RINANSITA WARIHWATI
Fakultas Kedokteran uiversitas Gadjah Mada Yogyakarta
Email: rinansita.warihwati@gmail.com
ABSTRAK
PENDAHULUAN
PERMASALAHAN
Semua perlengkapan dan sistem rantai dingin atau cold chain ini, sejak dari pabrik
pembuat vaksin hingga mencapai tempat dokter dan pasien pemakai vaksin, adalah rumit
dan berharga mahal. Jika ada kelainan atau kerusakan atau gangguan pada salah satu mata
rantai tersebut diatas, maka vaksin tersebut sudah pasti akan mengalami kerusakan pada
molekul bioaktif-nya sehingga mutu dan potensi proteksi vaksin tersebut diragukan,
dengan akibat vaksin tersebut tidak dapat lagi dipakai untuk tujuan imunisasi terhadap
suatu jenis penyakit infeksi tertentu yang ditujukan oleh vaksin tersebut.
Setiap tahun diseluruh dunia ada sekitar 50% lebih vaksin yang terbuang percuma
karena masalah gangguan sistim rantai dingin atau cold chain ini, yang terjadi selama
perjalanan dari pabrik pembuat hingga ke tempat tujuan vaksin. Bisa kita bayangkan
berapa banyak pemborosan yang terjadi karenanya.
PEMBAHASAN
Vaksin
Vaksin adalah senyawa antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan
aktif dan meningkatkan imunitas tubuh terhadap suatu penyakit sehingga tubuh dapat
segera membuat antibodi yang di kemudian hari dapat mencegah atau kebal dari penyakit
tersebut. Pada tahun 1877 Louis Pasteur membuat suatu vaksin, menggunakan kuman
hidup yang telah dilemahkan. Vaksin ini dimaksudkan untuk vaksinasi cowpox dan
smallpox. Pada tahun 1881 mulai dibuat vaksin anthrax, menyusul pembuatan vaksin
rabies tahun 1885.
Penyimpanan Vaksin
Terkait dengan penyimpanan vaksin, aturan umum untuk sebagian besar vaksin,
bahwa vaksin harus didinginkan pada temperature 2 - 8 derajat Celsius dan tidak
membeku. Sejumlah vaksin (DPT, Hib, Hepatitis B dan Hepatitis A) akan tidak aktif bila
beku. Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan kehilangan potensinya.
Instruksi pada lembar penyuluhan (brosur) informasi produk harus disertakan.
Penyimpanan vaksin membutuhkan suatu perhatian khusus karena vaksin
merupakan sediaan biologis yang rentan terhadap perubahan temperatur lingkungan. Pada
setiap tahapan rantai dingin maka transportasi vaksin dilakukan pada temperature 0
derajat Celsius sampai 8 derajat Celsius. Vaksin polio boleh mencair dan membeku tanpa
membahayakan potensi vaksin. Vaksin DPT, DT, dT, hepatitis-B dan Hib akan rusak bila
membeku pada temperature 0 derajat Celsius (vaksin hepatitis-B akan membeku sekitar -
0,5 derajat Celsiua).
Menurut Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi, Depkes RI, 1992, sarana
penyimpanan vaksin di setiap tingkat administrasi berbeda. Di tingkat pusat, sarana
penyimpan vaksin adalah kamar dingin/cold room. Ruangan ini seluruh dindingnya
diisolasi untuk menghindarkan panas masuk ke dalam ruangan. Ada 2 kamar dingin yaitu
dengan suhu 2 derajat Celsius sampai 8 derajat Celsius dan suhu -20 derajat Celsius
sampai -25 derajat Celsius. Sarana ini dilengkapi dengan generator cadangan untuk
mengatasi putusnya aliran listrik. Di tingkat provinsi vaksin disimpan pada kamar dingin
dengan suhu -20 derajat Celsius sampai -25 derajat Celsius. Di tingkat kabupaten sarana
penyimpanan vaksin menggunakan lemari es dan freezer. Cara penyimpanan untuk
vaksin sangat penting karena menyangkut potensi dan daya antigennya. Beberapa faktor
yang mempengaruhi penyimpanan vaksin adalah antara lain suhu, sinar matahari dan
kelembaban.
Pada awalnya vaksin yang berasal dari virus hidup seperti polio dan campak, harus
disimpan pada suhu di bawah 0 derajat Celsius. Namun berdasarkan penelitian
berikutnya, ternyata hanya vaksin polio yang masih memerlukan suhu dibawah 0 derajat
Celsius. Sementara vaksin campak dapat disimpan di refrigerator pada suhu 2 derajat
Celsius – 8derajat Celsius . Sedangkan vaksin lainnya harus disimpan pada suhu 2 derajat
Celsius – 8derajat Celsius.
