Anda di halaman 1dari 7

PANDUAN PRAKTEK KLINIS :

DHF
1. NamaPenyakit / Diagnosis : DHF
2. Pengertian : Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Dengue.
Virus Dengue memiliki empat jenis serotype: DEN-1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotype
akan menimbulkan antibody terhadap serotype yang
bersangkutan, namun tidak untuk serotype lainnya
sehingga seseorang dapat terinfeksi demam Dengue 4
kali selama hidupnya. Indonesia merupakan negara
yarg endemis untuk Demam Dengue' maupun Demam
Berdarah Dengue
3. Anamnesa : Gejala dan tanda klinis:
 Demam bifasik akut 2-7 hari
 Nyeri kepala
 Nyeri retroorbita
 Mialgia/atralgia
 Ruam.
 Gusi berdarah, mimisan.
 Nyeri perut.
 Mual/muntah
 Hematemesis/melena.
Faktor Resiko:
1. Tinggal di daerah endemis dan padat penduduk
2. Pada musim panas (28-32°C) dan kelembaban
tinggi.
3. Sekitar rumah banyak genangan air
4. Pemeriksaan Fisik : 1. Pemeriksaan tanda vital:
 Pernapasan
 Nadi
 Suhu
 Tekanan Darah
2. Tanda patogonomis
 Suhu > 37,5 derajat celcius
 Ptekie, ekimosis, purpura
 Rumple Leed (+)
 Hepatomegali Splenomegali
 Untuk mengetahui adanya kebocoran plasma,
diperiksa tanda- tanda efusi pleura dan asites.
5. Kriteria Diagnosis : Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah dan serologi
dengue.
Kriteria WHO, diagnosis DBD ditegakkan bila semua
hal dibawah ini terpenuhi:
 Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari,
biasanya bifasik/pola pelana
 Tedapat minimal satu dari manifestasi perdarahan
berikut:
- Uji bendung positif
- Ptekie, ekimosis atau purpura
- Perdarahan mukosa aiau perdarahan tempat lain
- Hematemesis atau melena.
 Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)
 Terdapat minimal satu plasma hipoproteinemia.
Klasifikasi:
Derajat DBD diklasifikasikan dalam4 derajat (pada
setiap derajat sudah ditemukan trombositopenia dan
hemokonsentrasi)
 Derajat I: Demam disertai gejala tidak khas dan
satu- tanda-tanda kebocoran pleura, seperti asites
atau satunya manifestasi perdarahan ialah uji
bendung
 Derajat II: Seperti derajat I, disertai perdarahan
spontan di kulit dan atau perdarahan lain
 Derajat III: didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu
nadi dan lambat, cepat tekanan nadi (20mmHg atau
kurang) atau menurun hipotensi, sianosis di sekitar
mulut, kulit dingin dan lembab
 Derajat IV: Syok berat, nadi tak teraba, tekanan
darah tak terukur.
6. Diagnosa Kerja : DHF
7. Diagnosa Banding :  Demam karena infeksi virus (influenza,
chikungunya, dan lain-lain)
 Demam Tifoid.
8. Pemeriksaan Penunjang :  Leukopenia
 Hematokrit meningkat >20% dibandingkan standar
sesuai usia dan jenis kelamin dan menurun
