Ramadhan
Agama
Mei 2017
1/8
Mei 2017
Mei 2017
ayuchanAyu Paramitha
Mei '17
1
image.jpg1920x1080 253 KB
Niat Puasa
Ibnu Khuzaimah mengeluarkan dari Salman R.A., ia berkata: ”Rasulullah SAW telah berkhutbah
kepada kami pada hari terakhir dari bulan Sya‟ban, beliau bersabda: (”Wahai manusia sungguh
telah dekat kepada kalian:
Al-Mundziri berkata di dalam kitab at-Targhib(II/218): ”Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu
Khuzaimah dalam kitab Shahihnya, lalu ia berkata: Khabar itu adalah Shahih.” Hadits ini juga
diriwayatkan oleh al-Baihaqi melalui jalurnya Ibnu Khuzaimah, dan diriwayatkan pula oleh Abu
asySyaikh-Ibnu Hibban- dalam kitab ats-Tsawab dengan meringkas dari kedua beliau tersebut.
Hadits ini juga dikeluarkan oleh Ibnu an-Najjar dengan panjang, sebagaimana dalam kitab al-
Kanz (IV/323)
Risalah Ramadhan
Bulan Ramadhan memiliki keistimewaan di banding bulan-bulan yang lain, di
antaranya:
– Pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu (HR.
Bukhari)
– Di bulan itu ada malaikat yang menyeru, “Wahai orang yang menginginkan
kebaikan, bergembiralah!. Wahai orang yang menginginkan keburukan,
berhentilah!.” (HR. Ahmad dan Nasa’i, sanadnya jayyid)
– Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan
pahala, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu. (HR. Bukhari)
– Bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada harumnya
minyak kesturi (HR. Bukhari)
– Di bulan Ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik daripada seribu bulan,
yaitu Lailatul Qadr (lih. Surat Al Qadr).
– Berpuasa,
ام فَإِناهُ ِلي َوأَنَا أَجْ ِزي بِ ِه ِ ُك ُّل َع َم ِل اب ِْن آدَ َم لَهُ إِ اَّل
َ َالصي
“Semua amal anak Adam untuknya selain puasa, puasa itu untuk-Ku, dan Aku-lah
yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari)
Hadits ini menunjukkan keutamaan puasa di banding amalan yang lain dan besarnya
pahala yang akan Allah berikan kepada orang yang berpuasa, karena Dia yang akan
membalasnya.
– Shalat Tarawih
ُ ً سابا
غ ِف َر لَهُ َما تَقَد َام ِم ْن ذَ ْنبِ ِه َ ِضانَ إِي َمانا ً َواحْ ت َ ََم ْن ق
َ ام َر َم
“Barang siapa yang melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman dan
mengharapkan pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR.
Bukhari)
Lebih utama lagi jika dilakukan berjama’ah bersama imam hingga selesai, karena
akan dicatat untuknya pahala melakukan shalat semalaman suntuk.
– Bersedekah
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan, dan
Beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan, bahkan melebihi angin yang
berhembus. Hal ini menunjukkan bahwa sepatutnya kita lebih sungguh-sungguh lagi
beribadah dan beramal saleh khususnya di waktu-waktu yang penuh keberkahan
seperti di bulan Ramadhan. Termasuk bersedekah di bulan Ramadhan adalah
memberikan makanan untuk berbuka orang yang berpuasa. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
ش ْيء ص ِم ْن أَجْ ِر ال ا
َ صائِ ِم ُ َصائِما ً َكانَ لَهُ ِمثْ ُل أَجْ ِر ِه َغي َْر أَناهُ َّلَ يُ ْنق َم ْن فَ ا
َ ط َر
“Barang siapa memberi makanan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa, maka
ia akan mendapatkan pahala orang yang berpuasa itu tanpa dikurangi sedikitpun.”
(HR. Ahmad, Nasa’i dan dishahihkan oleh Al Albani)
“Barang siapa shalat Subuh berjama’ah, lalu duduk berdzikr mengingat Allah sampai
matahari terbit. Setelah itu ia shalat dua rak’at (shalat Isyraq), maka ia akan
mendapatkan pahala seperti satu kali hajji dan umrah secara sempurna, sempurna
dan sempurna.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani)
Shalat Isyraq dikerjakan pada waktu dhuha di bagian awalnya ketika matahari terbit
setinggi satu tombak (jarak antara terbit matahari/syuruq dengan setinggi satu
tombak kira-kira ¼ jam).
– Beri’tikaf
Setelah hari-hari biasanya kita sibuk terhadap urusan dunia, kita diminta hanya
sebentar untuk menyibukkan diri dengan akhirat (fokus kepada akhirat), yaitu
dengan beri’tikaf.