Sesuai Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas, Depkes RI, 2005, vaksin
hepatitis B, DPT, TT, dan DT tidak boleh terpapar pada suhu beku karena vaksin akan
rusak akibat meningkatnya konsentrasi zat pengawet yang merusak antigen. Sementara
terkait penyimpanan vaksin, susunannya harus diperhatikan. Karena suhu dingin dari
lemari es/freezer diterima vaksin secara konduksi, maka ketentuan jarak antar kemasan
vaksin harus dipenuhi. Demikian pula letak vaksin menurut jenis antigennya mempunyai
urutan tertentu untuk menghindari penurunan potensi vaksin yang terlalu cepat.
Tabel 1. Daftar suhu penyimpanan dan umur vaksin berdasarkan jenis vaksin
Dasar yang menjadi pertimbangan dalam memilih cold chain antara lain meliputi
jumlah sasaran, volume vaksin yang akan dimuat, sumber energi yang ada, sifat, fungsi
serta stabilitas suhu sarana penyimpanan, suku cadang dan anjuran WHO atau hasil
penelitian atau uji coba yang pernah dilakukan. Sarana cold chain di tingkat Puskesmas
merupakan sarana penyimpanan vaksin terakhir sebelum mencapai sasaran. Tingginya
frekuensi pengeluaran dan pengambilan vaksin dapat menyebabkan potensi vaksin cepat
menurun.
Pengelolaan Vaksin
Pengelolaan vaksin sama halnya dengan pengelolaan rantai vaksin yaitu suatu
prosedur yang digunakan untuk menjaga vaksin pada suhu tertentu yang telah ditetapkan
agar vaksin memiliki potensi yang baik mulai dari pembuatan sampai pada saat
pemberiannya kepada sasaran. Pengelolaan rantai vaksin sebagai suatu sistem
pengawasan, mempunyai komponen yang terdiri dari input, proses, out put, efek, out
come dan mekanisme umpan baliknya. Input dalam pengelolaan vaksin terdiri dari man.
money, material, method, disingkat dengan 4 M.
1. Man atau sumber daya manusia di tingkat puskesmas minimal mempunyai tenaga
yang bertugas sebagai petugas imunisasi dan pengelola cold chain dengan standar
kualifikasi tenaga minimal SMA atau SMK yang telah mengikuti pelatihan cold
chain. Rumah Sakit dan Rumah Bersalin serta pelayanan imunisasi pada praktek
swasta lainnya, pada prinsipnya hampir sama dengan di Puskesmas. Pelayanan
imunisasi dilaksanakan oleh tenaga profesional/terlatih. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan pengetahuan dan atau ketrampilan petugas pengelola vaksin perlu
dilakukan pelatihan. Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan merupakan
faktor yang dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang
(overt behaviour). Studi tentang pengelolaan vaksin di Vancouver (2006)
menunjukan bahwa dengan pengetahuan yang baik dan ditindaklanjuti dengan
praktik pengelolaan vaksin yang baik akan menurunkan jumlah vaksin yang rusak.
Pada penelitian tersebut dari 170 responden hanya 23% petugas dengan pengetahuan
memuaskan, dan 49% unit pelayanan ditemukan vaksin yang rusak .Program
pelatihan dapat mempengaruhi perilaku kerja dalam dua cara dan yang paling jelas
adalah dengan langsung memperbaiki ketrampilan yang diperlukan petugas agar
berhasil menyelesaikannya pekerjaannya.
2. Money dalam pengelolaan vaksin adalah tersedianya dana operasional untuk
pemeliharaan peralatan rantai vaksin secara rutin serta kondisi darurat bila terjadi
kerusakan peralatan.
3. Material adalah dalam pengelolaan vaksin adalah peralatan rantai vaksin yang
meliputi lemari es, vaccine carrier, termometer, kartu suhu, form laporan dan
sebagainya. Method antara lain prosedur penerimaan dan penyimpanan vaksin.
4. Proses dalam pengelolaan vaksin adalah semua kegiatan pengelolaan vaksin mulai
dari permintaan vaksin, penerimaan/.pengambilan penyimpanan sampai dengan
pemakaian vaksin.
a. Permintaan vaksin. Permintaan kebutuhan vaksin didasarkan pada jumlah
sasaran yang akan diimunisasi dengan mempertimbangkan kapasitas tempat
penyimpanan vaksin. Permintaan vaksin di semua tingkatan dilakukan pada saat
stock vaksin telah mencapai stock minimum oleh karena itu setiap permintaan
vaksin harus mencantumkan sisa stock yang ada.
b. Penerimaan/pengambilan Vaksin. Pengambilan vaksin harus menggunakan
peralatan rantai vaksin yang sudah ditentukan, Misalnya cold box atau vaccine
carrier atau termos. Sebelum memasukan vaksin ke dalam alat pembawa,
petugas harus memeriksa indikator vaksin (VVM) kecuali vaksin BCG. Vaksin
yang boleh digunakan hanya hanya bila indikator VVM A atau B, sedangkan
bila VVM pada tingkat C atau D, vaksin tidak diterima karena tidak dapat
digunakan lagi. Selanjutnya ke dalam vaccine carrier dimasukan kotak cair
dingin (cool pack) dan di bagian tengah diletakan termometer. Vaccine carrier
yang telah berisi vaksin, selama perjalanan tidak boleh terkena matahari
langsung.
c. Penyimpanan Vaksin. Agar vaksin tetap mempunyai potensi yang baik sewaktu
diberikan kepada sasaran maka vaksin harus disimpan pada suhu tertentu
dengan lama penyimpanan yang telah ditentukan di masing-masing tingkatan
administrasi.
