Anda di halaman 1dari 8

MENJAMIN KUALITAS VAKSIN DENGAN

MANAJEMEN RANTAI DINGIN

RINANSITA WARIHWATI
Fakultas Kedokteran uiversitas Gadjah Mada Yogyakarta
Email: rinansita.warihwati@gmail.com

ABSTRAK

Kemajuan Konsep paradigma sehat di dalam pembangunan kesehatan adalah


pembangunan kesehatan yang lebih memprioritaskan upaya promotif dan preventif
dibandingkan kuratif dan rehabilitatif. Program imunisasi merupakan salah satu
upayapreventif yang telah terbukti sangat efektif menurunkan angka kesakitan dan angka
kematian serta kecacatan pada bayi dan balita (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Depkes RI, 2009).
Vaksin merupakan komponen utama dalam program imunisasi dimana
ketersediaannya harus terjamin sampai ke sasaran. Sesuai dengan PP 38 tahun 2007
tetang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonomi dan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 439/ MENKES/ PER/ VI/ 2009 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 1575/ MENKES/PER/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Depkes, antara lain menyebutkan bahwa kewenangan
pemerintah pusat menyediakan obat esensial tertentu dan obat sangat esensial untuk
pelayanan kesehatan dasar. Selain itu pemerintah juga menjamin ketersediaan bahan
imunisasi yang aman, bermutu, efektif, terjangkau, dan merata bagi masyarakat untuk
upaya pengendalian penyakit menular melalui imunisasi (Undang - Undang Kesehatan RI
No. 36/09).
Sejak ditemukannya vaksin dan tehnik pembuatan vaksin yang semakin
berkembang pesat hingga saat ini, ada satu hal yang mutlak harus ada bila kita berbicara
tentang penyimpanan vaksin, yaitu rantai dingin atau cold chain, yaitu suatu sistim
penyimpanan vaksin dengan suhu antara 2 – 8 derajat Celsius, agar supaya komponen
dalam vaksin yang bersifat bioaktif tidak mengalami kerusakan karena suhu yang tinggi
atau suhu yang terlalu rendah, sehingga dengan suhu penyimpanan yang tepat, potensi
proteksi vaksin akan tetap terjaga maksimal hingga waktu yang telah ditentukan oleh
pabrik pembuat vaksin, yang ditentukan dengan yang disebut Expiration Date atau Waktu
Kadaluarsa vaksin.

‘Kata Kunci: Kualitas, Vaksin, Rantai dingin

PENDAHULUAN

Hal ini kedengarannya gampang dilaksanakan, namun dalam kenyataannya adalah


cukup sulit dan rumit untuk diikuti. Sejak vaksin selesai dibuat dalam pebrik farmasi,
maka vaksin itu sudah harus disimpan dalam ruangan penyimpanan khusus dengan suhu
yang telah ditentukan untuk jenis vaksin tersebut, biasanya berkisar antara 2 – 8 derajat
Celsius, kecuali untuk jenis vaksin tertentu seperti vaksin polio oral OPV yang harus
disimpan dibawah – 20 derajat Celsius.
Sewaktu vaksin tersebut diangkut ke pelabuhan udara untuk dikirimkan ke daerah
atau negara lain, maka vaksin tersebut harus dikemas sedemikian rupa sehingga suhu
dalam kontainer vaksin ini tetap sekitar 2 – 8 derajat Celsius selama perjalanan hingga
tiba ditempat tujuan. Setelah sampai ditempat tujuan, maka vaksin ini segera harus
dipindahkan kedalam fasilitas ruang penyimpanan khusus dengan suhu 2 – 8 derajat
Celsius, bila nanti vaksin ini dikeluarkan dari pelabuhan udara untuk dibawa ke
distributor farmasi, maka juga diperlukan mobil dengan sistem pendingin yang khusus
untuk bisa tetap menjaga suhu sehingga mutu dan potensi vaksin bisa tetap terjaga. Rantai
dingin atau cold chain ini masih berlanjut dari gudang penyimpanan distributor hingga
tiba di rumah sakit, atau di klinik imunisasi atau dokter dan pasien pemakai vaksin.

