Anda di halaman 1dari 8

Telaah Target Penerimaan Pajak Tahun 2016

Muhammad Riskli Valdi

1810532021

Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi

Universitas Andalas

Padang

2019
Rincian target penerimaan perpajakan RAPBN 2016

Pemerintah menargetkan penerimaan sektor perpajakan tahun depan mencapai Rp 1.565,8


triliun. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyebutkan, target penerimaan pajak
tahun depan naik 5 persen menjadi Rp 1.368,5 triliun dibanding tahun lalu senilai Rp
1.294,2 triliun. Sementara penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai sebesar Rp 197,3
triliun.

"Target kenaikan pajak kami berdasarkan pada outlook penerimaan 2015 yakni 14,5 persen.
Pertumbuhan penerimaan pajak tahun ini yang shortfall (selisih target pajak terhadap
realisasi penerimaan pajak) sebesar Rp 120 triliun," ujarnya di Gedung BKPM, Jakarta,
Jumat (14/8).
Penerimaan pajak tahun depan terdiri dari Pajak migas Rp 48,5 triliun atau turun dari Rp
49,5 triliun di 2015 dan Pajak non migas Rp 1.320 triliun atau naik dari Rp 1.244,7 triliun
di 2015.

Sementara PPh non migas ditarget Rp 715 triliun, jauh lebih tinggi dibanding tahun lalu Rp
629,8 triliun. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diturunkan menjadi Rp 573,7 triliun. Tahun
lalu PPN ditarget Rp 576,5 triliun. Pajak Bumi Bangunan turun menjadi Rp 19,4 triliun dari
target tahun sebelumnya Rp 26,7 triliun. Pajak lainnya sebesar Rp 11,9 triliun dari Rp 11,7
triliun.

"PPH non migas direncanakan lebih tinggi dari APBNP 2015 sejalan dengan kebijakan
intensifikasi PPH Badan. Sementara PPN lebih rendah dari APBNP 2015, dipengaruhi
melambatnya pertumbuhan ekonomi tahun ini," jelas dia.

Target untuk Bea dan Cukai di 2016 dipatok Rp 197,3 triliun, naik dari tahun sebelumnya
Rp 195 triliun. Penerimaan dari cukai ditarget Rp 155,5 triliun, naik dari tahun lalu sebesar
Rp 145,7 triliun. Penerimaan dari bea masuk diturunkan menjadi Rp 38,9 triliun dari

1
sebelumnya Rp 37,2 triliun. Begitu pula dengan bea keluar yang diturunkan menjadi Rp 2,9
triliun dari target tahun ini Rp 12,1 triliun.

"Penurunan bea keluar terkait rendahnya harga CPO yang masih dibawah threshold
(ambang batas) tarif bea keluar, dan kebijakan pembentukan dana pendukung sawit (CPO
supporting fund)," ungkapnya.

Faktor Penentu Penerimaan Pajak 2016

Realisasi penerimaan pajak dalam APBN 2015 meskipun menembus angka 1.000 trilliun
namun capaiannya hanya sekitar 80-82% dari yang ditargetkan sebesar 1.201,7 Trilliun.
Dalam APBN 2016 pemerintah tetap mengandalkan penerimaan dari hasil pungutan pajak
yang jumlahnya mencapai 1.360 trilliun. Target ini naik sekitar 36% dari realiasi
penerimaan pajak 2015. Di tengah perekonomian global yang masih melemah dan belum
kondusif sementara perekonomian nasional tidak dapat lepas dari pengaruh perekonomian
global, menjadi pertanyaannya mungkinkah pemerintah melalui direktorat jendral pajak
dapat mencapai penerimaan pajak sesuai dengan target yang ditetapkan?

Dengan mengabaikan kondisi ekonmi makro baik global ataupun nasional, terdapat tiga
cara yang dilakukan oleh ditjen pajak untuk mencapai target penerimaan pajaka tahun
2016. Tiga cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan kepatuhan
wajib pajak dengan meminmumkan biaya kepatuhan pajak (cost of compliance tax),
menegakkan fungsi pemeriksaan, sebagai konsekuensi self assessment dalam sistem
perpajakan yang dianut oleh Indonesia, dan dalam bentuk kebijakan.

Saat ini tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi masih sekitar 56-60% sementara
kepatuhan wajib pajak badan belum mencapai 50%. Kondisi ini masih memiliki peluang
untuk ditingkatkan, sehingga kepatuhan wajib pajak dapat menjadi salah satu faktor
penentu pencapaian target penerimaan pajak 2016. Beberapa kualitas pelayanan terus
dijalankan oleh pemerintah, diantaranya penerapan e-Filling, e-billing dan e-Faktur
merupakan upaya yang dilakukan ditjen pajak untuk menurunkan biaya kepatuhan pajak. e-

2
filling telah dilaksanakan sejak tahun 2011 sedangkan e-Faktur baru akan dilakukan pada
pertengahan tahun ini. Pemerintah masih perlu melakukan edukasi penggunaan sistem
pelaporan berbasis digital kepada masyarakat, dan masalah jaringan juga perlu mendapat
perhatian terutama pada tanggal-tanggal terakhir penyerahan laporan.

