Anda di halaman 1dari 37

RADIOGRAPH BASED DISCUSSION

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Radiologi


Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

Disusun oleh:
Fajar Baskoro 012116388
Farizka dwinda hidayat 30101206623
Aisyah 30101407123
Desti Cahyanti 30101407161

Pembimbing:

dr. Bambang Satoto, Sp. Rad (K)

BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN
RADIOGRAPH BASED DISCUSSION
Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Klinis Bagian Ilmu Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Disusun Oleh:

Nama : Fajar Baskoro 012116388


Farizka dwinda hidayat 30101206623
Aisyah 30101407123
Desti Cahyanti 30101407161
Judul : Ileus
Bagian : Ilmu Radiologi
Fakultas : Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Pembimbing : dr. Bambang Satoto, Sp. Rad (K)

Semarang, 7 Agustus

Mengetahui dan Menyetujui

Pembimbing Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Radiologi RS Islam Sultan Agung Semarang

dr. Bambang Satoto, Sp. Rad (K)

2
BAB I
PENDAHULUAN

Ileus paralitik adalah suatu keadaan patofisiologik dimana terdapat hambatan motilitas
pada traktus gastrointestinal dan tidak terdapat obstruksi mekanik intestinal, yang merupakan
suatu akibat dari gangguan motilitas dan secara spesifik dapat diterangkan sebagai ileus paralitik
atau adinamik ileus. Sedangkan ileus obstruksi merupakan suatu keadaan yang melibatkan
adanya hambatan mekanik terhadap isi lumen usus, baik parsial maupun komplit yang terjadi
pada satu atau lebih area usus. Keduanya dapat terjadi secara akut ataupun berkembang secara
lambat sebagai akibat dari penyakit kronik. Baik ileus paralitik maupun ileus obstruksi
merupakan dua gangguan yang berpotensi mengancam jiwa, kecuali bila dilakukan terapi lebih
awal. Tidak mengherankan bahwa ileus paralitik dan ileus obstruksi termasuk dalam 10 penyebab
kematian terbanyak di antara penyakit gastrointestinal.
Satu per lima dari kasus abdomen akut yang dirawat di rumah sakit adalah akibat
obstruksi intestinal dan 80 % di antaranya terletak pada level usus halus. Pada sebuah penelitian
retrospektif di India Timur oleh Souvik et. al, dinyatakan bahwa dalam 3 tahun masa penelitian,
ditemukan 9,87 % kasus obstruksi intestinal akut. 75,20 % di antaranya adalah pria, sedangkan
24,79 % sisanya adalah wanita dan pada umumnya terjadi pada kelompok pasien usia 20-60
tahun (Souvik et al., 2010). Obstruksi intestinal akut melebihi 3% dari seluruh penyebab
perawatan gawat darurat bedah. Berdasarkan perhitungan statistik Departemen Kesehatan
Inggris, 75% kasus ileus paralitik dan obstruksi intestinal membutuhkan perawatan di Rumah
Sakit dengan rata-rata usia pasien adalah 63 tahun. Angka mortalitas ileus paralitik dan obstruksi
intestinal bervariasi tergantung etiologinya yaitu berkisar 2 hingga 20 % bahkan mencapai 50%
pada pasien dengan sakit berat dengan penyakit sistemik dan disfungsi organ multipel (Sinicrope
et al., 2013). Menurut Souvik et. al, angka mortalitas tinggi pada kelompok pasien tuberkulosis
intestinal. Menurut data statistik negara, di Amerika diperkirakan insiden rate untuk ileus
obstruktif 1/746 atau 0,13% atau 365.563 orang. Berdasarkan laporan situasi statistik kematian di
Nepal tahun 2007, jumlah penderita ileus paralitik dan ileus obstruktif pada tahun 2005/2006
adalah 1.053 kasus dengan CFR sebesar 5,32% (Souvik et al., 2010).

3
Gangguan atau obstruksi yang menyeluruh atau tidak menyeluruh juga sering ditemukan
pada neonatus. Obstruksi pada neonatal terjadi pada 1/1.500 kelahiran hidup. Evans menyelidiki
untuk seluruh Amerika Serikat memperkirakan 3.000/tahun, bayi yang dilahirkan dengan
obstruksi. Di Indonesia jumlahnya tidak jauh berbeda dan untuk seluruh dunia jumlahnya jauh
melebihi 50.000/tahun. Berdasarkan laporan rumah sakit di kabupaten Cirebon pada tahun 2006,
Ileus obstruktif menduduki peringkat ke-6 dari sepuluh penyakit penyebab kematian tertinggi
pada kelompok umur 1-4 tahun dengan proporsi 3,34% (sebanyak 3 kasus dari 88 kasus) (Diaz et
al., 2011).
Metode pencitraan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis ileus adalah foto polos
abdomen 3 posisi, Foto Thorax, USG, CT-scan, serta MRI. Pemeriksaan penunjang yang sering
dipakai untuk penyakit ileus adalah foto polos abdomen 3 posisi. FPA mempunyai tingkat
sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan 84% pada obstruksi kolon. Foto polos
abdomen dapat dilakukan dalam 3 posisi, yaitu: Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah
vertikal dengan proyeksi antero posterior (AP); Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau
memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP; Tiduran miring kekiri (Left Lateral
decubitus = LLD ), dengan sinar horizontal proyeksi AP (Bielefeldt et al., 2013).

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Ileus atau Obstruksi usus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya disertai dengan
pengeluaran banyak aliran cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus bagian oral dari
obstruksi maupun oleh muntah. Jenis obstruksi ada 2 tipe proses (Harison et al., 2014):
1. Obstruksi mekanis (Ileus Obstruksi)
Terjadi obstruksi intramural atau obstruksi mural dari tekanan pada dinding usus.
Contoh kondisi yang dapat menyebabkan obstruksi mekanis yang akut, misalnya
hernia strangulata, perlekatan, intususepsi, tumor kronis misal akibat karsinoma yang
melingkari (Harison et al., 2014).
2. Obstruksi Neurogenik (Ileus Paralitik)
Terjadi karena suplai saraf otonom mengenai endokrin seperti DM, gangguan usus
berhenti. Contoh: distropi otot, gangguan endokrin, ini juga bersifat sementara
sebagai akibat dari penanganan selama pembedahan (Harison et al., 2014).