dibandingkan nilai hematokrit sebelumnya >20 %
setelah pemberian terapi cairan.
 Trombosit: trombositopenia
 SGOT/SGPT
 Protein darah: hipoproteinemia
 Elektrolit: hiponatremia
 Pemeriksaan serologi dengue positif
 Pemeriksaan Penunjang lanjutan: Pemeriksaan
kadar trombosit dan hematokrit secara serial
9. Tatalaksana :  DBD tanpa syok (derajat I dan II)
Medikamentosa
- Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian
paracetamol bukan aspirin.
- Diusahakan tidak memberikan obat- obat yang 8
Tatalaksana tidak diperlukan (misalnya antasida,
antiemetik) untuk mengurangi beban detokfikasi
dalam hati.
- Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati,
apabila terdapat perdarahan saluran kortikosteroid
tidak diberikan.
- Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.
Suportif
- Mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai
akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
perdarahan.
- Kunci keberhasilan terletak pada kemampuan
untuk mengatasi masa peralihan dari fase demam
ke fase syok disebut time of fever differvesence
dengan baik
- Cairan intravena diperlukan apabila: 1. Anak terus
menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi,
dehidrasi yang dapat mempercepat terjadinya syok,
2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada
pemeriksaan berkala
 DBD disertai syok (Sindrom Syok Dengue, derajat III
dan IV)
- Penggantian volume plasma segera, intravena
larutan ringer laktat 10-20 ml/kgBB secara bolus
diberikan selama 30 menit. Apabila syok belum
teratasi tetap diberikan ringer laktat 20ml/kgBB
ditambah koloid 20-30ml, maksimal 1500 ml/hari.
- Pemberian cairan 10 ml/kgBB/jam tetap diberikan
1-4 jam pasca syok. Volume cairan diturunkan
menjadi 7ml/kgBB/jam, selanjutnya 5ml, dan 3ml
apabila tanda vital dan diuresis baik.
- Jumlah urin 1 ml/kgBB/jam merupakan indikasi
bahwa sirkulasi membaik
- Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48
jam setelah syok teratasi.
- Oksigen 2-4 1/menit pada DBD syok
- Koreksi asidosis metabolik dan elektrolit pada DBD
syok.
Indikasi pemberian darah:
- Terdapat perdarahan pemberian cairan kristaloid
dan koloid, syok menetap, hematokrit turun, diduga
telah terjadi perdarahan, berikan darah segar 10
ml/kgBB
- Apabila kadar hematokrit tetap >40 vol %, maka
berikan darah dalam volume kecil.
- Plasma segar beku dan suspensi trombosit
berguna untuk koreksi gangguan koagulasi atau
koagulasi intravaskular desiminata (KID) pada syok
berat yang menimbulkan perdarahan mas if.
- Pemberian transfusi suspensi trombosit pada KID
harus selalu disertai plasma segar (berisi faktor
koagulasi yang diperlukan), untuk mencegah
perdarahan lebih hebat.