Meningkatkan fungsi pemeriksaan pajak melalui peningkatkan sistem adminstrasi


pemeriksaan yang lebih baik. Dalam menjalankan fungsi pemeriksaan ditjen pajak masih
belum sistematis, merata, dan kontinyu, sehingga wajib pajak tidak merasa takut akan ada
pemeriksaan atas dirinya. Hal ini menunjukkan fungsi pemeriksaan belum mempengaruhi
wajib pajak untuk patuh terhadap ketentuan-ketentuan perpajakan. Keadaan ini dapat
dipahami karena ratio antara wajib pajak dan pemeriksa pajak masih rendah. Ditjen pajak
masih perlu untuk meningkatkan ratio antara jumalah wajib pajak dan pemeriksa pajak.

Kebijakan pajak yang akan dilakukan pemerintah tahun ini adalah pemberlakukan tax
amnesty. Dari kebijakan ini pemerintah berharap dapat menerima dana sampai dengan 100
trilliun. Dana ini diperkirakan berasal dari rupiah yang tersimpan di luar negeri. Selain itu
dana yang bedar dari underground economy akan masuk dalam transaksi ekonomi yang
normal, sehingga transaksinya dapat tersentuh dengan ketentuan-ketentuan perpajakan.
Permasalahannya tax amnesty sampai saat ini masih dalam proses pembahasan di DPR.

Dengan fokus pertama, meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui optimalisasi dan
sosialisasi penggunaan teknologi informasi yang berdampak pada cost of compliance tax
yang minimal. Kedua melakukan reformasi administrasi , yang membuat wajib pajak
merasa terawasi dalam menjalankan ketentuan perpajakan, mulai dari penghitungan,
penyetoran, dan pelaporan pajak. Ketiga, mendesakkan DPR untuk mengesahkan UU
pelaksanaan tax amnesty. Maka target penerimaan pajak sebesar 1.360 trilliun tidak
mustahil dapat tercapai.

3
Penerimaan pajak 2016

Realisasi penerimaan perpajakan pada tahun 2016 tercatat sebesar Rp 1.283,5 triliun.
Jumlah ini lebih rendah dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
(APBN-P) 2016, yang tercatat sebesar Rp 1.539,16 triliun.

Bahkan, realisasi ini juga lebih rendah dari proyeksi realistis yang dibuat oleh pemerintah.
Seperti diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan penerimaan
perpajakan akan lebih rendah (shortfall) 219 triliun dari target APBN-P.

Jika, mengacu pada proyeksi tersebut maka seharusnya realisasi penerimaan pajak sebesar
Rp 1.320 triliun. Salah satu faktor yang membuat proyeksi ini meleset adalah penerimaan
pajak dari kebijakan pengampunan pajak, alias tax amnesty yang hanya Rp 107 triliun.

Padahal, pemerintah menargetkan penerimaan pajak dari tax amnesty bisa mencapai Rp 165
triliun.

Menurut Sri, ada beberapa hal yang memengaruhi pencapaian perpajakan di tahun 2016.
Antara lain, kebijakan pemerintah yang menaikan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) dari Rp 3 juta menjadi 4,5 juta. "Kebijakan ini membuat mengurangi penerimaan
Rp 20 triliun," ujar Sri, Selasa (3/1).

Hal lainnya, adalah kebijakan pemerintah yang memebrikan relaksasi atau insentif fiskal
bagi sejumlah sektor industri. Sri Mulyani menilai, insentif ini tidak emnjadi masalah besar
asalkan insentif yang diberikan justru membuat perekonomian tumbuh.

Dia menegaskan, pencapaian perpajakan pada tahun 2016 lalu menjadi catatan penting bagi
pemerintah. Terutama, terkait komitmen untuk melakukan reformasi perpajakan yang akan
dilekukan melalui pembentukan tim reformasi perpajakan.