2.2. Anatomi
1. Duodenum
Duodenum atau juga disebut dengan usus 12 jari merupakan usus yang berbentuk
seperti huruf C yang menghubungkan antara gaster dengan jejunum. Duodenum
melengkung di sekitar caput pancreas. Duodenum merupakan bagian terminal/muara
dari system apparatus biliaris dari hepar maupun dari pancreas. Selain itu duodenum
juga merupakan batas akhir dari saluran cerna atas. Dimana saluran cerna dipisahkan
menjadi saluran cerna atas dan bawah oleh adanya ligamentum Treitz (m.
suspensorium duodeni) yang terletak pada flexura duodenojejunales yang merupakan
batas antara duodenum dan jejunum. Di dalam lumen duodenum terdapat lekukan-
lekukan kecil yg disebut dengan plica sircularis.Duodenum terletak di cavum
abdomen pada regio epigastrium dan umbilikalis. Duodenum memiliki penggantung

5
yg disebut dengan mesoduodenum. Duodenum terdiri atas beberapa bagian yaitu
(Djumhana et al., 2014):

a) Duodenum pars Superior


b) Duodenum pars Descendens
c) Duodenum pars Horizontal
d) Duodenum pars Ascendens

Gambar 1. Anatomi Usus Halus

2. Jejunum dan Ileum


Jejunum dan ileum juga sering disebut dengan usus halus/usus penyerapan
membentang dari flexura duodenojejunales sampai ke juncture ileocacaecalis.
Jejunum dan ileum ini merupakan organ intraperitoneal. Jejunum dan ileum memiliki
penggantung yang disebut dengan mesenterium yang memiliki proyeksi ke dinding
posterior abdomen dan disebut dengan radix mesenterii. Pada bagian akhir dari ileum
akan terdapat sebuah katup yang disebut dengan valvulla ileocaecal (valvulla
bauhini) yang merupakan suatu batas yang memisahkan antara intestinum tenue
dengan intestinum crassum. Selain itu, juga berfungsi untuk mencegah terjadinya
refluks fekalit maupun flora normal dalam intestinum crassum kembali ke intestinum
tenue, dan juga untuk mengatur pengeluara zat sisa penyerapan nutrisi. Berikut adalah
perbedaan antara jejunum dan duodenum (Djumhana et al., 2014).
6
Gambar 2. Bagan Perbedaan Jejunum dan Ileum

Gambar 3. Perbedaan Jejunum dan Ileum

Usus besar besar lebih panjang dan lebih besar diameternya dari pada usus halus.
Panjang usus besar mencapai 1,5 m dengan diameter rata-rata 6,5 cm. Semakin
7
mendekati anus diameter semakin mengecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon
dan rektum.Pada sekum terdapat katup ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada
ujung sekum.Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus
besar.Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum (Djumhana et
al., 2014).
Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens, dan
sigmoid.Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus
kanan hati, menduduki regio iliaca dextra.Setelah mencapai hati, kolon ascendens
membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik).Kolon
transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli dekstra
sampai fleksura koli sinistra.Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa,
membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk
kemudian menjadi kolon descendens.Kolon sigmoid mulai pada pintu atas
panggul.Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens.Ia tergantung ke
bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan
rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum
ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum,
meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Di sisi rektum melanjutkan diri
sebagai anus dalan perineum (Djumhana et al., 2014).

2.3.Fisiologi
Untuk memahami ileus paralitik dan obstruksi intestinal, maka diperlukan
pemahaman mendasar tentang fisiologi saluran cerna, terutama yang berhubungan dengan
fungsi motilitas usus. Saluran cerna menyediakan suplai air, elektrolit dan nutrient untuk
tubuh yang membutuhkan proses-proses sebagai berikut (Guyton et al., 2014):

1. Pergerakan makanan melalui saluran cerna


2. Sekresi cairan digestif dan proses pencernaan makanan
3. Absorpsi air,berbagai elektrolit dan produk digestif
4. Sirkulasi darah melalui saluran cerna untuk membawa substansi yang diabsorbsi

8
5. Sistem pengaturan dari semua proses diatas dengan sistem lokal usus, sistem syaraf
dan sistem hormonal.

Gambar 4. Potongan melintang usus

Otot halus pada usus tersusun sebagai kumparan-kumparan yang membentuk serat otot.
Sinyal elektrik yang menginisiasi kontraksi otot dapat berpindah dari satuserat otot ke serat otot
usus lain pada setiap kumparan. Setiap lapisan otot berfungsi sebagai sinsitium yang berarti pada
saat potensial aksi ditimbulkan di mana saja pada massa otot usus, sinyal elektrik akan diteruskan
ke segala arah pada otot, sedangkan jarak penerusan sinyal tersebut tergantung pada eksitabilitas
otot (Guyton et al., 2014).

2.4. Ileus Obtruksi


Obstruksi intramural atau obstruksi mural dari tekanan pada dinding usus. Ileus obstruksi
adalah hambatan pada satu atau lebih area di usus yang disebabkan problem mekanik (Harison et
al., 2014).
2.5.1 Etiologi
Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus antara lain (Bielefeldt et al., 2013):

1. Hernia inkarserata :
Usus masuk dan ter jepit di dalam pintu hernia. Pada anak dapat dikelola secara
konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jika percobaan reduksi gaya
berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan herniotomi segera.