PERMASALAHAN
Semua perlengkapan dan sistem rantai dingin atau cold chain ini, sejak dari pabrik
pembuat vaksin hingga mencapai tempat dokter dan pasien pemakai vaksin, adalah rumit
dan berharga mahal. Jika ada kelainan atau kerusakan atau gangguan pada salah satu mata
rantai tersebut diatas, maka vaksin tersebut sudah pasti akan mengalami kerusakan pada
molekul bioaktif-nya sehingga mutu dan potensi proteksi vaksin tersebut diragukan,
dengan akibat vaksin tersebut tidak dapat lagi dipakai untuk tujuan imunisasi terhadap
suatu jenis penyakit infeksi tertentu yang ditujukan oleh vaksin tersebut.
Setiap tahun diseluruh dunia ada sekitar 50% lebih vaksin yang terbuang percuma
karena masalah gangguan sistim rantai dingin atau cold chain ini, yang terjadi selama
perjalanan dari pabrik pembuat hingga ke tempat tujuan vaksin. Bisa kita bayangkan
berapa banyak pemborosan yang terjadi karenanya.

PEMBAHASAN
Vaksin
Vaksin adalah senyawa antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan
aktif dan meningkatkan imunitas tubuh terhadap suatu penyakit sehingga tubuh dapat
segera membuat antibodi yang di kemudian hari dapat mencegah atau kebal dari penyakit
tersebut. Pada tahun 1877 Louis Pasteur membuat suatu vaksin, menggunakan kuman
hidup yang telah dilemahkan. Vaksin ini dimaksudkan untuk vaksinasi cowpox dan
smallpox. Pada tahun 1881 mulai dibuat vaksin anthrax, menyusul pembuatan vaksin
rabies tahun 1885.

Pentingnya Sistem Rantai Dingin Atau Cold Chain Untuk Vaksin


Karena hormon, vaksin dan beberapa jenis antibiotika adalah merupakan produk
biologi yang tidak stabil dan mudah menjadi rusak akibat pengaruh suhu dan kelembaban
udara yang tinggi. Vaksin, hormon dan antibiotika seringkali memerlukan fasilitas
pendingin untuk mencegah kerusakan struktur kimiawinya, karena perubahan dan
kerusakan struktur kimiawinya dapat menyebabkan kehilangan potensi dan menjadi tidak
berguna bagi pengobatan lagi.

Penyimpanan Vaksin
Terkait dengan penyimpanan vaksin, aturan umum untuk sebagian besar vaksin,
bahwa vaksin harus didinginkan pada temperature 2 - 8 derajat Celsius dan tidak
membeku. Sejumlah vaksin (DPT, Hib, Hepatitis B dan Hepatitis A) akan tidak aktif bila
beku. Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan kehilangan potensinya.
Instruksi pada lembar penyuluhan (brosur) informasi produk harus disertakan.
Penyimpanan vaksin membutuhkan suatu perhatian khusus karena vaksin
merupakan sediaan biologis yang rentan terhadap perubahan temperatur lingkungan. Pada
setiap tahapan rantai dingin maka transportasi vaksin dilakukan pada temperature 0
derajat Celsius sampai 8 derajat Celsius. Vaksin polio boleh mencair dan membeku tanpa
membahayakan potensi vaksin. Vaksin DPT, DT, dT, hepatitis-B dan Hib akan rusak bila
membeku pada temperature 0 derajat Celsius (vaksin hepatitis-B akan membeku sekitar -
0,5 derajat Celsiua).
Menurut Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi, Depkes RI, 1992, sarana
penyimpanan vaksin di setiap tingkat administrasi berbeda. Di tingkat pusat, sarana
penyimpan vaksin adalah kamar dingin/cold room. Ruangan ini seluruh dindingnya
diisolasi untuk menghindarkan panas masuk ke dalam ruangan. Ada 2 kamar dingin yaitu
dengan suhu 2 derajat Celsius sampai 8 derajat Celsius dan suhu -20 derajat Celsius
sampai -25 derajat Celsius. Sarana ini dilengkapi dengan generator cadangan untuk
mengatasi putusnya aliran listrik. Di tingkat provinsi vaksin disimpan pada kamar dingin
dengan suhu -20 derajat Celsius sampai -25 derajat Celsius. Di tingkat kabupaten sarana
penyimpanan vaksin menggunakan lemari es dan freezer. Cara penyimpanan untuk
vaksin sangat penting karena menyangkut potensi dan daya antigennya. Beberapa faktor
yang mempengaruhi penyimpanan vaksin adalah antara lain suhu, sinar matahari dan
kelembaban.
Pada awalnya vaksin yang berasal dari virus hidup seperti polio dan campak, harus
disimpan pada suhu di bawah 0 derajat Celsius. Namun berdasarkan penelitian
berikutnya, ternyata hanya vaksin polio yang masih memerlukan suhu dibawah 0 derajat
Celsius. Sementara vaksin campak dapat disimpan di refrigerator pada suhu 2 derajat
Celsius – 8derajat Celsius . Sedangkan vaksin lainnya harus disimpan pada suhu 2 derajat
Celsius – 8derajat Celsius.
Sesuai Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas, Depkes RI, 2005, vaksin
hepatitis B, DPT, TT, dan DT tidak boleh terpapar pada suhu beku karena vaksin akan
rusak akibat meningkatnya konsentrasi zat pengawet yang merusak antigen. Sementara
terkait penyimpanan vaksin, susunannya harus diperhatikan. Karena suhu dingin dari
lemari es/freezer diterima vaksin secara konduksi, maka ketentuan jarak antar kemasan
vaksin harus dipenuhi. Demikian pula letak vaksin menurut jenis antigennya mempunyai
urutan tertentu untuk menghindari penurunan potensi vaksin yang terlalu cepat.