I’tikaf artinya menetap di masjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Azza
wa jalla. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf sepuluh hari di bulan
Ramadhan, namun pada tahun wafatnya Beliau, Beliau beri’tikaf selama dua puluh
hari. (sebagaimana dalam riwayat Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Majah). I’tikaf ini
hukumnya sunat, dan menjadi wajib jika dinadzarkan oleh seseorang.
I’tikaf lebih utama dilakukan di sepuluh terakhir bulan Ramadhan sebagaimana yang
dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Waktunya dimulai dari setelah
shalat Subuh hari pertama dan berakhir sampai matahari tenggelam akhir bulan
Ramadhan.
I’tikaf terlaksana dengan seseorang tinggal di masjid dengan niat beri’tikaf baik
lama atau hanya sebentar, dan ia akan mendapatkan pahala selama berada di
dalam masjid.
Bagi yang beri’tikaf boleh memutuskan atau membatalkan i’tikafnya kapan saja ia
mau, jika ia sudah keluar dari masjid lalu ia hendak beri’tikaf lagi, maka ia pasang
niat lagi untuk beri’tikaf.
I’tikaf tidak batal ketika seseorang keluar dari masjid karena terpaksa harus keluar
(seperti ingin buang air, makan dan minum bila tidak ada yang mengantarkan
makan untuknya, pergi berobat, mandi dsb).
I’tikaf menjadi batal jika seseorang keluar dari masjid tanpa suatu keperluan serta
melakukan jima’.
Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah berkata, “Sunnahnya bagi yang beri’tikaf adalah
tidak menjenguk orang yang sakit, tidak menyentuh istri, memeluknya, tidak keluar
kecuali jika diperlukan, dan i’tikaf hanya bisa dilakukan dalam keadaan puasa, juga
tidak dilakukan kecuali di masjid jaami’ (masjid yang di situ ditegakkan
shalat Jum’at dan jama’ah).”
Hendaknya seorang yang beri’tikaf mencari malam lailatul qadr dalam I’tikafnya di
malam-malam yang ganjil dari sepuluh terakhir bulan Ramadhan –Meskipun mencari
Lailatul qadr tidak harus beri’tikaf–. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri mencari
Lailatul Qadr dan memerintahkan para sahabat untuk mencarinya. Lailatul qadr
tidak terjadi pada malam tertentu dalam setiap tahunnya, namun berubah-rubah,
mungkin pada tahun ini malam ke 27, pada tahun depan malam ke 29 dsb, dan
sangat diharapkan terjadi pada malam ke 27.
Mungkin hikmah mengapa malam Lailatul qadr disembunyikan oleh Allah Ta’ala
adalah agar diketahui siapa yang sungguh-sungguh beribadah dan siapa yang
bermalas-malasan.
غ ِف َر لَهُ َما تَقَد َام ِم ْن ذَ ْنبِ ِه َ ِام لَ ْيلَةَ ْالقَدْ ِر إِ ْي َمانا ً َواحْ ت
ُ ً سابا َ ََم ْن ق
“Barang siapa yang melakukan shalat tarawih bertepatan dengan malam Lailatul
qadr karena iman dan mengharapkan pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pema’af, maka ma’afkanlah aku.” (HR. Imam
Ahmad dan Penyusun Kitab Sunan, kecuali Abu Dawud. Tirmidzi berkata, “Hadits
hasan shahih.”)
– Berumrah
ًضانَ ت َ ْع ِد ُل َح اجة
َ ع ْم َرة فِي َر َم
ُ
“Berumrah di bulan Ramadhan sama seperti hajji.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Siang dan malam bulan Ramadhan adalah saat-saat utama beramal shalih, maka
manfaatkanlah dengan banyak membaca Al Qur’an, berdzikr dan berdoa.
– Menjauhi maksiat.
Seorang muslim harus menjauhi maksiat, apalagi di bulan Ramadhan seperti ghibah
(gosip), namimah (mengadu domba), berdusta, memakai cincin emas bagi laki-laki,
melihat hal-hal yang haram dilihat, mendengarkan musik, menyakiti kaum muslimin
baik dengan lisan maupun dengan perbuatan, menggambar makhluk bernyawa,
bersumpah dengan nama selain Allah, bertasyabbuh (menyerupai) orang-orang
kafir, merokok, isbal (melabuhkan kain melewati mata kaki), riya’, mencukur
janggut, memakan riba, bekerja di bank-bank ribawi, mengasuransikan jiwa dan
harta (asuransi konvensional), memberikan persaksian dusta, Rasulullahshallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
ُ طعَا َمهُ َوش ََرابَه َ َ فَلَيْس ِهللِ َحا َجة فِي أ َ ْن يَد،الز ْو ِر َو ْالعَ َم َل بِ ِه
َ ع ُّ ع قَ ْو َل َ َم ْن
ْ َلم ْيَد
“Barang siapa yang tidak mau meninggalkan kata-kata dusta dan beramal
dengannya, maka Allah tidak lagi butuh ia meninggalkan makan dan
minumnya.” (HR. Bukhari)
Ia pun harus menjauhi mencaci-maki orang lain dan menjauhi maksiat lainnya baik
yang berupa ucapan maupun perbuatan, melakukan penipuan (ghisy), durhaka
kepada kedua orang tua, memutuskan tali silaturrahim, hasad (dengki), menyia-
nyiakan shalat dan lainnya.