9
2. Non hernia inkarserata, antara lain :
a. Adhesi atau perlekatan usus
Di mana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus. Dapat berupa
perlengketanmungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa setempat atau
luas. Umunya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau
umum. Ileus karena adhesi biasanya tidak disertai strangulasi.
b. Invaginasi
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang
muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat idiopatik karena tidak
diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang
masuk naik kekolon ascendens dan mungkin terus sampai keluar dar i rektum. Hal
ini dapatmengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk
dengankomplikasi perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat didugaatas
pemeriksaan fisik, dandipastikan dengan pemeriksaan Rontgen denganpemberian
enema barium.
c . Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian jejunum, biasanya jumlahnya puluhan
hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-mana di usus halus, tetapi
biasanya di ileum terminal yang merupakan tempat lumen paling sempit. Obstruksi
umumnya disebabkan oleh suatu gumpalanpadat terdiri atas sisa makanan dan
puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing.
Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko tinggi untuk mengalami volvulus,
strangulasi, dan perforasi.
d. Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang abnormal dari
segmen usus sepanjang aksis longitudinal usus sendiri, maupun pemuntiran
terhadap aksis radiimesenterii sehingga pasase makanan terganggu. Pada usus halus
agak jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum dan
mudah mengalami strangulasi. Gambaran klinisnya berupa gambaran ileus obstruksi
tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi.
e . Tumor
10
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika ia
menimbulkan invaginasi. Proseskeganasan, terutama karsinoma ovarium dan
karsinoma kolon, dapatmenyebabkan obstruksi usus. Hal ini terutama disebabkan
oleh kumpulan metastasisdi peritoneum atau di mesenterium yang menekan usus.
f. Batu empedu yang masuk ke ileus.
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran
empedukeduodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedumasuk ke
traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus,
umumnya pada bagian ileum terminal atau katupileocaecal yang menyebabkan
obstruksi. Penyebab obstruksi kolonyang paling sering ialah karsinoma, terutama
padadaerah rektosigmoid dan kolon kiri distal.

2.4.2. Patofisiologi
Obstruksi ileus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena
adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding ususyang nantiya
menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase
lumen usus terganggu. Akibatnya tersumbat,akan terjadi pengumpulan isi lumen usus
berupa gas dan cairan, khususnya didaerah proximal. hal itu akan menyebabkan
rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar pencernaan, yang membuat cairan dan gas
tersebut akanmeningkat dan menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi). Sumbatan
usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar
pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas makin bertambah yang
menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempatsumbatan tetapi juga dapat mengenai
seluruh panjang usus sebelah proxima sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan
usus yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi
gerakan antiperistaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan muntah
(Sherwood et al., 2013).
Gejala utama dari illeus obstruksi ialah mual muntah, umumnya padaobstruksi
letak tinggi. obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala sepertinyeri perut sekitar
umbilikus / bagian epigastrium. Sedangkan obstruksi pada kolon biasanya mempunyai
gejala klinis yang lebih ringan dibandingobstruksi pada usus halus. Umumnya gejala
11
berupa konstipasi yang berakhirpada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah jarang
terjadi. Pada tahap awal,tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan
elektrolit, makaakan terjadi dehidrasi. Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus
berlanjut,peristaltic akan melemah dan hilang. Adanya feces bercampur darah
padapemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan intusepsi
(Sherwood et al., 2013)
.
2.4.3. Manifestasi Klinis
1. Obstruksi sederhana
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai
dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus bagian oral
dari obstruksi,maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram
pada perut, disertai kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala
muntah yang banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi
berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan
sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas. Semakin distal sumbatan, maka
muntah yang dihasilkan semakin fekulen (Mukherjee et al., 2017).
Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi
akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam.
Distensi abdomendapat dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan
semakin jelas pada sumbatan di daerah distal. Bising usus yang meningkat dan
“metallic sound” dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di
daerah distal (Mukherjee et al., 2017).
2. Obstruksi disertai proses strangulasi
Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan nyeri
hebat.Halyang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau hernia. Bila
dijumpai tanda-tandastrangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat,
menetapdan tidak menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah
terjadinya nekrosis usus (Mukherjee et al., 2017).

12
3. Obstruksi mekanis
Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan
biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus-menerus
menunjukkanadanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat kerasdan timbul
sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umumobstruksi
komplit. Muntah lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar.Muntah timbul
kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampumencegah refluks. Bila akibat
refluks isi kolon terdorong ke dalam usushalus, akan tampak gangguan pada usus
halus. Muntah feka lakan terjadi kemudian.Pada keadaan valvula Bauchini yang
paten, terjadi distensi hebat dan seringmengakibatkan perforasi sekum karena
tekanannya paling tinggidandindingnya yang lebih tipis. Pada pemeriksaan fisis
akanmenunjukkan distensi abdomen dan timpani, gerakan usus akan tampak pada
pasien yang kurus, dan akan terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri
yangterlokasi, dan terabanya massa menunjukkan adanya strangulasi (Mukherjee et
al., 2017).

2.4.4. Diagnosis
Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab misalnya
berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia.Gejala umum
berupa syok, oliguri dan gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan meteorismus dan
kelebihan cairan di usus, hiperperistaltis berkala berupa kolik yang disertai mual dan
muntah.Kolik tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang usus
dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik, hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai
bunyi nada tinggi.Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu
dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau defekasi. Pemeriksaan dengan meraba dinding
perut bertujuan untuk mencari adanya nyeri tumpul dan pembengkakan atau massa yang
abnormal (Sherwood et al., 2013).
Gejala permulaan pada obstruksi kolon adalah perubahan kebiasaan buang air
besar terutama berupa obstipasi dan kembung yang kadang disertai kolik pada perut
bagian bawah.Pada inspeksi diperhatikan pembesaran perut yang tidak pada tempatnya
misalnya pembesaran setempat karena peristaltis yang hebat sehingga terlihat gelombang
13
usus ataupun kontur usus pada dinding perut.Biasanya distensi terjadi pada sekum dan
kolon bagian proksimal karena bagian ini mudah membesar (Sherwood et al., 2013).
Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi hemokonsentrasi,
leukositosis, dan gangguan elektrolit. Pada pemeriksaan radiologis, dengan posisi tegak,
terlentang dan lateral dekubitus menunjukkan gambaran anak tangga dari usus kecil yang
mengalami dilatasi dengan air fluid level. Pemberian kontras akan menunjukkan adanya
obstruksi mekanis dan letaknya. Pada ileus obstruktif letak rendah jangan lupa untuk
melakukan pemeriksaan rektosigmoidoskopi dan kolon (dengan colok dubur dan barium
in loop) untuk mencari penyebabnya.Periksa pula kemungkinan terjadi hernia (Sherwood
et al., 2013).