Tabel 1. Daftar suhu penyimpanan dan umur vaksin berdasarkan jenis vaksin

Dasar yang menjadi pertimbangan dalam memilih cold chain antara lain meliputi
jumlah sasaran, volume vaksin yang akan dimuat, sumber energi yang ada, sifat, fungsi
serta stabilitas suhu sarana penyimpanan, suku cadang dan anjuran WHO atau hasil
penelitian atau uji coba yang pernah dilakukan. Sarana cold chain di tingkat Puskesmas
merupakan sarana penyimpanan vaksin terakhir sebelum mencapai sasaran. Tingginya
frekuensi pengeluaran dan pengambilan vaksin dapat menyebabkan potensi vaksin cepat
menurun.

Pengelolaan Vaksin
Pengelolaan vaksin sama halnya dengan pengelolaan rantai vaksin yaitu suatu
prosedur yang digunakan untuk menjaga vaksin pada suhu tertentu yang telah ditetapkan
agar vaksin memiliki potensi yang baik mulai dari pembuatan sampai pada saat
pemberiannya kepada sasaran. Pengelolaan rantai vaksin sebagai suatu sistem
pengawasan, mempunyai komponen yang terdiri dari input, proses, out put, efek, out
come dan mekanisme umpan baliknya. Input dalam pengelolaan vaksin terdiri dari man.
money, material, method, disingkat dengan 4 M.
1. Man atau sumber daya manusia di tingkat puskesmas minimal mempunyai tenaga
yang bertugas sebagai petugas imunisasi dan pengelola cold chain dengan standar
kualifikasi tenaga minimal SMA atau SMK yang telah mengikuti pelatihan cold
chain. Rumah Sakit dan Rumah Bersalin serta pelayanan imunisasi pada praktek
swasta lainnya, pada prinsipnya hampir sama dengan di Puskesmas. Pelayanan
imunisasi dilaksanakan oleh tenaga profesional/terlatih. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan pengetahuan dan atau ketrampilan petugas pengelola vaksin perlu
dilakukan pelatihan. Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan merupakan
faktor yang dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang
(overt behaviour). Studi tentang pengelolaan vaksin di Vancouver (2006)
menunjukan bahwa dengan pengetahuan yang baik dan ditindaklanjuti dengan
praktik pengelolaan vaksin yang baik akan menurunkan jumlah vaksin yang rusak.
Pada penelitian tersebut dari 170 responden hanya 23% petugas dengan pengetahuan
memuaskan, dan 49% unit pelayanan ditemukan vaksin yang rusak .Program
pelatihan dapat mempengaruhi perilaku kerja dalam dua cara dan yang paling jelas
adalah dengan langsung memperbaiki ketrampilan yang diperlukan petugas agar
berhasil menyelesaikannya pekerjaannya.
2. Money dalam pengelolaan vaksin adalah tersedianya dana operasional untuk
pemeliharaan peralatan rantai vaksin secara rutin serta kondisi darurat bila terjadi
kerusakan peralatan.
3. Material adalah dalam pengelolaan vaksin adalah peralatan rantai vaksin yang
meliputi lemari es, vaccine carrier, termometer, kartu suhu, form laporan dan
sebagainya. Method antara lain prosedur penerimaan dan penyimpanan vaksin.
4. Proses dalam pengelolaan vaksin adalah semua kegiatan pengelolaan vaksin mulai
dari permintaan vaksin, penerimaan/.pengambilan penyimpanan sampai dengan
pemakaian vaksin.
a. Permintaan vaksin. Permintaan kebutuhan vaksin didasarkan pada jumlah
sasaran yang akan diimunisasi dengan mempertimbangkan kapasitas tempat
penyimpanan vaksin. Permintaan vaksin di semua tingkatan dilakukan pada saat
stock vaksin telah mencapai stock minimum oleh karena itu setiap permintaan
vaksin harus mencantumkan sisa stock yang ada.
b. Penerimaan/pengambilan Vaksin. Pengambilan vaksin harus menggunakan
peralatan rantai vaksin yang sudah ditentukan, Misalnya cold box atau vaccine
carrier atau termos. Sebelum memasukan vaksin ke dalam alat pembawa,
petugas harus memeriksa indikator vaksin (VVM) kecuali vaksin BCG. Vaksin
yang boleh digunakan hanya hanya bila indikator VVM A atau B, sedangkan
bila VVM pada tingkat C atau D, vaksin tidak diterima karena tidak dapat
digunakan lagi. Selanjutnya ke dalam vaccine carrier dimasukan kotak cair
dingin (cool pack) dan di bagian tengah diletakan termometer. Vaccine carrier
yang telah berisi vaksin, selama perjalanan tidak boleh terkena matahari
langsung.
c. Penyimpanan Vaksin. Agar vaksin tetap mempunyai potensi yang baik sewaktu
diberikan kepada sasaran maka vaksin harus disimpan pada suhu tertentu
dengan lama penyimpanan yang telah ditentukan di masing-masing tingkatan
administrasi.
Cara penyimpanan untuk vaksin sangat penting karena menyangkut potensi dan daya
antigennya. Dibawah ini merupakan gambaran tentang lama penyimpanan vaksin disetiap
tingkatan:

Tabel 2. Lama penyimpanan vaksin di setiap tingkatan

Pemantauan Cold-Chain
Untuk melakukan pemantauan suhu rantai dingin (cold chain) vaksin maka
digunakan pemantau suhu. Pada kamar dingin (cold room) alat pemantau suhu berupa
lampu alarm yang akan menyala bila suhu di dalamnya melampaui suhu yang ditetapkan.
Untuk memantau suhu lemari es selain menggunakan termometer yang terletak pada
dinding luar lemari es juga menggunakan termometer yang diletakkan dalam lemari es.
Agar vaksin tetap mempunyai potensi yang baik sewaktu diberikan kepada sasaran
maka vaksin harus disimpan pada suhu tertentu dengan lama penyimpanan yang telah
ditentukan di masing¬-masing tingkatan administrasi. Untuk menjaga rantai dingin
vaksin yang disimpan pada lemari es di Puskesmas, perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
1. Pengaturan dan penataan vaksin di dalam lemari es
2. Pengontrolan suhu lemari es dengan penempatan termometer di dalam lemari di
tempat yang benar dan pencatatan suhu pada kartu suhu atau grafik suhu sebanyak
dua kali sehari pada pagi dan siang hari
3. Pencatatan data vaksin di buku catatan vaksin meliputi tanggal diterima atau
dikeluarkan, nomor batch, tanggal kadaluarsa, jumlah diterima atau dikeluarkan dan
jumlah sisa yang ada.
Susunan vaksin dalam lemari es harus diperhatikan karena suhu dingin dari lemari
es/freezer diterima vaksin secara konduksi.
Gambar 1. Susunan vaksin dalam Lemari es Rumah Tangga

Vaccine Vial Monitor


Pada pelaksanaan program imunisasi, salah satu kebijakan yang dipersyaratkan
adalah tetap membuka vial atau ampul baru meskipun sasaran sedikit. Jika pada awalnya
indeks pemakaian vaksin menjadi sangat kecil dibandingkan dengan jumlah dosis per
vial/ampul, namun tingkat efisiensi dari pemakaian vaksin ini harus semakin tinggi.
Sementara menurut WHO, prinsip yang dipakai dalam mengambil vaksin untuk
pelayanan imunisasi, adalah, Earliest Expired First Out (EEFO, dikeluarkan berdasarkan
tanggal kadaluarsa yang lebih dulu). Dengan adanya Vaccine Vial Monitor (VVM)
ketentuan EEFO tersebut menjadi pertimbangan kedua. Vaccine Vial Monitor sangat
membantu petugas dalam manajemen vaksin secara cepat dengan melihat perubahan
warna pada indikator yang ada.
Stok vaksin harus dilaporkan setiap bulan, hal ini untuk menjamin tersedianya
vaksin yang cukup dan memadai. Keluar masuknya vaksin terperinci menurut jumlah, no
batch, kondisi VVM, dan tanggal kedaluwarsa harus dicatat dalam kartu stok. Sisa atau
stok vaksin harus selalu dihitung pada setiap kali penerimaan dan pengeluaran vaksin.
Masing-masing jenis vaksin mempunyai kartu stok tersendiri, Selain itu kondisi VVM
sewaktu menerima vaksin juga perlu dicatat di Surat Bukti Barang Keluar (SBBK).
Gambar 2. Cara membaca VVM (Vaccine Vial Monitor)

