan masker, etika
batuk), berhenti merokok, vaksinasi (influenza,
pneumokokus)
11. Prognosa : Dubia
12. Indikator Medis : Klinis pasien membaik
13. Kepustakaan : 1. PerhimpunanDokterParu Indonesia (PDPI). Pneumonia
Komunitas: Pedoman Diagnosis danPenatalaksanaan di
Indonesia. 2014.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS : ASMA

1. Nama : ASMA
Penyakit /
Diagnosis
2. Pengertian : Penyakitinflamasikroniksalurannapas yang melibatkanbanyakseldanelemennya.
Inflamasikronikpadasalurannapasmenyebabkanhiperesponsif, sehinggamemudahkanterjadinyabron
danhipersekresikelenjar, yang menyebabkanobstruksialiranudara di saluranpernapasandenganmani
bersifatepisodikberupamengi, sesaknapas, dada terasaberatdanbatuk-batukterutamamalamdanataud
3. Anamnesa :  Gejalaberupabatuk, sesaknapas, mengi, dada terasaberat
 Bersifatepisodik, seringkalireversibeldenganatautanpapengobatan
 Gejalatimbul/ memburuksaatmalamhari
 Diawaliolehfaktorpencetus yang bersifatindividu
 Responsterhadappemberianbronkodilator

Hal lain yang perludipertimbangkandalamriwayatpenyakit


 Riwayatkeluarga (atopi)
 Riwayatalergi / atopi
 Penyakit lain yang memberat
 Perkembanganpenyakitdanpengobatan
4. Pemeriksaan : Kelainanpemeriksaanjasmani yang paling seringditemukanadalahmengipadaauskult
fisik auskultasidapatterdengar normal walaupunpadapengukuranobjektif (faalparu) telah
Padakeadaanserangan, kontraksiotot polos salurannapas, edema danhipersekre
makasebagaikompensasipenderitabernapaspada volume paru yang lebihbesaruntukmengatas
itumeningkatkankerjapernapasandanmenimbulkantandaklinisberupasesaknapas, mengidanhipe
mengihanyaterdengarpadawaktuekspirasipaksa. Walaupundemikianmengidapattidakterdengar (si
sangatberat, tetapibiasanyadisertaigejala lain misalnyasianosis, gelisah, sukarbicara, takikardi,
bantu napas.
5. Kriteria : Derajat Asma Eksaserbasi
Diagnosis Ringan Sedang Berat
Sulitbernapas Berjalan Berbicara Saatistirahat
Dapatberbaring Lebihmemilih Membungkuk
duduk
Berbicara Kalimat Frase Kata
Kewaspadaan Gelisah + / - Gelisah Gelisah
Lajupernafasan Meningkat Meningkat >30x/menit
Ototaksesoriusdanrestriksi Tidakada Ada Ada
suprasternal
Mengi Sedang, Keras Keras
terkadanghanyasaatekspirasiakhir
Denyutnadi <100 100 -120 >120
Pulsusparadoksus Tidakada Mungkinada Ada
<10 mmHg 10 – 25 >25 mmHg
mmHg
PEF >80% 60 – 80% <60%
setelahinisialbronkodilator atauresponsbera
jam
PaO2 (dalamudara) Normal >60 mmHg <60 mmHg
dan/atau Mungkinsianos
PaCO2 <45 mmHg
<45 mmHg <45 mmHg
SaO2 (dalamudara) >95% 91 – 95% <90%
6. Diagnosa :  PenyakitParuObstruksiKronik
Banding  Bronkitiskronik
 GagalJantungKongestif
 Batukkronikakibat lain-lain
7. Pemeriksaan : Pemeriksaan fungsi paru untuk mengkonfirmasi diagnosis:
Penunjang  Spirometri
Menilai hambatan aliran udara dan reversibilitas. Jika peningkatan FEV1  12% dan  200 cc s
hasilnya reversibel. Pemeriksaan bertujuan untuk menegakkan diagnosis, emnilai derajat berat a
 PEF (peakexpiratoyflow)
Menegakkan diagnosis dan monitoring. Diagnosis asma, jika didapatkan hasil:
 Peningkatan 60cc/menit setelah inhalasi bronkodilator atau  20% dibandingkan PEF seb
 Atau variasi diurnal, PEF  20% (dengan 2x pembacaan setiap harinya)
 Pemeriksaan tambahan lainnya
Skintest dengan mengukur IgE spesifik di serum unruk menentukan ada alergi dan identifikasi f
8. Tatalaksana : Tatalaksana Asma Eksaserbasi