2.4.5. Radiologis
Posisi supine (terlentang): tampak herring bone appearance. Posisi setengah
duduk dan LLD: tampak step ladder appearance atau cascade. Adanya dilatasi dari usus
disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada foto polos abdomen dapat
disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai tingkat
sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi
kolon (Ali Nawaz, 2013).
a. Foto polos abdomen 3 posisi:

1. Ileus obstruktif letak tinggi

Tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan (sumbatan paling distal di


iliocaecal junction) dan kolaps usus di distal sumbatan. Penebalan dinding usus
halus yang mengalami dilatasi memberikan gambaran herring bone appearance,
karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran
vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai kosta. Tampak air fluid level
pendek-pendek berbentuk seperti tangga yang disebut step ladder appearance
karena cairan transudasi berada dalam usus halus yang terdistensi (Ali Nawaz,
2013)

14
Gambar 5. Gambaran Herring bone appearance

15
Gambar 6. Gambaran Small Bowel Obstruktif

2. Ileus obstruktif letak rendah

Tampak dilatasi usus halus di proksimal sumbatan (sumbatan di kolon) dan kolaps
usus di distal sumbatan. Penebalan dinding usus halus yang mengalami dilatasi
memberikan gambaran herring bone appearance, karena dua dinding usus halus yang
menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler
menyerupai kosta. Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak di tepi
abdomen. Tampak gambaran air fluid level pendek-pendek berbentuk seperti tangga yang
disebut step ladder appearance karena cairan transudasi berada dalam usus halus yang
terdistensi dan air fluid level panjang-panjang di kolon (Lappas, 2015).

16
Gambar 6.Gambaran air fluid level

Gambar 8. Gambaran Ileus Obstruksi Letak Rendah

17
b. CT–Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluh darah.
Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi. CT lebih sensitif
daripada radiografi dan akan menunjukkan penyebab ~ 80% dari kasus. Fitur pada CT
dapat meliputi (Ali Nawaz, 2013):

 Loop usus kecil melebar >2,5-3 cm dari dinding luar ke dinding luar
 Loop kaliber normal atau kolaps dibagian distal
 Tanda feses usus kecil

Obstruksi loop tertutup didiagnosis ketika loop usus dengan panjang bervariasi pada dua
titik yang berdekatan di sepanjang jalurnya. Mungkin sebagian atau lengkap dengan fitur
karakteristik:

 Distribusi radial dari beberapa dilatasi, loop usus berisi cairan


 Peregangan pembuluh mesenterika yang konvergen menuju titik torsio
 Konfigurasi berbentuk u atau berbentuk c
 Beak sign di lokasi tapering fusiform
 Whirl sign yang mencerminkan rotasi putaran usus di sekitar titik tetap

Strangulasi didefinisikan sebagai obstruksi loop tertutup yang terkait dengan iskemia
usus. Terutama terlihat ketika diagnosis tertunda (hingga 10% dari obstruksi usus halus)
dan berhubungan dengan mortalitas yang tinggi. Fitur tidak spesifik dan termasuk:

 Menebal dan meningkatkan atenuasi dinding usus


 Halo atau tanda target
 Pneumatosis intestinalis
 Gas vena portal
 Cairan terlokalisasi atau perdarahan di mesenterium

Kontras oral positif biasanya tidak diperlukan untuk diagnosis obstruksi usus halus:

 Biasanya, encer dalam pengaturan SBO dan biasanya tidak mencapai titik
transisi sebelum pemindaian terjadi

18
 Dapat mengaburkan evaluasi dinding usus kecil, membatasi evaluasi iskemia
usus

Gambar 9. Gambar CT Scan Ileus Obstruktif Letak Tinggi

c. USG

Menurut Ali Nawaz, Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab
dari obstruksi.

Tes yang dilakukan samping tempat tidur ini membantu mendiagnosis obstruksi usus
kecil, temuan yang menunjukkan obstruksi usus kecil:

 Usus melebar (diameter >2,5 cm)


 Peristaltik yang tidak efektif
o Menghasilkan penampakan "to-and-fro" atau "whirling" dari isi intra-
luminal
 Menonjol terdapat valvulae conniventes
19
o Terdapat dalam jejunal loop yang melebar

Luasnya obstruksi biasanya tersirat daripada dicari secara langsung berdasarkan


keterlibatan kolon asendens / desendens, morfologi loop usus kecil (pola lipatan mukosa
tinggi terdapat di jejunum, tidak ada di ileum), dan keterlibatan lambung. Temuan yang
menunjukkan iskemia / infark usus (akan membutuhkan evaluasi bedah segera):

 Cairan bebas ekstraluminal


o Penampilan segitiga "runcing" dari cairan bebas antar-loop sering disebut
sebagai tanda tanga
 Kehilangan peristaltik
 Penebalan dinding usus >3 mm
o Dengan kehilangan arsitektur mural
 Gas mural

\
Gambar 10. Gambaran doughnut sign

d. MRI. Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan. Tetapi tehnik dan kontras yang ada
sekarang ini belum secara penuh mapan. Tehnik ini digunakan untuk mengevaluasi
iskemia mesenterik kronis (William, 2017).

20
e. Angiografi. Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk mendiagnosis adanya
herniasi internal, intussuscepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi (William, 2017).