Suhu Menjadi Titik Kritis Handling Vaksin


Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam handling vaksin secara umum,
yaitu:
1. Vaksin harus disimpan pada tempat khusus dengan suhu 2-8ºC.
2. Pengeluaran vaksin dari ruang penyimpanan harus memperhatikan tanggal
kadaluarsa (FEFO, First Expired First Out) dan urutan masuk vaksin (FIFO, First In
First Out). Jadi, vaksin yang memiliki tanggal kadaluarsa terdekat dikeluarkan lebih
dulu.
3. Waktu pengiriman vaksin harus mampu dikelola dengan baik. Perhatikan pula jarak
tempuh pengiriman. Hal ini untuk menjamin ketepatan waktu pengiriman dan
memperkecil kemungkinan terjadi kerusakan vaksin selama perjalanan. Dengan
kondisi tersebut, diharapkan pula vaksin selalu dalam kondisi “fresh” saat akan
digunakan.
Freeze tag dan freeze watch adalah alat pemantau paparan suhu dingin dibawah 0
derajat Celsius. Freeze tag dan freeze watch digunakan untuk memantau kinerja leamari
es terhadap penyimpanan vaksin yang sensitif beku.

KESIMPULAN
Rantai Dingin atau cold chain, yang digunakan untuk menjaga suhu dingin bagi
hormon, vaksin dan antibiotika sejak dari produksi hingga dipergunakan dirumah sakit
atau klinik, adalah suatu proses yang mahal, bisa mencapai sekitar 80% dari harga jual
vaksin. Kegagaalan dalam menyediakan rantai dingin atau cold chain yang baik
menyebabkan kerusakan hampir 50% vaksin diseluruh dunia, setiap tahun.
Keperluan akan rantai dingin atau cold chain untuk produk biologi tertentu
sungguh menjadi masalah bagi pihak penyedia jasa kesehatan, organisasi donor vaksin
dunia, para ilmuwan dan perusahaan farmasi sejak beberapa puluh tahun yang silam,
terutama pada keadaan disuatu daerah, dimana ketersediaan listrik masih menjadi
masalah.
Vaksin dikatakan memiliki kualitas baik jika segel vaksin masih utuh atau etiket
produknya masih terpasang dengan baik. Selain itu, expired date (tanggal kadaluarsa)
belum habis/terlewatkan dan bentuk fisiknya tidak berubah. Beberapa hal yang dapat
menurunkan atau merusak kualitas vaksin diantaraya kemasan rusak, tercemar bahan
kimia seperti detergen dan logam-logam berat (Ca, Mg, Mn, dll), suhu penyimpanan dan
pH tidak sesuai maupun terkena sinar matahari lansung.

DAFTAR PUSTAKA

Evaluasi Potensi Vaksin dan Pengelolaan Rantai Dingin Program Imunisasi tahun 1997/1998 dan
tahun 1998/1999, Departemen Kesehatan RI, 1999
Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi, Departemen Kesehatan RI. 1992.
Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas, Departemen Kesehatan RI, 2005
Undang - Undang Kesehatan RI No. 36/09
World Health Organization. Vaccines, Immunization And Biologicals. The Cold Chain.2002.
http://www.WHO.Int/Vaccines%Access/Vacman/Coldchain/TheCold_Chai n_.Htm
,diakses tanggal 10 Oktober 2007
World Health Organization–Unicef. Inisiatif Pengelolaan Penyimpanan Vaksin, Modul 1: 10
Kriteria umum pengelolaan penyimpanan vaksin yang efektif, 2003.
World Health Organization ,Thermostability of Vaccines, 1998 24. World Health Organization,
VVM for All. www.WHO.Int/VaccinesAccess/Vacman/VVM/vvmmainpage.Htm
World Health Organization. Getting Started with Vaccine Vial Monitors, Question and Answer on
The Fields Operational, Bull WHO V,2002
Departemen Kesehatan RI. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
1611/Menkes/SK/XI/2005 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta. 2005

Anda mungkin juga menyukai