9. Edukasi : Identifikasidanmengontrolpencetus, duatipepengobatanasma (pengontrol&pelega), tujuanpengobat


medikasi (apa yang dipakai, bagaimana&kapan, adakahmasalahdenganpengobatantsb.), penangana
10. Prognosa : Dubia ad bonam
11. Indikator : Klinis pasien membaik
Medis
12. Kepustakaan : 1. FitzGerald M, etal. Global InitiativeforAsthma (GINA). Updated 2012.
2. PerhimpunanDokterParu Indonesia (PDPI). Asma: Pedoman Diagnosis danPenatalaksanaan di I
PANDUAN PRAKTEK KLINIS : PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

1. Nama : PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)


Penyakit /
Diagnosis
2. Pengertian : Penyakit paru yang ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel,
bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas
yang beracun / berbahaya.
Hambatan aliran udara disebabkan oleh gabungan antara obstruksi saluran nafas kecil
(obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap
individu.
3. Anamnesa :  Riwayat terpajanfaktor risiko: asap rokok, polusi udara, bahan kimia, stres oksidatif,
tumbuh kembang paru
 Sesak progresif, bertambah berat dengan aktivitas, persisten
 Batuk kronik dengan atau tanpa dahak
4. Pemeriksaan :  Inspeksi
Fisik - Pursed-lipsbreathing(mulut mencucu)
- Barrelchest(diameter antero-posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu nafas
- Hipertrofi otot bantu nafas
- Pelebaran sela iga
- Bila terlah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema
tungkai
- Pinkpuffer(kulit kemerahan pada pasien kurus)
- Bluebloates(edema tungkai, ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer pada
pasien gemuk)
 Palpasi
Fremitus melemah, sela iga melebar
 Perkusi
Hipersonor, batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
 Auskultasi
Suara nafas vesikuler normal atau melemah, terdapat ronki dan/atau mengi, ekspirasi
memanjang, bunyi jantung terdengar jauh
5. Kriteria : Derajat PPOK
Diagnosis Derajat Klinis FaalParu
Derajat I: Batukkronikdanproduksi sputum adatetapitidaksering VEP1/KVP
PPOK < 70%
ringan VEP1
80%
prediksi

Derajat II: Gejalasesakmulaidirasakansaataktivitas VEP1/KVP


PPOK Batukdanproduksi sputum < 70%
sedang 50%
<VEP1
<80%
prediksi

Derajat III: Gejalasesaklebihberat, penurunanaktivitas, rasa VEP1/KVP


PPOK lelahdanseranganeksaserbasisemakinsering < 70%
berat 30%
<VEP1 <
50%
prediksi