Secara umum, berikut realisasi penerimaan perpajakan sementara hingga 31 Desember


2016 lalu;

4
1. PPh migas Rp 35,9 triliun (98,8% dari APBN-P)
2. PPh non migas Rp 1.069 triliun (81,1% dari APBN-P)
3. Bea dan Cukai Rp 178,7 triliun (97,2% dari APBN-P)

Langkah-langkah ke depan yang perlu dilakukan Kementerian


Keuangan dalam upaya mendorong peningkatan kinerja dan
menghadapi tantangan ke depan

1. Dalam upaya menjaga kesinambungan fiskal dan mendorong pertumbuhan ekonomi,


serta mengamankan pencapaian target penerimaan pajak dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Mengendalikan besaran defisit yang sehat dalam rangka penerapan kebijakan defisit
anggaran dengan melakukan langkah-langkah antisipatif antara lain dengan: 1) Melakukan
analisa risiko fiskal terhadap pelaksanaan APBN-P 2016 serta menyampaikan policy paper
untuk memitigasi potensi risiko fiskal atas kurang optimalnya pendapatan negara; 2)
Melakukan monitoring secara periodik terkait kondisi ketahanan fiskal (Crisis Management
Protocol/ CMP Fiskal) dan menyampaikan kepada Sekretariat Forum Koordinasi Stabilitas
Sistem Keuangan (FKSSK).

b. Mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas pasar keuangan domestik


antara lain dengan: 1) Menjaga proporsi kepemilikan SBN oleh investor domestik, dengan
menerbitkan seri-seri SBN untuk menarik lebih banyak minat investor domestik, misalnya
melalui

penerbitan Sukuk Tabungan dengan fitur early redemption; 2) Menggali potensi pasar
domestik melalui peningkatan edukasi dan komunikasi kepada pelaku pasar dan masyarakat
agar meningkatkan investasi pada instrumen SBN; dan 3) Mengoptimalkan penempatan
dana hasil tax amnesty pada instrumen SBN serta mengembangkan jalur distribusi SBN
ritel secara online. c. Mengamankan pencapaian target penerimaan pajak tahun 2017 dan
program Pengampunan Pajak sesuai UU Nomor 11 Tahun 2016 dengan melakukan strategi
umum sebagai berikut: 1) Pengawasan wajib pajak berbasis mapping kepatuhan wajib
pajak; 2) Kegiatan extra effort pengawasan, ekstensifikasi, pemeriksaan, penagihan, dan

5
penegakan hukum; 3) Extraordinary effort: penegakan hukum pasca tax amnesty dan fokus
kerja sama dengan pihak ketiga; 4) Amnesti pajak periode III: fokus di triwulan I (Jan-
Mar); dan 5) Perluasan tax base berbasis harta deklarasi amnesti pajak.

2. Optimalisasi kepatuhan pengguna layanan terutama terkait peningkatan kepatuhan


formal WP melalui (i) peningkatan kepatuhan material WP OP Non-Karyawan dan Badan
dengan memanfaatkan data internal dan eskternal, (ii) penanganan WP Tidak Lapor
Terdapat Data (TLTD), (iii) implementasi Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) terkait
layanan publik. 3. Meningkatkan transparansi pengelolaan keuangan negara melalui
peningkatan kualitas penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan
Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN) dengan melakukan: a.
Penyempurnaan aplikasi SPAN; b. Penyusunan pedoman nasional terkait penerapan
pengendalian internal atas penyusunan LK (Internal Control Over Financial Reporting
(ICOFR)); dan c. Menyelenggarakan pembinaan akuntansi dan pelaporan keuangan kepada
Kementerian Negara/Lembaga. d. Menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2017. 4. Meningkatkan kualitas pengelolaan
kinerja diantaranya dengan: a. Melakukan evaluasi/penelaahan terhadap Kontrak Kinerja
pada setiap satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan; b. Melakukan survei
Strategy Focused Organization (SFO) yang diharapkan memberi gambaran yang mendalam
mengenai kondisi pengelolaan kinerja organisasi di Kementerian Keuangan; dan c.
Menerapkan penilaian kinerja pegawai yang lebih objektif dengan penerapan Kualitas
Kontrak Kinerja (K3). 5. Melakukan berbagai perbaikan mulai dari penyempurnaan
peraturan perundang-undangan sampai dengan penyederhanaan sistem administrasi, dalam
memenuhi tuntutan pemangku kepentingan dan pengguna layanan Kementerian Keuangan.

Laporan Kinerja ini diharapkan dapat memberikan informasi secara transparan dan
akuntabel bagi seluruh stakeholders Kementerian Keuangan. Laporan ini juga menjadi
bahan evaluasi untuk peningkatan pengelolaan kinerja Kementerian Keuangan. Akhirnya,
Kementerian Keuangan berharap dapat terus meningkatkan kontribusi untuk mewujudkan
pertumbuhan ekonomi yang inklusif di abad ke-

6
Daftar Pustaka
Realisasi Pajak 2016 Sumbang 83 Persen Pendapatan Negara. (2017, Januari 11).
Retrieved from databoks:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/01/11/realisasi-pajak-2016-
sumbang-83-persen-pendapatan-negara

Keuangan, K. (2016). Laporan Kinerja Kemernterian Keuangan. Kementerian Keuangan.

Zatnika, A. M. (2017, Januari Selasa). 2016, Penerimaan pajak hanya Rp 1.283 triliun.
kontan.co.id.

Anda mungkin juga menyukai