Cara penyimpanan untuk vaksin sangat penting karena menyangkut potensi dan daya
antigennya. Dibawah ini merupakan gambaran tentang lama penyimpanan vaksin disetiap
tingkatan:
Pemantauan Cold-Chain
Untuk melakukan pemantauan suhu rantai dingin (cold chain) vaksin maka
digunakan pemantau suhu. Pada kamar dingin (cold room) alat pemantau suhu berupa
lampu alarm yang akan menyala bila suhu di dalamnya melampaui suhu yang ditetapkan.
Untuk memantau suhu lemari es selain menggunakan termometer yang terletak pada
dinding luar lemari es juga menggunakan termometer yang diletakkan dalam lemari es.
Agar vaksin tetap mempunyai potensi yang baik sewaktu diberikan kepada sasaran
maka vaksin harus disimpan pada suhu tertentu dengan lama penyimpanan yang telah
ditentukan di masing¬-masing tingkatan administrasi. Untuk menjaga rantai dingin
vaksin yang disimpan pada lemari es di Puskesmas, perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
1. Pengaturan dan penataan vaksin di dalam lemari es
2. Pengontrolan suhu lemari es dengan penempatan termometer di dalam lemari di
tempat yang benar dan pencatatan suhu pada kartu suhu atau grafik suhu sebanyak
dua kali sehari pada pagi dan siang hari
3. Pencatatan data vaksin di buku catatan vaksin meliputi tanggal diterima atau
dikeluarkan, nomor batch, tanggal kadaluarsa, jumlah diterima atau dikeluarkan dan
jumlah sisa yang ada.
Susunan vaksin dalam lemari es harus diperhatikan karena suhu dingin dari lemari
es/freezer diterima vaksin secara konduksi.
Gambar 1. Susunan vaksin dalam Lemari es Rumah Tangga
KESIMPULAN
Rantai Dingin atau cold chain, yang digunakan untuk menjaga suhu dingin bagi
hormon, vaksin dan antibiotika sejak dari produksi hingga dipergunakan dirumah sakit
atau klinik, adalah suatu proses yang mahal, bisa mencapai sekitar 80% dari harga jual
vaksin. Kegagaalan dalam menyediakan rantai dingin atau cold chain yang baik
menyebabkan kerusakan hampir 50% vaksin diseluruh dunia, setiap tahun.
Keperluan akan rantai dingin atau cold chain untuk produk biologi tertentu
sungguh menjadi masalah bagi pihak penyedia jasa kesehatan, organisasi donor vaksin
dunia, para ilmuwan dan perusahaan farmasi sejak beberapa puluh tahun yang silam,
terutama pada keadaan disuatu daerah, dimana ketersediaan listrik masih menjadi
masalah.
Vaksin dikatakan memiliki kualitas baik jika segel vaksin masih utuh atau etiket
produknya masih terpasang dengan baik. Selain itu, expired date (tanggal kadaluarsa)
belum habis/terlewatkan dan bentuk fisiknya tidak berubah. Beberapa hal yang dapat
menurunkan atau merusak kualitas vaksin diantaraya kemasan rusak, tercemar bahan
kimia seperti detergen dan logam-logam berat (Ca, Mg, Mn, dll), suhu penyimpanan dan
pH tidak sesuai maupun terkena sinar matahari lansung.
DAFTAR PUSTAKA
Evaluasi Potensi Vaksin dan Pengelolaan Rantai Dingin Program Imunisasi tahun 1997/1998 dan
tahun 1998/1999, Departemen Kesehatan RI, 1999
Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi, Departemen Kesehatan RI. 1992.
Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas, Departemen Kesehatan RI, 2005
Undang - Undang Kesehatan RI No. 36/09
World Health Organization. Vaccines, Immunization And Biologicals. The Cold Chain.2002.
http://www.WHO.Int/Vaccines%Access/Vacman/Coldchain/TheCold_Chai n_.Htm
,diakses tanggal 10 Oktober 2007
World Health Organization–Unicef. Inisiatif Pengelolaan Penyimpanan Vaksin, Modul 1: 10
Kriteria umum pengelolaan penyimpanan vaksin yang efektif, 2003.
World Health Organization ,Thermostability of Vaccines, 1998 24. World Health Organization,
VVM for All. www.WHO.Int/VaccinesAccess/Vacman/VVM/vvmmainpage.Htm
World Health Organization. Getting Started with Vaccine Vial Monitors, Question and Answer on
The Fields Operational, Bull WHO V,2002
Departemen Kesehatan RI. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
1611/Menkes/SK/XI/2005 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta. 2005