Derajat IV: Gejala di atasditambahtanda- VEP1/KVP


PPOK tandagagalnafasataugagaljantungkanandanketergantunganoksigen < 70%
sangatberat VEP1 <
30%
prediksi
atau VEP1
< 50%
prediksi
disertai
gagal
nafas
kronik
6. Diagnosa : 1. Asma
Banding 2. Gagal jantung kongestif
3. Bronkiektasis
4. Tuberkulosis
7. Pemeriksaan :  Pemeriksaan faal paru
Penunjang - Spirometri
Obstruksi: % VEP1 (VEP1/ VEP1pred.) <80%
VEP1% (VEP1/KVP) <75%
- Uji bronkodilator
 Laboratorium darah (darah rutin, analisa gas darah)
 Foto toraks: hiperinflasi, hiperlusen, ruang retrosternal melebar, diafragma mendatar,
jantung pendulum / menggantung
8. Tatalaksana : Rekomendasi pengobatan PPOK
Derajat RekomendasiPengobatan
Semuaderajat  Edukasi (hindarifaktorpencetus)
 Bronkodilatorkerjadingkat (SABA,
antikolinergikkerjacepat, xantin) bilaperlu
 Vaksinasi influenza
Derajat I: PPOK ringan Bronkodilatorkerjadingkat (SABA,
antikolinergikkerjacepat, xantin) bilaperlu
Derajat II: PPOK sedang 1. Pengobatan regular denganbronkodilator
 Agonis beta kerjapanjang (LABA)
 Antikolinergikkerja lama
 Simptomatik
2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi, respirasi)
Derajat III: PPOK berat 1. Pengobatan regular dengan 1 ataulebihbronkodilator
 Agonis beta kerjapanjang (LABA)
 Antikolinergikkerja lama
 Simptomatik
 Kortikosteroidinhalasi
2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi, respirasi)
Derajat IV: PPOK sangatberat 1. Pengobatan regular dengan 1 ataulebihbronkodilator
 Agonis beta kerjapanjang (LABA)
 Antikolinergikkerja lama
 Simptomatik
 Kortikosteroidinhalasi
2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi, respirasi)
3. Terapioksigenjangkapanjangbilagagalnafas
4. Ventilasimekanis noninvasive
5. Pertimbangkanterapipembedahan
9. Edukasi : 1. Menghindari faktor pencetus (berhenti merokok)
2. Obat-obatan, manfaat, dan efek samping
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Penyesuaian aktivitas
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
10. Prognosis : Dubia ad bonam/malam
11. Indikator : Perbaikanklinispasien, kualitashidupmembaik
Medis
12. Kepustakaan : 1. PerhimpunanDokterParu Indonesia (PDPI). PenyakitParuObstruktifKronik (PPOK):
Pedoman Diagnosis danPenatalaksanaan di Indonesia. 2011.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS : TUBERKULOSIS (TB)
PARU

1. Nama : TUBERKULOASI (TB) PARU


Penyakit /
Diagnosis
2. Pengertian : Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi paru yang disebabkan oleh
Mycobacteriumtuberculosiscomplex
3. Anamnesa :  Gejala respiratori: batuk  2 minggu, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada
 Gejala sistemik: malaise, demam, keringat malam, anoreksi, berat badan
menurun
4. Pemeriksaan : Pada awal perkembangan pernyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan
Fisik kelainan). Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama
daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apekslobus inferior
(S6). Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan suara nafas bronkial, amforik, suara
nafas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum.
5. Kriteria : Skema alur diagnosis TB paru
Diagnosis
6. Diagnosa : 1.Penyakit paru obstruktif kronis
Banding 2.Asma
3.Bronkiektasis
4.Tumor paru
7. Pemeriksaan :  Pemeriksaan sputum BTA
Penunjang - BTA (+): 3x positif atau 2x positif
- BTA (-): 3x negatif
- Jika hasil 1x positif, diulang pemeriksaan BTA, bila hasil:
- 1x positif  BTA (+)
- 3x negatif  BTA (-)
 Foto toraks
Gambaran lesi TB aktif:
- Bayangan berawan/nodular di lobus atas paru segmen apikal dan posterior,
lobus bawah segmen posterior
- Kavitas dikelilingi bayangan berawan
- Bercak milier
- Efusi pleura (biasanya unilateral)
Gambaran lesi TB inaktif:
- Fibrotik
- Kalsidikasi
- Schwarte atau penebalan pleura

Pemeriksaan lainnya
 Biakan kuman
 Uji tuberkulin, IGRA, T-SPOT TB
 Uji serologi
 GeneXpert MTB/RIF
 Analisa cairan pleura
 Biopsi
 Pemeriksaan darah: LED (tidak spesifik)
8. Tatalaksana : Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan.
Pengobatan TB standar dibagi menjadi:
 Pasien baru: 2HRZE/4HR
 Pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama: 2HRZES/HRZE/5HRE
 Pasien multi-drugresistant(MDR)

Jenis dan dosis OAT

Dosis OAT Kombinasi Dosis Tetap


9. Edukasi :  Penyakit dan penyebab TB
 Penularan TB dan pencegahannya
 Pengobatan (durasi, kepatuhan, pengawas minum obat, efek samping)
10. Prognosis : Dubiaadbonam
11. Indikator : Klinis pasien membaik
Medis
12. Kepustakaan : 1. PerhimpunanDokterParu Indonesia (PDPI). Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis
danPenatalaksanaan di Indonesia. 2011.

Anda mungkin juga menyukai