2.5. Ileus Paralitik


Ileus paralitik (adynamik ileus) sering diidentikkan dengan ileus yang terjadi lebih dari
tiga hari (72 jam) sesudah suatu tindakan operasi dan merupakan salah satu spectrum disfungsi
traktus gastro intestinal post operatif. Namun demikian sering juga salah disebut sebagai keadaan
pseudoobstruction karena sebenarnya berbeda, dimana ileus paralitik melibatkan semua bagian
usus sedangkan pseudo obstruction hanya terbatas pada kolon (ileus kolonik). Keadaan ileus
paralitik terjadi karena adanya hipomotilitas usus tanpa disertai adanya obstruksi mekanik dan
keadaan paralitik pasca operasi umumnya membaik setelah 24 jam pada usus halus, 24-48 jam
pada lambung dan 48-72 jam pada kolon (Guyton, 2014).
2.5.1 Etiologi
Meskipun ileus paralitik mempunyai banyak kemungkinan etiologi, tetapi pasca
operasi merupakan penyebab tersering dan tidak harus berupa operasi intra peritoneal,
dapat retroperitoneal maupun operasi selain di abdomen.Ileus paralitik tidak pernah
terjadi secara primer, oleh karena itu mencari gangguan yang menjadi penyebab adalah
hal yang penting untuk mencapai keberhasilan dalam tata laksana. Penyebab lain dari
ileus paralitik antara lain sepsis, obat-obatan (seperti opioid, anti depresan, antasida),
metabolik (hipokalemi, hipomagnesemia, hiponatremia, anemia dan hipoosmolalitas),
infark miokard, pneumonia, komplikasi diabetes, trauma (misal fraktur spinal), kolik
bilier, kolik renal, trauma kepala atau prosedur-prosedur bedah saraf, inflamasi
intraabdominal dan peritonitis dan hematoma retroperitoneal. Penyebab yang paling
sering dari ileus paralitik adalah gangguan metabolik dan gangguan elektrolit (Guyton,
2014).
Penyebab ileus paralitik dapat dibagi menjadi dua yaitu penyebab intra abdomen,
dan ekstra abdomen (Harison et al., 2014).

 Penyebab intraabdomen:
a. Hambatan reflex
Laparotomi,Trauma abdomen,Transplantasi renal
b. Proses Inflamasi
21
Luka penetrasi, Peritonitis cairan empedu, Peritonitis cairan kimia,Perdarahan
intraperitoneal, Pankreatitis akut, Kolesistitis akut, Penyakit Celiac, Inflammatory
bowel disease
c. Infeksi
Peritonitis bakteri, Appendicitis, Diverticulitis, Herpes Zoster virus
d. Proses iskemik
Insufisiensi arteri, Trombosis vena, Arteritis mesenteric, Obstruksi strangulasi
e. Trauma radiasi akut
Radiasi abdomen, Proses retroperitoneal, Batu ureteropelvik, Pyelonefritis,
Perdarahan retroperitoneal, Keganasan
f. Alterasi sel interstitial Cajal

 Penyebab ekstra abdomen


a. Hambatan reflex
Kraniotomi,Fraktur iga, tulang belakang atau pelvis, Infark miokard, Coronary
bypass, Operasi bedah jantung, Pneumonia, emboli paru, Luka bakar
b. Obat
Antikolinergik/antagonis ganglionik, Opiat, Agen kemoterapeutik, Tricyclic
antidepressants, Phenotiazines

c. Abnormalitas Metabolik
Sepsis, Diabetes mellitus, Hipotiroid, Ketidakseimbangan elektrolit
(hiperkalemia,hipokalemi,hipofosfatemia), Keracunan logam berat (merkuri) Porfiria,
Uremia, Ketoasidosis diabetic, Penyakit sistemik seperti SLE

2.5.2 Patofisiologi
Ileus paralitik menyebabkan beberapa perubahan pada fungsi dan keadaan usus.
Perubahan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Sherwood et al., 2013):
1. Perubahan Flora Normal Usus
Motilitas normal pada usus dapat membersihkan lumen usus dari nutrient dan
organism sehingga pada saat terjadi gangguan motilitas, maka akan terjadi stasis dan
22
pertumbuhan bakteri yang berlebihan serta malabsorbsi. Jumlah bakteri yang berlebihan
dapat menyebabkan kerusakan mukosa usus ringan dan pembentukan gas yang
berlebihan. Dekonjugasi cairan empedu oleh bakteri mengganggu pembentukan micelle
dan menyebabkan steatorea.

2. Perubahan Isi Lumen Usus


Belum terdapat studi yang menjelaskan perubahan aliran cairan dan elektrolit pada
ileus paralitik secara memuaskan, namun kemungkinan tidak begitu berbeda dengan
normal. Volume gas dapat bertambah dan kemungkinan karena udara yang tertelan, di
mana udara ini terdiri dari nitrogen yang kurang diabsorbsi usus sehingga mengakibatkan
distensi usus dan mengakibatkan rasa tidak nyaman pada perut. Selain itu dapat terjadi
produksi oleh fermentasi bakteri yang semakin bertambah dengan asupan makanan.

3. Efek Metabolik dan Efek Sistemik


Konsekuensi sistemik yang dapat terjadi adalah ketidakseimbangan asam basa,
elektrolit dan cairan. Distensi ekstrem juga akan menyebabkan elevasi diafragma dengan
ventilasi yang restriktif dan kejadian atelektasis.

2.5.3 Diagnosis
Keluhan pasien tergantung pada waktu perkembangan ileus terjadi, penyakit yang
mendasari, komplikasi dan faktor penyerta. Pasien dapat mengeluh perut kembung (oleh
karena distensi abdomen), anoreksia, mual dan obstipasi dan mungkin disertai muntah.
Nyeri abdomen yang tidak begitu berat namun bersifat kontinu dan lokasi nyeri yang
tidak jelas adalah karakteristik keluhan pasien ileus4. Riwayat penyakit keluarga
perluditanyakan untuk mendeteksi adanya kemungkinan miopati atau neuropati yang
disebabkan oleh penyakit herediter (Sherwood et al., 2013).
Pasien biasanya berbaring dengan tenang. Pada pemeriksaan perkusi abdomen
dapat ditemukan perkusi timpani. Pada palpasi, pasien menyatakan perasaan tidak enak
pada perut dan tidak dapat menunjuk dengan jelas lokasi nyeri. Auskultasi harus
dilakukan secara cermat oleh karena dapat ditemukan bising usus yang lemah, jarang, dan
bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Dapat terdengar low pitched gurgle, suara
23
berdenting yang lemah yang kadang dapat dicetuskan dengan cara menepuk perut pasien,
atau dapat terdengar suara air bergerak(succusion splash) saat pasien berpindah posisi
(Sherwood et al., 2013).
Pemeriksaan fisik perlu dilakukan secara berulang karena komplikasi dapat timbul
seiring waktu berjalan sehingga dapat terjadi perubahan hasil pemeriksaan fisik. Demam,
hipotensi, atau tanda-tanda sepsis merupakan tanda bahaya akan terjadinya komplikasi
yang mengancam jiwa. Pemeriksaan laboratorium penting dalam mencari penyakit yang
mendasari ileus paralitik serta merencanakan manajemen terapinya. Pemeriksaan yang
penting untuk dilakukan yaitu leukosit darah, kadar elektrolit, ureum, glukosa darah, dan
amilase. Pemeriksaan elektrolit serum, blood urea nitrogen, dan kreatinin membantu
dalam menilai adanya ketidakseimbangan cairan dan ada tidaknya dehidrasi serta derajat
dehidrasi. Pemeriksaan leukosit penting dalam menilai ada tidaknya infeksi atau inflamasi
(Sherwood et al., 2013).