10. Lama Rawat


11. Edukasi : Prinsip konseling pada demam berdarah dengue
adalah memberikan pengertian kepada pasien dan
keluarganya tentang perjalanan penyakit dan
tatalaksananya, sehingga pasien dapat mengerti
bahwa tidak ada obat/medikamentosa untuk
penanganan DBD, terapi hanya bersifat suportif dan
mencegah perburukan penyakit. perjalanan alamiah
penyakit.
12. Prognosa : Dubia ad bonam
13. Tingkat Evidens :
14. Tingkat Rekomendasi :
15. Penelaah Kritis :
16. Indikator : Keadaan pasien sampai dengan membaik
17. Kepustakaan : 1. Kemenkes RI. Tata Laksana Demam Berdarah
Dengue. Jakarta.
2. Chen, K. Pohan, H.T, Sinto, R, Diagnosis dan Terapi
Cairan pada Demam Berdarah Dengue. Medicinus.
Jakarta. 2009: Vol 22; p.3-7.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS :
KEJANG DEMAM
1. NamaPenyakit / Diagnosis : KEJANG DEMAM
2. Pengertian : Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38°C) tanpa adanya infeksi
susunan saraf pusat, gangguan elektrolit atau
metabolik lain Kejang disertai demam pada bayi
berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam
kejang demam
3. Anamnesa :  Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran lama kejang
 Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam,
interval, keadaan anak pasca ' kejang, penyebab
demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala
infeksi saluran nafas akut/ISPA, infeksi saluran
kemih, otitis media akut,dll)
 Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan
epilepsi dalam keluarga
 Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya
diare/muntah elektrolit, sesak yang mengakibatkan
hipoksemia, yang mengakibatkan gangguan
kurang yang dapat menyebabkan asupan
hipoglikemia)
4. Pemeriksaan Fisik :  Kesadaran: apakah terdapat penurunan
kesadaran, suhu tubuh: apakah terdapat demam
 Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Bruzinski
I dan II, Kernique, Laseque
 Pemeriksaan nervus kranial Pemeriksaan Fisik
 Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun-
ubun besar menonjol, papil edema
 Tanda infeksi di luar SSP: ISPA, OMA, ISK, dll
 Pemeriksaan neurologi: tonus motorik, reflex
fisiologis, reflex patologis.
5. Kriteria Diagnosis : 1. Kejang demam sederhana: singkat, atau klonik,
umumnya kejang berlangsung umum tonik dan tanpa <
15 menit, sifat kejang berhenti sendiri, gerakan fokal
atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata: kejang lama > 15 menit,
kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang didahului
kejang parsial, berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24
jam.
6. Diagnosa Kerja : Kejang Demam
7. Diagnosa Banding : 1. Kejang demam sederhana umum
2. Kejang demam komplikata
3. Meningitis
4. Ensefalitis
5. Abses otak
8. Pemeriksaan Penunjang :  Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi
untuk mencari penyebab demam atau kejang.
Pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap,
gula darah, elektrolit, urinalisis dan biakan darah, 7.
urine atau feses
- Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menegakkan/menyingkirkan meningitis. Pada bayi
kecil seringkali sulii untuk menegakkan meningitis
karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Jika yakin
bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan
pungsi lumbal dianjurkan pada:
- Bayi usia kurang dari 12 bulan: sangat dianjurkan
- Bayi usia 12-18 bulan: dianjurkan
- Bayi usia > 18 bulan tidak rutin dilakukan
 Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak
direkomendasikan. EEG masih dapat dilakukan
pada kejang demam yang tidak khas, misalnya:
kejang demam kompleks pada anak berusia lebih
dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
 Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala) dilakukan
hanya jika ada indikasi, misalnya:
- Kelainan neurologi fokal yang menetap
(hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi
struktural di otak (mikrosefali, spastisitas)
- Terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial
(kesadaran menurun, muntah berulang, UUB
menonjo!, paresis nervus VI, edema papil).
9. Tatalaksana : Medikamentosa
Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat
pada algoritme tatalaksana kejang, saat ini lebih
diutamakan pengobatan profilaksis intermiten pada
saat demam berupa:
 Antipiretik
 Anti Kejang
 Pengobatan jangka panjang hanya diberikan jika
kejang demam menunjukkan ciri-ciri sebagai
berikut (salah satu):
- Kejang lama > 15 menit
- Kelainan neurologi yang nyata sebelum/
sesudah kejang: hemiparesis, paresis Todd, palsi
serebral, retardasi mental, hidrosefalus
- Kejang fokal.
Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika:
- Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam
- Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12
bulan 2
- Kejang demam > 4 kali per tahun.
Obat untuk pengobatan jangka panjang: fenobarbital
(dosis 3-4 mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis) atau asam
valproat (dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis).
Pemberian obat. ini efektif dalam menurunkan risiko
berulangnya kejang. Pengobatan diberikan selama 1
tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara
bertahap selama 1-2 bulan.
10. Lama Rawat
11. Edukasi : Prinsip konseling pada demam berdarah dengue
adalah memberikan pengertian kepada pasien dan
keluarganya tentang perjalanan penyakit dan
tatalaksananya, sehingga pasien dapat mengerti
bahwa tidak ada obat/medikamentosa untuk
penanganan DBD, terapi hanya bersifat suportif dan
mencegah perburukan penyakit. perjalanan alamiah
penyakit.
12. Prognosa : Dubia ad bonam/malam
13. Tingkat Evidens :
14. Tingkat Rekomendasi :
15. Penelaah Kritis :
16. Indikator : Keadaan pasien sampai dengan membaik
17. Kepustakaan : 1. Baumann RJ. Febrile Seizures. E Med J, March
12 2002, vol.2, No.3 1-10
2. Lewis H. Viruses in Febrile Convulsion. Arch
Dis Child, 2001; 82: 428.
3. Konsensus penatalaksanaan kejang demam
UKK Neurologi IDAI 2006.
4. AAP. The neurodiagnostic evaluation of the
child with simple febrile seizures. Pediatr
1996; 97: 769-95 2.

Anda mungkin juga menyukai