Dan bagi wanita haram melepas jilbab, bertabarruj (bersolek kepada yang bukan
suaminya) dan memakai wewangian ketika keluar dari rumah.
1. Anak kecil yang belum baligh tidak wajib berpuasa, namun hendaknya ia
disuruh agar terbiasa mengerjakan kewajiban.
2. Bagi orang yang tidak mampu berpuasa karena sebab yang tidak bisa
hilang, seperti karena tua dan orang yang sakit yang sulit diharapkan
kesembuhannya, maka keduanya cukup memberi makan untuk sehari satu
orang miskin.
3. Orang yang sakit, namun bisa diharapkan kesembuhannya, maka jika ia
berat untuk berpuasa pada saat itu, ia bisa berpuasa nanti setelah
sembuh.
4. Wanita yang haidh dan nifas tidak boleh berpuasa saat masih haidh dan
nifas, ia cukup mengqadha’nya (membayar puasa) nanti setelah selesai
haidh atau nifasnya.
5. Bagi wanita yang hamil dan menyusui apabila keduanya merasa berat
berpuasa karena kehamilannya atau karena ia menyusui atau pun karena
mengkhawatirkan janinnya maka (cukup) membayar fidyah, tidak perlu
mengqadha’. Jika keduanya mau mengqadha’ maka silahkan mengqadha’,
dan jika telah mengqadha’ maka tidak perlu membayar fidyah.
6. Seorang musafir dipersilahkan untuk berpuasa atau berbuka. Jika berbuka
maka ia harus mengqadha’nya.
Perlu diketahui, bahwa seorang yang berpuasa tidaklah batal puasanya jika
melakukan hal yang membatalkan puasa karena lupa, tidak
mengetahui atau dipaksa. Oleh karena itu, jika seorang lupa sehingga makan atau
minum maka tidak batal puasanya. Demikian juga jika seseorang makan atau
minum karena beranggapan matahari sudah tenggelam atau fajar belum terbit,
maka tidak batal puasanya karena ia tidak mengetahui. Dan jika seseorang
berkumur-kumur lalu ternyata air masuk ke dalam perutnya tanpa sengaja, maka
tidak batal puasanya karena itu bukan pilihannya. ’Atha’ berkata, ”Jika seseorang
beristintsar (menghirup air ke hidung dan mengeluarkannya), lalu ternyata air itu
masuk ke tenggorokan, maka tidak mengapa jika ia tidak kuasa.” Al Hasan
berkata, ”Jika lalat masuk ke tenggorokannya, maka ia tidak diwajibkan apa-apa.
Segala puji bagi Allah, kami memuji, memohon pertolongan dan meminta ampun
kepada-Nya; dan kami berlindung kepada-Nya dari kejahatan jiwa kami dan
keburukan perbuatan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tiada
seorang pun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan-Nya
maka tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa
sesungguhnya tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada
sekutu bagi-Nya; dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba
dan utusan-Nya.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah
kepada-Ku.” (QS. Al-Dzariyat: 56).
Di antara sekian ibadah yang sangat mulia yang telah Dia wajibkan terhadap
hamba-hamba-Nya adalah shaum (puasa). Allah telah berfirman,
ُ َ َوأَن ت
َصو ُمواْ َخي ٌْر لَّ ُك ْم ِإن كُنت ُ ْم ت َ ْعلَ ُمون
“Dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Dan Allah menghimbau kepada mereka semua untuk berterima kasih (bersyukur)
kepada-Nya atas diwajibkannya puasa kepada mereka, seraya berfirman,
Dan Allah berbelas kasih kepada mereka serta menjauhkan mereka dari kesulitan
dan hal yang membahayakan, seraya berfirman,
“Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau sedang di dalam perjalanan
(lalu berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan
itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Maka tidaklah mengherankan jika hati kaum mukminin secara serius menghadap
kepada Allah Yang Maha Penyayang pada bulan Ramadhan ini, dengan punuh rasa
takut kepada-Nya lagi penuh harapan akan pahala dan kemenangan yang agung
dari-Nya.
Oleh karena nilai ibadah puasa ini sangat besar, maka setiap muslim wajib
mempelajari hukum-hukum yang ber-kaitan dengan bulan puasa Ramadhan, agar ia
mengetahui apa yang wajib untuk ia lakukan dan yang haram untuk ia hindari serta
apa yang mubah hingga dirinya tidak merasa kesulitan dengan sebab
meninggalkannya.