2.5.4 Radiologis
Pemeriksaan radiologi sangat membantu dalam menegakkan diagnosis,
membedakan ileus paralitik dengan ileus obstruksi, dan untuk memahami penyebabnya.
Sebagai awal, dapat dilakukan pemeriksaan foto abdomen polos dengan posisi supine dan
tegak. Untuk membedakan ileus paralitik dan ileus obstruksi, perlu diperhatikan derajat
distensi abdomen, volume cairan dan gas intraluminal Pada ileus paralitik akan ditemukan
distensi lambung, usus halus dan usus besar oleh karena terdapat kelainan pada akumulasi
gas dan cairan, namun akumulasi gas dan cairan pada ileus paralitik tidak sebanyak pada
obstruksi intestinal. Selain itu gas lebih banyak terdapat di kolon loop daridistensi usus
ringan dan dapat terlihat di sebelah atas atau berdekatan dengan lokasi proses inflamatorik
misalnya pada pankreatitis. Loop ini disebut juga sentinel loops. Air fluid level berupa
suatu gambaran line up (segaris). Selain itu terdapat gambaran stepladder pattern
(William, 2017).

24
Gambar 4. Foto polos abdomen ileus paralitik

Pemeriksaan dengan CT-Scan terutama diperlukan untuk membedakan ileus dengan


penyebab lain dari nyeri abdomen akut non-traumatik.

Gambar.5 CT-scan pada ileus paralitik pada seorang anak. Tampak distensi usus halus dan
rektum
25
Pemeriksaan dengan manometri usus halus dapat menyediakan informasi tambahan
mengenai pola motilitas yang mendasari seperti miopati, neuropati atau obstruksi. Jika manometri
menunjukkan pola kontraktil normal dengan kontraksi amplitudo rendah cenderung merupakan
tanda dari penyakit yang didasari oleh masalah miogenik. Namun karena kegunaan klinisnya
masih belum jelas, pemeriksaan ini belum digunakan secara rutin dan perlu diadakan evaluasi
lagi (Ali Nawaz, 2013).

26
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Penderita
Nama : By. AP
Usia : 0 Tahun – 3 Bulan – 4 Hari
Jeniskelamin : Perempuan
Alamat : Lemahireng RT 3/ RW 3 Bawen Semarang
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Ruangan Poli : Bedah
Anamnesis
 Keluhan Utama :
Perut Kembung
 Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke RS Islam Sultan Agung Semarang dengan keluhan perut kembung
sejak 1 minggu yang lalu SMRS. Kembung dirasakan terus menerus dan bayi sangat
rewel menangis. Keluhan di sertai perut membesar sejak 1 minggu yang lalu. Muntah
juga di alami sejak 1 hari yang lalu sampai hari ini muntah sebanyak 3 kali berwarna
kehijauan. Muntah setiap diberi susu. Pasien juga tidak BAB selama 1 minggu. Pasien
sangat rewel, dan masih BAK seperti biasa.

 Riwayat Penyakit Dahulu:


- Riwayat keluhan serupa sebelumnya : Disangkal
- Riwayat sakit jantung : Disangkal
- Riwayat trauma : Disangkal
- Riwayat penyakit kuning : Disangkal

 Riwayat Penyakit Keluarga:


- Riwayat keluhan serupa : Disangkal
- Riwayat sakit jantung : Disangkal
27
- Riwayat trauma : Disangkal
 Riwayat Sosio Ekonomi :
Pasien merupakan bayi baru lahir yang masih minum ASI. Pasien periksa
menggunakan BPJS.
Pemeriksaan Fisik
STATUS GENERALIS
- Keadaan umum : Tampak lemah
- Kesadaran : Composmentis
- Status Gizi : Normal

STATUS ANTROPOMETRIK
- PB : 45 cm
- BB : 6.5 kg

TANDA VITAL
- HR (Nadi) : 120 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
- RR (Laju Napas) : 24 x/menit, reguler
- Suhu : 36,6 °C

STATUS INTERNUS
- Kepala : Bentuk normocephale, tidak teraba benjolan.
- Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
- Mata :
- Bola mata : tidak terdapat eksoftalmus
- Konjungtiva : anemis -/-, perdarahan -/-,
- Sklera : ikterus -/-
- Palpebra : oedema -/-
- Pupil : bulat, isokor 3 mm/ 3mm, reflek cahaya +/+
- Hidung :
- Deformitas (-)

- Nafas cuping hidung (-/-),


28
- Tidak tampak adanya secret atau perdarahan

- Telinga :
- Bentuk : normal
- Lubang : normal, discharge (-/-)
- Pendengaran : normal
- Perdarahan : tidak ada
- Mulut :
- Bibir : tidak ada kelainan kongenital, sianosis (-), oedem (-)

- Lidah : ukuran normal, tidak kotor, tidak tremor

- Gigi : perawatan gigi kurang

- Mukosa : hiperemi (-), stomatitis (-)

- Leher :
- Deviasi trakea : - (posisi trakea simetris)
- Kaku kuduk : - (negatif)
- Tiroid : tidak ada pembesaran
- KGB : tidak ada pembesaran

PF THORAKS :

Inspeksi Anterior Posterior

Statis RR:24x/min,Hiperpigmentasi RR = 24x/min, Hiperpigmentasi


(-), tumor (-), inflammation (- (-), tumor (-), inflammation (-),
),Hemithorax D=S, ICS Normal, spider nevi (-), Hemithorax D=S,
Diameter AP < LL ICS Normal, Diameter AP < LL

Dinamik Pergerakan Hemithorax kanan = Pergerakan Hemithorax kanan =


kiri.Tidak terlihat gerakan otot kiri
bantu nafas, retraksi ICS (-) Tidak terlihat gerakan otot bantu

29
nafas, retraksi ICS (-)

Palpasi Palpasi: nyeri (-), tumor (-), Palpasi: nyeri (-), tumor (-),
pelebaran ICS (-), Sterm pelebaran ICS (-), Sterm
fremitus D = S fremitus D = S

Perkusi Sonor Sonor

Auskultasi Suara nafas dasar vesikuler, Suara nafas dasar vesikuler,


ronchi (-) , wheezing (-) ronchi (-) , wheezing (-)
Fremitus vocal D = S Fremitus vocal D = S

PEMERIKSAAN JANTUNG :

Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi Pulsus parasternal (-), pulsus epigastrium (-), pulsus sternal lift (-)

Perkusi Batas kanan : ICS 5 linea sternalis dextra


Batas kiri : ICS 4 linea mid clavicula sinistra
Batas atas : ICS 2 linea sternalis sinistra
Batas pinggang : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Auskultasi Mitral : M1 > M2, bising suara jantung (-)
Trikuspid : T1 > T2, bising suara jantung (-)
Aorta : A2 > A1, bising suara jantung (-)
Pulmonal : P2 > P1, bising suara jantung (-)

PEMERIKSAAN ABDOMEN

Inspeksi Skin
• Scars (-)
• Striae (-)

30
• Dilated veins. (-)
• Rashes and lesions (-)
• caput medusa (-)
Umbilikus : Bulging (-)
Kontur : Bulat membesar, simetris, tak ada bulging atau
massa ter lihat
Peristaltik usus (+) terlihat
Auskultasi Peristaltik Meningkat, Borborygmi (+)

Perkusi Perkusi 4 regio : Hipertimpani


Hepar : pekak (+)
Test undulasi (-)
Palpasi Light : Distensi (+), massa (-), nyeri (+), Supel (-)
Deep : Nyeri tekan/lepas (-) di sekitar umbilicus dan
epigastrium, perbesaran organ (-), massa (-),

PEMRIKSAAN EKTRAMITAS
PEMERIKSAAN SUPERIOR INFERIOR
Akral Dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Capillary Refil Time -/- -/-
Refleks Fisiologi +2/+2 +2/+2
Refleks Patologi -/- -/+

31
Pemeriksaan Penunjang Radiologi
a. Pemeriksaan Abdomen 2 Posisi (Non Kontras)

Pembacaan Hasil FPA 2 Posisi

DESKRIPSI:

- Preperitoneal fat line dan psoas line baik


- Tampak dilatasi usus halus dan sebagian usus besar, coil spring (+)
- Udara di region rectosigmoid (-)
- Tak tampak free air
- Tampak multiple air fluid level pendek bertingkat
- Tak tampak kelainan pada vertebra lumbalis
KESAN :

- Gambaran Ileus Obstruktif Letak Rendah


- Tak Tampak Pneumoperitoneum

32
BAB IV

PEMBAHASAN

Ileus paralitik adalah suatu keadaan patofisiologik dimana terdapat hambatan motilitas
pada traktus gastrointestinal dan tidak terdapat obstruksi mekanik intestinal, yang merupakan
suatu akibat dari gangguan motilitas dan secara spesifik dapat diterangkan sebagai ileus paralitik
atau adinamik ileus. Sedangkan ileus obstruksi merupakan suatu keadaan yang melibatkan
adanya hambatan mekanik terhadap isi lumen usus, baik parsial maupun komplit yang terjadi
pada satu atau lebih area usus. Keduanya dapat terjadi secara akut ataupun berkembang secara
lambat sebagai akibat dari penyakit kronik. Baik ileus paralitik maupun ileus obstruksi
merupakan dua gangguan yang berpotensi mengancam jiwa, kecuali bila dilakukan terapi lebih
awal. Tidak mengherankan bahwa ileus paralitik dan ileus obstruksi termasuk dalam 10 penyebab
kematian terbanyak di antara penyakit gastrointestinal.

Metode pencitraan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis ileus adalah foto polos
abdomen 3 posisi, Foto Thorax, USG, CT-scan, serta MRI. Pemeriksaan penunjang yang sering
dipakai untuk penyakit ileus adalah foto polos abdomen 3 posisi. FPA mempunyai tingkat
sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan 84% pada obstruksi kolon. Foto polos
abdomen dapat dilakukan dalam 3 posisi, yaitu: Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah
vertikal dengan proyeksi antero posterior (AP); Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau
memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP; Tiduran miring kekiri (Left Lateral
decubitus = LLD ), dengan sinar horizontal proyeksi AP.

Obstruksi ileus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya
daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding ususyang nantiya menyebabkan
penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu.
Akibatnya tersumbat,akan terjadi pengumpulan isi lumen usus berupa gas dan cairan, khususnya
didaerah proximal. hal itu akan menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar
pencernaan, yang membuat cairan dan gas tersebut akanmeningkat dan menyebabkan pelebaran
dinding usus (distensi). Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya
hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas makin bertambah
yang menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempatsumbatan tetapi juga dapat mengenai

33
seluruh panjang usus sebelah proxima sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus yang
meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan
antiperistaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan muntah (Sherwood et
al., 2013).

Gejala utama dari illeus obstruksi ialah mual muntah, umumnya padaobstruksi letak
tinggi. obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala sepertinyeri perut sekitar umbilikus /
bagian epigastrium. Sedangkan obstruksi pada kolon biasanya mempunyai gejala klinis yang
lebih ringan dibandingobstruksi pada usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang
berakhirpada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah jarang terjadi. Pada tahap awal,tanda vital
normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan elektrolit, makaakan terjadi dehidrasi. Pada tahap
lanjut dimana obstruksi terus berlanjut,peristaltic akan melemah dan hilang. Adanya feces
bercampur darah padapemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan intusepsi
(Sherwood et al., 2013).

Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab misalnya berupa adhesi
dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia. Gejala umum berupa syok, oliguri dan
gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan meteorismus dan kelebihan cairan di usus,
hiperperistaltis berkala berupa kolik yang disertai mual dan muntah.Kolik tersebut terlihat pada
inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang usus dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik,
hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi.Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau defekasi.
Pemeriksaan dengan meraba dinding perut bertujuan untuk mencari adanya nyeri tumpul dan
pembengkakan atau massa yang abnormal (Sherwood et al., 2013).

Gejala permulaan pada obstruksi kolon adalah perubahan kebiasaan buang air besar
terutama berupa obstipasi dan kembung yang kadang disertai kolik pada perut bagian bawah.Pada
inspeksi diperhatikan pembesaran perut yang tidak pada tempatnya misalnya pembesaran
setempat karena peristaltis yang hebat sehingga terlihat gelombang usus ataupun kontur usus
pada dinding perut.Biasanya distensi terjadi pada sekum dan kolon bagian proksimal karena
bagian ini mudah membesar (Sherwood et al., 2013).

34
Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi hemokonsentrasi,
leukositosis, dan gangguan elektrolit. Pada pemeriksaan radiologis, dengan posisi tegak,
terlentang dan lateral dekubitus menunjukkan gambaran anak tangga dari usus kecil yang
mengalami dilatasi dengan air fluid level. Pemberian kontras akan menunjukkan adanya obstruksi
mekanis dan letaknya. Pada ileus obstruktif letak rendah jangan lupa untuk melakukan
pemeriksaan rektosigmoidoskopi dan kolon (dengan colok dubur dan barium in loop) untuk
mencari penyebabnya.Periksa pula kemungkinan terjadi hernia (Sherwood et al., 2013).
Seorang bayi perempuan 3 bulan dibawa oleh ibunya datang ke RS Islam Sultan Agung
Semarang dengan keluhan perut kembung sejak 1 minggu yang lalu SMRS. Kembung dirasakan
terus menerus dan bayi sangat rewel menangis. Keluhan di sertai perut membesar sejak 1 minggu
yang lalu. Muntah juga di alami sejak 1 hari yang lalu sampai hari ini muntah sebanyak 3 kali
berwarna kehijauan. Muntah setiap diberi susu. Pasien juga tidak BAB selama 1 minggu. Pasien
sangat rewel, dan masih BAK seperti biasa.
Hasil pemeriksaan Foto Polos Abdomen 2 Posisi didapatkan gambaran berupa:

- Preperitoneal fat line dan psoas line baik


- Tampak dilatasi usus halus dan sebagian usus besar, coil spring (+)
- Udara di region rectosigmoid (-)
- Tak tampak free air
- Tampak multiple air fluid level pendek bertingkat
- Tak tampak kelainan pada vertebra lumbalis
KESAN :

- Gambaran Ileus Obstruktif Letak Rendah


- Tak Tampak Pneumoperitoneum

35
BAB V

KESIMPULAN

Ileus paralitik adalah suatu keadaan patofisiologik dimana terdapat hambatan motilitas
pada traktus gastrointestinal dan tidak terdapat obstruksi mekanik intestinal, yang merupakan
suatu akibat dari gangguan motilitas dan secara spesifik dapat diterangkan sebagai ileus paralitik
atau adinamik ileus. Sedangkan ileus obstruksi merupakan suatu keadaan yang melibatkan
adanya hambatan mekanik terhadap isi lumen usus, baik parsial maupun komplit yang terjadi
pada satu atau lebih area usus. Keduanya dapat terjadi secara akut ataupun berkembang secara
lambat sebagai akibat dari penyakit kronik. Pemeriksaan penunjang yang sering di pakai adalah
foto polos abdomen 2 posisi yang mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus,
sedangkan 84% pada obstruksi kolon. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang pada kasus ini didiagnosis ileus obstruktif letak rendah dengan
ditemukannya dilatasi usus halus dan sebagian usus besar disertai gambaran coil spring pada foto
polos abdomen 2 posisi.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Bielefeldt K, Bauer AJ. Approach to the patient with ileus and obstruction . In: Yamada T,
Alpers DH, Kalloa AN et. al. Principles of clinical gastroenterology. Singapore: Wiley-
Blackwell; 2013. Pg: 287- 300
2. Diaz JJ, et al. Guidelines for Management of Small Bowel Obstruction. Journal of Trauma.
2011 : 1659 : 4-5
3. Djumhana A. Ileus paralitik. : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,
eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4 ed. Vol. I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI; 2014
4. Gearhart SL, Silen W. Acute intestinal obstruction. . In: Kasper, Braunwald, Fauci et al.
Harrison’s Principles of Internal Medicine vol II 17th ed. New York: McGrawHill; 2014. Pg
: 1912-1914
5. Guyton AC. Textbook of medical physiology. Penyysylvania: Elsevier Saunders; 2014.pg
771-780
6. Lappas JC, Reyes BL, Maglinte DD. Abdominal Radiography Findings In Small Bowel
Obstruction : Relevance to Triage for Additional Diagnostic Imaging. Network ; 2015.
7. Mukherjee S. Ileus. Dec 2017. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/178948-overview#a0104.
8. Nawaz A, MBBS, FRCS, FRCP, FRCR et. Al. Small Bowel Obstruction Imaging : 2013,
Availble from : http://emedicine.medscape.com/article/374962-overview#a01
9. Sherwood, Lauralee. Human Physiology : from Cells to Systems. Belmont, CA
:Brooks/Cole, Cengage Learning, 2013.
10. Sinicrope, Frank A., et. al. Ileus and bowel obstruction, October 2013, th edition. Available
at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18847534
11. Souvik A, Hossein MZ, Amitabha D et. al. Etiology and outcome of acute intestinal
obstruction: a review of 367 patients in Eastern India. Saudi J Gastrointestinal. 2010
October; 16(4): 285-287. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2995099/?tool=pubmed
12. William M. Thompson et.al Accuracy of Abdominal Radiography in Acute Small-Bowel
Obstruction: Does Reviewer Experience Matter? American Journal of Roentgenology 2017
188:3, W233-W238

37

Anda mungkin juga menyukai